DAFTAR TABEL
KRP 2: Pengembangan Industri dan Wisata
3.5.2 Pengkajian SDA dan LH
Pengkajian dampak KRP-1, 2, dan 3 terhadap isu sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang difokuskan pada bencana hidrometeorologi hanya dikhususkan pada banjir dan kekeringan. Kemudian untuk pencemaran lingkungan hidup di fokuskan hanya pada pencemaran air. Upaya mitigasi dan adaptasi mencakup pemaparan secara konseptual berupa arahan atau rambu-rambu untuk mempertahankan atau meningkatkan fungsi ekosistem dan juga memberikan arahan mitigasi dampak dan risiko lingkungan hidup. Potensi longsor, gempabumi, abrasi pantai, kebakaran hutan/lahan, dan puting beliung tidak dimasukkan dalam kajian KLHS ini, sebab tidak memberikan dampak langsung yang signifikan terhadap KRP yang dicanangkan dalam RPJMD 2012-2018.
Bencana hidrometeorologi (banjir dan kekeringan) Bencana Banjir
Kawasan DAS Tamiang bila diidentifikasikan berdasarkan potensi zona banjirnya, maka terbagi atas 2 zona, yaitu: zona banjir sedang (tinggi genangan 2-3 m dengan lama genangan sekitar 2 minggu), zona banjir tinggi (tinggi genangan > 3 m dengan lama genangan sekitar 2,5-3 minggu). Pembagian ini didasarkan kepada kawasan yang teridentifikasi merupakan kawasan rawan banjir dan sering terjadi banjir berdasarkan tempat terparah sampai dengan yang terendah. Adapun untuk lebih jelasnya klasifikasi zona potensi banjir dapat dilihat pada Tabel 3.21.
Tabel 3.21. Zona potensi banjir pada DAS Tamiang
No Zona Potensi Banjir Tinggi Genangan (m) Lama Genangan (Minggu)
1 Sedang (1) 2 – 3 2
2 Tinggi (2) >3 3 - 2,5
Total
Keterkaitan antara potensi banjir dan kekeringan terhadap KRP-1, 2, dan 3 yang menjadi kajian akan dijelaskan lebih lanjut.
KRP 1: Program peningkatan produksi pertanian/perkebunan/pangan
Gambar 3.13., dan Gambar 3.14., dan Tabel 3.22. menyajikan lokasi sawah eksisting dan rencana yang berada di zona berpotensi banjir. Total sawah eksisting yang berada di zona potensi banjir tinggi adalah 6450,90 ha dan potensi banjir sedang mencapai 3191,31ha, yaitu masing-masing 66,35 % dan 32,82% dari luas total sawah eksisting.
Sawah terluas yang berpotensi tinggi terhadap banjir berada di Kecamatan Manyak Payed, Kemudian di Kec. Seruway, dan Kec. Karang Baru dengan luasan masing-masing adalah 1514,05 ha, 1036,07 ha, dan 881,45 ha.
Gambar 3.13. Peta lokasi sawah eksisting terhadap ancaman banjir di Kabupaten Aceh Tamiang (2013-2017)
(Sumber: Hasil Analisis Spasial Tim Pokja KLHS RPJMD Aceh Tamiang 2017-2022, 2018) Pengembangan sawah baru merupakan program yang dicanangkan oleh Pemkab Aceh Tamiang dalam rangka meningkatkan produktivitas pertanian khususnya padi (Tabel 3.23.). Terdapat 1.239,79 ha rencana cetak sawah baru yang tersebar di berbagai kecamatan.Sawah rencana terluas yang berpotensi tinggi terhadap banjir berada di Kecamatan Tenggulun, kemudian di Kec. Seruway, dan yang ketiga terluas adalah Kec.
Karang Baru dengan luasan masing-masing adalah 265,06 ha, 76,56 ha, dan 67,86 ha.
Terdapat juga perluasan sawah baru di Kecamatan Tamiang Hulu seluas 11,02 ha, dimana rencana sawah baru tersebut berada di kawasan hutan produksi. Untuk itu disarankan agar pemerintah daerah Aceh Tamiang merelokasi sawah eksisting dan rencana ke kawasan di luar kawasan hutan produksi.
Gambar 3.14. Peta lokasi sawah rencana terhadap ancaman banjir di Kabupaten Aceh Tamiang (2013-2017)
(Sumber: Hasil Analisis Spasial Tim Pokja KLHS RPJMD Aceh Tamiang 2017-2022, 2018) Di kecamatan Tamiang Hulu terdapat juga sawah eksisting seluas 224,69 ha yang berpotensi banjir rendah, namun sawah eksisiting ini terdapat di kawasan hutan produksi. Padahal hutan produksi tidak diperruntukkan menjadi lahan sawah, sehingga perlu pertimbangan dan kebijakan khusus Pemda Aceh Tamiang untuk merelokasi lahan sawah tersebut ke tempat lain.
Tabel 3.22. Luas sawah eksisting dan rencana serta kerentanannya terhadap potensi banjir
Sawah Kec Tingkat Ancaman (Ha)
Grand Total Rendah Sedang Tinggi
Sawah Eksisting
Kec. Banda Mulia 705,02 684,48 1389,50
Kec. Bandar Pusaka 265,90 265,90
Kec. Bendahara 80,26 524,10 784,12 1388,47
Kec. Karang Baru 162,44 881,45 1043,89
Kec. Kejuruan Muda 516,60 516,60
Kec. Kota Kualasimpang 11,16 19,34 30,50
Kec. Manyak Payed 1124,65 1514,05 2638,70
Kec. Rantau 525,38 215,69 741,08
Kec. Sekerak 4,39 63,13 67,52
Kec. Seruway 134,18 1036,07 1170,25
Kec. Tamiang Hulu 224,69 224,69
Kec. Tenggulun 245,38 245,38
Sawah Kec Tingkat Ancaman (Ha)
Grand Total Rendah Sedang Tinggi
Total Sawah Eksisting 80,26 3191,31 6450,90 9722,47
Sawah Rencana
Kec. Banda Mulia 20,88 22,92 43,80
Kec. Bandar Pusaka 11,11 11,11
Kec. Bendahara 64,31 58,93 57,36 180,60
Kec. Karang Baru 11,81 67,86 79,67
Kec. Kejuruan Muda 49,07 49,07
Kec. Kota Kualasimpang 0,90 0,90
Kec. Manyak Payed 130,34 58,46 188,80
Kec. Rantau 42,07 60,71 102,78
Kec. Sekerak 1,11 1,11
Kec. Seruway 6,51 37,76 76,56 120,84
Kec. Tamiang Hulu 164,27 6,25 11,02 181,54
Kec. Tenggulun 14,54 265,06 279,59
Total Sawah Rencana 235,09 322,57 682,14 1239,79
Grand Total 315,34 3513,88 7133,04 10962,26
Sumber: Hasil Analisis Spasial Tim Pokja KLHS RPJMD Aceh Tamiang 2017-2022 (2018)
Untuk mengantisipasi kerusakan lahan pertanian khususnya persawahan terhadap terjadinya banjir, maka upaya adaptasi dan mitigasi perlu dilakukan. OPA (Organisasi Perangkat Aceh atau Daerah) perlu proaktif untuk mengatur baik dari aspek fisik maupun non fisik. Seluruh sawah yang berada di zona rawan banjir harus diupayakan penanganannya, apakah dilakukan pengalihfungsian dari sawah dikembalikan menjadi hutan atau upaya konservasi di bagian hulu sungai yang digunakan sebagai sumber air irigasi. Pembuatan cek dam cek dam di anak-anak sungai yang menjadi pemasok sumber air irigasi sawah perlu dilakukan. Mitigasi/adaptasi pengurangan potensi banjir lainnya adalah dengan meningkatkan kapasitas infiltrasi dalam bentuk pembuatan embung-embung kecil. Untuk itu diperlukan pengkajian lebih jauh terhadap lokasi-lokasi yang sesuai pembuatan embung baru maupun waduk besar yang sesuai dengan topografinya di kawasan yang berpotensi banjir. Bila sawah eksisting berada di kawasan topografi landai, maka upaya mitigasi nonstruktural yang dibutuhkan adalah reboisasi daerah hutan yang kritis dan penghentian illegal loging di kawasan hulu DAS.
Strategi adaptasi dan/atau mitigasi yang perlu diadopsi, antara lain,: pemetaan wilayah potensi banjir, pembuatan embung dan waduk; pengaturan sistem pola tanam berdasarkan kondisi iklim; pembuatan drainase dan pompanisasi, penerapan sistem terasering untuk persawahan; pengetatan aturan penggunaan lahan untuk cetak sawah baru di lahan gambut dengan ketebalan > 3m dan zona sempadan sungai (berdasarkan KepPres No. 32/1990 dan PP No. 47/1997); upaya pemetaan wilayah rawan banjir perlu dilakukan dan disosialisasikan sampai ke level petani; pembuatan kolam-kolam retensi dan detensi di sepanjang sungai yang ada; pembuatan cek dam di hulu-hulu sungai untuk menghambat erosi dan sedimentasi. Sebaiknya menghindari cetak sawah di zona tebing terjal, namun bila terpaksa dilakukan maka haruslah menerapkan sistem
keterlibatan dan partisipasi aktif dari kelembagaan tradisional yang masih memiliki legitimasi yang kuat di kalangan masyarakat lokal, yaitu Keujreuen Blang.
Teknik pengendalian banjir dapat dilakukan di daerah tangkapan air, dibagian hulu dari lokasi sawah baru, yang bertumpu pada prinsip penurunan koefisien limpasan (C) melalui teknik konservasi tanah dan air, yakni: (1) upaya meningkatkan resapan air hujan yang masuk ke dalam tanah, (2) dan mengendalikan limpasan air permukaan pada pola aliran yang aman. Bentuk teknik yang diaplikasikan dapat berupa teknik sipil, vegetatif, kimiawi, maupun kombinasi dari ketiganya, sesuai dengan jenis penggunaan lahan dan karakteristik tapak (site) setempat.
Metoda mekanik meliputi: (1) pengolahan tanah (tillage);.(2) pengolahan lahan menurut kontur (contour cultivation; (3) guludan dan guludan bersaluran menurut kontur; (4) terras; (5) dam penghambat (check dam). waduk (balong) (farm ponds), rorak, tanggul; dan (6) perbaikan drainase dan irigasi. Metoda konservasi kimia dapat dilakukan dengan memberikan zat kimia pada tanah agar struktur yang mampu menahan air yang lebih besar dan tidak mudah terdispersi oleh curah hujan. Cara ini, antara lain, dengan memberikan zat soil conditioner. Metoda konservasi kimia dapat dilakukan untuk untuk skala kecil saja karena metoda ini memerlukan biaya yang cukup besar.
Khusus untuk lahan sawah, maka bila sawah tersebut bukan merupakan sawah irigasi teknis, tetapi sawah tadah hujan, maka sebaiknya dikembalikan saja menjadi kawasan Hutan Rakyat (HR), Hutan Kemasyarakatan (HKm), dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Alternatif lainnya adalah pengembangan padi SRI (System of Rice Intensification) yang memang minim air dan berbasis organic. Dengan sistem ini, lahan tetap terjaga sebagai daerah resapan air. Selain itu, pola pertanian organic sudah tentu bernilai tinggi di pasaran. Bila peningkatan luas sawah baru dilakukan, maka cara yang terbaik adalah pencetakan sawah baru tidak di zona perbukitan dengan slope terjal. Kalaupun harus dilakukan, maka disarankan melakukan penerapan sistem terasering di daerah tersebut, seperti sistem subak di Bali.
Perkebunan yang memberikan nilai ekonomi tinggi adalah kelapa sawit dan menjadi komoditi unggulan yang perlu dilakukan peningkatan produktivitasnya. Total luas perkebunan kelapa sawit di Aceh Tamiang adalah 46.994,87 ha. Tidak ada rencana pengembangan luas perkebunan kelapa sawit di Aceh Tamiang. Perkebunana ini bersifat perkebunan rakyat, swasta lokal dan nasional, serta diusahakan oleh BUMN.
Sementara yang memiliki HGU adalah sebanyak 9 perusahaan (sub bab 2.1.4). Untuk mengkaji dampak keberadaan perkebunan kelapa sawit eksisting terhadap potensi banjir diperlihatkan pada Gambar 3.15. dan Tabel 3.23. Dari Tabel tersebut terlihat bahwa total perkebunan kelapa sawit eksisting yang berada di zona potensi banjir tinggi adalah 30098,74ha dan potensi banjir sedang mencapai 14.185,41ha, yaitu masing-masing 64,05% dan 30,19% dari luas totalnya. Perkebunan kelapa sawit eksisting terluas yang berpotensi tinggi terhadap banjir berada di Kec. Tenggulun, kemudiaan, Kec. Kejuruan Muda, dan Kec. Tamiang Hulu dengan luasan masing-masing adalah 10.133,86 ha, 6.244,42 ha, dan 4.347,86 ha.
Gambar 3.15.Peta lokasi perkebunan kelapa sawit eksisting terhadap ancaman banjir di Kabupaten Aceh Tamiang (2013-2017)
(Sumber: Hasil Analisis Spasial Tim Pokja KLHS RPJMD Aceh Tamiang 2017-2022, 2018) Tabel 3.23.Luas perkebunan kelapa sawit eksisting terhadap potensi banjir
Keterangan Kecamatan Tingkat Bahaya (Ha) Grand Total (Ha)
Rendah Sedang Tinggi
Perkebunan Sawit
Kec. Banda Mulia 12,48 241,05 4,15 257,67
Kec. Bandar Pusaka 236,50 278,15 3676,67 4191,31
Kec. Bendahara 35,62 2841,57 189,19 3066,38
Kec. Karang Baru 3531,40 903,33 4434,74
Kec. Kejuruan Muda 6244,42 6244,42
Kec. Kota Kualasimpang 27,11 77,49 104,60
Kec. Manyak Payed 7,05 831,83 125,52 964,41
Kec. Rantau 1047,45 551,89 1599,33
Kec. Sekerak 756,25 560,34 3095,48 4412,07
Kec. Seruway 3403,84 748,88 4152,72
Kec. Tamiang Hulu 1662,82 1387,27 4347,86 7397,96
Kec. Tenggulun 35,40 10133,86 10169,27
Grand Total 2710,71 14185,41 30098,74 46994,87
Sumber: Hasil Analisis Spasial Tim Pokja KLHS RPJMD Aceh Tamiang 2017-2022 (2018)
Di kecamatan Tamiang Hulu terdapat kawasan perkebunan kelapa sawit seluas 1.662,82 ha yang berpotensi banjir rendah, namun kawasan ini terdapat di kawasan hutan produksi. Hutan produksi sebenarnya tidak diperuntukkan sebagai lahan
untuk merelokasi lahan perkebunan tersebut ke tempat lain bila memungkinkan. Bila tidak memungkinkan, maka upaya yang dilakukan adalah mempertahankan kebun kelapa sawit tersebut, tetapi secara bersamaan melakukan konservasi lahan melalui penanaman tanaman produktif lainnya seperti rambutan, durian, diantara tanaman kelapa sawit melalui pendekatan konsep agroforestry. Pembuatan sumur-sumur resapan dengan jarak tertentu untuk memanen air saat hujan, maupun membuat kolam-kolam kecil atau embung di tempat-tempat cekungan alamiah yang ada. Pemilik perusahaan kelapa sawit harus menjamin ketersediaan air tanah di lahan perkebunannya dengan merelakan sebahagian lahannya menjadi lahan konservasi air untuk mengurangi dampak banjir dan kekeringan dan sekaligus sebagai habitat bagi satwa yang hidup di dalamnya. Prinsip-prinsip tersebut tentu mempertimbangkan nilai ekologis berdasarkan HCV (High Conservation Value). Prinsip-prinsip tersebut harapannya sudah sejalan dengan dengan upaya sertifikasi hijau (green certification) yang diterbitkan oleh ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil)/RSPO (Roundtable Sustainable Palm Oil). Sertifikasi hijau bagi suatu Industri Perkebunan dan Pengolahan Kelapa Sawit merupakan hal yang penting dalam rangka menunjang kegiatan ekspor CPO. Dengan sertifikasi tersebut, maka pangsa pasar internasional akan terbuka luas bagi kegiatan ekspor dan sekaligus akan mendapat nilai jual CPO yang lebih tinggi.
Adapun kawasan kebun kelapa sawit yang terletak di Kecamatan Manyak Payet, Banda Mulya, Benda Hara, dan Seruway merupakan wilayah dengan tingkat bahaya banjir sedang (totalnya 7.318,29 ha), yang juga berada di kawasan hutan produksi. Apalagi hutan produksi yang berada di tiga kecamatan tersebut merupakan hutan mangrove yang berfungsi sebagai perlindungan alami daratan terhadap serangan gelombang dan sebagai tempat pemijahan alami biota laut. Rekomendasi yang diberikan adalah bila memungkinkan sebaiknya mengembalikan kawasan perkebunan tersebut menjadi kawasan hutan produksi. Bila tidak memungkinkan maka upaya yang dilakukan adalah mempertahankan kebun kelapa sawit, tetapi secara bersamaan melakukan konservasi lahan dengan menumpangsarikan dengan pohon yang sudah beradaptasi dengan ekosistem hutan pantai. Pengaturan sistem drainase lahan rawa pasang-surut ini perlu dilakukan agar sistem drainase dapat terjaga yaitu sirkulasi air di lahan tersebut dapat berlangsung sesuai dengan kondisi alamiahnya.
KRP-2: Program pengembangan kawasan industri
Implementasi KRP 2 fokusnya adalah program pengembangan industri halal food dan program pengembangan destinasi pariwisata (khususnya Kec. Tenggulun 20 ha dan Tamiang Hulu 10 ha dan Wilayah pesisir di Kec. Bendahara). Pengaruh bencana banjir dan kekeringan terhadap KRP-2 ini bertujuan untuk memetakan kedudukan lahan industri terhadap potensi banjir dan menjabarkan bagaimana upaya mitigasi dan adaptasi yang sebaiknya dilakukan secara komprehensif untuk mengurangi dampaknya.
Industri halal food berada di Kecamatan Seruway di zona tingkat bahaya tinggi dan sedang. Artinya zona industri ini rentan terhadap banjir. Demikian pula halnya dengan industri sentra terasi yang berlokasi di Kecamatan Seruway berada di zona potensi banjir sedang. Kemudian wisata adalah salah satu sentra kegiatan yang juga akan
dikembangkan di Aceh Tamiang. Usaha ini dapat meningkatkan pendapatan PEMDA dan menghidupkan perekonomian rakyat. Terdapat 3 obyek wisata di Kabupaten Aceh Tamiang yang perlu dikembangkan dan masuk kedalam KRP-2, yaitu Wisata Gunung Pandan, Kuala Paret, dan Pulau Rukui. Daerah wisata Gunung Pandan di Kecamatan Tenggulun berada di zona rawan banjir. Kawasan wisata Pulau Rukui di Kec. Banda Mulia dan Kec. Manyak Payed berada di zona rawan banjir tinggi dan sedang, seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 3.16. dan Tabel 3.24.
Gambar 3.16. Perletakan usaha industri dan pariwisata di Kabupaten Aceh Tamiangdi daerah rawan banjir
(Sumber: Hasil Analisis Spasial Tim Pokja KLHS RPJMDAceh Tamiang 2017-2022, 2018) Kawasan obyek wisata yang berada di zona rawan banjir yang menjadi destinasi masyarakat luas untuk berekreasi maupun sentra industri, perlu mewacanakan upaya strategis mitigasi dan adaptasi dalam mengantisipasi dampak bencana. Upaya mitigasi yang dapat dilakukan adalah baik secara struktural maupun non struktural. Secara struktural, misalnya menyiapkan lahan dan jalur untuk evakuasi yang mudah diikuti maupun melengkapi pabrik industri dengan instrumen sistem peringatan dini banjir.
Untuk mengantisipasi potensi banjir di daerah wisata, alangkah baiknya dilakukan upaya untuk mendorong desa siaga bencana alam dan non alam (konflik) yang diintegrasikan dengan perencanaan desa dan memperhatikan aspek-aspek lingkungan pembangunan berkelanjutan desa yang bedekatan dengan daerah wisata. Berupaya mendorong pengembangan learning center kebencanaan di kabupaten Aceh Tamiang sebagai sistem peringatan dini bencana, media informasi dan edukasi. Memasang EWS
rawan banjir tinggi.Secara nonstruktural, langkah yang perlu dilakukan adalah seperti menyusun Qanun yang mengatur pengelolaan hutan yang terintegrasi antara daerah hulu dan hilir DAS, menyiapkan perangkat yang tangguh terhadap bencana dibawah komando BPBD, dan melakukan dril rutin terkait bencan banjir di Aceh Tamiang.
Tabel 3.24.Luas sentra industri yang rawan banjir
Krp Nama Kecamatan Tingkat Bahaya (Ha) Grand
Total (Ha) Rendah Sedang Tinggi
Industri Industri
Halalfood Kec. Seruway 314,49 94,82 409,30
Industri Sentra
Terasi Kec. Seruway 0,50 0,50
Wisata
Gunung Pandan Kec. Tenggulun 4,93 15,16 20,09 Kuala Paret Kec. Tamiang
Hulu 10,05 10,05
Pulau Rukui
Kec. Banda
Mulia 0,36 1,86 1,20 3,41
Kec. Manyak
Payed 73,53 22,92 22,83 119,28
Grand Total 83,94 344,70 134,00 562,64
(Sumber: Hasil Analisis Spasial Tim Pokja KLHS RPJMDAceh Tamiang 2017-2022, 2018)
Gambar 3.17. dan Tabel 3.25. berikut merupakan lokasiperkebunan kelapa sawit (PKS) di zona rawan banjir. Dapat dilihat bahwa semua PKS berada di zona banjir (sedang dan tinggi). Hal ini menunjukkan perlu dilakukan perlindungan seluruh PKS tersebut terhadap potensi banjir. Keselamatan pekerja dan bangunannya perlu diperhitungkan untuk meminimalisir kerugian saat banjir. Upaya mitigasi/adaptasi yang dilakukan dapat berupa menyiapkan jalur dan lahan evakuasi dan setiap PKS yang berada di pinggir sungai Tamiang diwajibkan memiliki sistem peringatan dini banjir (EWS). EWS ini perlu untuk memantau perubahan muka air sungai sehingga penyelamatan dini dari banjir dapat dilakukan. Adaptasi yang utamalainnya adalah, sistem IPAL yang dimiliki oleh setiap PKS harus sudah mengadopsi konsep ramah lingkungan hidup dan aman terhadap banjir. Jangan sampai saat banjir terjadi, seluruh limbah buangan yang belum diproses hanyut tersapu banjir (dapat menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan).
Perlunya pengetatan larangan penggunaan lahan di bantaran sungai untuk bangunan, apalagi di badan sungai juga diperlukan, serta larangan pembuangan sampah ke sungai atau saluran drainase (berdasarkan KepPres No. 32/1990 dan PP No. 47/1997).
Menjaga kebersihan lingkungan hidup dan badan air dengan mensosialisasikan Qanun terkait dengan aturan pelarangan buang sampah ditempat-tempat umum dan badan air wajib dilakukan, agar Kabupaten Aceh Tamiang terbebas dari pencemaran lingkungan.
Mendorong desa siaga bencana alam dan non alam (konflik) yang diintegrasikan dengan perencanaan desa dan memperhatikan aspek-aspek lingkungan pembangunan berkelanjutan desa. Mendorong pengembangan learning center kebencanaan di kabupaten sebagai sistem peringatan dini bencana, media informasi dan edukasi.
Gambar 3.17.Lokasi perkebunan kelapa sawit (PKS) di zona potensi banjir (Sumber: Hasil Analisis Spasial Tim Pokja KLHS RPJMD Aceh Tamiang 2017-2022, 2018)
Tabel 3.25.Luasan PKS terhadap potensi banjir
Keterangan Nama Kecamatan
Tingkat Ancaman
(Ha) Grand
Total Sedang Tinggi
PKS
Pt. Bima Desa Sawita Kec. Sekerak 10,05 10,05 Pt. Dwi Kencana Lestari Kec. Rantau
10,05
10,05
Pt. Mopoli Kec. Rantau
10,05
10,05
Pt. Parasawita Kec. Seruway
7,68 2,38 10,05
Pt. Pati Sari Kec. Tenggulun 10,05
10,05 Pt. Pn I (Pulau Tiga) Kec. Tamiang Hulu 10,05
10,05 Pt. Pn I (Sementok) Kec. Karang Baru
0,74 9,32 10,05 Pt. Sisirau Kec. Kejuruan Muda 10,05
10,05 Pt. Sofindo Kec. Kejuruan Muda 10,05
10,05 Pt. Sri Agro Palma Kec. Kejuruan Muda 10,05
10,05
Grand Total
28,52 72,01 100,53 (Sumber: Hasil Analisis Spasial Tim Pokja KLHS RPJMD Aceh Tamiang 2017-2022, 2018)
KRP 3: Program pembangunan jalan dan jembatan
Kabupaten Aceh Tamiang merupakan salah satu daerah yang dilintasi oleh jalan negara yang menghubungkan antara Provinsi Aceh dengan provinsi Sumatera Utara. Kesemua akses tersebut berupa jalan propinsi yang berkualitas baik. Yang menjadi masalah adalah ruas jalan yang menghubungkan antara kecamatan dan desa yang sebagiannya berada di zona rawan banjir.
Dalam RPJMD2017-2022 terdapat ruas jalan Highway - K2 yang akan dibangun dan melintasi empat kecamatan, yaitu: Kec. Karang Baru, Kec. Kejuruan Muda, Kec. Manyak Payed, dan Kec. Sekerak. Kajian ruas jalan baru dan eksisting terhadap potensi banjir perlu dilakukan. Pengembangan jaringan jalan khususnya jalan highway, lintas kabupaten/kota dan jalan desa yang melintasi kawasan hutan dapat berpotensi mendorong berkembangnya kegiatan budidaya di sekitar jaringan jalan yang dibangun dan perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian yang efektif. Pengembangan kawasan budidaya di kawasan hutan mengalih fungsi kawasan hutan yang ada.
Pemetaan jalur jalan eksisting dengan potensi banjir di Aceh Tamiang disajikan dalam Gambar 3.18. dan Tabel 3.26. Dari tabel terlihat bahwa seluruh jalan rencana dan eksisting di Aceh Tamiang rawan banjir (sedang dan tinggi) yang umumnya berada di zona lowland dan sedikit yang dizona highland. Jalan di berada di zona highland umumnya jalan-jalan yang melintasi kawasan perkebunan.
Gambar 3.18. Lokasi jalan di Aceh Tamiang yang berada di zona potensi banjir
(Sumber: Hasil Analisis Spasial Tim Pokja KLHS RPJMD Aceh Tamiang 2017-2022, 2018)
Mekanisme kejadian banjir di zona lowland berbeda dengan yang berada di zona highland, dimana ruas jalan yang berada di zona lowland sudah pasti akan tergenang dalam rentang waktu yang cukup lama dibandingkan dengan ruas jalan di zona highland. Sehingga upaya mitigasi dan adaptasi yang harus dilakukan akan berbeda.
Sistem drainase jalan yang memenuhi standar perlu dilakukan, disamping juga pembuatan gorong-gorong maupun curb jalan yang jumlahnya harus sesuai dengan kapasitas debit yang harus dialirkan. Karena berada di zona hilir, maka sistem drainasenya tidak memerlukan pembuatan cek dam atau bangunan pematah arus. Bila banjir kerap terjadi, maka sangat disarankan untuk membuat jalan layang di zona yang kebanjiran.
Tabel 3.26.Luasan/panjang jalan rencana dan eksiting terhadap potensi banjir
Status Jalan Kecamatan Keterangan Potensi Banjir (Ha) Grand
Total (Ha) Rendah Sedang Tinggi
Jalan Highway - K2
Kec. Karang Baru Rencana 85,40 158,58 243,99
Kec. Kejuruan Muda Rencana 603,98 603,98
Kec. Manyak Payed Rencana 0,22 311,63 311,84
Kec. Sekerak Rencana 56,19 186,24 242,43
Jalan Kabupaten
Kec. Banda Mulia Eksisting 13,16 1027,55 644,91 1685,62
Kec. Bandar Pusaka Eksisting 2366,60 2366,60
Kec. Bendahara Eksisting 1,81 1487,31 1489,00 2978,12
Kec. Karang Baru Eksisting 1233,21 2172,50 3405,71
Kec. Kejuruan Muda Eksisting 2856,71 2856,71
Kec. Kota
Kualasimpang Eksisting 15,19 528,72 543,91
Kec. Manyak Payed Eksisting 509,48 1938,27 2571,30 5019,05
Kec. Rantau Eksisting 1082,05 1072,33 2154,38
Kec. Sekerak Eksisting 21,38 96,02 1587,96 1705,36
Kec. Seruway Eksisting 3,87 1280,42 2418,44 3702,73
Kec. Tamiang Hulu Eksisting 26,88 26,29 2029,84 2083,01
Kec. Tenggulun Eksisting 4271,80 4271,80
Jalan Khusus
Kec. Banda Mulia Eksisting 6,52 356,94 98,54 462,00
Kec. Bandar Pusaka Eksisting 243,83 258,52 569,05 1071,40
Kec. Bendahara Eksisting 37,74 3998,41 535,21 4571,37
Kec. Karang Baru Eksisting 1846,42 436,22 2282,64
Kec. Kejuruan Muda Eksisting 2789,81 2789,81
Kec. Kota
Kualasimpang Eksisting 48,54 48,54
Kec. Manyak Payed Eksisting 1,19 296,51 94,10 391,80
Kec. Rantau Eksisting 991,40 595,67 1587,07
Kec. Sekerak Eksisting 18,36 207,58 1934,69 2160,63
Kec. Seruway Eksisting 0,83 3318,87 2794,65 6114,35
Kec. Tamiang Hulu Eksisting 819,24 671,49 1394,22 2884,95
Kec. Tenggulun Eksisting 8,44 3032,36 3040,80
Status Jalan Kecamatan Keterangan Potensi Banjir (Ha) Grand Total (Ha) Rendah Sedang Tinggi
Nasional
Kec. Karang Baru Eksisting 181,74 377,36 559,10
Rencana 261,06 38,51 299,57
Kec. Kejuruan Muda Eksisting 617,20 617,20
Rencana 158,30 158,30
Kec. Kota
Kualasimpang Eksisting 125,72 125,72
Kec. Manyak Payed Eksisting 48,08 256,68 304,76
Kec. Sekerak Eksisting 0,93 0,93
Rencana 9,83 143,53 153,36
Jalan Provinsi
Kec. Bandar Pusaka Eksisting 15,14 0,33 1344,49 1359,96
Kec. Karang Baru Eksisting 25,71 56,92 82,64
Kec. Sekerak Eksisting 4,58 3,27 246,46 254,32
Jalan Strategis Provinsi
Kec. Bendahara Eksisting 5,88 40,94 46,81
Kec. Karang Baru Eksisting 2,36 42,35 44,72
Kec. Kejuruan Muda Eksisting 468,90 468,90
Kec. Rantau Eksisting 143,72 243,21 386,93
Kec. Seruway Eksisting 35,72 114,79 150,51
Kec. Tamiang Hulu Eksisting 525,86 177,82 564,06 1267,74
Kec. Tenggulun Eksisting 72,12 72,12
Grand Total 2249,87 21204,79 44508,41 67963,07
(Sumber: Hasil Analisis Spasial Tim Pokja KLHS RPJMD Aceh Tamiang 2017-2022, 2018)
Biasanya banjir di highland area terjadi sangat cepat dan dapat menggenangi jalan yang slope-nya tidak sesuai maupun sistem drainase yang tidak benar. Perlu upaya mitigasi/adaptasi untuk mengantisipasi terjadinya banjir pada ruas jalan yang berada di highland area tersebut. Beberapa alternatif penanganan yang dapat dilakukan antara lain: pembuatan sistem drainase jalan yang bertingkat (untuk mematahkan arus aliran di saluran perlu dibuat cek dam), pemasangan gorong-gorong yang jumlahnya cukup, dan perencanaan curb jalan yang sesuai perlu direncanakan agar ruas jalan tidak tergenang air. Slope melintang dan memanjang jalan harus direncanakan agar aliran air di badan jalan tidak tergenang dan tidak mengalir sangat deras. Tebing di kiri kanan jalan, disamping untuk mengurangi laju aliran dan juga mengurangi bahaya longsor perlu dibuat sistem drainase sulingan, puritan, dan sistem terasering di tebing bagian sisi kiri dan kanan jalan.
Upaya mitigasi/adaptasi yang perlu dilakukan di zona highland, antara lain,: melakukan slope reshaping lereng terjal (pembentukan lereng lahan menjadi lebih landai) pada zona jalan yang potensial longsor akibat banjir, penguatan lereng terjal dengan shot creet maupun pemasangan bronjong kawat pada kaki lereng gunung, penutupan rekahan/retakan tanah dengan segera karena pada musim penghujan rekahan bisa diisi oleh air hujan yang masuk ke dalam tanah sehingga menjenuhi tanah di atas lapisan kedap, pemasangan tanda bahaya longsor di zona-zona yang berpotensi