• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKALAH TAFSIR DI ASIA TENGGARA KITAB TAFSIR AL-QUR’AN AL-KARIM MAHMUD YUNUS

N/A
N/A
Arifal Dzunuren

Academic year: 2023

Membagikan "AKALAH TAFSIR DI ASIA TENGGARA KITAB TAFSIR AL-QUR’AN AL-KARIM MAHMUD YUNUS"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

KITAB TAFSIR AL-QUR’AN AL-KARIM MAHMUD YUNUS

Oleh:

Arifal Dzunuren NIM. 2220080018

Dosen Pembimbing:

Prof. Dr. Rusydi AM, Lc., M.Ag.

Dr. Muhammad Irfan, Lc., MA.

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

IMAM BONJOL PADANG 2023 M/1445 H

(2)

A. Pendahuluan

Merujuk kepada karya populer berjudul Indonesian Literature of the Qur'an yang ditulis oleh Howard M. Federspiel tentang periode sejarah perkembangan penerjemahan dan penafsiran Al-Qur’an dalam bahasa Indonesia, Federspiel membagi periode ini menjadi tiga generasi. Generasi pertama, dari sekitar abad ke-20 hingga awal 1960-an, ditandai dengan terjemahan dan interpretasi terpisah. Generasi kedua, muncul pada pertengahan 1960-an, merupakan penyempurnaan dari upaya generasi pertama, terjemahan lengkap ini, biasanya dilengkapi beberapa catatan kaki, terjemahan kata demi kata, dan terkadang teks yang menyertainya dengan indeks sederhana. Generasi ketiga, muncul pada tahun 1970-an, merupakan tafsir yang komprehensif, sering memberikan komentar ekstensif pada teks serta terjemahannya, dengan pengenalan dan indeks ekstensif teks, isi, subjek atau asbab al-Nuzul Al-Qur’an.1

Sesuai kategorisasi Federspiel, salah satu karya terjemahan di Indonesia yang tergolong generasi kedua adalah Tafsir Al-Qur'an Al-Karim karya Mahmud Yunus, salah seorang ulama dan penggerak pendidikan kelahiran Sumatra Barat. Secara konsisten, Mahmud Yunus berhasil menggarap berjuz-juz al-Quran pada setiap bulannya. Pada April 1938, karya tafsir Al-Qur'an ini berhasil diselesaikan dengan utuh, namun baru diterbitkan pada awal 1960-an dengan nama Tafsir Al-Qur'an Al-Karim.

Tulisan ini membahas tentang salah satu tokoh tafsir yang berusaha menafsirkan Al-Qur’an ke dalam bahasa asing adalah Mahmud Yunus.

Karya tafsir Mahmud Yunus ini memudahkan para pembacanya untuk berinteraksi dengan Al-Qur’an. Hal ini karena tafsir yang ia susun memang berusaha agar makna Al-Qur’an dapat diterima oleh seluruh kalangan masyarakat. Karya tafsir yang ditulis oleh Mahmud Yunus merupakan salah satu pionir dalam karya tafsir berbahasa Indonesia yang telah tersebar ke penjuru tanah air.

1 Federspiel Howard, Kajian Al-Qur’an di Indonesia (Bandung: Mizan, 1996), h. 129.

(3)

B. Sosok Mahmud Yunus

1. Riwayat Hidup dan Karir Intelektual

Mahmud Yunus merupakan salah satu tokoh mufasir yang berjasa dalam pengembangan pendidikan Islam di Indonesia. Selain sebagai mufasir yang telah menyumbangkan pemikiran dan karya tafsirnya, beliau adalah inisiator yang mengupayakan dan memperjuangkan masuknya pendidikan agama dalam kurikulum pendidikan nasional. Tokoh besar ini lahir pada 10 Februari 1899 M/30 Ramadhan 1316 H di sebuah nagari bernama Sungayang, yang berjarak sekitar 7 kilometer dari ibukota kabupaten Tanah Datar; Batu Sangkar, serta berkisar 12 kilometer jauhnya dari wilayah pusat kerajaan di Minangkabau tempo dulu, Pagaruyung.2 Beliau lahir di tengah keluarga dengan basis keagamaan yang kuat. Ayahnya bernama Yunus bin Incek merupakan seorang pengajar dan imam surau, sedangkan ibundanya adalah Hafsah binti Imam Sami’un yang merupakan putri Engku Gadang M. Tahir bin Ali –Imam Sami’un adalah gelar Tahir bin Ali—, seorang pendiri serta pengasuh surau di Sungayang.3

Sejak kecil Mahmud Yunus dididik dalam lingkungan dan pendidikan keagamaan. Ketika menginjak usia tujuh tahun, Mahmud mulai belajar al- Quran serta ibadah lainnya yang dibina langsung oleh kakeknya sendiri, Engku Gadang Imam Sami’un M. Tahir bin Ali. Pada tahun 1908, Mahmud sempat menimba ilmu di sekolah nagari, tetapi berselang tiga tahun kemudian beliau memutuskan pindah ke madrasah yang berada di Surau Tanjung Pauh yang bernama Madras School asuhan Muhammad Thaib Umar.4 Perjalanan intelektual Mahmud Yunus berjalan dan berkembang dengan baik, setelah masa belajarnya selama beberapa tahun, pada 1913 beliau diangkat menjadi salah satu guru bantu yang turut andil dalam jalannya pendidikan di Madras

2 Siti Kusrini, dkk, Jejak Pemikiran Pendidikan Ulama Nusantara: Genealogi, Historiografi, Dan Kontekstualisasi Pendidikan Islam Di Nusantara (Semarang: CV Asna Pustaka, 2021), h. 298.

3 Edi Iskandar, “Mengenal Sosok Mahmud Yunus Dan Pemikirannya Tentang Pemikiran Islam,” POTENSIA: Jurnal Kependidikan Islam Vol. 3, no. 1 (2017), https://doi.org/10.24014/potensia.v3i1.3492.

4 M Amursid dan Amaruddin Asra, “Studi Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Karya Mahmud Yunus,” Syahadah: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Keislaman Vol. 3, no. 2 (2015).

(4)

School. Selama berkarir di Madras School, Mahmud Yunus bertransformasi menjadi sosok kepercayaan Thaib Umar, beliau mendapatkan kesempatan mewakili sang guru dalam rapat besar ulama Minangkabau pada 1919 di Surau Jembatan Besi, Padang Panjang. Rapat ini meresmikan berdirinya Persatuan Guru Agama Islam (PGAI), yaitu perkumpulan ulama dan cendekiawan Minangkabau yang bergerak di bidang pendidikan. Pada akhir 1919, Mahmud Yunus bersama pengajar Madras School mendirikan cabang perkumpulan pelajar Islam Sumatra Thawalib di Sungayang. Beliau menggerakkan kegiatan di bidang pendidikan melalui majalah Islam Al-Basyir yang secara perdana terbit pada Februari 1920.5

Berselang empat tahun pasca intensitas pergerakan pendidikan di Minangkabau, Mahmud Yunus mengambil langkah besar untuk memperdalam dan memperkuat khazanah keilmuan yang dimiliki, pada 1924 beliau melanjutkan studi di al-Azhar, Kairo. Masa studi Mahmud Yunus di al-Azhar terbilang singkat, dalam tempo satu tahun, pada 1925 beliau berhasil meraih Syahadah ‘Alimiyah yang merupakan gelar ‘Alim dan Syekh dari al-Azhar.6 Namun beliau belum merasa cukup dengan capaian dari al-Azhar, dengan bersusah payah dan perjuangan selama kurang lebih lima bulan, pada 1926 beliau berhasil diterima di Darul ‘Ulum ‘Ulya, perguruan tinggi milik pemerintah Mesir dan berhasil menjadi mahasiswa asing pertama yang diterima studi di Institut tersebut. Disiplin ilmu yang diajarkan tidak hanya berkutat pada kajian keagamaan dan bahasa Arab, tetapi juga mencakup pengetahuan umum, pendidikan, ilmu jiwa, dan kesehatan.7

Pada tahun 1930, Mahmud Yunus berhasil menyelesaikan studi di Darul ‘Ulum dan mendapatkan Ijazah Tadris (diploma guru). Pasca studinya, karir Mahmud Yunus berkembang dengan baik, setelah kembali ke tanah air, aktifitas beliau dimulai di dua lembaga pendidikan, yaitu Normal Islam School (Kulliyah Mu’allimin al-Islamiyah) di Padang, dan al-Jami’ah al-

5 Amursid dan Asra.

6 Mahmud Yunus, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, Cet. 7 (Selangor: Klang Book Centre, 2003), h. iii.

7 Mahmud Yunus.

(5)

Islamiyah di Sungayang pada tahun 1931. Pasca kemerdekaan, Mahmud Yunus menduduki beberapa jabatan penting di pemerintahan, diantaranya adalah Kepala Bagian Islam pada Jawatan Agama Provinsi Sumatera di Pematang Siantar yang dilantik pada 1946, sekretaris Menteri Agama Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) pada 1949, dan Kepala Lembaga Pendidikan Agama pada Jawatan Pendidikan Agama di Departemen Agama Republik Indonesia.8

Pada 1957, Departemen Agama mendirikan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) di Jakarta, Mahmud Yunus diangkat sebagai rektor pertama ADIA. Pada masa jabatannya, Mahmud Ynus mengusulkan kepada Menteri Agama agar ADIA Jakarta terintegrasi dengan PTAIN Yogyakarta. Setelah mendapatkan persetujuan Menteri Agama pada saat itu; Wahib Wahab, Presiden mengeluarkan Perpres No. 11 Tahun 1960 tentang pendirian Institut Agama Islam Negeri (IAIN), yang mengintegrasikan ADIA dan PTAIN menjadi satu perguruan tinggi agama di Yogyakarta dalam naungan Departemen Agama. IAIN pertama dibuka dengan empat fakultas, dua fakultas di antaranya terletak di Jakarta, yakni Fakultas Tarbiyah dan Fakultas Adab. Mahmud Yunus menjabat sebagai Dekan Fakultas Tarbiyah.

Ketika bertransformasi menjadi IAIN Jakarta, pada 1963 Mahmud Yunus ditugaskan sebagai Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Cabang Padang yang baru didirikan. Tiga tahun berselang, Fakultas Tarbiyah bersama tiga fakultas lain, yaitu Ushuluddin, Syari’ah, dan Adab diresmikan menjadi IAIN Imam Bonjol. Mahmud Yunus dilantik dan menjabat sebagai Rektor pertama IAIN Imam Bonjol pada 29 November 1966 sampai jelang pensiun pada 1 Januari Tahun 1971. Ketika itu IAIN Imam Bonjol memiliki empat fakultas yang tersebar di beberapa wilayah, Fakultas Tarbiyah di Padang, Ushuluddin di Padang Panjang, Syari’ah di Bukittinggi, dan Adab di Payakumbuh.9

8 Zulmardi, “Mahmud Yunus Dan Pemikirannya Dalam Pendidikan,” Jurnal Ta’dib Vol.

12, no. No. 1 (2009), h. 14-15.

9 Zulmardi, “Mahmud Yunus Dan Pemikirannya Dalam Pendidikan.

(6)

Sebagai sosok yang memiliki jasa besar dalam pengembangan IAIN Imam Bonjol Padang hingga bertransformasi menjadi UIN Imam Bonjol Padang, nama beliau diabadikan sebagai nama salah satu gedung di komplek kampus 2 UIN Imam Bonjol Padang dan nama jalan yang berada di area tersebut, yaitu yaitu Auditorium Prof. Mahmud Yunus dan Jl. Prof. Mahmud Yunus, Lubuk Lintah, Anduring, Kec. Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat.

Selain itu, pasca transformasi IAIN Batu Sangkar di tahun 2022, nama beliau dipilih sebagai bagian kampus tersebut, UIN Mahmud Yunus Batu Sangkar.10 Pada 15 Oktober 1977, Mahmud Yunus memperoleh gelar doktor kehormatan di bidang pendidikan dari IAIN Syarif Hidayatullah –sekarang UIN— atas jasa dan perjuangan yang beliau lakukan dalam pengembangan pendidikan Islam di Indonesia. Mahmud Yunus meninggal dunia pada 16 Januari 1982 di kediamannya, Kebon Kosong, Kemayoran, Jakarta dalam usia 82 tahun. Jasadnya dimakamkan di komplek pemakaman UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.11

2. Karya-karya Mahmud Yunus

Mahmud Yunus masuk ke dalam kategori penulis yang cukup produktif. Banyak dari karya-karya yang telah beliau tulis dan diterbitkan tersebar di kalangan masyarakat, dan menjadi bahan penelitian di kalangan akademisi –salah satunya tulisan ini. Sebagai tokoh yang membidangi beberapa kajian keilmuan, karya-karya Mahmud Yunus terbilang beragam, dan terkait dengan kebutuhan pendidikan. Diantaranya adalah:

a) Bidang Pendidikan, Sejarah Pendidikan Islam, b) Bidang Bahasa, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, c) Bidang Fiqih, Marilah Sembahjang!,

d) Bidang Tafsir, Tafsir al-Qur’an al-Karim, e) Bidang Akhlak, Keimanan dan Akhlak,

f) Bidang Sejarah, Sejarah Islam di Minangkabau,

g) Bidang Perbandingan Agama, Ilmu Perbandingan Agama, h) Bidang Dakwah, Pedoman Dakwah Islamiyah,

10 Perpres RI No. 84 Tahun 2022.

11 Ilyas Rifa’i, “Mengenal Kamus Arab-Indonesia Mahmud Yunus,”, h. 5.

(7)

i) Bidang Ushul Fiqh, Mudzakarat Ushul al-Fiqh, j) Bidang Tauhid, Durus at-Tauhid, dan sebagainya.12

Beberapa karyanya yang cukup populer dan banyak dikaji adalah Kamus Bahasa Arab-Indonesia pada bidang bahasa, dan Tafsir Al-Qur’an Al- Karim pada bidang tafsir al-Qur’an.

C. Tafsir Al-Qur’an Al-Karim 1. Penulisan dan Penerbitan

Berdasarkan informasi yang disampaikan Mahmud Yunus di dalam Pendahuluan Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, usaha penerjemahan yang beliau lakukan pada dasarnya telah dimulai sejak tahun 1922, yang telah diterbitkan tiga juz dengan aksara Arab Melayu. Namun usaha ini terhenti ketika beliau memutuskan untuk melanjutkan studi ke Mesir. Usaha Mahmud Yunus dalam menerjemahkan al-Quran bisa dibilang anti-mainstream, hal ini karena di masa itu mayoritas ulama masih berpegang pada sikap yang mengharamkan kegiatan menerjemahkan al-Quran. Di Mesir, keinginan Mahmud Yunus tidak lenyap, beliau bahkan semakin termotivasi melanjutkan kegiatan penerjemahan al-Quran setelah mendapatkan wejangan dari Syekh di Darul

‘Ulum, hal ini dinarasikan dalam Pendahuluan karya tafsirnya,

Di Darul 'Ulum itulah saya menerima pelajaran dari Syekh Darul 'Ulum, bahwa menterjemahkan Al-Qur'an itu hukumnya mubah (boleh), bahkan dianjurkan atau termasuk fardu kifayah, untuk rnenyampaikan dakwah Islamyah kepada bangsa asing yang tidak mengetahui bahasa Arab. Bagaimanakah menyampaikan khitabullah kepada mereka, kalau tiada diterjermahkan kedalam bahasanya ? Alangkah besarnya hati saya menerima pelajaran itu, karena sesuai dengan usaha saya menterjemahkan Al-Qur'an.13

Pasca studi di Mesir dan kepulangan ke tanah air, Mahmud Yunus melanjutkan kegiatan penerjemahan al-Quran serta penafsiran yang dituangkan dalam karya dengan nama Tafsir Qur’an Karim yang dimulai pada tahun 1935. Selama proses penulisan, tafsir ini diterbitkan per satu juz setiap dua bulan, kegiatan penulisan ini dibantu oleh H.M.K Bakry yang

12 Amursid dan Asra, h. 10-11.

13 Mahmud Yunus, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, h. iii.

(8)

menerjemahkan juz 7 sampai juz 18. Dengan serba susah payah – sebagaimana pengakuan Mahmud Yunus, Tafsir ini akhirnya bisa selesai mencakup 30 juz al-Quran pada April 1938, dan kemudian disebarkan ke seluruh Indonesia.14

Pasca kemerdekaan mulanya tafsir ini akan diterbitkan ulang secara kolektif oleh percetakan bangsa Indonesia dengan fasilitas yang didukung oleh Menteri Agama kala itu, Wahid Hasyim. Namun proyek ini gagal terlaksana karena tersiar kabar penolakan serta protes yang disampaikan oleh ulama Yogyakarta yang meminta penerbitan tersebut dihentikan. Setelah itu tender dialihkan ke Pustaka Al-Ma’arif Bandung yang berhasil menerbitkan sebanyak 200.000 eksemplar. Walaupun setelah penerbitan ini masih juga terjadi protes dari kalangan ulama di Indonesia saat itu, Mahmud Yunus tetap dan terus melakukan penerbitan karya tafsirnya. Pada cetakan yang diterbitkan oleh C.V Al-Hidayah Jakarta, Mahmud Yunus melakukan beberapa perubahan terhadap diksi dan layout tafsir, yaitu:

a. Terjemahan disesuaikan dengan perkembangan bahasa Indonesia, agar mudah dipahami oleh pembaca.

b. Teks al-Quran dan terjemahan disusun sejajar dan setentang. Dengan demikian mudah mengetahui nomor ayat Al-Qur'andalam teks bahasa Arab dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia.

c. Keterangan ayat ditambah dan diletakkan dihalaman ayat yang bcrsangkutan, sehingga mudah mempelajarinya tanpa memeriksa ke halaman yang lain, seperti cetakan yang lama.

d. Keterangan ayat ditambah dan diperluas, beberapa bagian adalah perrnasalahan yang harus dipelajari oleh mahasiswa.15

Karya tafsir ini terdiri dari terjemahan teks al-Quran serta beberapa keterangan ayat dalam bentuk catatan kaki pada masing-masing ayat yang menjadi konten utama tafsir. Selebihnya merupakan lampiran yang berisi Daftar Surah dan Isi Tafsir, Daftar Isi Surah Berdasarkan Alfabet, dan Daftar Juz-juz Al-Qur'an –suatu terobosan di masa itu yang sangat membantu

14 Mahmud Yunus, h. iv.

15 Mahmud Yunus, h. iv-v.

(9)

pembaca dalam mencari ayat, surah, dan juz Al-Qur'an. Pada bagian paling akhir, Mahmud Yunus menyertakan karyanya ini dengan 32 halaman khusus berisikan kesimpulan isi Al-Qur'an, yang menyangkut hukum, etika, ilmu pengetahuan, ekonomi, sejarah, dan lain-lain.16

2. Metode Penafsiran

Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Mahmud Yunus memiliki komposisi yang cukup sederhana. Karya ini dibuka dengan pendahuluan yang berisi latar belakang dan sedikit informasi revisi di beberapa tempat. Pada konten utama tulisan, format terjemahan dan teks al-Quran memiliki posisi sejajar dengan teks ayat di sebelah kanan dan terjemahan di sebelah kiri. Format seperti ini memungkinkan pembaca mengetahui arti kata dari masing-masing ayat yang diterjemahkan.

Bersamaan dengan itu, Mahmud Yunus juga menyertakan penjelasan kata yang dianggap sulit dan perlu untuk dijelaskan lebih jauh dalam bentuk catatan kaki yang disebut dengan keterangan ayat. Hal ini dapat dilihat di dalam salah satu penafsiran di QS. al-Baqarah: 22,17

Gambar 1. Ayat dan Terjemah

16 Iskandar, “Tafsir Qur’an Karim Karya Mahmud Yunus: Kajian atas Karya Tafsir Nusantara,” Suhuf , Vol. 3, No. 1 (2010), h. 5.

17 Mahmud Yunus, h. 6.

(10)

Gambar 2. Keterangan Ayat

Selain terjemahan dan keterangan singkat terkait sebuah kata dalam al-Quran, Mahmud Yunus juga mengurai makna objek atau kosakata tertentu sesuai tema ayat yang diterjemahkan. Salah satunya adalah ketika menjelaskan tentang istilah al-Rahman dan al-Rahim di dalam QS. al-Fatihah: 3, Mahmud Yunus memberikan penjelasan yang cukup panjang terkait dua istilah tersebut,

ِميِحّرل ِنَٰم ّرل ٱ ۡح ٱ ٣

3. Yang Maha Pengasih, Penyayang.

Keterangan arti: ميحر-نمحر

Ar-Rahman dan Ar-Rahim berasal dari satu kata yang sama artinya, yaitu rahmah = kasih sayang atau kasihan. Tetapi arti Ar- Rahman lebih besar dan luas rahmatnya dari Ar-Rahim. Maka Rahmaniyah Allah rnengasihi dan memberikan rahmat yang maha besar kepada seluruh makhlukNya. Misalnya 1 kebaikan dibalasnya dengan 700 kali lipat. Sedang Rahimiyah Alhh mengasihi dan memberikan rahmat yang besar kepada hambany. Misalnya 1 kebaikan dibalasnya 10 kali lipat atau lebih. Jadi arti Ar-Rahman = Maha Pengasih dan arti ar-Rahim = Penyayang.18

Dalam penafsirannya, Mahmud Yunus juga menyertakan pendapat para ulama dalam menafsirkan dua kata ini,

Menurut setengah ahli tafsir, bahwa arti Ar-Rahman mengasihi seluruh hamba-Nya, baik mukmin atau kafir. Sedang arti Ar-Rahim adalah mengasihi mukmin saja. Tafsir ini bertentangan dengan ayat yang mengatakan, bahwa Allah rahiim ke seluruh manusia. (Al-Baqarah 143 dan Al-Hajj 65). Menurut Syekh M.

‘Abduh, arti Ar-Rahman memeberikan rahmat dan arti Ar-Rahim mempunyai rahmat yang tetap. Tetapi menurut Ibnul Qayyim

18 Mahmud Yunus, h. 2.

(11)

kebalikannya; Ar-Rahman = mempunyai arti rahmat dan Ar-Rahim = memberikan rahmat.19

Selain itu, Mahmud Yunus di banyak penafsiran beberapa kali menjelaskan ayat dengan menyertakan asbabunnuzul. Salah satunya di dalam penafsiran QS. al-Tahrim: 1,

وُُُفَغ ُهّلل َو ِجَٰو َأ َتا َُُض َم يِغَت َت َل ُهّلل ّلَحَأ اَم ُمّرَحُت َمِل ّيِبّنل اَهّي َأَٰٓي

ٞر ٱ َۚك ۡز ۡر ۡب َۖك ٱ ٱ

يِحّر ٞم ١

1. Hai Nabi, mengapakah engkau haramkan sesuatu yang dihalalkan Allah bagimu, karena menuntut keredhaan isteri-isterimu? Allah Pengampun, lagi Penyayang.

Keterangan ayat 1.

Pada suatu hari nabi Muhammad mengharamkan suatu yang halal, dengan sumpahnya, bahwa ia tidak akan memperbuatnya. (kata setengah ulama mengharamkan minum air madu, lantaran istrinya tidak suka membaui baunya, dan kata setengah mengharamkan bersetubuh dengan hamba sahayanya yang perempuan, lantaran istri- istrinya tidak suka demikian). Sebab itu Allah berfirman: “Hai Nabi, mengapakah engkau mengharamkan sesuatu yang dihalalkan Allah, lantaran menurut kesukaan istri-istrimu ? Allah memerlukan, supaya engkau halalkan (lepaskan) sumpah itu dengan membayar kifarat sumpah.20

Apabila diperhatikan melalui beberapa contoh diatas, metode penafsiran yang digunakan oleh Mahmud Yunus cenderung kepada pendekatan tahlili yang menyangkut berbagai aspek yang dikandung pada ayat yang ditafsirkan seperti pengertian kosa kata, asbabunnuzul, dan pendapat-pendapat yang berkenaan dengan tafsir ayat-ayat tersebut. Akan tetapi di beberapa tempat, penafsiran yang dilakukan cenderung kepada penjelasan ijmali. Metode ini ditempuh ketika menafsirkan surah- surah pendek dalam al-Qur’an. Salah satunya adalah penafsiran QS. al-Tin.

ِنوُت ّزل َو ِنيّتل َو ۡي ٱ ٱ ِنوُت ّزل َو ِنيّتل َو ۡي ٱ ٱ ١

َنيِني ُُِس ِروُطَو ١

ِدَُُلَب اَذَُُٰهَو ۡلٱ ٢

ِنيِم َأۡلٱ يِو َت ِن َ ٖم ۡق ُُُس َأ ٓيِف َن َٰ ۡح ُُُسنِإ اَُُُن َلَخ َقَل ۡلٱ ۡق ۡد ٣

َلَف َأ ُهَُُُٰن َدَر ّمُث ۡس ۡد ٤

َنيِلِفَٰس وُُُن َم ُر َغ ٌر َأ ُهَلَف ِتَٰحِلّٰصل ْاوُلِمَعَو ْاوُنَماَء َنيِذّل ّلِإ ٖن ۡم ۡي ۡج ۡم ٱ ٱ ٥

٦

ِنيّدل ِب ُد َب َكُبّذَكُي اَمَف ٱ ۡع َنيِمِكَٰح ِمَك ۡلٱ ۡح َأِب ُهّلل َس َلَأ ٱ ۡي ٧

٨

19 Mahmud Yunus.

20 Mahmud Yunus, h. 838.

(12)

1. Demi Tin, demi Zaitun, 2. Demi gunung Sina, 3. Demi negeri ini yang aman (Makkah), 4. Sesungguhnya Kami ciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk. 5. Kemudian Kami kembalikan dia serendah-rendah orang yang rendah, 6.Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan (amal) yang salih, maka untuk mereka itu pahala yang tiada putus- putusnya. 7. Maka apakah sebabnya engkau mendustakan agama (pembalasan) sesudah (keterangan) itu? 8. Bukankah Allah seadil-adil hakim?

Keterangan Surat At-Tin:

Dalam surat ini Allah bersumpah dengan pohon Tin dan Zaitun, karena keduanya itu buah-buahan yang banyak manfaatnya kepada manusia, sehingga dokter-dokter masa sekarang memberi nasehat kepada orang supaya banyak memakan buah-buahan, karena besar khasiatnya untuk kesehatan badan. Dan lagi Allah bersumpah dengan bukit yang bernama Thur Sina, karena disanalah turun wahyu kepada Musa. Adapun negeri ini (Makkah) adalah tmpat turunnya wuhyu kepada Nirbi Muhammad s.a.w.21

Berdasarkan beberapa contoh tersebut dapat dilihat bahwa terdapat unsur metode penafsiran yang terkandung di dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Mahmud Yunus, berada dalam ambang metode tahlili dan ijmali. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa metode tahlili Tafsir Mahmud Yunus tidak seperti tafsir tahlili yang umum dikenal seperti Tafsir al-Qurthubi, al-Zamakhsyari, ataupun mufasir Indonesia, seperti Quraish Shihab dengan Tafsir Al-Misbah yang memiliki penjelasan panjang nan mendetail dengan karya yang mujallid (berjilid-jilid). Tafsir Mahmud Yunus cenderung ringan dari segi kuantitas penjelasan dengan jilid paling banyak berjumlah tiga jilid. Oleh karena itu apabila dilihat aspek ini sebagai perbandingan, maka Tafsir Mahmud Yunus masuk ke dalam kelompok tafsir dengan metode Ijmali.

3. Sumber dan Corak Penafsiran

Terkait sumber penafsiran, terdapat kecenderungan kebahasaan ketika menerjemahkan suatu kata (istilah), Mahmud Yunus lebih menekankan pada pengertian leksikal dan semantik yang cenderung kepada penafsiran bi al-ra’yi, sesuai perkembangan bahasa pada saat Al-Qur'an diturunkan. Salah satunya pada penjelasan kata mutawaffika di dalam QS. Ali Imran: 55,

يّنِإ ٰٓىَسيِعَٰي ُهّلل َلاَق ِإ ٱ ۡذ

َكيّفَوَتُم ّيَلِإ َكُعِفاَرَو

...

٥٥

21 Mahmud Yunus, h. 910-911.

(13)

Terjemah:

(Ingatlah), ketika Allah berfirman: "Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada- Ku ...".

Kata mutawaffika dalam frasa ini diterjemahkan secara leksikal dengan makna “mewafatkan” (mematikan). Menurut Mahmud Yunus, itu adalah penger tian yang biasa dipakai dalam bahasa Arab, dan tidak ada indikasi bagi pengertian yang lain. Mahmud Yunus menyatakan,

Qur'an itu diturunkan Allah dengan bahasa Arab yang terang, sebab itu haruslah kita artikan kata-kata yang di dalamnya dengan makna yang biasa terpakai dalam bahasa itu, kecuali jika ada satu sebab yang mentakwilkannya (memutar artinya), seperti firman Allah

“Yatawaffākum bil-laili” (mewafatkan kamu pada malam hari), maka artinya di sini menidurkan, bukan mematikan.22

Berdasarkan pernyataan tersebut, penerjemahan kata mutawaffika dengan mewafatkan setidaknya memberikan pemahaman dan bahkan keyakinan, bahwa Nabi Isa benar-benar wafat dan berada dalam derajat yang tinggi di sisi Allah.

Mahmud Yunus dengan tegas mengatakan bahwa kata mutawaffika dalam ayat di atas berarti mewafatkan, sesuai pengertian leksikal Arab ketika ayat itu diturunkan, dan memang tidak ada indikasi yang dapat memutar (mentakwil) pengertian ini kepada pengertian lain.

Selain penerjemahan leksikal, Tafsir Mahmud Yunus juga menerapkan terjemahan kontekstual ayat, sesuai semantik kata yang terpakai dalam kalimat al-Quran. Kecenderungan penerjemahan ini –sebagaimana pada contoh terkait istilah al-Rahman dan al-Rahman di penjelasan sebelumnya—. Kemampuan menafsirkan ini tentu tidak bisa dipisahkan dari kompetensi Mahmud Yunus dalam bidang bahasa al-Qur'an, yaitu bahasa Arab. Kompetensi yang terus terasah seiring keberadaanya sebagai di berbagai lembaga pendidikan.23

Secara umum dapat dikatakan bahwa model tafsir bi al-ra’yi yang ditempuh Mahmud Yunus dalam tafsirnya adalah dengan cara mengakomodir

22 Mahmud Yunus, 76-77.

23 Iskandar, “Tafsir Qur’an Karim Karya Mahmud Yunus Kajian atas Karya Tafsir Nusantara.”, h. 7.

(14)

agar penjelasan ayat mudah dicerna dan dipahami. Mahmud Yunus berpandangan bahwa al-Qur’an sebagai kitab hidayah yang universal, semestinya dapat diamalkan oleh kaum Muslimin secara khusus dan seluruh manusia secara universal.24

Di dalam penafsiran yang dilakukan Mahmud Yunus di dalam Tafsir Al- Qur’an Al-Karim tidak ada corak keilmuan tertentu yang mendominasi penafsiran ini. Apabila dilihat istilah yang digunakan oleh Ali Iyazi, Tafsir ini bisa tergolong sebagai Tafsir al-hida’i yang berfokus kepada kepada kapasitas al- Quran sebagai petunjuk dengan cara mengkaji, menggali hikmah dalam syariat yng ditetapkan, yang mendorong manusia kepada petunjuk al-Quran.25 Atau dengan unsur adab wal ijtima’i sesuai dengan visinya terhadap al-Quran sebagai sebuah petunjuk yang menginspirasi kehidupan manusia, al-Quran diposisikan sebagai sumber yang menjadi parameter manusia dalam memaksimalkan potensi kehidupan yang dimiliki.

D. Kesimpulan

Tafsir Al-Qur’an Al-Karim karya Mahmud Yunus adalah sebuah karya tafsir berbahasa Indonesia. Apabila dilihat sekilas, karya tafsir ini seperti sebuah terjemahan al-Qur‟an yang ditulis dan dihasilkan oleh Mahmud Yunus. Namun, apabila benar-benar diteliti karya adalah sebuah penafsiran yang ringkas dengan unsur penjelasan yang cukup detail. Dari segi metode penafsiran, Al- Quran Al-Karim karya Mahmud Yunus terdapat perpaduan antara tahlili dan ijmali. Terkait sumber penafsiran kecenderungan ini berkutat pada penafsiran bi al-ra’yi, dengan corak tafsir al-hida’iy dan terdapat unsur adabi wal ijtima’i.

DAFTAR PUSTAKA

Akhyar, Faijul, dan Dkk. Diskursus Metodologi Dan Karya-Karya Tafsir Al- Qur’an Generasi Awal Di Indonesia. Yogyakarta: Zhahir Publishing, 2021.

24 Faijul Akhyar dan Dkk, Diskursus Metodologi Dan Karya-Karya Tafsir Al-Qur’an Generasi Awal Di Indonesia (Yogyakarta: Zhahir Publishing, 2021), h. 74.

25 Muhammad Ali Iyazi, Al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum (Kairo: Maktabah Wahbah, 2000), h. 66.

(15)

Amursid, M, dan Amaruddin Asra. “Studi Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Karya Mahmud Yunus.” Syahadah: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Keislaman Vol.

3, no. 2 (2015).

Howard, Federspiel. Kajian Al-Qur’an di Indonesia. Bandung: Mizan, 1996.

Iskandar, Edi. “Mengenal Sosok Mahmud Yunus Dan Pemikirannya Tentang Pemikiran Islam.” POTENSIA: Jurnal Kependidikan Islam Vol. 3, no. 1 (2017). https://doi.org/10.24014/potensia.v3i1.3492.

Iskandar, Iskandar. “Tafsir Qur’an Karim Karya Mahmud Yunus Kajian atas Karya Tafsir Nusantara.” Suhuf Vol. 3, no. No. 1 (2010).

Iyazi, Muhammad Ali. Al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum. Kairo:

Maktabah Wahbah, 2000.

Kusrini, Siti, dan Dkk. Jejak Pemikiran Pendidikan Ulama Nusantara:

Genealogi, Historiografi, dan Kontekstualisasi Pendidikan Islam di Nusantara. Semarang: CV Asna Pustaka, 2021.

“Perpres RI No. 84 Tahun 2022,” t.t.

Rifa’I, H Ilyas. “Mengenal Kamus Arab-Indonesia Mahmud Yunus,” t.t.

Yunus, Mahmud. Tafsir Al-Qur’an Al-Karim. 7 ed. Selangor: Klang Book Centre, 2003.

Zulmardi. “Mahmud Yunus Dan Pemikirannya Dalam Pendidikan.” Jurnal Ta’dib Vol. 12, no. No. 1 (2009).

(16)

LAMPIRAN

Referensi

Dokumen terkait

Kedua, Pesan yang moral yang dapat kita ambil dari kisah Nabi Yunus dalam Jāmi’ al-Bayān ‘an Ta’wīl āy al-Qur’ān antara lain pentingnya kesabaran dalam berdakwah,

apa yang tergores dalam jiwa dengan salahsatu bahasa. Ini diajarkan Allah, kalau tidak diajarkan Allahmanusia tidak akan bisa berbicara. Oleh karena isi ayat ini

7 Al-Imam Abul Fida Isma‟il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir Juz 3 al-Baqarah 253 s.d.. Allah tidak dapat memberi syafa‟at. “Yakni, mereka tidak kuasa

Dari ketiga penelitian yang sudah dilakukan, setelah ditelaah maka terdapat adanya cela bagi penulis untuk melanjutkan penelitian-penelitian sebelumnya untuk mengkaji tafsir yang

sebagaimana yang terjadi pada generasi hari ini yang mentakwilkan al-Qur’an sewenangnya. Baik al-Tabari mahupun al-Maturidi masing-masing telah mengusahakan suatu

Dalam kajian ini, bertujuan ingin mengeksplorasi berbagai pendapat dari kalangan ulama dalam kitab-kitab tafsir yang mereka tulis. Dari survei literatur beberapa

Jadi, persamaan penjelasan kedua kitab tafsir ini menjelaskan bahwa sama-sama menjelaskan bahwa Allah mengutus Luth untuk melarang kaum sodom melakukan perbuatan homoseksual dan azab