ANALISIS POLA DISTRIBUSI TATA NIAGA DALAM PEMBENTUKAN HARGA PRODUK PERTANIAN
HORTIKULTURA PERSPEKTIF ISLAM (Studi di Desa Tawangargo, Kabupaten Malang)
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
Wimpi Gea Seprina Putri 145020501111047
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2022
ANALISIS POLA DISTRIBUSI TATA NIAGA DALAM PEMBENTUKAN HARGA PRODUK PERTANIAN HORTIKULTURA PERSPEKTIF ISLAM
(Studi Di Desa Tawangargo, Kabupaten Malang) Wimpi Gea Seprina Putri
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya Email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola saluran tata niaga komoditas unggulan Desa Tawangargo, Kabupaten Malang pada sektor pertanian hortikultura. Penelitian ini berdasarkan atas teori ekonomi kelembagaan, teori tata niaga, teori produksi, teori flukstuasi harga, teori permintaan dan penawaran, dan teori pembentukan harga. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi kasus yang menggunakan informan penelitian dimana informan utama adalah petani sekaligus ketua Gapoktan, dan informan pendukung adalah tengkulak besar, ketua RT yang mana juga merupakan tengkulak kecil, dan Kepala Desa Karangploso. Kesimpulan dari hasil penelitian ini menjelaskan bahwa perlunya pola distribusi yang efisien bagi petani dimana petani mendapatkan keuntungan yang sesuai dan akses permodalan yang layak. Tujuannya adalah untuk menciptakan imunitas usaha tani hortikultura di Desa Tawangargo, Kabupaten Malang melalui perwujudan harga yang adil. Dalam hal ini, apabila dilihat dari segi kelembagaan maka harga yang adil bagi petani adalah pada pola keempat dimana petani langsung mendistribusikan hasil pertaniannya langsung kepada konsumen. Pada penelitian ini juga menjelaskan bahwa panjangnya pola distribusi, keterbasan modal, dan timbulnya biaya transaksi merupakan faktor penyebab penerimaan harga yang didapatkan oleh petani menjadi rendah.
Kata kunci: Tata niaga hortikultura, Pola distribusi komoditas sayuran, Pembentukan harga.
A. PENDAHULUAN
Alam Indonesia memiliki potensi yang besar pada sektor pertanian. Dukungan iklim, kesuburan tanah dan hutan sebagai sumber air menyebabkan mayoritas penduduk Indonesia menggantungkan mata pencahariannya sebagai petani. Dewasa ini pun, sektor pertanian nasional terus menunjukkan performance positif. Dalam kurun lima tahun terakhir, yakni selama periode 2014-2018, rata-rata kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 10,26% dengan pertumbuhan mencapai 3,90% (Kementrian Pertanian, 2018).
Sementara itu, Badan Pusat Statistika (2015) justru mempublikasikan data yang sedikit lebih tinggi, yang mana rata-rata sumbangan sektor pertanian terhadap PDB mencapai 13,43% (selama kurun periode 2011-2013).
Pertanian menjadi salah satu sektor yang mendominasi struktur produk domestik bruto (PDB) yakni dengan struktur sektor pertanian sebesar 13,45% atau kedua tertinggi setelah sektor industri 19,62% pada kuartal III- 2019. Selanjutnya, kontribusi PDB sektor pertanian (di luar perikanan dan kehutanan) terhadap PDB nasional pada Tahun 2016 tersebut mencapai 10,21%. Andalan utama ekspor sub holtikutura sayuran pada tahun 2015 adalah kubis/kol sebesar (40.008 ton), selanjutnya diposisi kedua yaitu cabe sebesar (14.889 ton), ketiga ada bawang merah sebesar (8.418 ton), dan komoditas sayuran lainnya. Namun, apabila dilihat dari pertumbuhan ekspor tahun 2014 ke tahun 2015, yang memiliki pertumbuhan paling besar yaitu komoditas bawang merah sebesar 89,65% (Statistik Pertanian, 2016).
Menurut Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan sebagian besar wilayah Kabupaten Malang merupakan lahan pertanian, yaitu sekitar 14,31 persen (45.888 hektar) merupakan lahan sawah, 37,82 persen (121.286 hektar) adalah tegal/ladang/kebun, 7,53 persen (24.142 hektar) adalah areal perkebunan dan 11,30 persen (36.230 hektar) adalah hutan. Fasilitas jaringan irigasi telah banyak dibangun meliputi bendungan tetap, bangunan air, sumber air, pintu air dan saluran pembawa air yang diperuntukkan untuk mencukupi kebutuhan pengairan lahan sawah seluas 46.465 hektar (Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air, 2019). Namun, berdasarkan fakta dilapangan, tidak semua petani hortikultura dapat mengakses atau mengetahui harga hortikultura di pasar. Keterbatasan informasi harga yang didapatkan petani menjadikan petani cenderung pasrah dengan harga yang diberikan tengkulak untuk membeli hasil pertaniannya. Ekonom-ekonom muslim tentu menentang hal ini. Perbuatan monopoli terhadap kebutuhan-kebutuhan manusia, menjadi hal yang ditentang oleh Ibn Taymiyyah. Jika ada sekelompok masyarakat melakukan monopoli, maka wajib bagi pemerintah untuk melakukan pengaturan (regulasi) terhadap harga. Hal ini dilakukan untuk menerapkan harga yang adil.
Monopoli merupakan perbuatan yang tidak adil dan sangat merugikan orang lain, dan perbuatan tersebut adalah zalim, monopoli sama saja dengan menzalimi orang yang membutuhkan barang-barang kebutuhan yang dimonopoli (Shiddiqi, 1996).
Secara umum harga yang adil ini adalah harga yang tidak menimbulkan eksploitasi atau penindasan (kedzaliman) sehingga merugikan salah satu pihak dan menguntungkan pihak yang lain. Harga harus mencerminkan manfaat bagi pembeli dan penjualnya secara adil, yaitu penjual memperoleh keuntungan yang normal dan pembeli memperoleh manfaat yang setara dengan harga yang dibayarkannya (Islahi, 1997). Oleh karena itu dengan penjelasan latar belakang diatas, penulis bermaksud melakukan penelitian berkenaan dengan analisa tataniaga dalam pola distribusi pertanian hortikultura yang sangat panjang hingga menemukan penyebab petani belum sejahtera meskipun dengan potensi yang sedemikian rupa.
B. KAJIAN PUSTAKA A. Sistem Tata Niaga dan Pola Distribusinya
Tata niaga merupakan salah satu cabang aspek pemasaran yang menekankan bagaimana suatu produksi dapat sampai ke tangan konsumen (distribusi). Tata niaga dapat dikatakan efisien apabila mampu menyampaikan hasil produksi kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya dan mampu mengadakan pembagian keuntungan yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan tata niaga (Rahadi, 2000). Tata niaga sayuran hortikultura sebagai salah satu produk pertanian masih kurang efisien, apabila ditinjau dari pembagian keuntungan. Dapat dilihat dari sangat rendahnya harga produk hortikultura ditingkat pengusaha/produsen sayuran hortikultura, terutama produsen skala kecil (petani).
Untuk menanggulangi masalah tersebut, maka perlu mengetahui mata rantai distribusi beserta permasalahannya.
B. Mekanisme Pasar Persepektif Islam dan Pembentukan Harga yang Adil
Rasulullah sangat menghargai harga yang dibentuk oleh mekanisme pasar sebagai harga yang adil. Beliau menolak adannya intervensi harga seandainya perubahan harga terjadi karena mekanisme pasar yang wajar yaitu hanya karena pergeseran permintaan dan penawaran. Harga adalah salah satu elemen yang paling fleksibel dari bauran pemasaran. Tidak seperti sifat-sifat produk dan komitmen jalur distribusi, harga dapat berubah-ubah dengan cepat pada saaat yang sama penetapan harga dan persaingan harga adalah masalah utama yang dihadapi banyak eksekutif pemasaran.
C. Mekanisme Pasar Persepektif Islam dan Pembentukan Harga yang Adil
Sifat-sifat menghegemoni yang ditunjukkan oleh patron yang dalam studi ini adalah tengkulak/free-riders menunjukkan bahwa relasi antara petani dan tengkulak perlu untuk direduksi. Pembuatan imunitas bagi petani adalah langkah nyata yang patut untuk disegerakan. Karena, relasi yang terbangun antara petani dan tengkulak, lebih banyak merugikan petani. Padahal, petani adalah pemilik faktor produksi. Hal ini tentu menjadi isu penting dalam sistem pemasaran pertanian, tidak terkecuali di Desa Tawangargo sebagai kawasan studi pada penelitian ini.
C. Tindakan Kolektif sebagai Determinan Penting Pengendali Free- riders
Menurut (Yustika,2012) teori tindakan kolektif (collective action) pertama kali diformulasikan oleh (Olson 1971), khususnya saat mengupas masalah kelompok-kelompok kepentingan (interest groups). Lebih lanjut, Yustika menambahkan bahwa teori ini sangat berguna untuk mengatasi masalah penunggang bebas (free-riders) dan mendesain jalan keluar bersama bagi pengelolaan sumber daya bersama (common resources) atau penyediaan barang public (public goods). Olson (2001), menyatakan bahwa faktor penentu (determinan) yang berpengaruh terhadap keberhasilan tindakan bersama adalah ukuran, homogenitas, dan tujuan kelompok. Ketika faktor ini saling berpengaruh satu sama lainnya, sehingga disebut sebagai determinan penting (Yustika, 2012).
Secara umum, keberhasilan tindakan kolektif memang ditentukan dari ketika determinan penting diatas.
Dimana yang pertama adalah ‘ukuran’ (size), semakin besar suatu kelompok, maka kemungkinan untuk menjalankan suatu tindakan kolektif kian rumit. Artinya, suatu kelompok yang lebih kecil dimungkinkan lebih efisien dalam proses implementasi tindakan kolektifnya (Yustika, 2012). Karena, hal ini juga berpengaruh pada tingkat homogenitasnya, semakin besar suatu kelompok, maka probabilitas kompleksitas keberagaman kepentingan anggota juga akan semakin tinggi. Sementara tujuan kelompok (purpose of the group) harus dibuat secara fokus dengan mempertimbangkan kepentingan anggota. Karena, tujuan kelompok yang luas berpotensi untuk memecah kesatuan antaranggota sehingga dukungan terhadap tindakan bersama menjadi lemah (Yustika, 2012).
C. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini mengadopsi metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus (documentary analysis approach). Cresswell (2017) mendefinisikan penelitian sebagai metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang –oleh sejumlah individu atau sekelompok orang- dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Sedangkan pendekatan studi kasus dianggap pendekatan yang sesuai dalam mendukung proses penelitian untuk mengidentifikasi aktivitas permodalan dan transaksi permodalan yang dilakukan oleh para petani tersebut dengan pihak-pihak terkait. Cresswell (2017) mendefinisikan studi kasus adalah strategi penelitian dimana di dalam nya peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu.
B. Unit Analisis dan Penentuan Informan
Unit analisis dalam penelitian ini adalah pandangan Gabungan Kelompok Petani (GAPOKTAN) Desa Tawangargo itu sendiri. Penentuan unit analisis didasarkan pada pertimbangan obyektif dimana kelompok ini merupakan pelaku aktif dalam sektor agrikultur di desa tersebut. Oleh karena pendekatan yang nantinya akan dijadikan acuan adalah dari sudut pandang dari kejadian itu sendiri, maka cara berpikir induktif yang akan digunakan oleh peneliti. Pada penelitian ini, teknik sampling atau penentuan informan menggunakan non- probablity sampling dengan turunan snowball sampling yang dinilai sebagai teknik yang paling tepat. Menurut Sugiyono (2017), snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada awalnya jumlah sedikit , lama-lama menjadi besar.
Untuk mencari informasi dari pihak yang terkait dan memahami skema pembiayaan pertanian di Desa Tawangargo, peneliti menentukan dua jenis informan, yaitu:
1) Informan Kunci:
Informan kunci adalah beberapa petani yang mewakili GAPOKTAN Desa Tawangargo.
2) Informan Pendukung :
Informan pendukung dalam penelitian ini adalah perwakilan dari perangkat desa dan pihak ketiga yang menjadi mitra permodalan para petani.
C. Data dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan dua data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari obyek yang diamati secara langsung yakni peneliti melakukan wawancara langsung dengan representasi GAPOKTAN, perangkat desa dan pihak ketiga transaksi pembiayaan di Desa Tawangargo. Adapun data sekunder berupa data yang diperoleh peneliti sebagai pendukung data primer yaitu literatur Islam, dalil-dalil yang relevan, dan regulasi yang berkaitan dengan skema permodalan pertanian syariah dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
D. Instrumen dan Lokasi Penelitian
lokasi yang dipilih untuk melakukan penelitian adalah Desa Tawangargo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, dimana secara geografis merupakan salah satu Desa Perbatasan di wilayah Kabupaten Malang dan Kota Batu. Menjadi sentra penanaman holtikultura dan salah satu pemasok hasil perkebunan hortikultura di pasar induk provinsi Jawa Timur menguatkan penentuan lokasi penelitian di desa ini. Hal ini juga didukung dengan mayoritas mata pencaharian penduduk nya yang secara turun temurun berprofesi sebagai petani. Utomo dan Satriawan (2017) menyatakan bahwa berdasarkan data monografi desa diketahui bahwa 93,4% penduduk Desa Tawangargo bekerja pada sektor pertanian sebanyak 4.100 orang, yaitu meliputi petani (22,49%) dan buruh tani (70,94%). Selain itu, dalam 3 tahun terakhir, Pemerintah Kabupaten Malang menggadang-gadang desa ini sebagai desa percontohan agrowisata halal di Jawa Timur.
E. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan studi kasus dimana pengambilan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan studi pustaka. Dalam sebuah penelitian dibutuhkan data yang relevan dengan tujuan penelitian, oleh karena itu dibutuhkan teknik pengumpulan data yang tepat. Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam proses penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.
F. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data dari Miles dan Huberman (1984) yaitu dimulai dengan data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.
Gambar 3.1. Komponen dalam Analisis Data (Interactive Model) G. Rencana Pengujian Keabsahan Data
Uji Validitas Data
Menurut Sugiyono (2017) menyatakan bahwa uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji credibility (validitas interval), transferability (validitas eksternal), dependability (reliabilitas), dan confirmability (obyektivitas). Hal ini dapat digambarkan seperti gambar 3.2 berikut :
Sumber: Sugiyono, 2017 Gambar 3.2 Uji Validitas Data Uji Kredibilitas
Uji kredibilitas dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, trianggulasi, diskusi dengan rekan atau teman sejawat, analisis kasus negatif, dan member check.
Uji Transferability
Uji ini menekankan pada derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian sehingga peneliti harus membuat laporan penelitian dengan uraian yang rinci, jelas, dan sistematis. Transferability ini merupakan validitas eksternal dalam penelitian kualitatif. Validitas eksternal menunjukkan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke populasi dimana sampel tersebut diambil. Nilai transfer berkenaan dengan pertanyaan, sehingga hasil penelitian dapat diterapkan atau digunakan dalam situasi lain (Sugiyono, 2013: 130).
Uji Depenability
Uji depenability dilaksanakan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian oleh auditor atau pembimbing. Pada penelitian, audit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian dilakukan oleh dosen pembimbing.
Uji Confirmability
Uji confirmability adalah pengujian hasil penelitian yang dikaitkan dengan proses yang telah dilakukan.
Standar uji dikatakan terpenuhi jika hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan.
D.PEMBAHASAN
POLA DISTRIBUSI DAN TATANIAGA PRODUK HORTIKULTURA DESA TAWANGARGO
Di dalam aktivitas tata niaga hasil pertanian hortikultura Desa Tawangargo terdapat mata rantai panjang yang harus mereka lewati guna dapat menjalankan kegiatan operasionalnya. Sulitnya mendapatkan akses permodalan dari lembaga keuangan formal, membuat petani tidak punya pilihan selain meminjam modal pada tengkulak (bakul).
Fenomena Pemburu Rente Di Desa Tawangargo.
Dalam kasus yang terjadi di Desa Tawangargo, petani memiliki ketergantungan dengan beberapa pihak, salah satunya adalah tengkulak. Hubungan petani hortikultura desa Tawangargo dengan tengkulak membentuk hubungan timbal balik, (Recyprocity), dengan praktek sebagai berikut :
1. Tengkulak memberikan modal berupa uang, bibit, maupun pupuk yang dibutuhkan petani dalam kegiatan pertaniannya.
2. Tengkulak meminta jaminan berupa KTP (Kartu Tanda Penduduk) kepada petani hortikultura desa Tawangargo dengan tujuan untuk mengikat petani.
3. Dari pemberian pinjaman uang tersebut petani diwajibkan membayar melalui bunga sebesar 20% yang dibayarkan pada masa panen.
Di samping itu, tengkulak juga sudah mengatur sistem dengan sedemikian rupa hingga petani tidak bisa mengakses dan menjual hasil panennya ke pasar induk. Hal ini terbukti, ketika ada beberapa petani yang mencoba untuk menjual sendiri hasil panennya ke pasar, semua pembeli di pasar tersebut tidak ada yang berani membeli lebih dari yang ditentukan oleh para tengkulak, bahkan malah terjadi sebaliknya, harganya di bawah harga para tengkulak. Dengan demikian akhirnya para petani malah lebih rugi lagi karena harus membayar biaya angkut ke pasar.
Konsep Ideal Pola Distribusi Tataniaga Hortikultura Dalam Perspektif Islam
Islam menempatkan pasar pada kedudukan yang penting dalam perekonomian. Praktik ekonomi pada masa Rasulullah dan Khulafaurrasyidin menunjukkan adanya peranan pasar yang besar. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sangat menghargai harga yang dibentuk oleh pasar sebagai harga yang adil. Beliau menolak adanya price intervention seandainya perubahan harga terjadi karena mekanisme pasar yang wajar. Namun pasar mengharuskan adanya moralitas (fair play), kejujuran (honesty), keterbukaan (transparancy) dan keadilan (justice). Jika nilai-nilai ini ditegakkan, maka tidak ada alasan untuk menolak harga pasar.
.
E.KESIMPULAN Kesimpulan
1. Dalam mendistribusikan hasil panen komoditas hortikultura dari petani sampai kepada konsumen, terdapat beberapa pelaku tataniaga yang terlibat, yaitu: petani, tengkulak, pedagang besar, pedagang pengepul, pengecer, dan konsumen. Pendistribusian hasil pertanian dengan melalui empat pola, yaitu:
a. Pola pertama : (petani), (tengkulak), (pedagang besar), (pengecer), (konsumen)
b. Pola kedua : (petani), (tengkulak), (pengecer), (konsumen)
c. Pola Ketiga : (petani), (tengkulak), (pedagang pengepul), (konsumen) d. Pola keempat : (petani), (konsumen)
2. Praktik pemburu rente yang mengikat, memaksa para petani hingga tidak bisa keluar dan berkembang.
3. Lembaga desa menjalankan tugas pokok intinya, yaitu mengatur permodalan petani, dan Gapoktan berkoordinasi dengan KUD akan memberikan pendampingan dan pelayanan, sehingga mengurangi ketergantungan pada tengkulak.
4. Transparansi harga dan jumlah serta persebaran komoditas, akan mendorong akselerasi kinerja distribusi, mengurangi asymmetric information.
5. Pemahaman dan keterampilan petani hortikultura dalam memaksimalkan produk olahan perlu terus ditingkatkan sehingga budidaya tanaman organik menjadi lebih produktif menuju Tawangargo Desa Organik yang telah dicanangkan.
UCAPANTERIMAKASIH
Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih khusus kami sampaikan kepada Asosiasi Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya dan Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya yang memungkinkan jurnal ini bisa diterbitkan.
DAFTARPUSTAKA
Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran. Jilid I, Edisi Milenium. Jakarta, Prehalindo.
Qardhawi, Yusuf, Norma dan Etika Ekonomi Islam, diterjemahkan oleh Zainal Arifin Lc dan Dra. Dahlia Husin, Jakarta : Gema Insani, 1997.
Yustika, Ahmad Erani. 2013. Ekonomi Kelembagaan : Paradigman, Teori, dan Kebijakan. Jakarta: Erlangga.