• Tidak ada hasil yang ditemukan

Smartoscope: Desain Otoskop Digital berbasis Android sebagai Sarana Telemedisin Penyakit Otitis Media Akut

Dalam dokumen FIKI-2015.pdf - UBBG Institutional Repository (Halaman 103-108)

Penggalih M Herlambang1, Anif Jamaluddin2, Fengky A Perdana3

1Departemen Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta Email: [email protected]

2Program Studi Fisika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta Email: [email protected]

3Magister Pendidikan Sains, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta Email: [email protected]

Abstrak

Latar belakang. Sebagai penyakit penyebab ketulian, Otitis Media Akut (OMA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang perlu penanganan segera. Penyebaran tenaga medis serta fasilitas kesehatan yang belum merata merupakan tantangan yang harus dihadapi sebagai negara kepulauan. Untuk itu diperlukan suatu perangkat telemedisin yang terjangkau agar dapat membantu mengatasi masalah tersebut.

Metode. Pembuatan desain prototip otoskop digital berbasis smartphone android yang diberi nama Smartoscope.

Hasil dan Pembahasan. Terdapat 2 desain prototip Smartoscope yang telah dibuat berupa lensa eksternal dengan bantuan cahaya buatan yang dapat ditempelkan di smartphone. Perbedaan keduanya adalah penggunaan LED cahaya putih dan kuning redup. Selain itu juga terdapat aplikasi androiduntuk mengolah dan mentransmisikan citra yang dihasilkan untuk keperluan telemedisin. Hasil yang diperoleh dari kedua prototip bervariasi tergantung pada cahaya dan pengaturan ISO.

Kesimpulan. Smartoscopemerupakan salah satu pengembangan telemedisin yang diharapkan dapat membantu mengatasi penyakit OMA di daerah yang terpencil. Diperlukan berbagai penelitian lanjutan agar alat ini dapat segera diaplikasikan

Kata kunci : otoskop, digital, smartphone, telemedisin, otitis.

1. Pendahuluan

Penyakit infeksi akut telinga tengah atau Otitis Media Akut (OMA) merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan ketulian. Menurut survei WHO tahun 2004 penyakit Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) sebagai komplikasi dari OMA diperkirakan diderita sekitar 65 sampai 330 juta dari populasi penduduk dunia.[1] OMSK dan sumbatan serumen merupakan 2 dari 5 penyebab utama ketulian di Indonesia[2]. Komplikasi penyakit Otitis Media selain dapat menyebabkan ketulian juga dapat juga menimbulkan kematian apabila tidak segera ditangani.[2]

Penyebab keterlambatan penanganan kasus diatas diantaranya penyebaran tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan yang belum merata.[1]

Ketersediaan alat kesehatan (alkes) seperti Otoskop di fasilitas layanan kesehatan sangat penting untuk mempercepat penentuan diagnosis. Selain aspek harga, otoskop konvensional yang ada saat ini tidak dapat digunakan sebagai media konsultasi antar tenaga kesehatan karena hasil citra yang nampak

tidak dapat disimpan dan dilaporkan sebagai bukti pemeriksaan penunjang.

Di era informasi saat ini solusi permasalahan diatas seharusnya dapat diatasi. Dengan wilayah Indonesia yang berupa kepulauan maka perlu suatu sistem kedokteran jarak jauh atau telemedisin (telemedicine) untuk mengatasi permasalahan diatas.

Metode telemedisin yang digunakan dapat berupa live confrence (syncronous) atau dengan metode store and forward (asyncronous) disesuaikan dengan kondisi pasien. Citra digital (digital imaging) yang dihasilkan dapat ditransmisikan melalui jaringan internet mobile.[3]

Otoskop digital berbasis smartphone yang sudah ada di pasaran saat ini membutuhkan spesifikasi yang tinggi serta harga yang relatif mahal. (Gambar 1).[4]

PAPER 15

FORUM INFORMATIKA KESEHATAN INDONESIA 2015 88

Gambar 1. CellscopeTM berbasis Apple iPhoneTM

Untuk itu diperlukan suatu inovasi desain otoskop digital yang sesuai dengan kondisi sosial masyarakat di Indonesia. Pengguna internet perangkat mobile di Indonesia diperkirakan sekitar 50% dari seluruh pengguna internet yang ada.[5]

Selain itu pengguna smartphone dengan sistem operasi android adalah yang terbanyak di Indonesia.[6] Maka dari itu terdapat peluang pemanfaatan telemedisin dengan menggunakan smartphone atau yang disebut m-Health (Mobile Health) untuk mengatasi permasalahan diatas.[7][8]

2. Metode

Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan pembuatan desain prototip Smartoscope , yaitu sebuah konsep otoskop digital berbasis smartphone yang sesuai dengan kebutuhan telemedisin di Indonesia yang terjangkau dan mudah digunakan.

2.1 Prinsip kerja.

Dengan memanfaatkan fitur kamera pada smartphone android, Smartoscope akan bekerja dengan memperbesar objek ruang telinga tengah dengan pencahayaan yang cukup. Objek akan ditangkap dan disimpan untuk kemudian ditransmisikan dengan menggunakan jaringan internet.[9][10](Gambar 2)

Gambar 2. Prinsip kerja Smartoscope 2.2 Perangkat (Device)

Desain prototip Smartoscope didasarkan atas prinsip kerja otoskop konvensional yang menggunakan lensa pembesar eksternal, teropong dan lampu sorot untuk menangkap objek di liang telinga.(Gambar 3)

Gambar 3. A. Otoskop konvensional B. Lensa klip eksternal C.Smartphone AndroidTM

Smartphone yang digunakan sebagai pengujian prototip adalah Asus Zenfone 4 dengan spesifikasi sistem operasi android Kitkat (v 4.2), prosesor 1 gigahertz, RAM 1 gigabite, kamera belakang 5 megapiksel serta layar 4 inci.

3. Hasil dan Pembahasan

Terdapat 2 desain prototip Smartoscope yang dihasilkan, yaitu Prototip A dan B. Desain berupa lensa klip eksternal dengan panjang 5,5cm antara ujung corong dengan lensa pembesar. Sumber

A

B

C

FORUM INFORMATIKA KESEHATAN INDONESIA 2015 89

cahaya untuk menerangi corong otoskop berasal dari lampu LED (Light emiting diode). Energi untuk menyalakan lampu LED berasal dari 3 baterei koin yang masing-masing 1,5 Volt.

3.1 Prototip A.

Pada prototip A sumber cahaya menggunakan LED berwarna putih dengan tujuan agar objek citra dapat terlihat lebih terang dan jelas. (Gambar 4)

Gambar 4. Tampilan Prototip A Smartoscope Setelah dilakukan pengujian dengan objek liang telinga tengah probandus yang normal, didapatkan hasil yang bervariasi. Variasi tergantung pada pengaturan tingkat ISO (International Standard Organizaation) kamera. Dalam fotografi ISO merupakan kecepatan film atau sensitivitas sensor kamera digital terhadap cahaya, sehingga semakin rendah ISO maka diperlukan jumlah cahaya yang banyak dari luar.[11] Pada ISO terendah yaitu 50, citra yang dihasilkan masih tampak silau.

(Gambar 5)

Gambar 5. A. ISO 50, B.ISO 100, C.ISO 200, D.

ISO 400 3.2 Prototip B.

Sedangkan pada prototip B, LED yang digunakan berwarna kuning redup. Tujuannya agar cahaya lampu yang dihasilkan mirip dengan cahaya otoskop konvensional. (Gambar 6)

Gambar 6. Tampilan Prototip B Smartoscope Pada pengujian dengan probandus yang sama dengan prototip A didapatkan hasil yang bervariasi.

Citra yang paling jelas didapatkan dengan pengaturan ISO pada tingkat 400. (Gambar 7)

Gambar 7. A. ISO 50, B.ISO 100, C.ISO 200, D.

ISO 400

3.3 Aplikasi Pengolah Citra (Image Processing Apps)

Setelah objek ditangkap oleh kamera, maka dilakukan pemrosesaan gambar oleh aplikasi (apps)

A B

C D

A B

C D

FORUM INFORMATIKA KESEHATAN INDONESIA 2015 90

pengolah citra yang sedang peneliti kembangkan untuk memperoleh kualitas gambar yang baik.

(Gambar 8)

Gambar 8. Rancangan tampilan antarmuka (user interface) apps

Gambar 9. Tampilan visual block code programming

Aplikasi ini berbasis android yang kode pemrogramannya disusun dengan menggunakan MIT (Massachussets Institute of Technology) Apps Inventor 2 (http://www.appinventor.org/). (Gambar 9)

Pengembangan aplikasi Smartoscope versi pertama ini sudah ditambahkan fitur berbagi untuk mempermudah pengiriman citra ke aplikasi tertentu seperti media sosial (social media), email atau perpesanan instan (instant messaging) yang sudah familiar dikalangan tenaga kesehatan sebagai media telemedisin. (Gambar 10)

Gambar 10. Tampilan antarmuka Apps Smartoscope 1.0

Media sosial dan perpesanan instan antar tenaga kesehatan yang digunakan sebagai forum diskusi sebaiknya bersifat tertutup dan rahasia. Hal ini untuk menghindari penyalahgunaan data dan terbukanya rahasia medis pasien.[12]

Hasil citra yang ditangkap oleh kamera android bervariasi tergantung dari resolusi dan sensor kamera dari tiap produsen smartphone yang dipakai.

Selain itu diperlukan penelitian lanjutan berupa evaluasi kinerja Smartoscope agar kualitas data citra yang dikirimkan reliabel. Hal ini penting agar pengambilan keputusan tenaga kesehatan terhadap diagnosis dan terapi tidak bias dikarenakan perbedaan persepsi citra.

Penelitian lain yang dapat dilakukan kedepan antara lain pembuatan forum online khusus yang aman menghubungkan antar tenaga kesehatan , perlunya teknologi kompresi data citra yang lebih baik, serta sumber listrik untuk pencahayaan.

4. Kesimpulan

Sebagai salah satu negara pengguna Smartphone dengan sistem operasi AndroidTM dan internet mobile terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi pengembangan telemedisin.

Desain prototip Smartoscope versi pertama merupakan salah satu pengembangan telemedisin yang diharapkan dapat membantu mengatasi penyakit OMA di daerah yang terpencil dan jauh dari tempat rujukan tenaga kesehatan spesialis THT.

Untuk itu diperlukan penelitian lanjutan agar dapat segera diaplikasikan.

5. Ucapan Terima Kasih

Terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dari Fakultas Kedokteran maupun Fakultas

FORUM INFORMATIKA KESEHATAN INDONESIA 2015 91

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, Surakarta dalam pengembangan proyek ini.

6. Daftar Pustaka

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Telinga Sehat Pendengaran Baik

.

[Internet].

[cited July 27, 2015]. Retrieved from:

http://www.depkes.go.id/article/print/840/teling a-sehat-pendengaran-baik.html

2. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam:

Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta:

FKUI, 2001. h. 49-62

3. Kusumadewi, Sri et al. Telemedicine. Dalam:

Informatika Kesehatan. Yogyakarta:Graha Ilmu, 2009. H.127-131

4. Richards JR, Gaylor KA, Pilgrim AJ.

Comparison of traditional otoscope to iPhone otoscope in the pediatric ED. Am J Emerg Med [Internet]. Elsevier Inc.; 2015; 33(8):1089–92.

Available from:

http://dx.doi.org/10.1016/j.ajem.2015.04.063 5. Kemp, Simon. Digital, Social and Mobile in

2015: We Are Social’s Compendium of Global Digital Statistic.[Internet]. Available from:

http://www.slideshare.net/mobile/wearesocialsg /digital-social-mobile-in-2015

6. StatCounter Global Stats. Top 8 Mobile Operating Systems in Indonesia from Jan 2014 to Aug 2015. [Internet]. Available from:

http://gs.statcounter.com/#mobile_os-ID- monthly-201401-201508

7. Shih G, Lakhani P, Nagy P. Is android or iphone the platform for innovation in imaging informatics. J Digit Imaging. 2010; 23(1):2–7.

8. Hayes DF, Markus HS, Leslie RD, Topol EJ.

Personalized medicine: risk prediction, targeted therapies and mobile health technology. BMC Med [Internet]. BMC Medicine; 2014; 12:37.

Available from:

http://www.biomedcentral.com/1741- 7015/12/37

9. Switz N a., D’Ambrosio M V., Fletcher D a.

Low-cost mobile phone microscopy with a reversed mobile phone camera lens. PLoS One.

2014; 9(5).

10. Skandarajah A, Reber CD, Switz N a., Fletcher D a. Quantitative imaging with a mobile phone microscope. PLoS One. 2014; 9(5).

11. Ray, Sidney F. Camera Exposure Determination.

In The Manual of Photography: Photographic and Digital Imaging, 9th ed. Ed. Ralph E.

Jacobson, Sidney F. Ray, Geoffrey G. Atteridge, and Norman R. Axford. Oxford: Focal Press 2000.

12. Herlambang, Penggalih M. Budiyanti, Rani T.

Dokter dan Medsos. Yogyakarta:LeutikaPrio.

2014.

FORUM INFORMATIKA KESEHATAN INDONESIA 2015 92

Studi Perbandingan Aplikasi Clinical Decision Support

Dalam dokumen FIKI-2015.pdf - UBBG Institutional Repository (Halaman 103-108)