Siti Nur Ranti, 2023: Analisis Hukum Sistem Pengawasan Peradilan Konstitusional Dalam Perspektif Independensi Peradilan Menurut UUD 1945. Penelitian ini mengkaji dan merekonstruksi kekuasaan kehakiman yang dilaksanakan oleh hakim untuk memutus perkara yang terkesan tidak independen sebagai suatu peradilan. merupakan akibat dari pengaruh luar yang ditularkan oleh pihak-pihak lain yang berkepentingan terhadap pelaksanaan praktek intervensi peradilan yang mencakup hakim yang harus independen dan bebas dari campur tangan orang lain, karena sistem pengawasan peradilan pada dasarnya dilakukan oleh lembaga pengawas internal dan eksternal. Fokus penelitian yang diteliti dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana sistem pengawasan Hakim Konstitusi di Indonesia.
Tujuan penelitian ini adalah 1) Untuk mengetahui sistem pengawasan terhadap hakim konstitusi di Indonesia 2) Untuk mengetahui bahwa sistem pengawasan terhadap hakim konstitusi telah memenuhi prinsip independensi peradilan menurut UUD 1945. Kesimpulan dari penelitian ini adalah 1) Bahwa sistem pengawasan terhadap hakim konstitusi hanya sebatas persetujuan Dewan Kehormatan Hakim Konstitusi yang lemah jika dibandingkan dengan sistem pengawasan peradilan berdasarkan UUD 1945. Sebab, sistem pengawasan peradilan pada hakekatnya mencakup dua lembaga pengawasan, yaitu: internal atau independen. supervisor dan supervisor eksternal.
Lembaga pengawas peradilan yang mandiri dan bebas dari campur tangan lembaga lain, mutlak mengabdi untuk menjaga kehormatan, menjaga keluhuran martabat dan perilaku hakim dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan baik (Good Government). 2) Bahwa sistem pengawasan yang ideal bagi hakim konstitusi untuk mewujudkan prinsip kekuasaan kehakiman dilakukan melalui pengawasan internal.
PENDAHULUAN
- Fokus Penelitian
- Tujuan Penelitian
- Definisi Istilah
- Sistematika Pembahasan
Hakim konstitusi dalam koridor Kode Etik sudah sesuai dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi no. 9/PMK/2006 tentang Dewan Kehormatan Hakim Konstitusi, UU No. dari Mahkamah Konstitusi. Keempat, Nomor 005/PUU-VI/2006 yaitu putusan Mahkamah Konstitusi tentang pengawasan hakim konstitusi oleh Komisioner Yudisial, yang tidak diawasi oleh Komisioner Yudisial. Permasalahan diatas, bagi peneliti yang tertarik untuk mengkaji permasalahan pengawasan hakim konstitusi, akan disusun dalam tesis yang berjudul “Analisis Peradilan Terhadap Sistem Pengawasan Hakim Konstitusi Dalam Perspektif Independensi Peradilan Menurut UUD 1945” .
Bagaimana prosedur sistem pengujian hakim konstitusi di Indonesia? 2. Apakah ada sistem pengawasan terhadap hakim konstitusi di Indonesia? terpenuhinya prinsip independensi peradilan menurut UUD 1945. Hasil skripsi hendaknya bermanfaat dalam bidang pengembangan keterampilan dan memberikan tambahan wawasan mengenai topik “Analisis Peradilan Terhadap Sistem Pengawasan Hakim Konstitusi Mulai dari sudut pandang independensi peradilan menurut konstitusi negara”. Yang dimaksud dengan hakim konstitusi adalah pejabat yang menyelenggarakan peradilan, sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 24 Tahun 2003.
Berdasarkan pengertian istilah-istilah yang telah dijelaskan, maka penelitian yang berjudul skripsi ini adalah “Sistem Pengawasan Hakim Konstitusi Dalam Perspektif Independensi Peradilan Menurut UUD 1945”.
Kajian Pustaka, bab ini berisi tinjauan pustaka yang meliputi penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjukkan kesamaan dengan
Independensi peradilan merupakan ciri khas peradilan yang dirancang oleh para pendiri bangsa.Konsep independensi peradilan dapat diartikan sebagai penegakan hukum dan keadilan sosial.25. Tujuan dari pembahasan sistematis adalah agar penelitian ini dapat dikelola dan juga dapat memberikan pemikiran yang tepat, serta memudahkan untuk memahami isi penelitian ini.Pembahasan sistematis yang akan disajikan antara lain, misalnya:
Bab IV Sistematika Pembahasan, bab ini adalah tentang sistematika pembahasan terhadap fokus kajian yaitu terbentuknya sistem pengawasan
Kajian Teori
Oleh karena itu, sistem hukum harus dikembangkan (legislasi) dan dilaksanakan (penegakan hukum) dengan baik, dimulai dari konstitusi sebagai hukum tertinggi. Pembentukan lembaga peradilan yang merdeka kemudian diawali dengan sila pertama, yaitu lembaga peradilan yang independen harus dijamin oleh negara dan dituangkan dalam konstitusi atau undang-undang negara. Independensi peradilan secara jelas tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, dimana Pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa “peradilan adalah badan hukum yang berdiri sendiri untuk menegakkan hukum dan keadilan”.
Faktor-faktor ini kemudian dapat mempengaruhi komposisi lembaga peradilan yang mempunyai hak untuk meninjau undang-undang dan tindakan pemerintah. Pembentukan lembaga peradilan yang merdeka kemudian diawali dengan ketentuan pertama bahwa lembaga peradilan yang independen harus dijamin oleh negara dan diatur dalam konstitusi atau undang-undang negara. Konstitusionalitas Komisi Yudisial (JC) menurut MK dalam putusannya didasarkan pada dua Pokok Penalaran Hukum, yaitu masalah penafsiran pembentukan UUD (Niat Asli) dan Menurut Mahkamah keduanya menimbulkan pertentangan. antara normalisasi Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dan Komisi Hukum Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.38 Pengawasan ini digunakan untuk mewujudkan lembaga peradilan yang fokus pada pencapaian visi untuk menyadari. dan misi organisasi.
Putusan Nomor 138/PUU-VIII/2009, putusan MK secara tersirat menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi dapat mempertimbangkan peraturan pemerintah daripada undang-undang (Perppu). Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 004/PUU-1/2003 untuk mempertimbangkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dalam Pasal 50 UU Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Konstitusi dilarang menguji undang-undang yang telah berlaku sebelum amandemen UUD 1945. Konstitusi Negara Republik Indonesia Pembatalan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUUIX/2011 tentang Pengujian Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dan berbagai ketentuan tentang Perubahan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yaitu.
Pasal 27A ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi wajib menegakkan Kode Etik dan Kode Etik Hakim Konstitusi. Dengan berlakunya UU Peradilan, UU Peradilan Agama, dan UU Peradilan Tata Usaha Negara Tahun 2009, maka independensi lembaga peradilan akan terancam karena melibatkan Komisi Yudisial, Pasal 19 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Peradilan, yang ditetapkan oleh hakim dan hakim konstitusi adalah penyelenggara negara yang menyelenggarakan peradilan yang ditetapkan dengan undang-undang sesuai dengan Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Kehakiman. Independensi peradilan artinya setiap hakim hanya dapat menggunakan kebebasannya untuk menafsirkan undang-undang apabila undang-undang tersebut tidak memberikan penjelasan yang jelas.
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan jelas mengatur independensi peradilan, sehingga alinea pertama Pasal 24 UUD Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa kewenangan menyelenggarakan peradilan serta menghormati hukum dan keadilan adalah independen dari adanya peradilan yang independen, atau dalam hal ini terciptanya tujuan yang disebut independensi peradilan. Pengendalian hanya dilakukan secara internal dan internal yaitu oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi sebagaimana diatur dalam ayat 3 dan 5 Pasal 23 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Pengaturan terbaru mengenai peradilan adalah Undang-Undang Kehakiman Nomor 48 Tahun 2009. Pasal 5 ayat (1) UU Kehakiman menyatakan bahwa hakim dan konstitusi wajib melaksanakan, menghormati dan memahami nilai-nilai hukum serta makna hukum untuk hidup di masyarakat.
Johandsyah mengatakan independensi kata-kata Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 yang mengacu pada lembaga peradilan bukan dilihat dari segi kelembagaan, melainkan kalimat-kalimat UUD berikut ini berdasarkan undang-undang.
Sumber Bahan Hukum dan Jenis Bahan Hukum 1. Sumber Bahan Hukum
Pendekatan konseptual merupakan jenis pendekatan yang memberikan sudut pandang atau analisis penyelesaian masalah dengan melihat aspek atau konsep hukum yang melatarbelakanginya. Pendekatan konseptual biasanya digunakan untuk mendeskripsikan atau memahami konsep-konsep yang berkaitan dengan norma-norma dalam suatu undang-undang sesuai dengan konsep hukum yang mendasarinya. Untuk mengatasi atau memecahkan permasalahan hukum yang dihadapi, sumber atau bahan penelitian hukum dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu berupa bahan hukum atau sumber hukum primer dan sekunder.
Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang artinya penelitian ini menggunakan sumber-sumber dari buku, jurnal, akses internet dan berbagai sumber yang berkaitan dengan sistem pemantauan independensi peradilan Mahkamah Konstitusi berdasarkan UUD 1945. Bahan sekunder merupakan bahan pendukung primer sumber diperoleh dari buku, artikel, majalah, skripsi dan informasi terkait sistem pengawasan independensi hakim konstitusi berdasarkan UUD 1945.
Metode Pengumpulan Sumber Bahan Hukum
Karena penelitian ini meliputi buku, jurnal, artikel terbitan dan studi literatur yang diperoleh melalui studi literatur yang telah berhasil diteliti oleh peneliti-peneliti sebelumnya.
Metode Analisis Hukum
Keabsahan Bahan
Langkah-Langkah
PEMBAHASAN
Sistem Pengawasan Hakim Konstitusi Dan Independensi Peradilan Menurut UUD 1945
Lembaga negara yang diartikan mandiri dalam arti penting, dijelaskan oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. Salah satu prakarsa penyelenggaraan peradilan Indonesia sesuai amanat UUD 1945 Perubahan Ketiga adalah Mahkamah Konstitusi menjalankan fungsi dan tugasnya, dimana Mahkamah Konstitusi berperan sebagai pengawal dan pengawas lembaga peradilan. Hakim dan hakim konstitusi wajib menghormati independensi lembaga peradilan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
Mahkamah Konstitusi sendiri mengatur tentang jaminan independensi lembaga peradilan, khususnya pada Pasal 2 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2011 tentang Undang-Undang Perubahan Mahkamah Konstitusi No. negara bagian.. Para kandidat menghabiskan banyak uang tidak hanya dalam pemilihan kota pasca perang, tetapi juga dalam perselisihan di Mahkamah Konstitusi. Kedudukan Mahkamah Konstitusi juga merupakan salah satu lembaga negara yang menjalankan kekuasaan kehakiman yang mandiri untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Mahkamah Konstitusi mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban sebagaimana diatur dalam UUD 1945. Mahkamah Konstitusi juga wajib memutus pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden sesuai dengan ketentuan yang berlaku. UUD 1945 dijelaskan dalam Pasal 7B UUD 1945, dimana fungsi Mahkamah Konstitusi adalah memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai pemberhentian Presiden atau Wakil Presiden.
Sebelum berlakunya undang-undang baru tentang Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Konstitusi telah menyusun Kode Etik dan Kode Etik Hakim Konstitusi, sebagaimana tertuang dalam putusan Mahkamah Konstitusi no. Saat ini, Mahkamah Konstitusi telah memerintahkan hakim konstitusi untuk membentuk lembaga peradilan yang independen, netral, dan bertanggung jawab. Kode etik dan perilaku hakim konstitusi ini disebut Sapta Karsa Hutama dan terdiri dari tujuh asas yang harus dipahami dan dilaksanakan oleh hakim konstitusi.79 Ketujuh asas tersebut adalah sebagai berikut.
Independen dalam arti Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagai penegak keadilan menurut Pasal 24 ayat (2) bebas dari pengaruh penguasa lain dalam melaksanakan tugasnya dan mandiri dalam arti mempunyai kewenangan mengatur anggarannya. masalah-masalah tersebut. Namun menurut Pasal 24 ayat (2) UU tersebut, yang dimaksud hanyalah Mahkamah Agung dan kekuasaan kehakiman di bawahnya serta Mahkamah Konstitusi.
PENUTUP
Saran-Saran
Perlu disampaikan bahwa masyarakat berharap agar aparat dalam melakukan pengawasan tersebut lebih berani mengambil sikap dalam menjatuhkan sanksi terhadap hakim yang melakukan perbuatan tercela atau melanggar kode etik demi undang-undang dalam kaitannya untuk mereformasi pelanggaran HAM. Kode. etika yang dilakukan hakim sebagai hakim, sebagian diantaranya diwujudkan dalam putusan yang tidak adil dan bertentangan dengan hukum. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004, Komisi Yudisial harus berani menjalankan peran dan tugasnya sebagai pengawas yang diharapkan oleh pembaca dan penulis. Untuk melaksanakan independensi kekuasaan kehakiman atau yang disebut dengan hakim independen yang mandiri, diperlukan pemahaman yang lebih mendalam mengenai asas independensi agar penyelenggaraan proses peradilan di Mahkamah Konstitusi dapat memperoleh kepercayaan masyarakat.
Peremajaan sistem checks and balances dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia”, Jurnal Cita Hukum.Vol.1.No.2, (2013). Sistem pengawasan terhadap hakim konstitusi ditinjau dari lembaga peradilan, sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. “Peran Hakim Sebagai Aparat Penegak Hukum Berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Peradilan”, Jurnal Hukum, Vol.5 .No.3, (2017).
Analisa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-XVI/2018 Tentang Revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu Dalam Perspektif Fikih Siyasah.”