Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora Juli 2021 eISSN 2657- 0998
1059
Analisis Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kebijakan terhadap Efektivitas Pemberian Makanan Tambahan pada Balita Gizi
Kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Tiji
1Riska Nurrahmah, 2Nyanyak Muliana
1,2Dosen Progran Studi Ilmu Kebidanan Medika Nurul Islam Sigli [email protected]
ABSTRACT
The Supplementary Food Program (PTM) is a government effort in overcoming the problem of malnourished children under five. Based on the evaluation of the PMT program from September to November 2017, it was found that 18 underfives (66.7%) had no increase in nutritional status. Supplementary food provision has not been effective, it is suspected that the implementation of the PMT program has not been effective. The research objective was to determine the factors that affect the effectiveness of sending / receiving, storing, distributing and providing additional food for malnourished toddlers in the Padang Tiji Community Health Center in 2019. This type of research is descriptive qualitative with an ex post facto approach.
The informants were 6 people consisting of 1 nutrition officer, 1 head of puskesmas, 4 village midwives. To further explore the effectiveness of PMT, 27 mothers of children under five were included with data collection through interviews based on questionnaires. Data were analyzed by reduction, presentation and drawing conclusions as well as describing the factors affecting the effectiveness of PMT. The results showed that PMT was not yet effective due to the delay in sending biscuits to the puskesmas, storing biscuits in the inpatient room on the floor and storing them in the target house in cupboards and boxes. Distribution requires additional officers and special vehicles so that they do not use other tasks and the form of reports is not yet systematic. Another factor is diet and health care patterns.
It is recommended that the head of the puskesmas make technical guidelines on the involvement of midwives and cadres in monitoring the PMT program and provide training to improve the ability to manage the diet of malnourished toddlers. To prioritize the MCH program, especially under-nutrition children by allocating BOK funds. Health workers provide regular health education to increase maternal knowledge about the benefits of providing additional food for toddlers.
Keywords: Supplementary Feeding Programs, Undernourished Toddlers
PENDAHULUAN
Data World Health Organization (WHO) mengemukakan bahwa kematian anak di bawah usia 5 tahun mencapai 6,6 juta jiwa tahun 2012 atau hampir 18.000 orang setiap hari. Risiko seorang anak untuk meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun untuk kawasan Eropa sebesar 12 per 1.000 kelahiran hidup dan di Afrika sekitar 8 kali lebih tinggi dari
1060
kawasan Eropa (95 per 1000 kelahiran hidup). Sedangkan kawasan Asia, khususnya Asia Selatan mencapai 50 per 1000 kelahiran hidup (WHO, 2013).
Menurut data World Health Organization (WHO) permasalahan gizi pada anak balita menjadi salah satu prioritas dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian.
Status gizi balita dapat dilihat dari indikator stunting, wasting, overweight and underweight.Pada tahun 2016, secara global ditemukan 155 juta anak di bawah 5 tahun (balita) mengalami stunting, 52 juta wasting dan 41 juta obesitas dengan 23% dari semua anak di bawah 5 tahun mengalami stunting (WHO, 2016).
Gizi buruk menyebabkan lebih dari 80% kematian pada anak di Indonesia.
Berdasarkan data Riskesdas (2013), prevalensi balita dengan masalah gizi berdasarkan indikator BB/U adalah berjumlah 19,6% yang terdiri dari 5,7% balita dengan gizi buruk dan 13,9% balita dengan gizi kurang. Ini menunjukkan terdapatnya peningkatan angka kejadian kurang gizi pada tahun 2013, bila dibandingkan dengan data tahun 2007 yaitu sebesar 18,4% dan 17,9% pada tahun 2010. Perubahan terutama terlihat pada angka kejadian gizi buruk yaitu 5,4% pada tahun 2007, 4,9% pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 5,7% pada tahun 2013.
Permasalah gizi di Indonesia masih berdampak serius terhadap kualitas sumber Daya manusia (SDM) seperti kegagalan pertumbuhan, berat badan lahir rendah, pendek, kurus dan gemuk, dimana perkembangan selanjutnya seorang anak yang kurang gizi akan mengalami hambatan kognitif dan kegagalan pendidikan. Ini berdampak pada rendahnya produktivitas di masa dewasa. Kurang gizi yang di alami saat awal kehidupan juga berdampak pada peningkatan risiko gangguan metabolik yang berujung pada kejadian penyakit tidak menular seperti diabetes type II, stroke, penyakit jantung, dan lainnya pada usia dewasa (Kemenkes, 2019)
Laporan PSG 2017 dari derektorat Gizi Masyarakat Kemenkes RI, Berdasarkan indeks BB/U sebanyak 3,8% balitta mempunyai status gizi buruk dan 14,0% balita mempunyai status gizi kurang, sedangkan untuk presentase underweight/berat badan kurang/gizi kurang (gizi buruk + gizi kurang) pada kelompok balita (17,8%), berdasarkan indeks TB/U sebanyak 9,8% balita mempunyai status gizi sangat pendek dan 19,8% balita mempunyai status gizi pendek. Presentase stunting/pendek (sangat pendek + pendek) pada kelompok balita (29,6%), berdasarkan indeks BB/TB sebanyak 2,8% balita mempunyai status gizi sangat kurus dan 6,7% balita mempunyai status gizi kurus, dengan presentase wasting/kurus (sangat kurus + kurus ) pada kelompok balita (9,5%) (Kemenkes, 2018).
Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) ini telah dilaksanakan mulai tahun 2014 tetapi masih terbatas di 150 Kabupaten dan kota di Indonesia dengan jumlah sampel 13.168 balita. Pada tahu 2017 PSG telah berhasil di lakukan 514 Kabupaten dan Kota di 34 Provinsi, seluruhnya berpartisipasi dalam pelaksanaan PSG 2017 sebanyak 100% dengan melibatkan lebih kurang 154.200 balita, berhasil dikumpulkan sebanyak 170.891 balita (110,8%) dan 162.922 balita (105%) yang dapat di analisis. Kegiatan PSG di provinsi Aceh pada tahun 2017 meliputi 23 Kabupaten/Kota, dengan melibatkan 7.047 balita, sebanyak 24,8% mengalami Underweight, 35,7%mengalami Stuntinng, gizi kurang 12,8%, dan gemuk 3%. (Kemenkes, 2018)
Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora Juli 2021 eISSN 2657- 0998
1061 Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) merupakan upaya pemerintah dalam mengatasi masalah balita gizi kurang. Berdasarkan evaluasi `program PMT bulan Januari sampai juni 2019 kepada 239 balita gizi kurang ditemukan 27 balita (66,7%) tidak mengalami peningkatan status gizi. Pemberian Makanan Tambahan belum efektif diduga disebabkan pelaksanaan program PMT belum efektif. Dari hasil pemantauan status gizi tahun 2017 kabupaten pidie status gizi balita berdasarkan Indeks BB/U dengan kategori gizi kurang dari 87 balita (38,7%) (Profil Data dinas Kesehatan Pidie. 2018)
Balita yang mengalami gizi kurang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, persediaan pangan, sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, dan adanya daerah miskin Iodium serta penyakit infeksi. Berbagai faktor sosial ekonomi ikut memengaruhi pertumbuhan anak. Faktor sosial ekonomi tersebut antara lain: pendidikan, pekerjaan, budaya, pendapatan keluarga, besarnya jumlah anggota keluarga (UPTD Puskesmas Padang Tiji. Laporan Perkembangan Status Gizi Balita; 2016-2018.).
Upaya pemerintah dalam mengatasi masalah gizi kurang dengan menyelenggarakan program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) kepada balita. Tujuan PMT diselenggarakan untuk mengatasi kekurangan gizi yang terjadi pada kelompok usia balita gizi kurang. PMT merupakan program intervensi terhadap balita yang menderita kurang gizi dimana tujuannya ialah untuk meningkatkan status gizi anak serta untuk mencukupi kebutuhan zat gizi anak sehingga tercapainya status gizi dan kondisi gizi yang baik sesuai dengan usia anak tersebut (Yulindar, 2012).
Dinas Kesehatan Pidie memiliki 25 kecamatan mempunyai balita gizi kurang sebnayak 474 balita pada tahun 2017, Berdasarkan data dari Puskesmas Padang Tiji Tahun 2017 terdapat 51 balita mengalami gizi kurang terdiri dari laki-laki 24 orang dan perempuan 27 orang. Mengalami peningkatkan tahun 2020 menjadi 52 orang terdiri dari laki-laki 25 orang dan perempuan 27 orang. Sedangkan pada tahun 2019 balita yang mengalami gizi kurang mengalami penurunan yang sangat pesat, puskesmas Padang Tiji hanya mempunyai 46 balita gizi kurang. Hal ini sangat berdampak positive dikarenakan program PMT yang sudah efektif (Suhardjo, 2010).
Program peningkatan status gizi balita di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Tiji yang telah dilakukan diantaranya adalah pemberian makanan tambahan (PMT) dan pemantauan status gizi dengan melakukan penimbangan pada balita melalui kegiatan posyandu. Hasil survei pendahuluan pada bulan November 2019 berdasarkan program PMT telah diselenggarakan kepada 27 balita gizi kurang (usia 6-11 bulan 2 orang dan 12- 59 bulan 25 orang) pada bulan September dan berakhir bulan November 2019 dan hasil evaluasi bulan Desember diketahui bahwa18balita (66,7%)tidak mengalami peningkatan status gizi dan 9 balita (33,3%) mengalami peningkatan status gizi normal. Keadaan ini disebabkan program PMT yang dilaksanakan masih belum terlaksana dengan efektif, terlihat dari masih tingginya masalah gizikurang pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Tiji (Profil Data dinas Kesehatan Pidie. 2018).
1062
Pendistribusian biskuit ke balita sasaran cenderung tidak sesuai dengan kebutuhan selama 3 bulan. Jumlah biskuit yang diterima dari Dinas Kesehatan Pidie sebanyak 1965 bungkus kepada 27 balita gizi kurang, sedangkan yang dibutuhkan 2.370 bungkus dan jumlah kekurangan sebanyak 405 bungkus sehingga balita sasaran tidak menerima biskuit sesuai ketentuan yang telah ditetapkan.
Pelaksanan pemantauan status gizi dengan melakukan penimbangan pada balita melalui kegiatan posyandu sudah terlaksana dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan pencapaian kunjungan posyandu yaitu dari 2725 balita di wilayah kerja Puskesmas Padang Tiji yang datang dan ditimbang sebanyak 2458 balita (90%) setiap bulannya dan apabila terdapat ibu yang tidak hadir ke posyandu maka petugas kesehatan melakukan program kejar timbang dengan mengunjungi langsung rumah, sehingga setiap balita dapat terpantau pertumbuhannya secara berkala (Profil Data dinas Kesehatan Pidie. 2018).
Melihat kondisi ini, maka peneliti ingin mengangkat tema tentang program PMT kepada balita dengan jenis penelitian deskriptif kualitatifuntuk mengetahui informasi lebih jauh tentang efektivitas PMT.Peneliti melakukan wawancara kepada petugas pengelola gizi dan masyarakat tentang faktor penyebab pelaksanaan program PMT belum efektif. Untuk mencari informasi tentang pemberian PMT kepada balita gizi kurang, maka peneliti juga memberikan kuesioner kepada ibu dari balita gizi kurang.
Program PMT ditujukan kepada balita yang mengalami masalah status gizidengan memberikan biskuit tinggi protein dari Dinas Kesehatan Pidie. Pelaksanaan program PMT pada balita ini belum terlaksana dengan efektif, dimana terdapat keterlambatan penerimaan PMT yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Pidie, kepada puskesmas, misalnya pengajuan PMT untuk tahun 2016 baru diberikan di tahun berikutnya sehingga masalah status gizi tidak dapat diselesaikan dengan optimal dan berkesinambungan serta terjadi peningkatan pada ruang rawat inap.
Pendistribusian biskuit diberikan setiap bulan dan ada yang diberikan satu kali pemberian karena lokasi sasaran sangat jauh. Petugas gizi memberikan penyuluhan kepada keluarga sasaran di rumah saat berkunjung memberikan biskuit dan ada juga sewaktu ibu membawa balita gizi kurang ke posyandu untuk ditimbang. Petugas kesehatan menyampaikan informasi tentang menu makanan mengandung gizi baik terdiri dari nasi, lauk, sayuran, buah dan susu. Petugas juga menganjurkan agar ibu menambah makanan seperti bubur kacang hijau, makanan puding lainnya dan membelikan makanan yang disukai balita untuk mempercepat proses kenaikan berat badannya. Petugas gizi memantau berat badan balita dengan melihat langsung Kartu Menuju Sehat (KMS) balita sasaran setelah ditimbang di posyandu. Petugas gizi melakukan pemantauan pemberian biskuit kepada balita kurang efektif karena biskuit diberikan yang seharusnya kepada balita tetapi diberikan kepada anak lainnya. Informasi lain yang diperoleh adalah tidak semua balita yang mengalami masalah gizi mendapatkan PMTsesuai kebutuhan disebabkan masih banyak balita mengalami gizi kurang yang tidak terdata oleh tenaga kesehatan dan dana program gizi yang tidak mencukupi. Untuk memperkuat dugaan tentang efektivitas PMT kepada balita gizi kurang, maka peneliti mewawancarai 3 orang ibu. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi bahwa petugas gizi memberikan PMT kepada ibu dari
Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora Juli 2021 eISSN 2657- 0998
1063 balita gizi kurang ada yang diberikan 3 kali untuk kebutuhan 3 bulan dan ada yang diberikan 1 kali untuk kebutuhan selama 3 bulan.Ibu mendapatkan biskuit tidak sesuai dengan kebutuhan bayi selama 3 bulan. Biskuit yang diberikan tenaga kesehatan disimpan dalam kotak atau lemari serta diberikan kepada anak lainnya disebabkan kurangnya pengetahuan itu tentang manfaat PMT bagi balita gizi kurang. Pemberian menu makanan yang dikelola ibu belum sesuai dengan gizi yang dianjurkan disebabkan pendapatan keluarga rendah.
Berdasarkan berbagai faktor penyebab pelaksanaan PMT belum efektif dan ibu kurang mengelola menu makanan gizi baik menyebabkan peningkatan status gizi tidak sesuai yang diharapkan di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Tiji, maka sangat perlu diadakan penelitian faktor penyebab pelaksanaan PMT kurang berhasil dan berdaya guna.
Pengkajian PMT tidak hanya terlihat dalam bentuk hasil evaluasi tetapi juga dapat tinjau dari segi waktu, ketersediaan dana, tenaga dan sebagainyauntuk menghimpun data yang akan disampaikan kepada penyelenggara, pengelola dan pelaksana program serta pihak- pihak lainnya yang terkait sebagai masukan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penghentian, perluasan, perbaikan dan peningkatan status gizi balita di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Tiji. Sehubungan dengan itu, pihak-pihak yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan tentang peningkatan status gizi balita ini menyetujui bahwa program peningkatan status gizi balita harus dilakukan secara efektif dan sungguh- sungguh sehingga balita tidak mengalami gizi kurang.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik mengetahui faktor yang memengaruhi efektivitas Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pada balita Gizi kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Tiji..
METODE PENELITIAN Subyek Penelitian
Sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling, Adapun kriteria- kriteria penentuan informan yang tepat, dalam pemberian informasi dan data yang tepat dan akurat pada penelitian ini yaitu informan adalah petugas gizi yang memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam menjalankan program gizi kepada masyarakat. Selanjutnya informan lainnya adalah kepala puskesmas, dan bidan desa. Selanjutnya ibu dari balita gizi kurang dengan tempat tinggal dekat puskesmas dan tempat tinggal jauh dari puskesmas.
Jumlah ibu dari balita gizi kurang adalah 27 orang.
Pengambilan Data
Pengukuran dilakukan melalui wawancara secara mendalam kepada informan dengan menggunakan pedoman wawancara.Kegiatan wawancara mendalam tersebut direkam menggunakan alat perekam, selanjutnya hasil rekaman tersebut dituliskan dalam bentuk verbatim. Untuk memperdalam analisis tentang faktor yang memengaruhi efektivitas PMT, maka ibu dari balita gizi kurang diwawancarai yang berpedoman pada kuesioner untuk mengetahui bagaimana pemberian makanan tambahan balita gizi kurang
1064
sehari-hari. Jumlah pertanyaan sebanyak 16 pertanyaan dengan menggunakan skala Guttman alternatif jawaban ya dan tidak.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Tema Faktor yang Memengaruhi Efektivitas Pelaksanaan PMT pada Balita Gizi Kurang
Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dapat diidentifikasi tema tentang fakor yang mempengaruhi efektivitas pelaksanaan PMT pada balita gizi kurang sebagai berikut.
Tabel 1. Matriks Identifikasi Tema Faktor yang Memengaruhi Efektivitas Pelaksanaan PMT pada Balita Gizi Kurang
No Tema Hasil Wawancara
M N H K J I Hasil
Pengiriman/ Penerimaan 1 Pengiriman dan
Pemeriksaan PMT
Terlambat dan petugas gizi
Terlambat dan petugas gizi di puskesmas
Terlambat dan kurang
ngerti
Terlambat dan tidak pernah dilakukan
Terlambat dan tidak
pernah dilakukan pemeriksaan
Terlambat dan tidak
ada dilakukan
Terlambat dan petugas gizi
2 Kapasitas
Gudang
Ruang khusus tidak ada
Bekas ruangan rawat inap
Gak pernah lihat, gak pernah tahu
Gak tahu Tidak tahu Tidak tahu
Ruangan rawat inap
3 Kendala
Pemeriksaan Biskuit
Secara teknis tidak ada
evaluasi
PMT biasanya kurang
Saya kurang paham
Kurang paham
Kurang paham
Kurang paham
PMT kurang
4 Saran
Pemeriksaan MT
Evaluasi pemberian
MT
Ketersediaan gudang, alat transportasi
Bukan kerja saya
Bukan kerja saya
Bukan kerja saya
Bukan kerja saya
Ada gudang penyimpanan dan
transportasi Penyimpanan
5 Kondisi
Tempat Penyimpanan
Bangunan permanen
Gudang tidak memenuhi
standar
Di ruang rawat yang
kosong
Gak tahu Di ruang rawat
yang kosong
Ruang rawat inap
6 Ciri-Ciri
Barang MT Rusak
Belum pernah kita jumpai
Kemsan robek, bentuk
hancur, kadaluarsa
Disimpan di lemari
Expired atau koyak
bungkus
Sudah terbuka kemasannya dan expired
Expired Tidak ada biskuit rusak
7 Pelaporan
Barang MT Rusak
Tidak Ada Yang Rusak
Dilaporkan ke dinas
Dicatat di buku laporan
Belum pernah rusak
Tidak memeriksa
barang
Biskuit tidak rusak
Tidak ditemukan rusak
8 Pemantauan Penyimpanan
MT
Tanggal masuk dan
kapan didistribusikan
Kadaluarsa, ruang penyimpanan
lembab
Bukan wewenang
Tidak ikut memantau
Tidak ada Enggak ada
Tanggal masuk, waktu pendistribusian,
kadaluarsa, tempat penyimpanan
9 Kendala
Penyimpanan Barang MT
Bukan gedung ruangan
khusus
Ruangan lembeb, kurang sinar
matahari
Tidak tahu Tidak pernah menyimpan
Tidak ada kendala
Tidak ada ruangan
khusus
Tidak ada ruangan khusus
10 Saran
Penyimpanan Barang MT
Membangun gedung
Ada rak-rak untuk menyimpan
Tempat yang baik
Ada gudang khusus
Gudang khusus
Ada lemari
Ruangan khusus dengan rak-rak
Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora Juli 2021 eISSN 2657- 0998
1065 Hasil Kuesioner tentang Faktor yang Memengaruhi Efektivitas Pemberian Makanan PMT
Hasil pengumpulan data kepada ibu dari balita gizi kurang menggunakan wawancara berpedoman kepada kuesioner tentang faktor yang memengaruhi efektivitas PMT pada balita gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Padang Tiji disajikan sebagai berikut.
Tabel 2. Distribusi Jawaban Ibu tentang Faktor yang Memengaruhi Efektivitas Pemberian Makanan PMT
No. Pertanyaan
Balita Naik BB Balita Tidak Naik BB
Tidak Ya Tidak Ya
Penerimaan PMT dari petugas F % % F f % % F
1 Penerimaan jumlah MT Balita (biskuit) dari tenaga kesehatan sesuai dengan usia balita (jika usia 6-11 bulan diberikan 20 bungkus) dan usia 12-59 bulan diberikan 30 bungkus setiap bulan.
0 0,0 9 100,0 9 50,0
9 50,0 barang
Pendistribusian
11 Pencatatan dan Pelaporan MT
Ada Pakai tanda terima
Dicatat di buku
Tidak pernah
Ada pencatatan
Tidak ada pencatatan
Dicatat dalam laporan
12 Keterlibatan Petugas Dalam Pemberian MT
Petugas gizi dan bidan desa
Petugas gizi dan bidan desa
Petugas gizi dan bidan desa
dan kader
Petugas gizi dan bidan desa
Petugas gizi dan bidan
desa
Petugas gizi dan bidan desa
Petugas gizi dan bidan desa
13 Pendistribusian MT
Data yang diambil dari petugas gizi
20 bungkus umur 6-11 bulan dan 30 bungkus untuk
12-59 bulan
Biskuit kurang
Naik kereta Naik kereta Berikan kepada orang tuanya
Jumlah tidak sesuai dan ada yang yang sesuai
14 Kendala dan Saran Dalam Pendistribusian
MT
Kekurangan petugas
Pemberdayaan kader
Tidak ada kendala
Tidak ada kendala
Tidak ada kendala
Sepeda motor
Tidak ada kendala (kendaraan roda
2)
15 Kendala dan Strategi Dalam
Melakukan Pemantauan
Kurang petugas, mengutamaka
n ke daerah sasaran,
Biskuit dimakan anak
lain dan ibu
Tugas program
gizi
Tidak tahu Memantau di posyandu
Tidak tahu
Kekurangan tenaga, biskuit dimakan anak lain dan ibu
16 Pemantauan Pendistribusian
MT
Data dari petugas gizi, format belum
ada
10 hari kunjungan atau 1 bulan
sekali, timbang di
posyandu, format belum
ada
Setiap minggu
Tidak ada 1 bulan sekali di posyandu
2 minggu sekali
10 hari, 2 minggu, dan 1
bulan, format laporan belum
ada
17. Aspek-Aspek Dinilai
Legal standing Berat badan, asupan makanan, pola
asuh
Bukan tugas saya
Penimbang an berat
badan
Penimbanga n
berat badan
Berat Badan asupan makanan,
pola asuh
1066
2 MT Balita (biskuit) dengan bungkus baik
(tidak rusak) ? 0 0,0 9 100,0 0 0,0 1
8 100,0
3 Apakah ibu menerima MT Balita (biskuit)
tiap bungkus berisi 12 keping biskuit? 0 0,0 9 100,0 0 0,0 1
8 100,0
Penyimpanan PMT di rumah tangga
4 Penyimpanan biskuit tempat yang sering, bersih dan tertutup agar terhindar dari binatang pengganggu?
2 2,22 7 77,8 38,9 61,1
Tempat Penyimpanan
a. Kotak lemari. 13 orang (48,1%) 0 0,0 9 100 0,0 50,0
b. Toples. 14 orang (51,9%) 0 0,0 0 0,0 0,0 50,0
Pemberian PMI kepada balita
5 Pemberian biskuit pada balita usia 6 – 11 bulan diberikan 8 keping per hari atau 12 keping per hari balita usia 12-59 bulan
3 33,3 6 66,7 77,8 22,2
6 Pemberian biscuit diberikan kepada anggota
keluarga lainnya 7 77,8 2 22,2 1
1
61,1 7 38,9
a. Dimakan anak lainnya orang 0 0,0 1 50,0 0,0 42,9
b. Dimakan orangtua orang karena tidak habis dimakan
0 0,0 1 50,0 0,0 57,1
7 Pemberian biscuit bulan berikutnya
1 1,1 8 88,9 11,1 88,9
8 Pemberian biscuit lanjutan bila balita sudah
bertambah berat badan 2 22,2 7 77,8
Waktu Pengehntian pemberian biskuit a. Setelah 1 bulan lebih
3 33,3 b. setelah 2 bulan lebih atau 3 bulan
6 66,7 Penyuluhan
9 Mendapatkan penyuluhan di Posyandu oleh
tenaga kesehatan 0,0 9 100,0 0 0,0 18 100,0
10 Pemberian penyuluhan oleh tenaga kesehatan
di rumah 0,0 9 100,0 0 0,0 18 100,0
Pemberian penyuluhan oleh tenaga kesehatan
di rumah sewaktu dating ke rumah 0,0 9 100,0 0 0,0 18 100,0 Penimbangan balita
11 Apakah ibu setiap bulan membawa balita ke
posyandu untuk ditimbang? 0,0 9 100,0 1 5,6 17 94,4
12 Kehadiran ke posyandu selama 3 bulan terturut-turut untuk memantau pertambahan
0,0 9 100,0 1 5,6 17 94,4
Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora Juli 2021 eISSN 2657- 0998
1067
berat badan?
Pola Asuh
13 Pemberikan makanan setiap hari terdiri dari nasi, sayur, lauk, susu, buah, (kalau usia bayi < 2 tahun diberikn ASI)
5 55,6 4 44,4 8 100,0 0 0,0
14 Pemberian makanan tambahan lain selain makanan sehari-hari seperti makanan roti, puding, bubur kacang ijo dan makanan lainnya. Sebutkan:
0 0,0 9 100,0 10 55,6 8 44,4
15 .
Jika sakit, apakah balita dibedakan makanannya dengan makanan anggota
keluarga lainnya? 2 22,2 7 77,8 6 88,9 2 11,1
16 Apakah balita sakit dibawa ke fasilitas
kesehatan? 3 33,3 6 66,7 6 33,3 12 66,7
Berdasarkan jawaban ibu dari balita status gizi kurang diketahui bahwa ibu tidak mendapatkan biskuit sesuai dengan usia balita. Ibu dari balita naik berat badan semuanya mendapatkan biskuit sebanyak 30 bungkus setiap bulan, tetapi ibu dari balita tidak naik berat badannya ditemukan 9 orang (50%) tidak mendapatkan 30 bungkus biskuit. Ibu dari balita naik berat badan dan balita tidak naik berat badan mengatakan menerima biskuit dengan bungkus tidak rusak dan tiap bungkus berisi 12 keping biskuit yang mengandung 540 kalori (45 kalori per keping beskuit) sebanyak 9 orang sebanyak 27 orang.
Pembahasan
Berdasarkan hasil evaluasi diketahui bahwa setelah program PMT diselenggarakan mulai bulan September sampai November 2017 diperoleh hasil bahwa dari 27 balita gizi kurang yang mengikuti program tersebut, ternyata tidak hanya 9 orang (33,3%) yang mengalami peningkatan berat badan, dan sisanya sekitar 18 orang (66,7%) tidak mengalami peningkatan yang berarti. Hal ini dapat diartikan bahwa program PMT tersebut belum berjalan efektif yang seyogianya setiap balita mengalami peningkatan berat badan yang berarti (status gizi normal). Untuk mengetahui lebih jauh tentang faktor yang memengaruhi efektivitaskan PMT pada balita gizi kurang dijelaskan di bawah ini.
Pengiriman/Penerimaan Makanan Tambahan
Berdasarkan hasil wawancara informan triangulasi yaitu ibu dari balita gizi kurang mengatakan bahwa setelah biskuit diterima, pada umumnya ibu memperoleh biskuit tidak sesuai dengan kebutuhan bayi selama 3 bulan seharausnya tenaga kesehatan memberikan biskuit kepada balita usia 6-11 bulan sebanyak 20 bungkus per bulan dan usia 12-59 bulan sebanyak 30 bungkus.
Penyimpanan Makanan Tambahan
Berdasarkan hasil uji kadar air dan kadar asam lemak bebas pada biskuit kedua jenis kemasan, maka mutu kimiawi biskuit masih dapat memenuhi persyaratan sampai penyimpanan 10 minggu.
1068
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penyimpanan biskuit di ruang rawat inap ditempatkan di lantai. Sedangkan penyimpanan biskuit di rumah sasaran di dalam lemari dan kotak.
Pendistribusian Makanan Tambahan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendistribusian memerlukan penambahan petugas dan kendaraan khusus untuk mengantar biskuit ke rumah sasaran dan mengalokasikan dana operasional karena transportasi menggunakan kendaraan pribadi.
Pemberian Makanan Tambahan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ke lima tema faktor yang memengaruhi efektivitas PMT yang dikaji belum efektif dalam meningkatkan status gizi balita. Penting di masa mendatang program PMT dikelola dengan baik dengan melakukan strategis memberdayakan dan melatih para kader yang jumlahnya cukup dengan mengalokasikan dana operasional. Berbeda dengan penelitian Sugiyanti (2017) menyimpulkan hasil penelitiannya program PMT-P sudah efektif dalam meningkatkan berat badan balita sasaran di Kabupaten Tuban, walaupun masih terdapat kendala dalam pelaksanaan program.
PENUTUP Kesimpulan
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa laporan pemberian manakan tambahan tidak sistematis karena kekurangan petugas dan tidak memperdayakan kader dan bidan desa dalam kegiatan pemantauan pemberian MT agar lebih tepat sasaran.
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes RI, 2018. Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) dan Penjelasannya. Jakarta:
Kementerian Kesehatan, Direktorat Gizi Masyarakat.
Kemenkes, 2019. Masalah dan Kebijakan Gizi Di Indonesia.
Profil Data dinas Kesehatan Pidie. 2018
Suhardjo, 2010. Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak. Yogyakarta: Kanisius.
UPTD Puskesmas Padang Tiji. Laporan Perkembangan Status Gizi Balita; 2016-2018.
WHO, 2013. New Borns: Reducing Mortality.
WHO. World Health Organization. 2016.
Yulindar V, 2012. Gambaran Pola Asuh dan Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga Balita Bawah Garis Merah di Wilayah Puskesmas Saigon Kecamatan Pontianak Timur.
Naskah Publikasi; Fakultas Kedokteran. Universitas Tanjungpura. Pontianak.