• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan

Dalam dokumen Laporan Tahunan 2014 BCA ID (Halaman 174-200)

172

173

TINJAUAN EKONOMI MAKRO INDONESIA TAHUN 2014

Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia melemah di tahun 2014, tingkat pertumbuhan yang sebesar 5,0% masih merupakan salah satu yang tertinggi diantara ekonomi negara-negara utama di dunia.

Pertumbuhan ini dapat tercapai meskipun di tengah berlanjutnya ketidakpastian pasar internasional dan ekonomi global, serta di masa transisi politik di Indonesia. Menghadapi kondisi yang kurang mendukung dan tidak dapat diprediksi sepanjang tahun 2013 dan 2014, Pemerintah dan regulator menerapkan kebijakan fiskal dan moneter secara prudent guna menjaga stabilitas ekonomi.

Pada tahun 2014, Eurozone masih menghadapi lemahnya pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, perekonomian Amerika Serikat telah memperlihatkan tanda-tanda pemulihan, meskipun normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat masih diliputi ketidakpastian. Kondisi ekonomi global yang tidak pasti telah mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Tiongkok dan berdampak signifikan terhadap negara- negara di kawasan Asia. Berlanjutnya pelemahan harga bahan ekspor komoditas utama Indonesia dan fluktuasi Rupiah serta penurunan tajam atas harga minyak dunia, merupakan faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpastian bagi Indonesia maupun pasar dunia di tahun 2014.

Perekonomian Indonesia pada tahun 2014 memasuki tahap konsolidasi yang ditandai dengan tingkat pertumbuhan yang melambat. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia tercatat sebesar 5,0%

pada tahun 2014, melanjutkan tren perlambatan pertumbuhan dalam 4 tahun terakhir. Tingkat pertumbuhan tersebut merupakan dampak negatif dari melemahnya harga ekspor komoditas unggulan Indonesia yang berkelanjutan dan rendahnya permintaan dari negara-negara mitra perdagangan utama Indonesia. Periode pemilihan umum dan transisi pemerintahan, seperti yang sudah diperkirakan, turut mempengaruhi keputusan kalangan pengusaha dalam menentukan waktu investasi maupun ekspansi usaha, sehingga menyebabkan penundaan atas rencana-rencana

investasi baru. Namun demikian, perlu diingat bahwa keseluruhan arus investasi di tahun 2014 tetap baik, terutama bila dibandingkan dengan pola investasi pada beberapa periode pemilihan umum sebelumnya. Kepercayaan investor dan stabilnya konsumsi domestik terus menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia(%)

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 3,5

6,3

5,1

6,4

4,4

6,0 5,6

6,2

5,6

4,7 4,6

5,5

6,0

5,0

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Melemahnya pendapatan ekspor dan adanya dampak negatif dari biaya impor migas yang semakin tinggi di tahun 2014 telah memberikan tekanan yang signifikan pada posisi neraca perdagangan (trade balance) Indonesia. Defisit neraca perdagangan berimbas pada posisi transaksi berjalan (current account) yang terus mengalami defisit dan tercatat sebesar USD 26,2 miliar atau 2,95% dari PDB pada tahun 2014.

7.000 9.000 11.000 13.000

Jul-05 Sep-06 Nov-07 Jan-09 Mar-10 Apr-11 Apr-12 Mar-13 Feb-14 Des-14 10.775

8.703 8.690 9.450

11.050 12.650

12.100

10.155 9.378

9.125

8.464 9.868

11.649 12.240

11.289 12.725

12.388

Nilai Tukar Rupiah terhadap USD(dalam Rupiah)

Sumber: Bloomberg

Dampak meningkatnya defisit transaksi berjalan, tingginya volatilitas aliran dana dari pasar global dan pemilihan umum di dalam negeri, telah berpengaruh terhadap nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar. Pada akhir tahun 2014, nilai tukar Rupiah

174

1 US Dollar, mengalami depresiasi sebesar 1,8% bila dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2013 yang sebesar Rp 12.171 per 1 US Dollar.

18,38

8,33 5,27

14,55

12,14

7,92 8,79 8,38 8,36

5,77

2,783,43

BI Rate Inflasi

5,80 4,61

3,56 4,30 5,57

3.99 12,75

9,75 8,75

8,50 9,50

8,00 7,75

6,50 6,75 7,50 7,75

Des-14 Sep-13 Jul-12 Mei-11 Mar-10 Jan-09 Nov-07 Sep-06 Jul-05 20%

16%

12%

8%

4%

0%

Inflasi dan Suku Bunga BI (%)

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia

Pada bulan November 2014 Pemerintahan baru mengambil langkah prudent dengan mengurangi subsidi bahan bakar minyak untuk menekan biaya impor pengadaan bahan bakar minyak. Langkah tersebut diikuti oleh Bank Indonesia yang menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 7,75%

untuk mengantisipasi perkiraan lonjakan inflasi sebagai dampak dari kenaikan harga bahan bakar minyak. Oleh karena itu, inflasi pada akhir tahun 2014 cukup terkendali dan berada pada level 8,4%. Memanfaatkan kondisi penurunan harga minyak dunia, selanjutnya pada akhir tahun 2014, Pemerintah Indonesia menghapus subsidi bahan bakar minyak untuk jenis premium, namun tetap memberikan subsidi untuk bahan bakar solar dan minyak tanah dalam takaran tertentu. Pengurangan subsidi yang tepat waktu tersebut diharapkan dapat menyeimbangkan defisit transaksi berjalan serta memberikan kesempatan bagi Pemerintah dalam mengembangkan infrastruktur, sehingga memacu perekonomian Indonesia menuju pertumbuhan yang berkelanjutan di masa mendatang. Semakin rendahnya harga komoditas utama dunia, dalam batas-batas tertentu telah mengurangi tekanan inflasi. Bank Indonesia memperkirakan tingkat inflasi akan berada pada kisaran 3% - 5% di tahun 2015, lebih rendah dibandingkan tingkat inflasi tahun 2014.

diperkirakan masih akan berlanjut di tahun 2015.

Dalam jangka panjang, perekonomian Indonesia yang didukung oleh pengelolaan makroekonomi yang prudent dan industri perbankan yang sehat, akan kembali bertumbuh lebih pesat sejalan dengan semakin meningkatnya investasi pada infrastruktur dan pulihnya tingkat pertumbuhan ekonomi global.

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

PDB per Kapita(dalam USD)

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 791

3.525 3.751 3.670 3.531

2.350 2.245 1.922 1.648 1.321 1.167 944 1.116

2.977

Dalam kurun waktu lebih dari satu dekade, PDB per kapita telah tumbuh signifikan dan pada tahun 2014 mencapai USD 3.531 per kapita. PDB per kapita yang kuat ini akan terus berperan penting dalam menarik investasi modal serta menggerakkan pertumbuhan ekonomi.

Secara keseluruhan, kami meyakini bahwa regulator dan Pemerintah akan tetap berhati-hati dan waspada dalam mencermati dampak terhadap pasar dan perekonomian atas normalisasi kebijakan suku bunga di Amerika Serikat maupun berlanjutnya dampak negatif yang berkelanjutan dari rendahnya harga pasar komoditas.

TINJAUAN KINERJA PERBANKAN INDONESIA TAHUN 2014

Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan secara proaktif mengarahkan pertumbuhan industri perbankan menuju tingkat yang realistis dan berkelanjutan dengan menerapkan berbagai kebijakan yang lebih prudent dalam menghadapi tantangan ekonomi di tahun 2014.

175

menjadi Rp 5.615 triliun dengan tingkat pengembalian atas aset (Return on Assets – ROA) sebesar 2,9%

pada tahun 2014. Portofolio kredit sektor perbankan tumbuh 11,6% atau Rp 381 triliun menjadi Rp 3.674 triliun. Sebesar 47,8% dari kredit sektor perbankan tersebut merupakan kredit modal kerja, sedangkan kredit konsumsi dan kredit investasi masing-masing berkontribusi 27,6% dan 24,6%

terhadap total portofolio kredit. Kredit modal kerja tercatat sebesar Rp 1.757 triliun, naik 10,8%

dibandingkan tahun lalu, sementara itu kredit konsumsi tercatat sebesar Rp 1.014 triliun atau naik 11,6% dan kredit investasi tercatat sebesar Rp 903 triliun atau naik 13,2% pada akhir tahun 2014.

Kredit sektor perbankan bertumbuh secara moderat dengan sedikit peningkatan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loans – NPL) sebesar 40 bps dari 1,8% pada tahun 2013 menjadi 2,2% pada tahun

kredit tersebut telah diperkirakan sebelumnya di tengah melambatnya perekonomian nasional. Posisi permodalan perbankan Indonesia secara keseluruhan tetap kokoh dengan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio – CAR) yang sebesar 19,6% pada akhir tahun 2014 meningkat 150 bps dibandingkan posisi akhir tahun 2013 yang sebesar 18,1%.

Dari segi penghimpunan dana, pertumbuhan dana pihak ketiga tercatat sebesar 12,3% dan mencapai Rp 4.114 triliun per 31 Desember 2014 dari Rp 3.664 triliun per 31 Desember 2013. Kenaikan dana pihak ketiga terutama ditopang oleh peningkatan produk deposito yang sebesar 20,9% menjadi Rp 1.940 triliun pada akhir tahun 2014. Dana giro dan tabungan (Current Accounts and Savings Accounts – CASA) masing-masing tumbuh 5,1% dan 5,9% mencapai Rp 890 triliun dan Rp 1.284 triliun.

Ikhtisar Kinerja Sektor Perbankan Indonesia (dalam triliun Rupiah)

2014 2013 Naik / (turun)

Nominal Persentase

Total Aset 5.615 4.954 661 13,3%

Kredit 3.674 3.293 381 11,6%

Modal Kerja 1.757 1.586 171 10,8%

Investasi 903 798 105 13,2%

Konsumsi 1.014 909 105 11,6%

Dana Pihak Ketiga 4.114 3.664 450 12,3%

Giro 890 847 43 5,1%

Tabungan 1.284 1.213 71 5,9%

Deposito 1.940 1.604 336 20,9%

Pendapatan Bunga Bersih 274 243 31 12,8%

Pendapatan Operasional Lainnya 148 140 8 5,7%

Beban Operasional (279) (251) (28) 11,2%

Laba Sebelum Pajak 144 137 7 5,1%

Laba Bersih 112 107 5 4,7%

Marjin Bunga Bersih (NIM) 4,2% 4,9% N.A N.A

Tingkat Pengembalian atas Aset (ROA) 2,9% 3,1% N.A N.A

Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) 76,3% 74,1% N.A N.A

Kredit terhadap Dana Pihak Ketiga (LDR) 89,4% 89,7% N.A N.A

Kredit Bermasalah (NPL) 2,2% 1,8% N.A N.A

Tingkat Kecukupan Modal (CAR) 19,6% 18,1% N.A N.A

Jumlah Bank (Unit) 119 120 N.A N.A

Sumber: Bank Indonesia / Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

176

tahun 2014, pertumbuhan kredit melebihi pertumbuhan penghimpunan dana pihak ketiga. Hal tersebut secara keseluruhan menyebabkan kondisi likuiditas perbankan Indonesia yang lebih ketat.

Lebih lanjut, pertumbuhan dana pihak ketiga relatif lebih lemah pada tahun 2014, apabila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Kondisi tersebut mendorong kenaikan rasio dana pihak ketiga terhadap kredit (Loan to Deposit Ratio – LDR) perbankan nasional beberapa tahun terakhir.

Ketatnya kondisi likuiditas perbankan nasional, terutama pada semester pertama tahun 2014, tercermin dari meningkatnya kompetisi tingkat suku bunga deposito yang ditawarkan oleh bank-bank.

Mencermati hal tersebut, pada 30 September 2014 Otoritas Jasa Keuangan mengambil inisiatif dengan mengeluarkan ketentuan batas maksimum pemberian suku bunga produk deposito oleh perbankan untuk memitigasi persaingan yang tidak sehat. Regulator juga secara aktif mengelola pertumbuhan kredit untuk menjaga stabilitas posisi likuiditas, serta turut mencegah overheating perekonomian nasional.

Likuiditas sektor perbankan menunjukkan perbaikan menjelang akhir tahun 2014 dengan LDR berkurang menjadi 89,4% per Desember 2014, lebih rendah dibandingkan level yang tertinggi sebesar 92,2%

pada Juli 2014.

Likuiditas yang ketat dan peningkatan suku bunga pendanaan mendorong suku bunga kredit sektor perbankan yang lebih tinggi. Data dari Bank Indonesia menunjukkan adanya kenaikan rata-rata tertimbang suku bunga kredit modal kerja sebesar 70 bps mencapai 12,8% dan peningkatan suku bunga kredit investasi sebesar 60 bps mencapai 12,4%

selama tahun 2014.

Sektor perbankan membukukan kenaikan total Pendapatan Operasional (Pendapatan Bunga Bersih dan Pendapatan Operasional Lainnya) sebesar 10,2%

menjadi Rp 422 triliun di tahun 2014 dari Rp 383 triliun di tahun 2013. Pendapatan Bunga Bersih dan Pendapatan Operasional Lainnya masing-masing meningkat 12,8% dan 5,7% menjadi Rp 274 triliun dan Rp 148 triliun pada tahun 2014. Dengan cost of funds dan Beban Operasional yang lebih tinggi, Laba Bersih sektor Perbankan Indonesia pada tahun 2014 meningkat 4,7% menjadi Rp 112 triliun.

terus menjaga kondisi sektor perbankan tetap sehat sebagai landasan yang kokoh untuk mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang. BCA akan terus menjadi salah satu pilar utama di industri perbankan Indonesia dan akan meningkatkan serta mengembangkan jaringannya pada tahun-tahun ke depan untuk memenuhi kebutuhan nasabah sesuai dengan komitmen BCA yang akan senantiasa disisi nasabah.

TINJAUAN KINERJA KEUANGAN BCA TAHUN 2014 BCA membukukan hasil kinerja usaha yang positif di tengah ketidakpastian ekonomi dan periode transisi politik yang berlangsung pada tahun 2014.

Sebagai respon terhadap tantangan melambatnya pertumbuhan ekonomi, BCA fokus pada penerapan manajemen risiko yang prudent guna mempertahankan pertumbuhan kredit yang berkualitas, serta menjaga posisi permodalan dan likuiditas tetap berada pada level yang sehat.

BCA berhasil mempertahankan posisi likuiditas yang solid dengan ditopang oleh pertumbuhan dana pihak ketiga sebesar Rp 38,4 triliun atau 9,4% menjadi Rp 447,9 triliun pada akhir tahun 2014. Didukung oleh kapabilitas sebagai bank transaksi, BCA mampu menghasilkan pendanaan berbiaya rendah yang stabil, hasil dari kekuatan utama Bank dalam mengelola transaksi rekening giro dan tabungan (Current Accounts and Savings Accounts – CASA). BCA juga terus berupaya mendorong aktivitas transaksi melalui electronic delivery channel yang berbiaya rendah.

Pada tahun 2014, dana CASA tumbuh sebesar 4,2%

menjadi Rp 336,4 triliun, di tengah kondisi ekonomi yang kurang kondusif dan perlambatan aktivitas usaha. Perlu diingat bahwa pertumbuhan tersebut dicapai tanpa dilakukan perubahan terhadap suku bunga CASA sepanjang tahun. Dana CASA merupakan bagian terbesar dari dana pihak ketiga dan tercatat sebesar 75,1% dari total pendanaan.

Untuk mempertahankan posisi likuiditas Bank yang solid, BCA proaktif meningkatkan pendanaan dari produk deposito dengan secara selektif meningkatkan suku bunga deposito untuk jumlah dan jangka waktu tertentu. Sebagai hasil dari kebijakan proaktif tersebut, dana deposito tumbuh signifikan 28,8% menjadi Rp 111,5 triliun pada akhir tahun 2014.

177

sebesar Rp 346,6 triliun, tumbuh Rp 34,3 triliun atau 11,0% terutama ditopang oleh pertumbuhan kredit produktif dari segmen pinjaman korporasi dan komersial. Penerapan prinsip penyaluran kredit secara hati-hati telah memungkinkan Bank untuk mempertahankan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loans - NPL) di bawah 1% dari keseluruhan portofolio kredit BCA. Pada akhir tahun 2014, rasio NPL BCA mencapai 0,6%, dengan rasio cadangan terhadap total kredit bermasalah sebesar 324,2%.

Dengan terjaganya keseimbangan antara pertumbuhan portofolio kredit dan dana pihak ketiga, BCA berhasil menjaga rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (Loan to Deposit Ratio – LDR) pada level yang konservatif sebesar 76,8%, di tengah kondisi likuiditas yang ketat. Penempatan jangka pendek di luar primary reserves tercatat sebesar Rp 63,9 triliun atau 14,3% terhadap total dana pihak ketiga pada akhir Desember 2014. Selain itu, rasio kecukupan modal

16,9% pada 31 Desember 2014, mempertegas posisi permodalan BCA yang solid.

Secara keseluruhan, Pendapatan Bunga Bersih meningkat 21,2% menjadi Rp 32,0 triliun didukung oleh pertumbuhan portofolio kredit dan komposisi pendanaan yang menguntungkan serta peningkatan Marjin Bunga Bersih (Net Interest Margin – NIM).

Pendapatan Operasional selain Bunga tumbuh 13,6% menjadi Rp 9,0 triliun didukung oleh kenaikan Pendapatan Provisi dan Komisi sebesar 15,5%.

Peningkatan Pendapatan Operasional yang solid mendukung pertumbuhan Laba Bersih sebesar 15,7% menjadi Rp 16,5 triliun pada tahun 2014.

BCA berhasil membukukan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan sektor perbankan pada tahun 2014. Dengan pencapaian profitabilitas ini, tingkat pengembalian atas aset (Return on Assets – ROA) tercatat sebesar 3,9% dan tingkat pengembalian atas ekuitas (Return on Equity – ROE) tercatat sebesar 25,5%.

IKHTISAR LABA RUGI

Peningkatan pendapatan operasional yang solid berhasil mendukung pertumbuhan Laba Bersih pada tahun 2014.

Pendapatan Bunga Bersih (dalam miliar Rupiah)

2014 2013 Naik / (turun)

Nominal Persentase

Pendapatan Bunga 43.771 34.277 9.494 27,7%

Kredit 33.431 26.150 7.281 27,8%

Penempatan pada Bank Indonesia dan Bank-bank Lain 947 1.053 (106) -10,1%

Efek-Efek (termasuk Efek-efek yang Dibeli dengan Janji

Dijual Kembali) 5.900 4.870 1.030 21,1%

Pembiayaan Konsumen dan Investasi Sewa Pembiayaan 2.821 1.674 1.147 68,5%

Lainnya 672 530 142 26,8%

Beban Bunga 11.744 7.852 3.892 49,6%

Giro 1.058 1.063 (5) -0,5%

Tabungan 2.539 2.480 59 2,4%

Deposito 6.697 3.224 3.473 107,7%

Lainnya 1.450 1.085 365 33,6%

Pendapatan Bunga Bersih 32.027 26.425 5.602 21,2%

Pendapatan Bunga dari Efek-efek berdasarkan Jenis Instrumen Investasi (dalam miliar Rupiah)

2014 2013 Naik / (turun)

Nominal Persentase

Efek-Efek untuk Tujuan Investasi 3.425 3.201 224 7,0%

Sertifikat Bank Indonesia 667 186 481 258,6%

Obligasi Pemerintah 2.136 2.389 (253) -10,6%

Surat Berharga Lainnya 622 626 (4) -0,6%

Efek-Efek yang Dibeli dengan Janji Dijual Kembali 2.475 1.669 806 48,3%

Total Pendapatan Bunga dari Efek-efek 5.900 4.870 1.030 21,1%

178

Pendapatan Bunga tumbuh sebesar 27,7% atau Rp 9,5 triliun menjadi Rp 43,8 triliun pada tahun 2014. Pertumbuhan tersebut terutama berasal dari kenaikan Pendapatan Bunga dari portofolio kredit yang berkontribusi 76,4% terhadap total pertumbuhan Pendapatan Bunga pada tahun 2014.

Pendapatan Bunga dari portofolio kredit meningkat 27,8% menjadi Rp 33,4 triliun pada tahun 2014 ditopang oleh pertumbuhan outstanding kredit dan kenaikan tingkat suku bunga. Sejak tahun 2013 suku bunga kredit BCA mengalami kenaikan sejalan dengan pergerakan bunga di pasar dan semakin ketatnya kondisi likuiditas.

Pendapatan Bunga atas Penempatan pada Bank Indonesia dan Bank-bank Lain mengalami penurunan sebesar 10,1% menjadi Rp 947 miliar di tahun 2014 dari Rp 1,1 triliun di tahun 2013.

Penurunan ini terutama disebabkan oleh penurunan rata-rata outstanding dari Penempatan pada Bank Indonesia dan Bank-bank Lain sebesar 24,6%

menjadi Rp 19,2 triliun pada tahun 2014 dari Rp 25,5 triliun pada tahun 2013. Penurunan rata-

penempatan dana pada instrumen dengan tingkat imbal hasil yang lebih tinggi dari Term Deposit Bank Indonesia dan Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (FASBI) ke Sertifikat Bank Indonesia pada kategori Efek-Efek untuk Tujuan Investasi.

Didukung oleh pertumbuhan rata-rata outstanding dan peningkatan yield, Pendapatan Bunga yang berasal dari Efek-efek (termasuk Efek-efek yang Dibeli dengan Janji Dijual Kembali) meningkat 21,1%

menjadi Rp 5,9 triliun di akhir tahun 2014.

Pendapatan Bunga Pembiayaan Konsumen dan Investasi Sewa Pembiayaan tumbuh sebesar 68,5% menjadi Rp 2,8 triliun pada akhir tahun 2014. Kenaikan tersebut merupakan hasil dari konsolidasi Central Santosa Finance, entitas anak BCA dan BCA Finance, yang bergerak di bidang pembiayaan sepeda motor, pada awal Januari 2014.

Apabila tidak memperhitungkan kontribusi baru dari Central Santosa Finance tersebut, Pendapatan Bunga Pembiayaan Konsumen dan Investasi Sewa Pembiayaan meningkat 11,9% menjadi Rp 1,9 triliun pada akhir tahun 2014.

Pendapatan Bunga Pembiayaan Konsumen dan Investasi Sewa Pembiayaan Tanpa Memperhitungkan Kontribusi Central Santosa Finance (dalam miliar Rupiah)

2014 2013 Naik / (turun)

Catatan Nominal Persentase

Pendapatan Bunga 1.874 1.674 200 11,9%

Angka tahun 2014 tidak termasuk pendapatan bunga yang berasal dari Central Santosa Finance sebesar Rp 947 miliar.

Konsolidasi Central Santosa Finance dilakukan sejak Januari 2014.

Imbal hasil (yield) keseluruhan portofolio kredit tercatat sebesar 10,3% pada tahun 2014, meningkat 100 bps dibandingkan 9,3% pada tahun 2013. Selain peningkatan suku bunga, kenaikan imbal hasil portofolio kredit tersebut juga ditopang oleh pertumbuhan kredit di segmen korporasi dan komersial. Keseluruhan imbal hasil aset produktif meningkat menjadi 8,7% di 2014 dari 7,8% di 2013, sejalan dengan kenaikan suku bunga sepanjang tahun 2014.

Imbal Hasil (Yield) Aset Produktif

2014 2013

Kredit 10,3% 9,3%

Penempatan pada Bank Indonesia dan Bank-bank Lain 4,9% 4,1%

Efek-Efek (termasuk Efek-efek yang Dibeli dengan Janji Dijual Kembali) 6,3% 6,1%

Aset Produktif 8,7% 7,8%

179

Kredit Pembiayaan Konsumen dan Investasi Sewa Pembiayaan Lainnya

Efek-Efek Penempatan pada Bank Indonesia dan Bank-bank Lain 76,3%

2013

14,2%

4,9%

3,1%

1,5%

2014

76,4%

13,5%

6,4%

2,2%

1,5%

Rp 43.771 miliar Rp 34.277 miliar

Beban Bunga

Pada tahun 2014, Beban Bunga BCA meningkat 49,6%

menjadi Rp 11,7 triliun pada tahun 2014. Sebagai penyeimbang posisi likuiditasnya yang kokoh, pada tahun 2014 BCA proaktif menghimpun dana deposito dengan menaikkan tingkat suku bunga untuk kategori deposito di atas Rp 2 miliar. Tingkat suku bunga maksimum deposito BCA mencapai level tertinggi pada bulan April 2014 sebesar 9,25% p.a. Memasuki akhir tahun 2014, sejalan dengan lebih melonggarnya likuiditas sektor perbankan, BCA menurunkan tingkat suku bunga deposito dimana suku bunga maksimum menjadi 7,75% p.a. Di sepanjang tahun 2014, Bank mampu mempertahankan suku bunga deposito lebih rendah dari suku bunga di pasar sekaligus menjaga tingkat suku bunga sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Lembaga Penjaminan Simpanan maupun Otoritas Jasa Keuangan.

Sejalan dengan pertumbuhan dana maupun kenaikan suku bunga deposito, Beban Bunga Deposito meningkat 107,7% menjadi Rp 6,7 triliun, sementara itu Beban Bunga dari Giro dan Tabungan relatif stabil dan masing-masing tercatat sebesar Rp 1,1 triliun dan Rp 2,5 triliun pada tahun 2014. Beban Bunga Lainnya meningkat 33,6% menjadi Rp 1,5 triliun terutama berasal dari Beban Bunga atas pinjaman modal kerja yang diterima oleh entitas anak dan premi penjaminan pemerintah.

Cost of funds Deposito meningkat 260 bps menjadi 6,90% pada tahun 2014, sedangkan cost of funds Giro dan Tabungan tetap stabil masing-masing pada level 0,99% dan 1,16%. Secara keseluruhan cost of funds dana pihak ketiga menjadi sebesar 2,61% pada tahun 2014, meningkat 66 bps dari 1,95% pada tahun 2013.

Penyesuaian Suku Bunga*

* Suku bunga maksimum yang ditawarkan kepada nasabah 0,0%

2,0%

4,0%

6,0%

8,0%

10,0%

Des-11 Apr-12 Agt-12 Des-12 Apr-13 Agt-13 Des-13 Apr-14 Agt-14 Des-14 6,25%

6,00% Deposito Rupiah 1 Bulan

Giro Rupiah 5,50%

4,50%

3,50%

5,00%

5,75%

6,25%

7,25%

7,50%

9,25%

9,00%

8,50%

7,75%

2,15%

2,20%

2,10%2,00% 1,90% Tabungan Rupiah

180

31,6%

13,8%

2013 13,5%

41,1%

Rp 7.852 miliar 57,0%

2014

Rp 11.744 miliar

12,4% 9,0%

21,6%

Giro Tabungan Deposito Lainnya

Pendapatan Bunga Bersih dan Marjin Bunga Bersih

Kenaikan Pendapatan Bunga yang signifikan telah mendorong kenaikan Pendapatan Bunga Bersih BCA sebesar 21,2% atau Rp 5,6 triliun menjadi Rp 32,0 triliun pada tahun 2014 dibandingkan dengan Rp 26,4 triliun pada tahun 2013. Marjin Bunga Bersih (Net Interest Margin - NIM) meningkat 30 bps menjadi 6,5% pada tahun 2014 dari tahun sebelumnya yang sebesar 6,2%, didukung oleh berbagai faktor yang telah dibahas di atas.

Pendapatan Bunga Bersih (dalam miiar Rupiah)

2013 2014

Ƌ21,2%

32.027

26.425

Marjin Bunga Bersih - NIM (%, tidak konsolidasi)

2013 2014

Cost of Funds

Imbal Hasil Aset Produktif (yield)

Marjin Bunga Bersih (NIM)

6,53%

6,18%

7,79%

8,71%

1,95% 2,61%

181

Pendapatan Operasional selain Bunga pada tahun 2014 tumbuh sebesar 13,6% atau Rp 1,1 triliun menjadi Rp 9,0 triliun, terutama ditopang oleh peningkatan Pendapatan Provisi dan Komisi. Pada tahun 2014, Pendapatan Provisi dan Komisi - bersih mencapai 80,7% dari total Pendapatan Operasional selain Bunga, sedangkan Pendapatan Transaksi Perdagangan - bersih berkontribusi sebesar 9,2% dan Pendapatan Operasional Lainnya berkontribusi 10,1% terhadap total Pendapatan Operasional selain Bunga.

Pendapatan Operasional selain Bunga (dalam miliar Rupiah)

2014 2013 Naik / (turun)

Nominal Persentase

Pendapatan Provisi dan Komisi - bersih 7.285 6.310 975 15,5%

Pendapatan Transaksi Perdagangan - bersih 833 1.166 (333) -28,6%

Pendapatan Operasional Lainnya 906 471 435 92,4%

Pendapatan Operasional selain Bunga 9.024 7.947 1.077 13,6%

Pendapatan Provisi dan Komisi - bersih (dalam miliar Rupiah)

2014 2013 Naik / (turun)

Nominal Persentase

Simpanan dari nasabah* 2.367 2.116 251 11,9%

Kredit yang diberikan 1.094 926 168 18,1%

Penyelesaian pembayaran (payment settlement) 1.339 1.173 166 14,2%

Kartu kredit 1.658 1.349 309 22,9%

Pengiriman uang, kliring dan inkaso 405 367 38 10,4%

Lainnya 426 379 47 12,4%

Total 7.289 6.310 979 15,5%

Beban provisi dan komisi (4) (0) (4) N.A

Pendapatan Provisi dan Komisi - bersih 7.285 6.310 975 15,5%

* Sebagian besar didominasi pendapatan administrasi bulanan produk tabungan nasabah

Pendapatan Provisi dan Komisi – bersih tumbuh sebesar 15,5% menjadi Rp 7,3 triliun pada tahun 2014, yang terutama berasal dari meningkatnya pendapatan biaya administrasi bulanan, pendapatan provisi dan komisi dari kredit dan kartu kredit, serta komisi atas layanan transaksi perbankan. Pendapatan Transaksi Perdagangan – bersih turun sebesar Rp 333 miliar atau 28,6% menjadi Rp 833 miliar yang disebabkan oleh peningkatan yang lebih rendah pada Keuntungan Direalisasi atas Transaksi Spot dan Derivatif serta Keuntungan Belum Direalisasi Nilai Wajar Aset Keuangan untuk Diperdagangkan

dibandingkan tahun sebelumnya. Pendapatan Operasional Lainnya pada pos Pendapatan Operasional selain Bunga meningkat signifikan sebesar 92,4% menjadi Rp 906 miliar terutama berasal dari pendapatan penalti kartu kredit serta terkonsolidasinya pendapatan dari BCA Insurance sejak September 2013. Oleh karena itu, Pendapatan Operasional selain Bunga meningkat 13,6% di tahun 2014. Apabila tidak memperhitungkan kontribusi dari BCA Insurance, Pendapatan Operasional selain Bunga naik 10,2% di tahun 2014.

Pendapatan Operasional Selain Bunga Tanpa Memperhitungkan Kontribusi BCA Insurance (dalam miliar Rupiah)

2014 2013 Naik / (turun)

Catatan Nominal Persentase

Pendapatan Operasional Selain Bunga 8.638 7.841 797 10,2%

Tidak memperhitungkan kontribusi pendapatan dari BCA Insurance sebesar Rp 386 miliar pada tahun 2014 dan Rp 106 miliar pada tahun 2013.

Konsolidasi BCA Insurance dilakukan sejak September 2013

182

Beban Operasional BCA sebagai perusahaan induk (tidak konsolidasi) pada tahun 2014 tercatat sebesar Rp 16,7 triliun, meningkat 19,7% dibandingkan posisi tahun sebelumnya. Rasio Efisiensi Biaya (Cost Efficiency Ratio) tercatat sebesar 44,2% pada tahun 2014, sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 42,9%.

Secara konsolidasi, Beban Operasional meningkat 25,1% menjadi Rp 18,3 triliun pada tahun 2014. Perbedaan tersebut terutama disebabkan oleh terkonsolidasinya Beban Operasional BCA Insurance dan Central Santosa Finance.

Beban Operasional (dalam miliar Rupiah)

2014 2013 Naik / (turun)

Nominal Persentase

Beban Umum dan Administrasi 8.932 7.386 1.546 20,9%

Beban Karyawan 8.671 6.865 1.806 26,3%

Lain-lain 704 380 324 85,3%

Total 18.307 14.631 3.676 25,1%

Beban Umum dan Administrasi (dalam miliar Rupiah)

2014 2013 Naik / (turun)

Nominal Persentase

Keperluan kantor 2.925 2.240 685 30,6%

Sewa 1.248 1.116 132 11,8%

Penyusutan dan amortisasi 1.215 1.075 140 13,0%

Promosi 1.000 788 212 26,9%

Perbaikan dan pemeliharaan 980 771 209 27,1%

Komunikasi 512 394 118 29,9%

Jasa tenaga ahli 339 216 123 56,9%

Air, listrik, dan bahan bakar 271 229 42 18,3%

Komputer dan perangkat lunak 109 138 (29) -21,0%

Pengangkutan 60 53 7 13,2%

Penelitian dan pengembangan 36 32 4 12,5%

Pajak 41 29 12 41,4%

Asuransi 21 22 (1) -4,5%

Keamanan 18 160 (142) -88,8%

Lainnya 157 123 34 27,6%

Total 8.932 7.386 1.546 20,9%

Jumlah Jaringan Layanan (unit)

2014 2013

Kantor Cabang (termasuk kantor kas) 1.111 1.062

ATM 16.694 14.048

Beban Umum dan Administrasi meningkat 20,9%

menjadi Rp 8,9 triliun pada tahun 2014. Beban Umum dan Administrasi BCA sebagai perusahaan induk (tidak konsolidasi) meningkat sebesar 17,7% menjadi Rp 8,4 triliun yang terutama berasal dari kenaikan beban operasional harian, beban promosi, beban perbaikan dan pemeliharaan, beban penyusutan dan amortisasi serta beban sewa. Kenaikan-kenaikan ini sejalan dengan perluasan jaringan cabang serta investasi baru dalam jaringan elektronik BCA yang

disertai oleh peningkatan kapasitas dan kapabilitas teknologi informasi.

Beban Karyawan meningkat 26,3% dari Rp 6,9 triliun menjadi Rp 8,7 triliun pada tahun 2014. Sementara itu, Beban Karyawan BCA sebagai perusahaan induk (tidak konsolidasi) tercatat sebesar Rp 7,9 triliun atau meningkat 20,3%, sejalan dengan kenaikan gaji dan tunjangan, termasuk pemberian bonus, dana pensiun dan tunjangan lainnya.

Dalam dokumen Laporan Tahunan 2014 BCA ID (Halaman 174-200)