Teknik Elisitasi dan Strategi Analisis Kebutuhan
A. Elisitasi Kebutuhan Dalam Praktik
1. Wawancara
Wawancara adalah teknik elisitasi kebutuhan yang paling umum digunakan. Ada lima langkah dasar untuk proses wawancara: memilih orang yang diwawancarai, merancang pertanyaan wawancara, mempersiapkan wawancara, melakukan wawancara, dan tindak lanjut pasca wawancara.
a. Memilih Responden (Orang yang Diwawancarai)
Jadwal wawancara harus memuat daftar siapa yang akan diwawancarai, tujuan wawancara, serta di mana dan kapan itu akan dilaksanakan (lihat Gambar 3-2-1) Orang-orang yang muncul pada jadwal wawancara dipilih berdasarkan kebutuhan informasi yang diperlukan analis.
Orang-orang di berbagai tingkatan organisasi akan memiliki sudut pandang yang berbeda tentang sistem, sehingga penting untuk menyertakan manajer yang mengelola proses dan staf yang benar-benar melakukan proses untuk mendapatkan perspektif secara menyeluruh tentang suatu masalah.
Aktivitas wawancara dimulai dengan mewawancarai satu atau dua manajer senior untuk mendapatkan pandangan strategis dan kemudian pindah ke manajer tingkat menengah yang dapat memberikan informasi yang luas dan menyeluruh tentang proses bisnis dan peran yang diharapkan dari sistem yang sedang dikembangkan. Begitu analis memiliki pemahaman yang baik tentang gambaran besar (secara umum), manajer tingkat rendah dan anggota staf dapat memberikan informasi secara rinci tentang bagaimana proses itu bekerja.
Gambar 3-2-1: Contoh Jadwal Wawancara b. Merancang Pertanyaan Wawancara
Ada tiga jenis pertanyaan wawancara: pertanyaan tertutup, pertanyaan terbuka, dan pertanyaan menyelidik (menggali). Pertanyaan tertutup membutuhkan jawaban spesifik. Responden dapat menganggapnya mirip dengan pilihan ganda atau pertanyaan aritmatika pada ujian (lihat Gambar 3-2-2). Pertanyaan-pertanyaan tertutup digunakan ketika analis mencari informasi spesifik dan tepat. Misalnya, alih-alih bertanya,
"Apakah anda menangani banyak permintaan?" lebih baik langsung bertanya "Berapa banyak permintaan yang anda proses per hari?"
Pertanyaan tertutup tidak mengungkap alasan mengapa jawabannya seperti itu, juga tidak mengungkap informasi yang pewawancara tidak pikirkan / duga sebelumnya.
Gambar 3-2-2: Contoh Jenis Pertanyaan
Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan-pertanyaan yang memberikan ruang untuk dijabarkan oleh pihak yang diwawancarai.
Dalam banyak hal pertanyaan ini serupa dengan pertanyaan esai yang
mungkin biasa diketemukan pada ujian (lihat Gambar 3-2-2 sebagai contoh).
Jenis pertanyaan ketiga adalah pertanyaan menyelidik (menggali).
Pertanyaan menyelidik adalah pertanyaan tindaklanjut mengenai hal yang telah dibahas agar pewawancara dapat mempelajari lebih banyak, dan itu sering digunakan ketika pewawancara merasa orang diwawancarai memberikan informasi yang tidak jelas. Mereka mendorong orang yang diwawancarai untuk memperluas atau untuk mengkonfirmasi informasi dari tanggapan sebelumnya.
Secara umum, pewawancara harus menghindari bertanya mengenai suatu hal yang diperkirakan jawabannya dapat berasal dari banyak suber. Misalnya, daripada menanyakan informasi apa yang digunakan untuk membuat sebuah tugas (misal: laporan), lebih baik untuk menunjukkan kepada orang yang diwawancarai contoh laporan yang dimaksudkan dan menanyakan informasi apa yang digunakan untuk menghasilkan laporan tersebut.
Pertanyaan wawancara harus mengantisipasi jenis informasi yang mungkin tidak diketahui oleh orang yang diwawancarai. Manajer sering agak kurang memahami detail proses bisnis sehari-hari dan karenanya mungkin tidak dapat menjawab pertanyaan tentang hal itu, sedangkan anggota staf tingkat bawah dapat dengan mudah memberikan jawaban.
Sebaliknya, karyawan tingkat bawah mungkin tidak dapat menjawab pertanyaan yang luas dan berorientasi kebijakan, sementara manajer bisa.
Tidak ada jenis pertanyaan yang lebih baik dari pertanyaan yang lainnya, sebaiknya menggunakan kombinasi pertanyaan selama wawancara. Pada tahap awal proyek pengembangan Sistem Informasi proses yang ada bisa tidak jelas, sehingga proses wawancara dimulai
dengan wawancara tidak terstruktur untuk mencari serangkaian informasi yang luas dan masih kasar untuk didefinisikan.
Tidak peduli jenis wawancara apa yang sedang dilakukan, pertanyaan wawancara harus disusun dalam urutan logis sehingga wawancara mengalir dengan baik. Misalnya, ketika mencoba mengumpulkan informasi tentang proses bisnis saat ini, analis akan merasa lebih baik untuk memulai dari masalah yang paling penting ke yang paling tidak penting.
Ada dua pendekatan mendasar untuk mengatur pertanyaan wawancara, yaitu pendekatan top-down atau bottom-up (lihat Gambar 3- 2-3).
Gambar 3-2-3: Strategi Pertanyaan Top-Down dan Bottom-Up
Pada model top-down, pewawancara memulai dengan masalah umum yang luas dan secara bertahap menuju ke arah yang lebih spesifik. Pada model bottom-up, pewawancara memulai dengan
Dalam praktiknya, analis biasa mencampur dua pendekatan, memulai dengan masalah umum yang luas, beralih ke pertanyaan spesifik, dan kemudian kembali lagi ke masalah umum.
c. Mempersiapkan Wawancara
Pewawancara harus memiliki rencana wawancara umum yang berisi daftar pertanyaan yang akan ditanyakan dalam urutan yang logis.
Mengkonfirmasi bagian-bagian di mana orang yang diwawancarai berada dan memastikan mereka memiliki pengetahuan yang relevan sehingga pewawancara tidak mengajukan pertanyaan yang tidak dapat ia jawab.
Ketika pewawancara menjadwalkan wawancara, pewawancara harus menginformasikan sebelumnya kepada orang yang diwawancarai tentang maksud dari kegiatan wawancara dan bidang-bidang yang akan didiskusikan secara mendalam. Dengan demikian orang yang diwawancarai memiliki waktu yang cukup untuk memikirkan masalah dan mengatur pemikirannya. Ini sangat penting ketika pewawancara adalah orang luar di organisasi yang akan mewawancarai karyawan tingkat bawah yang sering tidak dipertimbangkan pendapatnya dan mungkin tidak yakin mengapa mereka yang menjadi responden wawancara.
d. Melakukan Wawancara
Hal pertama yang dilakukan ketika memulai wawancara adalah membangun hubungan dengan orang yang diwawancarai sehingga tercipta sikap saling memercayai. Dengan begitu orang yang diwawancarai bersedia mengungkap seluruh kebenaran, bukan hanya memberikan jawaban yang pewawancara inginkan. Wawancara harus dimulai dengan menjelaskan tujuan wawancara, alasan mengapa
memilih mewawancarai orang tersebut, baru selanjutnya beralih ke pertanyaan wawancara yang direncanakan.
Salah satu masalah yang berpotensi kontroversial adalah apakah merekam atau tidak proses wawancara yang sedang berjalan. Rekaman memastikan bahwa pewawancara tidak kehilangan poin-poin penting, akan tetapi itu bisa menakutkan bagi orang yang diwawancarai. Jadi harus mencari tahu hal tersebut sebelum memulai wawancara. Jika pewawancara khawatir kehilangan informasi ketika tidak bisa merekam wawancara, pewawancara dapat mengikutkan orang kedua untuk mencatat secara terperinci.
Saat wawancara berlangsung, penting bagi pewawacara untuk memahami masalah yang dibahas. Salah satu strategi yang baik untuk meningkatkan pemahaman selama wawancara adalah dengan merangkum secara berkala poin-poin penting yang dikomunikasikan oleh orang yang diwawancarai. Ini menghindari kesalahpahaman dan juga menunjukkan bahwa pewawancara mendengarkan dengan seksama.
Akhirnya, harus dipastikan untuk memisahkan fakta dari pendapat.
Sangat penting untuk memeriksa fakta, karena perbedaan antara fakta dan pendapat orang yang diwawancarai dapat menunjukkan bagian utama yang memerlukan perbaikan. Misalkan orang yang diwawancarai mengeluhkan ”jumlah kesalahan yang terus meningkat”, akan tetapi catatan menunjukkan bahwa kesalahan telah berkurang. Ini menunjukkan bahwa kesalahan dipandang sebagai masalah yang sangat penting yang harus diatasi oleh sistem baru, bahkan ketika kesalahan- kesalahan tersebut telah berkurang.
Ketika wawancara hampir selesai, pastikan untuk memberikan waktu kepada orang yang diwawancarai untuk mengajukan pertanyaan atau memberikan informasi yang menurutnya penting tetapi bukan bagian dari rencana wawancara. Dalam beberapa kasus, ini akan
memberikan informasi yang tidak terduga namun sangat penting.
Demikian juga, akan bermanfaat untuk bertanya kepada orang yang diwawancarai apakah ada orang lain yang harus diwawancarai. Pastikan wawancara berakhir tepat waktu.
e. Tindak Lanjut Pasca Wawancara
Setelah wawancara selesai, analis perlu menyiapkan laporan wawancara yang menggambarkan informasi dari wawancara (Gambar 3-2-4).
Gambar 3-2-4: Contoh Laporan Wawancara
Laporan tersebut berisi catatan wawancara, informasi yang dikumpulkan selama wawancara dan dirangkum dalam format yang bermanfaat.
Secara umum, laporan wawancara harus ditulis dalam waktu 48 jam wawancara, karena semakin lama didiamkan semakin besar kemungkinan lupa informasi.
Seringkali, laporan wawancara dikirim ke orang yang diwawancarai, meminta untuk membacanya dan memberi tahu analis tentang klarifikasi atau pembaruan jika ada.
2. Joint Application Development
Joint Application Development (JAD) adalah teknik pengumpulan informasi yang memungkinkan tim proyek, pengguna, dan manajemen untuk bekerja sama dalam mengidentifikasi kebutuhan untuk sistem.
JAD adalah proses terstruktur di mana 10 hingga 20 pengguna bertemu di bawah arahan seorang fasilitator yang terampil dalam teknik JAD.
Fasilitator adalah orang yang menetapkan agenda pertemuan dan memandu diskusi, namun tidak bergabung sebagai peserta dalam diskusi. Fasilitator tidak memberikan ide atau pendapat tentang topik yang dibahas dan tetap netral selama sesi diskusi. Fasilitator harus menjadi ahli dalam teknik mengelola kelompok dan teknik analisis dan desain sistem. Satu atau dua juru tulis membantu fasilitator dengan mencatat, membuat salinan, dan sebagainya. Seringkali, juru tulis akan menggunakan komputer dan case tools untuk mencatat informasi saat sesi JAD berlangsung.
Sebagian besar sesi JAD berlangsung di ruang pertemuan yang disiapkan khusus, jauh dari kantor para peserta, sehingga mereka tidak terganggu. Ruang pertemuan biasanya diatur dalam bentuk "U" sehingga semua peserta dapat dengan mudah melihat satu sama lain. Di bagian
depan ruangan (bagian terbuka dari "U"), ada papan tulis, bagan kertas dan / atau proyektor untuk digunakan oleh fasilitator memimpin diskusi.
Salah satu masalah klasik pada JAD sebagai media pertemuan kelompok adalah: kadang-kadang orang enggan untuk menantang pendapat orang lain (terutama bos mereka), beberapa orang sering mendominasi diskusi, dan tidak semua orang berpartisipasi. Electronic JAD (e-JAD) berupaya mengatasi masalah ini dengan menggunakan groupware. Di ruang pertemuan e-JAD, setiap peserta menggunakan perangkat lunak khusus terkoneksi pada jaringan komputer untuk mengirimkan ide secara anonim, melihat semua ide yang dihasilkan oleh grup, dan menilai dan memberi peringkat ide melalui voting. Beberapa penelitian pada masa awal diperkenalkannya e-JAD menunjukkan bahwa e-JAD dapat mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan sesi JAD sebesar 50% - 80% (Dennis, 1999).
a. Memilih Peserta
Memilih peserta JAD pada dasarnya dilakukan sama dengan cara memilih peserta wawancara. Peserta dipilih berdasarkan kontribusi informasi yang mereka dapat berikan untuk sistem baru.
Fasilitator haruslah seseorang yang ahli dalam teknik JAD atau e- JAD, dan idealnya adalah seseorang yang memiliki pengalaman pada bisnis yang sedang dibahas. Dalam banyak kasus, fasilitator JAD adalah konsultan di luar organisasi karena organisasi mungkin tidak memiliki keahlian JAD atau e-JAD untuk kebutuhan sehari-hari.
b. Merancang Sesi JAD
Sesi JAD dapat berlangsung dari hanya setengah hari hingga mungkin beberapa minggu, tergantung pada ukuran dan ruang lingkup proyek.
Dalam praktiknya, sebagian besar sesi JAD cenderung berlangsung 5 hingga 10 hari, yang dibagi dalam 3 periode (minggu) pelaksanaan.
Setiap periode berlangsung 1 hingga 4 hari. Sesi JAD dan e-JAD biasanya bergerak mulai dari pengumpulan informasi hingga menghasilkan hasil analisis. Misalnya, pengguna dan analis secara bersama-sama dapat merancang kasus penggunaan fungsi (use cases), model proses, dan mendefinisikan kebutuhan.
Sebagian besar sesi JAD dirancang untuk mengumpulkan informasi spesifik dari pengguna, dan ini membutuhkan pengembangan serangkaian pertanyaan sebelum pertemuan. Perbedaan antara JAD dan wawancara adalah bahwa semua sesi JAD disusun melalui perencanaan yang sangat hati-hati. Secara umum, pertanyaan tertutup jarang digunakan, karena hal itu tidak memicu diskusi terbuka dan jujur yang khas dari JAD.
c. Mempersiapkan Sesi JAD
Seperti halnya wawancara, penting untuk mempersiapkan analis dan peserta untuk sesi JAD dengan sebaik-baiknya. Karena sesi JAD diharapkan dapat melebihi wawancara mendalam dan biasanya dilakukan di luar lokasi kantor, peserta harus lebih peduli dalam mempersiapkannya. Sangat penting bagi para peserta untuk memahami apa yang diharapkan dari sesi JAD tersebut. Misalnya, jika tujuan sesi JAD adalah untuk mengembangkan pemahaman tentang sistem saat ini, maka peserta dapat membawa manual prosedur dan dokumen.
d. Melaksanakan Sesi JAD
Sebagian besar sesi JAD mengikuti agenda formal, dan sebagian besar memiliki aturan dasar formal yang mendefinisikan perilaku yang harus ditaati. Aturan dasar bersama mencakup mengikuti jadwal, menghormati pendapat orang lain, menerima perbedaan pandangan, dan memastikan bahwa hanya satu orang yang berbicara pada satu waktu.
Fasilitator JAD melakukan tiga fungsi utama. Pertama, memastikan bahwa kelompok yang difasilitasi tetap berpegang pada agenda. Ketika peserta berusaha mengalihkan diskusi dari agenda, fasilitator harus tegas (namun tetap sopan) dalam mengarahkan diskusi kembali ke agenda dan mengembalikan kelompok ke jalur yang benar.
Kedua, fasilitator harus membantu kelompok memahami istilah teknis dan jargon (istilah khusus) yang melingkupi proses pengembangan sistem, dan membantu peserta memahami teknik analisis khusus yang digunakan.
Ketiga, fasilitator mencatat masukan atau usulan kelompok pada area terbuka, yang dapat berupa papan tulis, bagan flip, atau tampilan komputer. Dia menyusun informasi yang disediakan kelompok dan membantu kelompok mengenali masalah-masalah utama dan solusi- solusi penting. Dalam keadaan apa pun fasilitator tidak boleh memasukkan pendapatnya ke dalam diskusi. Fasilitator harus tetap netral setiap saat dan hanya membantu kelompok dalam berproses Contoh:
Jika ada dua item tampaknya sama dalam pandangan fasilitator, fasilitator tidak boleh mengatakan, "Saya pikir ini mungkin serupa."
Sebaliknya, fasilitator harus bertanya, "Apakah ini serupa?" Jika kelompok memutuskan itu hal yang serupa, fasilitator dapat menggabungkannya dan proses dapat berlanjut. Namun, jika kelompok memutuskan bahwa kedua hal tersebut tidak serupa (terlepas dari apa yang diyakini fasilitator), fasilitator harus menerima keputusan tersebut dan melanjutkan. Kelompok selalu benar, dan fasilitator tidak memiliki hak untuk berpendapat.
Sudah merupakan hal yang umum bagi para peserta JAD untuk menggunakan sejumlah alat selama sesi JAD untuk mendefinisikan
sepenuhnya sistem baru. Kasus penggunaan (Use cases) dapat dibuat untuk menggambarkan bagaimana pengguna akan berinteraksi dengan sistem baru. Prototipe dapat dibuat untuk lebih memahami antarmuka pengguna atau navigasi melalui sistem. Model proses dapat dibangun untuk memahami perangkat lunak yang akan dikembangkan, sementara model data dapat digunakan untuk menggambarkan data yang akan ditangkap dan dipelihara atau diproses. Fasilitator dan analis di tim proyek harus menggunakan setiap alat yang mereka miliki untuk membantu para peserta mengklarifikasi dan mendefinisikan kebutuhan mereka pada sistem baru.
e. Tindak Lanjut Pasca-JAD
Seperti pada wawancara, laporan pasca sesi JAD disiapkan dan diedarkan di antara peserta sesi. Laporan pasca-sesi pada dasarnya sama dengan laporan wawancara pada Gambar 3-2-4. Hanya saja sesi JAD lebih panjang dan memberikan lebih banyak informasi, sehingga biasanya dibutuhkan satu atau dua minggu setelah sesi JAD untuk mempersiapkan laporan.