• Tidak ada hasil yang ditemukan

Problematika Siswa Tunarungu dalam Pembelajaran PAI di SMPLB- B & Autis TPA Bintoro Patrang Jember

BAB I PENDAHULUAN

B. Penyajian Data dan Analisis

1. Problematika Siswa Tunarungu dalam Pembelajaran PAI di SMPLB- B & Autis TPA Bintoro Patrang Jember

Menurut kepala sekolah SMPLB-B & Autis Bintoro Patrang Jember yaitu Ibu Jariyatur Robi’ah problem yang dihadapi sebagai berikut:

“Kalau dilihat dari fisiknya sendiri mereka ini berbeda dengan anak normal yang lain mbak dari segi komunikasi dengan lingkungannya, pola pikirnya, perilakunya, dan lain-lainnya.

Jangankan dalam proses pembelajaran mbak mereka bersosialisasi berkomunikasi dengan teman-temannya sudah sangat sulit mbak, dalam pembelajaran saja terkadang mereka tidak mengerti apa arti dari kata yang diberikan gurunya itu. Jadi sebagai guru yang memang mengajar di sekolah seperti ini harus pandai-pandai mengolah kalimat agar siswa bisa memahami yang kata atau kalimat yang diberikan itu. Anak-anak yang memang berkebutuhan khusus seperti ini apalagi tunarungu ya mbak memang dalam pembelajarannya harus benar-benar nyata adanya mbak karena mereka sendiri sulit jikalau hanya teori yang di ajarkan. Misalkan dalam materi wudu ya mbak mereka tidak akan bisa jika hanya diberikan materi urutan wudu jadi caranya agar siswa ini mengerti iya dengan cara praktik langsung mbak, niat wudu saja mereka sangat-sangat kesulitan mbak. Jadi guru di sini mengajarkan praktiknya dulu baru doa-doannya mbak. Dalam pembacaan ayat atau doa mereka tidak bisa mbak atau sangat sulit sekali jangankan membaca ayat membedakan huruf kadang mereka lupa mbak.”92 Peneliti juga menanyakan hal yang sama kepada guru di SMPLB-B

& Autis di mana tidak ada guru bidang studi yang ada guru kelas atau wali kelas yang mengajar semua mata pelajaran kepada siswa tunarungu tersebut. Hal yang senada juga dikatakan oleh Ibu Ika Ruliatin selaku guru pengajar atau wali kelas VII.

Lek arek ngene ki mbak ngajare kudu telaten, soale bendinone ae ke angelan komunikasi mbe liane mbak. Arek seng normal ae kadang lek sekolah, lek pelajaran kadang angel seng atene ngerti pelajarane mbak manneh arek seng ndwe kelainan ngene ki arek tunarungu. Arek ngene ki mbak kesulitane ndek komunikasine, kosa kata, pemahaman kata atau kalimat seng tinggi maksute angel di mengerti sama siswa ini. Problem mereka di pembelajaran PAI yo iku misalkan dalam pelafalan ayat atau doa-doa di tata cara wudu iku mbak seng ke angellan. Gak usah ndek niate wudu mbak,

92 Jariyatur Robi’ah, wawancara, Jember, 21 Agustus 2017

praktik wudu ae kadang arek’e sek ke angelan kok salah-salah lek praktik. Seng sulit manneh, lek pas materi sifat-sifat wajib Allah kan kata-kata ne angel dipahami mbak. Bahasae kasare ndek materi ki kan abstrak mbak buat anak-anak kyok ngene ki kudu seng nyata mbak. Entah di pengertian kata-katane atau kalimat ataupun materi yo kudu asli nyata mbak. Aku ae mbak lek ngajar pelajaran umum kadang arek-arek ki tak gowo ndek sawah, tak omongi ki lo seng jenengge pari engko di olah dadi beras terus dimasak engko dadi sego seng mbok pangan bendinone, sampe tak ngono’no mbak. Soale opo mereka itu memang butuh hal-hal yang bersifat nyata.

Arti dari pernyataan Ibu Ruliatin ke dalam bahasa Indonesia : Kalau anak seperti ini mbak mengajarnya harus telaten, soalnya dalam kesehariannya saja sudah kesulitan dalam berkomunikasi sama yang lainnya mbak. Anak yang normal saja kadang disekolah, kalau pelajaran saja kadang masih saja sulit untuk mengerti pelajaran yang diberikan apalagi anak yang memang mempunyai kelainan seperti tunarungu ini. Anak seperti ini mbak kesulitannya di komunikasi, kosa kata, pemahaman atau kalimat yang tinggi artinya yang sulit untuk dipahami oleh siswa ini.

Problem mereka di pembelajaran PAI ya misalkan dalam pelafalan ayat atau doa-doa dalam materi tata cara wudu itu mbak yang kesulitan. Tidak usah niatnya wudu mbak praktik wudu saja kadang anak-anak masih banyak salah-salah urutannya kalau praktik. Yang sulit lagi, kalau pas materi sifat-sifat wajib Allah kan kata-kata di materi ini sulit untuk dipahami mbak. Bahasa kasarnya di materi ini kan kalimat atau artinya itu abstrak mbak buat anak- anak seperti ini harus yang nyata mbak. Entah di pengertian per kalimat atau kata ataupun materi yang akan di ajarkan ya harus asli nyata adanya. Saya saja mbak kalau mengajar pelajaran umu kadang mereka sampai tak bawa ke sawah mbak, saya beritahu ini yang namanya padi yang nanti di olah menjadi beras terus dimasak nanti menjadi nasi yang kalian makan setiap hari, sampai saya begitu mbak. Soalnya apa mereka itu memang membutuhkan hal- hal yang bersifat nyata”.93

Kesulitan anak Tunarungu ini rata-rata sama dalam problem yang mereka hadapi, seperti yang di kemukakan Ibu Sujinah sebagai wali kelas VIII siswa yang di didiknya mengalami beberapa problem yaitu:

“Problemnya begini karena siswa tunarungu itu kan harus praktik banyak praktik kalau kita cuman memberikan teori anak-anak

93 Ika Ruliatin, wawancara, Jember 14 Agustus 2017

begini itu tidak bisa mangkanya pembelajaran harus simpel tidak banyak teori contohnya praktik wudu, praktik wudu itu tidak langsung doa wudu, praktiknya dulu baru di ajarakan doanya wudu gerakan wudu begitu, begitu juga salat, salat itu diajarkan praktiknya dulu baru bacaan-bacaan dalam salat. Jadi anak-anak kebutuhan khusus tunarungu kalau kita ajari yang tidak ada faktanya sulit untuk membayangkan, karena kan pengetahuan yang masuk karena keterbatasan pendengaran, otomatis berkurang.

Jangankan untuk hal-hal yang seperti agama barang atau bahan di sekelilingnya saja kalau kita tidak menunjukkan secara langsung anak-anak tidak tahu contohnya saja memberikan pembelajaran IPA pada anak-anak misalkan apa itu gula padahal tiap hari kita lakukan kita lihat gula ataupun apa itu namanya beras itu saja tidak tahu makanya anak-anak ini banyak praktik. Dalam pembelajaran PAI anak-anak ini harus banyak praktik karena dalam pembelajaran PAI saja hanya teori-teori itu tidak akan bisa dipahami oleh anak-anak seperti cara berwudu, tata cara salat itu kan membutuhkan praktik.

Anak yang normal saja kan teori dulu baru praktik kalau anak tunarungu dipraktikkan terlebih dahulu karena mereka sulit sekali dalam pemahaman kata.”94

Tidak berbeda dengan Bapak Sumarno yang mengajar di kelas IX ada beberapa problem yang dihadapi oleh anak didiknya seperti berikut:

“Anak-anak ini mengalai kesulitan di pemahaman kata, keterbatasan perbendaharaan kata itu dalam semua pembelajaran.

Dalam pembelajaran PAI mereka kesulitan dalam pelafalan dalam bacaan bahasa arab seperti ت ب ا karena keterbatasannya yang kurang mendengar menjadi faktor anak sulit dalam belajar pelafalan ayat Alquran. Faktor berikutnya yaitu lingkungan karena anak kurang bisa fokus untuk bisa menerima materi sehingga konsentrasi anak itu yang menyulitkan anak untuk bisa menyerap pelajaran yang saya berikan. Kemudian sekarang kan pembelajarannya menggunakan K-13 Tematik sehingga itu, tematikkan berkesinambungan kemudian apa ya a bertautan sehingga pergantian pembelajaran misalnya saja tadi kan pembelajaran IPA ganti ke Matematika mereka apa ya bahasanya itu kurang bisa adaptasi karena apa itu, kok dari IPA moro-moro langsung ke Matematika apa hubungannya, kadang mereka itu kaget, terkejut, terperangah kok bisa begitu pelajarannya moro-moro langsung ganti begitu. Kalau pembelajaran PAI sendiri memang berdiri sendiri tidak ikut dalam Tema-tema seperti pembelajaran umum lainnya.

Iya kan karena keterbatasan siswa ini bukan masalah dalam

94 Sujinah, wawancara, Jember 29 Agustus 2017

pendengarannya saja namun dari intelegensinya, dari perilakunya yang memang terbatas untuk berkembang jadi sangat sulit sekali untuk menerima hal-hal untuk diserapnya. Karena keterbatasan anak itu sendiri yang kompleks sehingga anak itu kurang bisa cepat menerima materi. Lebih-lebih dalam pembelajaran Pkn, bahasa Indonesia yang memang memerlukan pemahaman, iya karena memang anak-anak ini mengalami keterbatasan perbendaharaan kosa kata itu jadinya sangat sulit untuk memahami materi.”95

Dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa Tunarungu.

“Pada saat saya mengikuti pembelajaran PAI pada siswa tunarungu dalam proses pembelajarannya sangat kesulitan dalam hal berkomunikasi dengan guru, kurang nya pemahaman kata atau perbendaharaan kata serta kesulitan dalam pelafalan ayat Alquran. Anak-anak yang memiliki keterbatasan fisiknya dan berbeda dengan anak normal, di mana biasanya anak berkebutuhan khusus ini menggunakan bahasa isyarat dalam pembelajarannya, namun di tingkatan SMP ini sudah tidak lagi menggunakan bahasa isyarat, siswa tunarungu mengikuti mimik atau pelafalan dari bibir guru. Dalam pembelajaran praktik wudu adik-adik tunarungu langsung di ajarkan praktiknya dan guru memberikan gambar tata cara wudu. Dan memberikan arahan tata cara wudu menggunakan nomor urutan wudu.”96

Dari Analisis di atas, berdasarkan dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti di lapangan problematika siswa tunarungu dalam pembelajaran PAI pada umumnya kesulitan dalam

95 Sumarno, wawancara, Jember, 16 Agustus 2017

96 Peneliti, Observasi, Jember, 14 Agustus 2017

komunikasinya, keterbatasan pemahaman kata, keterbatasan perbendaharaan kata, kesulitan dalam pelafalan ayat. Jika dilihat dari fisiknya saja anak-anak tunarungu ini kesulitan dalam berkomunikasi, karena kekurangan pendengarannya meskipun beberapa anak tunarungu menggunakan alat tetapi hal ini tidak cukup membantu siswa untuk berkomunikasi, karena alat pendengaran yang di gunakan biasanya dimatikan fungsinya karena anak-anak menggunakannya tidak nyaman terkadang ada suara bising ditelinganya. Dalam pembelajaran PAI sendiri siswa mengalami kesulitan dalam pelafalan ayat atau doa-doa. Misalkan dalam pembacaan niat wudu mereka sangat kesulitan dalam pelafalan dan penghafalan niat wudu dan bacaan-bacaan dalam salat. Jangankan pembelajaran dalam pelafalan ayat Alquran, berbicara atau membaca materi saja mereka tidak jelas dan tidak tepat. Membedakan huruf saja mereka kesulitan apa lagi membaca ayat yang memang sedikit sulit.

2. Problematika Guru dalam Pembelajaran PAI pada Siswa Tunarungu