• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASKEP APPENDECITIS

N/A
N/A
Omar Bin Basit

Academic year: 2024

Membagikan "ASKEP APPENDECITIS"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

D I S U S U N OLEH:

Nama : Nurhandayani Ndruru Nim : 200204036

Dosen pengajar :

Ns. Agnes Silviana Marbun M. Kep

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA MEDAN

2024

(2)

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan kepada penulis dan atas berkah rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Pada Sistem Pencernaan: Post Appendecitis”.

Penyelesaian Askep merupakan salah satu syarat untuk mencapai tugas di Program Studi Keperawatan Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia.

Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan proposal ini, sangatlah sulit bagi penulis. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Parlindungan Purba, SH., MM, selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara Medan.

2. Dr. Ivan Elisabeth Purba., M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara Indonesia.

3. Taruli Rohana Sinaga, SP, M.KM, Ph, D selaku Dekan Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia.

4. Ns. Marthalena Simamora, S.Kep., M.Kep selaku Ketua Program Studi Keperawatan Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia.

5. Ns. Raden Purba S.Kep selaku kepala bidang keperawatan RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam.

6. Ns. Agnes Silviana Marbun S.Kep., M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan Askep.

7. Indrayanti Am Keb, selaku kepala ruangan Lantai 2 RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam yang telah memberikan bimbingan serta izin untuk praktek lapangan.

8. Bapak Ibu Dosen dan Staf administrasi Program Studi Keperawatan Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia.

9. Bapak ibu staff pegawai RSU Sari mutiara Lubuk pakam yang telah memberikan bimbingan serta izin untuk praktek lapangan

(3)

11. Kedua orang tua, adik dan keluarga tercinta terutama penulis yang telah memberikan bantuan dukungan material dan moral.

12. Teman-teman penulis yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan Askep.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Askep masih banyak kekurangan, dengan demikian penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, 25 Januari 2024 Penulis

Kelompok

(4)

DAFTAR ISI ... ii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan Penelitian... 3

1.2.1 Tujuan Umum... 3

1.2.2 Tujuan Khusus... 3

1.3 Manfaat Penulisan... 4

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS... 5

2.1 Konsep Appendecitis... 5

2.1.1 Defenisi Appendecitis... 5

2.1.2 Etiologi... 5

2.1.3 Manifestasi Klinis Appendecitis... 6

2.1.4 Klasifikasi Appendecitis... 7

2.1.5 Patofisiologi Appendecitis... 9

2.1.6 Patway... 10

2.1.7 Komplikasi Appendecitis... 10

2.1.8 Penatalaksanaan Appendecitis... 12

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang... 12

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan... 22

2.3.1 Pengkajian... 22

2.3.2 Diagnosa... 26

2.3.3 Intervensi... 33

2.3.4 Implementasi... 38

2.3.5 Evaluasi... 39

BAB 3 TINJAUAN KASUS... 42

3.1 Pengkajian... 42

3.2 Diagnosa Keperawatan... 46

3.3 Intervensi Keperawatan... 48

3.4 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan... 49

BAB 4 PENUTUP ... 59

4.1 Kesimpulan... 59

4.2 Saran ... 60 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(5)

1.1 Latar Belakang

Appendisitis akut merupakan penyakit yang sering dijumpai pada anak- anak, penyakit ini membutuhkan penanganan pembedahan dan penanganan yang tepat. (Wibowo et al., 2020). Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insiden pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun insiden laki-laki lebih tinggi

Berdasarkan World Health Organization (WHO) 2023, di beberapa negara berkembang seperti di negara Singapura memiliki prevalensi appendisitis yang tinggi yaitu berjumlah 15% terjadi pada anak-anak, 16% pada dewasa, Thailand berjumlah 7% terjadi pada anak-anak 10% pada dewasa, dan dibagian negara maju seperti Amerika Serikat berjumlah 11% sedangkan di Indonesia berjumlah 7% (Lolo & Novianty, 2018). Data Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI, 2008) hasil survei di 12 provinsi menunjukkan kasus appendisitis yang dirawat di rumah sakit sebanyak 3.251 kasus. Jumlah kasus appendisitis mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu 1.236 orang. Appendisitis merupakan salah satu isu prioritas kesehatan di tingkat lokal dan nasional dikarenakan mempunyai dampak besar bagi kesehatan masyarakat (Sukmahayati, 2016). Diagnosis appendisitis sulit pada anak, dan sekitar 30- 60% merupakan faktor yang memungkinkan terjadi perforasi. Resiko untuk perforasi terbesar terjadi pada rentang usia 1-4 tahun (70-75%) dan terendah pada usia remaja (30-40%), yang tingkat pravelensinya tinggi menurut usia adalah pada masa anak (Neslon, 2000). Menurut Dinas Kesehatan Jawa Tengah (Dinkes Jateng, 2009), jumlah kasus appendisitis yang dilaporkan sebanyak 5.980 penderita, dan 177 diantaranya dapat menyebabkan kematian.

Jumlah appendisitis tertinggi berada di kota Semarang, yaitu 970 orang (Astutik, 2012).

(6)

menyebabkan kematian. Oleh sebab itu, penyakit appendisitis dapat di tangani dengan melakukan tindakan pembedahan atau sering disebut dengan appendiktomi, dan jika terjadi perforasi dapat dilakukan laparotomi (Sumarni, 2019).

Berdasakan fenomena diatas penulis mengambil judul “ Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan: Post Appendecitis

1.2 Tujuan Penulisan 1.2.1 Tujuan Umum

Menjelaskan Penerapan Terapi Slow Deep Breathing Terhadap Tekanan Darah Pada Penderita Post OP Appendecitis Di Puskesmas Saitnihuta

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Penulis memaparkan hasil pengkajian pada pasien Post OP Appendecitis

2. Penulis memaparkan hasil analisa data pada pasien Post OP Appendecitis

3. Penulis memaparkan hasil intervensi keperawatan pada pasien Post OP Appendecitis

4. Penulis memaparkan hasil implementasi keperawatan pada pasien Post OP Appendecitis

5. Penulis memaparkan hasil evaluasi keperawatan pada pasien Post OP Appedecitis

(7)

2.1 Konsep Appendecitis 2.1.1 Defenisi

Appendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini menyerang semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun dan merupakan penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer & Bare, 2013).

Appendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing.

Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi (Anonim, 2007 dalam Docstoc, 2010).

2.1.2 Etiologi

Appendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica (Jong, 2010).

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya

(8)

pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya appendisitis akut (Jong, 2010).

2.1.3 Manefestasi Klinis

a. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan b. Mual, muntah

c. Anoreksia, malaise

d. Nyeri lepas lokal pada titik Mc. Burney e. Spasme otot

f. Konstipasi, diare

2.1.4 Klasifikasi

Klasifikasi appendisitis terbagi menjadi dua yaitu, appendisitis akut dan appendisitis kronik (Sjamsuhidajat & de jong, 2010):

a. Appendisitis akut.

Appendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala appendisitis akut talah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri

(9)

Diagnosis appendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik appendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden appendisitis kronik antara 1-5%.

2.1.5 Patofisiologi

Appendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan pengamatan epidemiologi bahwa appendisitis berhubungan dengan asupan serat dalam makanan yang rendah (Burkitt, 2007).

Pada stadium awal dari appendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan muskular dan serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen, menyebabkan peritonitis lokal (Burkitt, 2007).

Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang

(10)

Resiko 2.1.6 Patway

Invasi & Multiplikasi

APPENDISITIS

Peradangan pada jaringan Kerusakan control suhu

terhadap inflamasi

Mual Munta h Resiko Hipovolem ia

Sekresi mucus berlebih pada lumen apendiks

Appendiks teregang

Nyeri Akut

Luka Insisi Kerusakan Jaringan Pintu masuk Kuman

O pe ras i

D efi sit

Anastes i

Anastes i

Ujung sayaraf terputus Pelepasan Prostagladin

Spinal cord

Resiko infeksi

Nye ri Aku t

A ns iet a

Peristalti c usus Distensi abdomen Mual Muntah

Resiko Hipovolemia Hipertermia

(11)

ri

(12)

2.1.7 Komplikasi a. Abses

Abses merupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula- mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi apabila appendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum. Operasi appendektomi untuk kondisi abses apendiks dapat dilakukan secara dini (appendektomi dini) maupun tertunda (appendektomi interval). Appendektomi dini merupakan appendektomi yang dilakukan segera atau beberapa hari setelah kedatangan klien di rumah sakit. Sedangkan appendektomi interval merupakan appendektomi yang dilakukan setelah terapi konservatif awal, berupa pemberian antibiotika intravena selama beberapa minggu.

b. Perforasi

Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5° C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama Polymorphonuclear (PMN). Perforasi baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan terjadinya peritonitis. Perforasi memerlukan pertolongan medis segera untuk membatasi pergerakan lebih lanjut atau kebocoran dari isi lambung ke

(13)

rongga perut. Mengatasi peritonitis dapat dilakukan oprasi untuk memperbaiki perforasi, mengatasi sumber infeksi, atau dalam beberapa kasus mengangkat bagian dari organ yang terpengaruh .

c. Peritonitis

Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum dapat menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis. Penderita peritonitis akan disarankan untuk menjalani rawat inap di rumah sakit. Beberapa penanganan bagi penderita peritonitis adalah :

1. Pemberian obat-obatan. Penderita akan diberikan antibiotik suntik atau obat antijamur bila dicurigai penyebabnya adalah infeksi jamur, untuk mengobati serta mencegah infeksi menyebar ke seluruh tubuh. Jangka waktu pengobatan akan disesuaikan dengan tingkat keparahan yang dialami klien.

2. Pembedahan. Tindakan pembedahan dilakukan untuk membuang jaringan yang terinfeksi atau menutup robekan yang terjadi pada organ dalam.

(14)

2.1.8 Penatalaksanaan a. Sebelum operasi

1) Observasi

Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala appendisitis seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilaksanakan. Klien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan.

Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik, foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain.

Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.

2) Antibiotik

Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksidan abses intra abdominal luka operasi pada klien apendiktomi.Antibiotik diberikan sebelum, saat, hingga 24 jam pasca operasi dan melalui cara pemberian intravena (IV) (Sulikhah, 2014).

b. Operasi

Tindakan operasi yang dapat dilakukan adalah apendiktomi.

Apendiktomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara membuang apendiks (Wiwik Sofiah, 2017). Indikasi dilakukannya operasi apendiktomi yaitu bila diagnosa appendisitis telah ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Pada keadaan yang meragukan diperlukan

(15)

pemeriksan penunjang USG atau CT scan. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi pada abdomen bawah. Anastesi diberikan untuk memblokir sensasi rasa sakit. Efek dari anastesi yang sering terjadi pada klien post operasi adalah termanipulasinya organ abdomen sehingga terjadi distensi abdomen dan menurunnya peristaltik usus. Hal ini mengakibatkan belum munculnya peristaltik usus (Mulya, 2015) .

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Kiik, 2018) dalam 4 jam pasca operasi klien sudah boleh melakukan mobilisasi bertahap, dan dalam 8 jam pertama setelah perlakuan mobilisasi dini pada klien pasca operasi abdomen terdapat peningkatan peristaltik ususbahkan peristaltik usus dapat kembali normal. Kembalinya fungsi peristaltik usus akan memungkinkan pemberian diet, membantu pemenuhan kebutuhan eliminasi serta mempercepat proses penyembuhan.

Operasi apendiktomi dapat dilakukan dengan 2 teknik, yaitu operasi apendiktomi terbuka dan laparaskopi apendiktomi. Apendiktomi terbuka dilakukan dengan cara membuat sebuah sayatan dengan panjang sekitar 2 – 4 inci pada kuadran kanan bawah abdomen dan apendiks dipotong melalui lapisan lemak dan otot apendiks.

Kemudian apendiks diangkat atau dipisahkan dari usus (Dewi, 2015).

Sedangkan pada laparaskopi apendiktomi dilakukan dengan membuat 3 sayatan kecil di perut sebagai akses, lubang pertama dibuat dibawah pusar, fungsinya untuk memasukkan kamera super mini yang terhubung ke monitor ke dalam tubuh, melalui lubang ini pula sumber

(16)

cahaya dimasukkan. Sementara dua lubang lain di posisikan sebagai jalan masuk peralatan bedah seperti penjepit atau gunting. Ahli bedah mengamati organ abdominal secara visual dan mengidentifikasi apendiks. Apendiks dipisahkan dari semua jaringan yang melekat, kemudian apendiks diangkat dan dikeluarkan melalui salah satu sayatan (Hidayatullah, 2014).

Jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.Tindakan pembedahan dapat menimbulkan luka insisi sehingga pada klien post operatif apendiktomi dapat terjadi resiko infeksi luka operasi.

c. Pasca operasi

Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernapasan.

Klien dibaringkan dalam posisi terlentang. Klien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Keperawatan

i. Data demografi

Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.

ii. Riwayat kesehatan 1. Keluhan utama

(17)

Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah.

2. Riwayat kesehatan sekarang

Klien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah yang menembus kebelakang sampai pada punggung dan mengalami demam tinggi

3. Riwayat kesehatan dahulu

Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon.

4. Riwayat kesehatan keluarga

Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang sama.

iii. Pemeriksaan fisik ROS (review of system)

1. Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak menyeringai, konjungtiva anemis.

2. Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema, TD

>110/70mmHg; hipertermi.

3. Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing, stridor.

4. Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan.

5. Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan

(18)

keluhan sakit pinggang serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancer.

6. Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena proses perjalanan penyakit.

7. Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis, pucat.

8. Abdomen : terdapat nyeri lepas, peristaltik pada usus ditandai dengan distensi abdomen.

iv. Pola fungsi kesehatan menurut Gordon.

1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat- obatan, alkohol dan kebiasaan olahraga (lama frekwensinya), karena dapat mempengaruhi lamanya penyembuhan luka.

2. Pola nutrisi dan metabolism.

Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi akibat pembatasan intake makanan atau minuman sampai peristaltik usus kembali normal.

3. Pola Eliminasi.

Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi kandung kemih, rasa nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur akan mempengaruhi pola eliminasi urine. Pola eliminasi alvi akan mengalami gangguan yang sifatnya sementara karena pengaruh

(19)

anastesi sehingga terjadi penurunan fungsi.

4. Pola aktifitas.

Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya setelah pembedahan.

5. Pola sensorik dan kognitif.

Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu dan tempat.

6. Pola Tidur dan Istirahat.

Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat mengganggu kenyamanan pola tidur klien.

7. Pola Persepsi dan konsep diri.

Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak segala kebutuhan harus dibantu. Klien mengalami kecemasan tentang keadaan dirinya sehingga penderita mengalami emosi yang tidak stabil.

8. Pola hubungan.

Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat. penderita mengalami emosi yang

(20)

tidak stabil.

9. Pemeriksaan diagnostic.

a. Ultrasonografi adalah diagnostik untuk apendistis akut.

b. Foto polos abdomen : dapat memperlihatkan distensi sekum, kelainan non spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan abnormal atau untuk mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan.

c. Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.

d. Pemeriksaan Laboratorium.

(2) Darah : Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 µ/ml.

(3) Urine : Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial (PPNI, 2017).

Berdasarkan pada semua data pengkajian diagnosa keperawatan utama yang dapat muncul pada kl appendicitis, antara lain :

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi (inflamasi appendicitis).(D.0077)

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik(Prosedur oprasi). (D.0077)

(21)

c.Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (Infeksi pada appendicitis). (D.0130)

d. Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif (muntah). (D.0034)

e.Resiko hipovolemia ditandai dengan efek agen farmakologis (D.0034)

f. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi (D.0080)

g. Resiko Infeksi ditandai dengan efek prosedur infasive (D.0142).

3. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan adalah perumusan tujuan, tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisa pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan klien dapat diatasi (Nurarif, A.

H., & Kusuma, 2016).

(22)

Tabel 2.1 Intervensi keperawatan Pre operatif

NO Diagnosa Tujuan dan kriteria

hasil

Intervens i 1. Nyeri akut berhubungan

dengan agen pencedera fisiologi

(inflamasi appendicitis).

(D.0077)

Setelah

dilakukan tindakan keperawatan

diharapkan tingkat nyeri (L.08066)

dapat menurun dengan Kriteria Hasil :

1. Keluhan nyeri menurun.

2. Meringis menurun 3. Sikap protektif

menurun.

4. Gelisah menurun.

Manajemen nyeri (I.08238).

Observasi :

1.1 Identifikasi lokasi , karakteristik,

durasi, frekuensi, kulaitas nyeri, skala nyeri, intensitas nyeri

1.2 Identifikasi respon nyeri non verbal.

1.3 Identivikasi factor yang memperberat

dan memperingan nyeri.

Terapeutik : 1.4 Berikan

teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.

1.5 Fasilitasi istirahat dan tidur.

1.6 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri.

Edukasi :

1.7 Jelaskan strategi meredakan nyeri

1.8 Ajarkan teknik non farmakologis

untuk mengurangi rasa nyeri .

(23)

Kolaborasi : 1.9 Kolaborasi

pemberian analgetik jika perlu

2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (Infeksi pada appendicitis).

(D.0130)

Setelah

dilakukan tindakan

keperawatan diharapkan termoregulasi (L.14134) membaik

dengan Kriteria Hasil : 1. Menggigil

menurun.

2. Takikardi menurun.

3. Suhu

tubuh membaik.

4. Suhu kulit membaik.

Manajemen hipertermia (I.15506). Observasi : 2.1 Identifikasi

penyebab hipertermia.

2.2 Monitor suhu tubuh.

2.3 Monitor haluaran urine. Terapeutik :

2.4 Sediakan lingkungan yang dingin.

2.5 Longgarkan atau lepaskan pakaian.

2.6 Berikan cairan oral Edukasi : 2.7 Anjurkan tirah baring Kolaborasi :

2.8 Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu.

(24)

3. Risiko

Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif (muntah). (D.0034)

Setelah

dilakukan tindakan keperawatan Status cairan (L.0328) membaik

dengan Kriteria Hasil :

1 Kekuatan nadi meningkat.

2 Membrane mukosa lembap.

3 Frekuensi nadi membaik.

4 Tekanan

darah membaik.

5 Turgor kulit membaik.

Manajemen

hypovolemia (I.03116).

Observasi :

3.1 Periksa tanda dan gejala hipovolemia.

3.2 Monitor intake dan output cairan.

Terapeutik :

3.3 Berikan asupan cairan oral Edukasi :

3.4 Anjurkan

memperbanyak asupan cairan oral.

3.5 Anjurkan

menghindari perubahan posisi mendadak.

Kolaborasi :

3.6 Kolaborasi peberian cairan 4. Ansietas berhubungan IV.

dengan kurang terpapar informasi (D.0080)

Setelah

dilakukan tindakan keperawatan tingkat

ansietas (L.01006) menurun dengan Kriteria Hasil : 1. Verbalisasi

kebingunga n menurun.

2. Verbalisasi khawatir akibat menurun.

Reduksi ansietas (I.09314). Observasi :

4.1 Identivikasi saat tingkat ansietas berubah.

4.2 Monitor tanda tanda ansietas verbal non verbal.

4.3 Temani klien untuk mengurangi kecemasan jika perlu.

4.4 Dengarkan dengan penuh perhatian.

4.5 Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.

(25)

3. Prilaku

gelisah menurun.

4. Prilaku

tegang menurun.

4.6 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami.

4.7 Anjurkan keluarga untuk tetap bersama klien, jika perlu.

4.8 Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi.

4.9 Latih teknik relaksasi.

4.10 Kolaborasi pemberian obat antiansietas jika perlu.

Tabel 2.2 Intervensi keperawatan post operatif

NO Diagnose Tujuan dan kriteria hasil

Intervensi

1. Nyeri akut

berhubungan dengan agen pencedera fisik(Prosedur oprasi).

(D.0077)

Setelah

dilakukan tindakan keperawatan tingkat nyeri (L.08066) menurun dengan Kriteria Hasil :

1. Keluhan nyeri menurun.

2. Meringis menurun.

3. Sikap protektif menurun.

4. Gelisah menurun.

Frekuensi nadi membaik.

Manajemen nyeri (I.08238) Observasi :

1.1 Identifikasi lokasi , karakteristik, durasi, frekuensi, kulaitas nyeri, intensitas nyeri, skala nyeri.

1.2 Identifikasi respon nyeri non verbal.

1.3 Identivikasi factor yang

memperberat dan

memperingan nyeri.

Terapeutik :

1.4 Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.

1.5 Kontrol lingkungan yang

(26)

memperberat rasa nyeri.

1.6 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri.

Edukasi :

1.7 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.

1.8 Jelaskan strategi meredakan nyeri

1.9 Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.

1.10 Kolaborasi pemberian analgetik bila perlu.

2 Risiko

hipovolemia ditandai dengan efek agen farmakologis (D.0034)

Setelah

dilakukan tindakan keperawatan Status cairan (L.0328) membaik

dengan Kriteria Hasil :

6 Kekuatan nadi meningkat.

7 Membrane mukosa lembap.

8 Frekuensi nadi membaik.

9 Tekanan

darah membaik.

10 Turgor

kulit membaik.

Manajemen hypovolemia (I.03116)

Observasi :

2.1 Periksa tanda dan gejala hipovolemia.

2.2 Monitor intake dan output cairan.

Terapeutik :

2.3 Berikan asupan cairan oral Edukasi :

2.4 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral.

2.5 Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak.

Kolaborasi :

2.6 Kolaborasi peberian cairan IV.

2.7 Ajarkan etika batuk.

2.8 Anjurkan meningkatkan

(27)

asupan nutrisi.

2.9 Anjurkan meningkatkan asupan cairan.

Kolaborasi :

Kolaborasi pemberian imunisasi jika perlu.

4. Pelaksanaan Tindakan keperawatan

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter, P., & Perry, 2014).

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana keperawatan dilaksanakan melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons klien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya (Wilkinson.M.J, 2012).

Komponen tahap implementasi :

1. Tindakan keperawatan mandiri.

2. Tindakan keperawatan edukatif.

(28)

3. Tindakan keperawatan kolaboratif.

4. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan keperawatan.

5. Evaluasi Keperawatan

Menurut (Setiadi, 2012) dalam buku konsep dan penulisan asuhan keperawatan tahapan penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Terdapa dua jenis evaluasi:

a. Evaluasi Formatif (Proses)

Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

Perumusan evaluasi formatif ini meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah SOAP :

1) S (subjektif) : Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada klien yang afasia.

2) O (objektif) : Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan oleh perawat.

3) A (analisis) : Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang dianalisis atau dikaji dari data subjektif dan data objektif.

4) P (perencanaan) : Perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien.

b. Evaluasi Sumatif (Hasil)

Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses keperawatan selesi dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan

(29)

yang telah diberikan. Ada 3 kemungkinan evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan keperawatan (Setiadi, 2012), yaitu:

1) Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukan perubahan sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

2) Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau klien masih dalam proses pencapaian tujuan jika klien menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria yang telah ditetapkan.

3) Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien hanya menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali.

(30)

BAB 3

TINJAUAN KASUS

3.1 PENGKAJIAN 1. Identitas Klien

Nama : An. N

Umur : 8 Tahun

Agama : Kristen Katolik

Pendidikan : SLTA

Perkerjaan : Pelajar

Tanggal pengkajian : 12 Januari 2024

Diagnosa Medis : Post OP Appendencitis 2. Penanggung Jawab

Nama : Ny. L

Umur : 43 Tahun

Agama : Kristen Katolik

Pendidikan : SLTA

Perkerjaan : Petani Hubungan dengan Klien : Ibu

II. KELUHAN UTAMA

pasien mengatakan bahwa anaknya merasakan nyeri pada perut selama 1 hari sebelum dibawa ke rumah sakit, nyeri dirasakan saat beraktivitas, nyeri seperti tertusuk, skala nyeri sangat nyeri, waktunya terus menerus serta demam dan mual muntah.

III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Untuk mengetahui lebih detail hal yang berhubungan dengan keluhan

(31)

utama

1. Munculnya keluhan

 pasien mengatakan mulai mengeluh nyeri pada tanggal 04 Januari 2024.

 pasien mengatakan bahwa keluhan yang dirasakan muncul secara bertahap semakin hari semakin bertambah sakit.

 Presipitasi nyeri karena infeksi pada appendic.

2. Karakteristik

 pasien mengatakan nyeri yang dirasakan anaknya seperti tertusuk jarum terjadi secara terus menerus sebelum dibawa ke rumah sakit

 An. N mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan terletak pada perut kanan bawah (abdomen kuadran kanan bawah)

 An. N mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan terjadi secara terus menerus.

 An. N mengatakan bahwa nyeri dirasakan pada saat aktifitas dan istirahat, nyeri meningkat saat beraktivitas.

 Gejala yang menyertai kondisi pasien adalah mual dan muntah serta demam 39,1°C.

3. Masalah sejak muncul keluhan

 pasien mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan pasien terjadi secara berulang sebelum masuk rumah sakit

 pasien mengatakan bahwa perkembangan pasien sebelum dibawa ke rumah sakit memburuk dan setelah dibawa ke rumah sakit keadaan anaknya membaik.

IV. RIWAYAT MASA LAMPAU

1. Prenatal

Ibu pasien mengatakan pada saat hamil anak yang kedua ini tidak ada masalah/keluhan, Ibu pasien juga mengatakan kebutuhan nutrisi saat mengandung selalu terpenuhi seperti buah-buahan dan susu.

(32)

2. Natal

Ibu pasien mengatakan persalinan anaknya dilakukan dirumah sakit dan persalinan secara Sectio Caesarea (SC) dengan BB 3100 Gram.

3. Penyakit waktu kecil

Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya memiliki riwayat penyakit diare.

4. Pernah dirawat di RS

Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya pernah dirawat di RS karena diare.

5. Obat-obatan yang digunakan

6. Ibu pasien mengatakan bahwa ketika anaknya sakit langsung dibawa ke pelayanan kesehatan dan diberi obat sesuai dengan anjuran pelayanan kesehatan.

7. Alergi

8. Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat, makanan , ataupun binatang.

9. Imunisasi

Jenis Usia Imunisasi

Hepatitis B 0 Bulan 

BCG 1 Bulan 

Polio 2 Bulan 

DPT 3 Bulan 

DPT II 4 Bulan 

Campak 9 Bulan 

Ibu pasien mengatakan bahwa dikeluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit seperti hipertensi, DM, maupun apendicsitis

V. RIWAYAT SOSIAL

1. Yang mengasuh dan alasannya

Ibu pasien mengatakan yang mengasuh anaknya adalah orang tua dari

(33)

pasien sendiri.

2. Pembawaan secara umum

Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya memiliki sifat yang periang dan aktif.

3. Lingkungan rumah

Ibu pasien mengatakan lingkungan rumah bersih, keselamatan anak terjamin, jauh dari jalan raya, dan didalam rumah terdapat ventilasi udara berupa jendela.

VI. KEADAAN KESEHATAN SAAT INI 1. Diagnosa medis : Appendicitis

2. Tindakan medis/ operasi : Appendictomy

VII. PENGKAJIAN POLA FUNGSIONAL MENURUT GORDON 1. Persepsi Kesehatan/Penanganan Kesehatan

Ibu pasien mengatakan status kesehatan sejak lahir baik, dari kecil sampai sekarang ibu pasien rutin untuk memeriksakan kesehatan anaknya baik di posyandu maupun pelayanan kesehatan. Ibu pasien mengatakan selalu mengganti pakaian pasien bila kotor. Ibu pasien mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarga yang merokok. Dan ibu pasien mengatakan memberikan mainan dan makanan anak yang sesuai dan aman bagi anaknya.

Orang tua :

Ibu pasien selalu memperhatikan mengenai kesehatan dan kesejahteraan anaknya

2. Nutrisi/Metabolik

Ibu pasien mengatakan sebelum anaknya sakit kebiasaan makannya baik, makan 3x dalam sehari biasanya ditambah minum susu serta makan wafer. Ibu pasien mengatakan selama anaknya sakit selera makan anaknya berkurang karena mengalami mual dan muntah,

(34)

makan 3x sehari dengan porsi setengah piring.

3. Eliminasi

Ibu pasien mengatakn pola BAB anak sebelum sakit dan selama sakit 1x dalam sehari dan pola BAK anak sebelum dan selama sakitt bisa 6- 7x dalam sehari.

4. Aktivitas/Latihan

Ibu pasien mengatakan kebiasaan anaknya mandi dalam sehari sebanyak 2x secara mandiri dan terkadang dibantu oleh orang tuanya.

Sebelum sakit pasien melakukan aktivatas sehari-hari dengan bermain bersama teman sebayanya. Selama sakit ibu pasien mengatakan untuk melakukan aktivitas pasien dibantu oleh orang tuanya seperti mandi, makan, berpakaian.

Bernapas

Selama sakit pasien tidak mengalami sesak napas, pasien tidak batuk dan pasien tidak terpasang alat bantu pernapasan/selang oksigen. Dan selama sakit pasien mengatakan bahwa merasakan nyeri saat melakukan aktivitas.

5. Tidur/Istirahat

Ibu pasien mengatakan sebelum sakit pasien diberikan jadwal tidur siang biasanya jam 1 serta tidur malam jam 8-9 malam. Selama dirawat ibu pasien mengatakan bahwa pola tidur anaknya teratur, pasien tidak tidur siang dan tidur malam pasien jam 8-9 malam.

6. Kognitif/Perseptual

Anak belum bisa memahami penjelasan sakit yang dialaminya. Anak ketika dipanggil menoleh, dan ketika diajak bicara dapat memberikan respon. Anak juga bisa menyebutkan namanya. Anak akan menangis ketika dirinya merasa tidak nyaman dan mengeluh sakit.

Orang tua :

a. Orang tua tidak mengalami masalah dengan penglihatan,

(35)

pendengaran, sentuhan.

b. Orang tua tidak mengalami kesulitan dalam membuat keputusan karena orang tua mampu memutuskan untuk dilakukan tindakan operasi kepada anaknya.

7. Persepsi Diri/Konsep Diri

Ibu pasien mengatakan sebelum sakit anaknya seorang yang aktif tetapi selama dirawat pasien cenderung diam. Pasien belum sepenuhnya memahami dirinya. Ibu pasien mengatakan selalu ada waktu untuk anaknya agar anak tidak merasa kesepian dan takut.

8. Peran/Hubungan

Ibu pasien mengatakann anaknya seorang yang aktif dan ramah, ibu pasien juga mengatakan bahwa anaknya sering bermain diluar rumah bersama teman-temannya.

9. Seksualitas/Reproduksi

Ibu pasien mengatakan anaknya selalu tiperhatikan, kebutuhan kasih sayang sudah terpenuhi, pasien mengatakan bahwa dirinya seeorang anak laki-laki.

10. Koping/Toleransi Stres

Anak belum bisa memahami tentang penyakitnya, anak hanya bisa menangis dan merintih ketika merasa sakit/nyeri.

11. Nilai/Kepercayaan

Anak mengatakan bahwa dirinya seorang muslim, sudah mengerti keyakinan yang dimilikinya, anak masih senang bermain. Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya diberikan jadwal untuk mengaji setiap setiap sore. Ibu pasien megatakan selalu berdoa dan yakin yakin kepada Allah SWT bahwa anaknya akan sembuh dari penyakitnya.

VIII. PEMERIKSAAN FISIK

1. Kesadaran : Composmentis

(36)

Keadaan umum : Pasien dalam kondisi kesakitan.

2. Tanda-tanda vital

TD : 106/62 mmHg

N : 112 x/menit

RR : 24 x/menit

S : 36,9 °C

3. Antropometri BB : 19 kg TB : 110 cm LK : 43 cm LD : 60 cm 4. Kepala

Bentuk mesochepal, rambut berwarna hitam bersih, tidak ada lesi.

5. Mata

Bentuk simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada pembesaran pupil, tidak ada sekret.

6. Hidung

Lubang hidung simetris, tidak ada benjolan, tidak ada sekret 7. Mulut

Bibir simetris, mukosa lembab, tidak ada lesi , tidak ada stomatitis, pertumbuhan gigi lengkap

8. Telinga

Daun telinga simetris, tidak ada lesi, tidak ada serumen, fungsi pendengaran baik

9. Leher

Tidak ada lesi, tidak adanya pembesaran kelenjar tiroid 10. Dada

Bentuk simetris, tidak ada lesi, pernapasan mengembang simetris kanan dan kiri, tidak ada nyeri tekan

11. Jantung

Inspeksi : Tampak ictus cordis Palpasi : Ictus cordis teraba Perkusi : Resonan

Auskultasi : Terdengar peka

12. Paru-paru

Inspeksi : Dada kanan dan kiri simetris Palpasi

(37)

: Tidak terdapat nyeri tekan Perkusi : Sonor

Auskultasi : Terdengar suara vesikuler

13. Abdomen

Inspeksi : Bentuk simetris, tidak terdapat luka post operasi Auskultasi : Terdengar suara bising usus

Perkusi : Bunyi redup

Palpasi : Terdapat nyeri tekan kuadran kanan

bawah 14. Genetalia

Genetalia bersih, tidak terpasang kateter.

15. Ekstremitas

Kuku pasien bersih dan berwarna merah muda, capillary refill kurang dari 3 detik, tidak terdapat edema, pada ekstremitas kiri atas terpasang infus RL.

16. Kulit

Turgor kulit lembab, kulit nampak bersih, berwarna sawo matang, tidak terdapat lesi, tidak terdapat tanda-tanda infeksi.

17. Neurologis

Tidak ada gangguan pada saraf anggota gerak IX. PEMERIKSAAN PERKEMBANGAN

1. Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya mudah bergaul dengan orang baru, ketika bermain anak bermain sendiri dengan teman-temannya.

2. Berat Badan saat lahir : 3100 gram, dan Berat Badan saat ini 19 kg 3. Pertumbuhan gigi lengkap

4. Tengkurep 4 bulan 5. Duduk 5 bulan 6. Merangkak 8 bulan 7. Berdiri 10 bulan 8. Berjalan 12 bulan

(38)

X. THERAPY

1. Metronidazole 3x250 mg 2. Cefotaxim 2x500 mg 3. Paracetamol 3x200 mg

4. Dexamethasone 2,5 mg ekstra 5. Dexamethason 3x5 mg

3. Pemeriksaan USG

Hasil pemeriksaan USG Degestive System (USG Abdomen) tanggal 1 februari 2021

USG Abdomen

HEPAR ukuran normal, tepi reguler, ekogenisitas parenkim normal, tak tampak nodul, V. Hepatika tak lebar.

Duktus biliaris intra dan ekstrahepatal tak lebar

VESIKA FELLEA dinding tak tebal, tak tampak batu/sludge

PANCREAS ukuran normal, parenkim normal, ductus pancreaticus tak lebar

LIEN ukuran normal, parenkim normal, V. Lienalis tak lebar Paraaorta tak tampak kelainan

GINJAL KANAN ukuran normal, batas kartikomeduler baik, ekogenisitas normal, PCS tak lebar, tak tampak batu/massa.

GINJAL KIRI ukuran normal, batas kartikomeduler baik, ekogenisitas normal, PCS tak lebar, tak tampak batu/massa.

VESIKA URINARIA dinding tak tebal, tak tampak batu/massa

Pada regio Mc Burney : Tampak blind end tube non compessible disertai fluid collection disekitarnya, yang pada potongan longitudinal membentuk gambaran target sign.

KESAN :

Gambaran appendicsitis akut disertai periappendicular fluid collection Tak tampak kelainan lain pada organ organ intraabdomen.

(39)

XI. ANALISA DATA

Tgl / Jam Data Fokus Etiologi Nursing

Problem 13-01-

2024 18.10

DS :

Pasien mengatakan nyeri pada perut

DO:

Pasien tampak meringis, Pasien tampak gelisah, TD : 106/62 mmHg, N : 112

x/menit, RR : 24 x/menit, S : 36,9 °C, P : Nyeri saat aktivitas, Q : Seperti ditusuk- tusuk, R : Kuadran kanan bawah, S : Skala 7, T : Terus menerus

Agen pencedera fisiologis (inflamasi appendicitis).

Nyeri Akut

12-01- 2024 18.10

DS :

Pasien mengatakan takut dengan penyakitnya, Ibu pasien mengatakan khawatir

dengan kondisi anaknya saat

Kekhawatiran mengalami kegagalan

Ansietas

(40)

ini, Ibu pasien mengatakann sulit berkonsentrasi, Ibu pasien mengatakan merasa bingung

DO :

Pasien tampak gelisah, pasien tampak tegang, pasien selalu ingin ditemani Ibunya

14-01- DS: Agen pencedera Nyeri akut

2024 P: pasien mengatakan nyeri fisik (Prosedur 14:05 saat bergerak

operasi) Q: pasien mengatakan nyeri

seperti disayat-sayat

R: pasien mengatakan nyeri dibagian perut

S: skala nyeri 4 dilihat dari raut muka klien

T:nyeri hilang timbul

DO :

Pasien post operasi

appendictomy hari ke 1, Pasien tampak meringis , KU : Sedang, kesadaran compos mentis, TD : 120/80 mmHg Nadi :80x/menit, Suhu : 36,6°C, RR:20x/menit

(41)

XII. PRIORITAS MASALAH

1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (inflamasi appendicitis) d.d pasien mengeluh nyeri, pasien tampak meringis, dan gelisah.

2. Ansietas b.d kekhawatiran mengalami kegagalan d.d pasien tampak tegang dan gelisah.

3. Nyeri akut b.d pencedera fisik (prosedur operasi) d.d pasien mengeluh nyeri, pasien tampak meringis.

4. Resiko infeksi d.d efek prosedur invasif (adanya luka operasi).

14-01- 2024 14:05

(factor risiko) : Tindakan Invasif

DS:

Ibu pasien mengatakan bahwa pasien habis di operasi usus buntu.

DO:

Terdapat luka post operasi appendectomy di perut bagian kanan bawah, luka terbalut kassa dengan ukuran panjang sekitar 5 cm.

Efek prosedur invasif

Resiko infeksi

(42)

XIII. PLANNING/ INTERVENSI Tgl /

jam

Diagnosa keperaw- atan

Tujuan &

Kriteria Hasil

Planning Rasional TTD

15-01- 2024

Dx 1 Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri yang dirasakan pasien dapat menurun, dengan kriteria :

1. Keluhan nyeri menurun 2. Meringis

menurun 3. Gelisah

menurun

1. Kontrol

lingkungan yang memperberat nyeri (suhu ruangan, kebisingan) 2. Ajarkan teknik

distraksi relaksasi 3. Monitor TTV 4. Kolaborasi

pemberian analgetik

1. Mengtahui faktor pemberat nyeri.

2. Untuk

meringankan keluhan nyeri 3. Mengetahui

tingkatan nyeri pasien.

4. Menggunaka n analgetik untuk menurunkan skalan nyeri pasien dengan berkolaboras i

15-01- 2024

DX 2 Setelah dilakukan tind akan

keperawatan keperawatan selama 1x8 jam diharapkan tingkat ansietas pasien menurun, dengan kriteria : 1. Verbalisasi

kebingungan menurun 2. Perilaku

gelisah menurun 3. Perilaku

tegang

1. Monitor tanda-tanda ansietas

2. Ciptakan suasana terapiutik untuk

menumbuhkan kepercayaan 3. Gunakan

pendekatan yang tenang dan meyakinkan 4. Anjurkan

keluarga untuk tetap bersama pasien

5. Latih teknik relaksasi

1. Mengetahui tingkat ansietas pasien 2. Memberikan

rasa nyaman pada klien 3. Membina rasa

saling percaya terhadap pasien dan perawat 4. Melibatkan

keluarga membantu mengurangi ansietas 5. Meningkatka

n

(43)

menurun pengetahuan pasien untuk melakukanin tervensi mandiri jika ansietas terjadi 16-01-

2024

DX3 Setelah dilakuk an tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan klien mampu mengatakan nyeri berkurang Kriteria Hasil : 1. Keluhan nyeri menurun

2.Meringis menurun 3.Gelisah menurun

4.Kesulitan tidur menurun.

1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan intensitas nyeri.

2. Identivikasi respon nyeri non verbal

3. Kontrol

lingkungan yang memperberat rasa nyeri.

4. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri 5. Anjurkan

memonitor nyeri secara mandiri.

6. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.

7. Kolaborasi pemberian analgetik

1. Menetukan lokasi dan karakteristik nyeri.

2. Mengeahui tanda nyeri pada pasien.

3. Meringanka n nyeri pada pasien.

4. Membantu menentukan intervensi nyeri.

5. Membantu mengidentif ikasi nyeri pasien.

6. Membantu mengurangi nyeri pasien tanpa

bantuan obat.

7. Membantu mengurangi nyeri pasien dengan bantuan obat.

(44)

16-01- 2024

DX4 Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 2x24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi infeksi

dengan Kriteria Hasil :

1. Kebersihan tangan meningkat.

2. Kebersihan badan meningkat.

3. Demam, kemerahan, nyeri, bengkak menurun.

4. Kadar sel darah putih meningkat.

1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik.

2. Batasi jumlah pengunjung 3. Berikan

perawatan kulit pada area edema.

4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasiien dan lingkungan pasien

5. Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi

1. Mengetahu i tanda infeksi secara cepat.

2. Meminima lisir factor penyebab infeksi.

3. Meminima lkan terjadinya infeksi.

4. Mencegah terjadinya infeksi.

5. Mencegah terjadinya infeksi.

XIV. IMPLEMENTASI Tgl / jam Diagnosa

keperawa tan

Implementasi Respon klien TTD

16-01-2024 DX 1 1. Mengkaji skala nyeri pasien.

S: Pasien mengatakan

18:05 nyeri pada perut, P :

Nyeri saat aktivitas, Q : Seperti ditusuk-

tusuk, R : Kuadran kanan bawah, S :

(45)

16-01-2024 18:10

16-01-2024 18:15

16-04-2024 18:25

DX 1

DX 1

DX 1

2. Mengontrol lingkungan yang memperberat nyeri (suhu ruangan,

kebisingan)

3. Mengajarkan teknik distraksi relaksasi nafas dalam dan melihat video kartun.

4. Monitor TTV

Skala 7, T : Terus menerus

O : Pasien tampak meringis, Pasien tampak gelisah

S : Ibu pasien mengatakan nyeri berkurang jika kondisi lingkungan tenang.

O : Pasien tampak rilek.

S : Pasien mengatakan nyeri berkurang setelah tarik nafas dalam dan melihat video kartun.

O : Skala nyeri

berkurang dari nyeri berat (7) menjadi nyeri sedang (5)

S: pasien mengatakan badanya tidak panas.

O: TD: 106/62 mmhg N:

112x/mnt RR:

24x/mnt Suhu: 36,9

‘C Skala nyeri: nyeri berat (7)

(46)

16-01-2024 18:32

16-01-2024 18:34

16-04-2024 18:55

DX 2

DX 2

DX 2

5. Mengkaji tingkat kecemasan pasien dan keluarga.

6. Melakukan pendekatan yang tenang dan meyakinkan kepada pasien dan keluarga terkait penyakit saat ini dan rencana tindakan operasi yang akan dilakukan.

7. Kolaborasi pemberian analgetik paracetamol infus 200 mg intra vena.

S: Ibu pasien

mengatakan khawatir dengan kondisi anaknya saat ini,

sulit berkonsentrasi, dan mengatakan merasa bingung

O: Ibu pasien dan pasien tampak gelisah dan tegang.

S: Ibu pasien mengatakan agak tenang setelah diberi penjelasan oleh perawat.

O: Ibu pasien dan pasien tampak sedikit tenang.

S: Pasien mengatakan tangan yang terpasang infus terasa senut- senut.

O: Paracetamol infus 200 mg masuk via infus intra vena.

(47)

17-01-2024 14:10

14:15

14:34

DX 3

DX 3

DX 3

1. Mengkaji skala nyeri pasien

2. Mengontrol lingkungan yang memperberat nyeri (suhu ruangan,

kebisingan)

3. Mengajarkan teknik distraksi relaksasi (Tarik napas dalam dan melihat video kartun)

S: Pasien mengatakan nyeri sudah

berkurang, P : nyeri saat bergerak,

Q : seperti disayat- sayat,

R : kuadran kanan bawah, pada luka operasi

S : nyeri ringan skala 2, T : saat bergerak.

O: Pasien tampak masih menahan nyeri sat bergerak.

S: pasien mengatakan nyeri berkurang jika kondisi tenang.

O: lingkungan tenang, pasien tampak rileks.

S: pasien mengatakan neyri berkurang saat menarik nafas dalam dan menonton video kartun.

O: pasien tampak relaks

(48)

16:05

18:25

18:30

18: 35

DX 3

DX 4

DX 4

DX 4

4. Memonitor TTV

5. Memasukkan obat cefotaxime 500mg IV

6. Memonitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik.

7. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien dan lingkungan klien Menjelaskan tanda dan gejala infeksi.

S: pasien mengatakan masih nyeri.

O: TD: 102/65 mmHg N: 98x/mnt RR:

24x/mnt Suhu: 36,2’ C Skala nyeri: 2 (nyeri ringan).

S: Pasien mengatakan bersedia diberikan obat cefotaxime 500mg melalui IV

O: Pasien kooperatif

S: Ibu pasien paham dengan penjelasan perawat

O: Ibu pasien pasien tampak paham dengan penjelasan perawat..

S: Ibu pasien paham dengan penjelasan perawat

O: Ibu pasien pasien tampak paham dengan penjelasan perawat..

(49)

18:40 8. Mengajarkan cara mencuci tangan dengan benar

S: Ibu pasien paham dengan penjelasan perawat

O: Ibu pasien pasien tampak paham dengan penjelasan perawat..

18-01-2024 14:23

14:30

14:32

DX 3

DX4

DX4

1. Mengidentifikasi lokasi , karakteristik, durasi, frekuensi, kulaitas nyeri, intensitas nyeri, skala nyeri.

2. Memonitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik.

3. Menganjurkan

meningkatkan asupan nutrisi.

DS: Pasien mengatakan nyeri

berkurang

DO: Pasien tampak rileks

TD : 102/72 mmHg Nadi : 88x/menit Suhu : 36,2’C

RR : 20x/menit

DS: Pasien

mengatakan tidak ada tanda infeksi seperti yang dijelaskan

DO: Tidak tampak tanda-tanda infeksi pada luka.

DS: Pasien mengatakan akan makan sesuai anjuran perawat, DO: Pasien tampak

(50)

memahami anjuran perawat.

XV. EVALUASI

Tgl / jam Diagnosa Kep Evaluasi TTD

Hari Ke 1 16-01-2024 18.56

Dx 1

Nyeri akut b.d agen pencedera

fisiologi (inflamasi appendicitis)

S :

P : Pasien mengatakan nyeri saat bergerak

Q: Pasien mengatakan nyeri seperti tertusuk -tusuk

R: Pasien mengatakan nyeri dibagian perut menjalar ke belakang

S: skala nyeri 6 dilihat dari raut muka pasien

T: nyeri di rasa terus menerus, klien mengatakan nyeri sedikit berkurang

O : - pasien tampak meringis - KU : Sedang, kesadaran composmentis

(51)

-TD : 106/62 mmHg - Nadi : 112x/menit - Suhu : 36,9 C - RR : 24x/menit

- skala nyeri : nyeri berat (7).

A : Masalah teratasi sebagian P : Intervensi dihentikan pasien operasi)

DX 2. S :

18.57

Ansietas b.d kekhawatiran

mengalami kegagalan d.d pasien tampak tegang dan gelisah

- pasien merasa khawatir karena akan di operasi - pasien mengatakan

paham atas penjelasan mahasiswa

- keluarga pasien

mengatakan selalu menjaga pasien setiap saat

- pasien mengatakan khawatirnya berkurang O :

- pasien tampak gelisah - pasien tampak tegang

- pasien tampak

mempraktikkan teknik nafas dalam

A : Masalah teratasi sebagian P : intervensi dihentikan (klien operasi)

Hari Ke 2 DX 3 S :

(52)

17-01-2024 18.45

Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (Prosedur oprasi).

- Pasien mengatakan nyeri saat bergerak, nyeri seperti disayat sayat, di bagian perut

- Pasien mengatakan faham diajarkan teknik nafas dalam

O:

- Pasien tampak gelisah - Pasien tampak meringis

- Pasien mencoba

mempraktekkan teknik nafas dalam

- TD : 120/80 mmHg - Nadi : 85x/menit - Suhu : 36,6’C - RR : 20x/menit A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi

- mengidentifikasi lokasi , karakteristik, durasi, frekuensi, kulaitas nyeri, intensitas nyeri, skala nyeri.

- mengidentifikasi respon nyeri non verbal.

- memberikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.

- mengajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.

DX 4 S :

(53)

18.50

Risiko Infeksi d.d efek prosedur

invasif

- Pasien mengatakan mengerti atas apa yang dijelaskan .

- Pasien mengatakan tidak ada tanda infeksi seperti yang dijelaskan.

O :

- Pasien tampak paham atas apa yang dijelaskan A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi

- Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik.

- Cuci tangan seblum dan sesudah kontak dengan kliendan lingkungan pasien

- Jelaskan tanda dan gejala infeksi.

- Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar.

- Ajarkan etika batuk.

- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

- Anjurkan meningkatkan asupan cairan

Hari Ke 3 18-01-2024 14.35

Dx 3

Nyeri akut b.d agen pencedera fisik

S: Pasien mengatakan nyeri berkurang

O :

(54)

(Prosedur oprasi). - Pasien tampak rilex - Pasien tampak rilex - TD : 120/80 mmHg - Nadi : 80x/menit - Suhu : 36,6 oC - RR : 20x/menit

A : Masalah teratasi sebagian P : Hentikan intervensi ( pasien Pulang)

14.40 DX 4

Risiko Infeksi d.d efek prosedur Invasive

S : Pasien mengatakan tidak ada tanda infeksi seperti yang dijelaskan

O : Tidak tampak tanda tanda infeksi pada luka.

A : Masalah teratasi sebagian P :hentikan intervensi (pasien pulang)

(55)

BAB 4 PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penerapan asuhan keperawatan pada klien pre dan post appendisitis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengkajian

Pengkajian yang dilakukan oleh peneliti pada klien sesuai dengan teori.

Salah satu focus utama pengkajian pada klien dengan pre dan post appendisitis yaitu pengkajian nyeri dengan menggunakan metode PQRST.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa yang telah ditetapkan dan dikelompokkan penulis untuk mendukung penegakan keempat diagnosa. Diagnosa yang pertama yaitu nyeri akut berhubungsn dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan pasien tampak meringis dan gelisah, diagnosa kedua ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan ditandai dengan pasien tampak tegang dan gelisah, diagnosa ketiga nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai denga pasien mengeluh nyeri dan meringis, diagnosa keempat yaitu resiko infeksi ditandai dengan efek prosedur invasif (luka post operative).

3. Perencanaan

Perencanaan yang digunakan dalam kasus pada klien dirumuskan berdasarkan prioritas masalah dengan teori yang ada, Intervensi setiap diagnosa dapat sesuai dengan kebutuhan klien dan memperhatikan kondisi klien serta kesanggupan keluarga dalam krejasama. Intervensi yang dilakukan oleh peneliti yaitu intervensi yang dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi

4. Pelaksanaan tindakan

Pelaksanaan tindakan pada kasus ini dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang sudah di buat sesuai dengan kebutuhan klien dengan pre & post

(56)

appendisitis.

5. Evaluasi Keperawatan

Akhir dari proses keperawatan yaitu evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang di berikan. Evaluasi yang dilakukan oleh peneliti pada klien selama 3 hari dan dibuat dalam bentuk SOAP. Respon klien dalam pelaksanaan asuhan keperawatan baik, klien cukup kooperatif dalam pelaksanaan setiap tindakan keperawatan. Hasil evaluasi yang dilakukan oleh peneliti pada klien menunjukan bahwa masalah yang dialami pada klien banyak yang teratasi.

4.2 Saran

1. Bagi peneliti

Dalam upaya memberikan asuhan keperawatan pada klien pre dan post appendisitis yang tepat, peneliti selanjutnya harus memahami konsep tentang appendisitis dan dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat sesuaisesuai dengan standar buku panduan SDKI (Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia), SLKI (Standart Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standart Intervensi Keperawatan Indonesia).

2. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan.

Hasil penelitian ini diharapkan agar selalu menambah dan memperdalam ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan khususnya dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada anak dengan menggunakan literatur-literatur terbaru.

(57)

DAFTAR PUSTAKA

Astutik, C. (2012). Gangguan Sistim Pencernaan Post Appendiktomi Hari Ke- 1 Program Studi Diploma Iii Keperawatan. 1–13.

Damayanti, E. (2008). Tumbuh Kembang Dan Terapi Bermain Pada Anak.

Gatot, D. (2016). Infeksi Jamur Sistemik Pada Pasien Immunocompromised. Sari Pediatri, 3(4), 242. Https://Doi.Org/10.14238/Sp3.4.2002.242-6

Hidayat, E. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Appendicitis Yang Di Rawat Di Rumah Sakit. In Jurnal Ilmiah Kesehatan.

Http://Repository.Poltekkes-Kaltim.Ac.Id/Id/Eprint/1066

Hidayatulloh, A. I., Limbong, E. O., & Ibrahim, K. I. (2020). Pengalaman Dan Manajemen Nyeri Pasien Pasca Operasi Di Ruang Kemuning V Rsup Dr. Hasan Sadikin Bandung : Studi

Kasus. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan, 11(2), 187.

Https://Doi.Org/10.26751/Jikk.V11i2.795

Lestianti, I., Utami, G. T., & Utami, S. (2017). Pengaruh Terapi Spiritual Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pre-Operasi: Literature Review. 7, 623–633.

Lolo, L. L., & Novianty, N. (2018). Pengaruh Pemberian Guided Imagery Terhadap Skala Nyeri Pada Pasien Post Operasi Appendisitis Hari Pertama Di Rsud Sawerigading Kota Palopo Tahun 2017. Fenomena Kesehatan, 01(01), 20–25.

Mooy, D. Z., Suwedagatha, I. G., & Golden, N. (2020). Faktor-Faktor Risiko Yang Berperan Terhadap Terjadinya Infeksi Luka Operasi Pada Pasien Post Appendectomy Di RSUP Sanglah Denpasar. Intisari Sains Medis, 11(2), 439. Https://Doi.Org/10.15562/Ism.V11i2.714

Mustofa, I. H., Verawati, M., & Sari, R. M. (2021). Studi Komparatif Skala Nyeri Saat Pemasangan Infus Pada Anak Yang Diberikan Teknik

(58)

Distraksi Audio Visual Menonton Animasi Kartun Dan Teknik Relaksasi Tarik Nafas Dalam Di Rsi Siti Aisyah Kota Madiun. Health Sciences Journal, 5(1), 1. Https://Doi.Org/10.24269/Hsj.V5i1.664

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia

(1st Ed.).

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesi

(1st Ed.).

Pratama, Ferina Nadya. (2020). Hubungan Nyeri Dengan Care Dependency Pada Pasien Post Operasi Di Rumah Sakit Tingkat III Baladhika Husada Jember. Skripsi.

Putri, L. (2021). Buku Asuhan Keperawatan Anak (M. Ardila (Ed.)).

Rokawie, A. O. N., Sulastri, S., & Anita, A. (2017). Relaksasi Nafas Dalam Menurunkan Kecemasan Pasien Pre Operasi Bedah Abdomen. Jurnal Kesehatan, 8(2), 257. Https://Doi.Org/10.26630/Jk.V8i2.500

S. Bakhri. (2015). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien Apendisitis Dengan Nyeri Akut Di Ruang Instalasi Gawat Darurat Rsud Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. 151(1), 10– 17.

Sukmahayati, S. (2016). Angka Kejadian Apendisitis Di RSUD Dr.

Adjidarmo Kabupaten Lebak Pada Tahun 2016. 26–33.

Sulekale, A. (2016). Penerapan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kasus Apendisitis Di Rumah Sakit Santa Anna Kendari Tahun 2015 Karya.

Sumarni, T. A. (2019). Viva Medika. Jurnal Kesehatan, 12, 50–63.

W. Z. Johannes Kupang. In Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 53, Issue 9).

(59)

Wibowo, W. J., Wahid, T. O. R., & Masdar, H. (2020). Hubungan Onset Keluhan Nyeri Perut Dan Jumlah Leukosit Dengan Tingkat Keparahan Apendisitis Akut Pada Anak. Health & Medical Journal, 2(2), 26–36.

https://doi.org/10.33854/heme.v2i2.538

Gambar

Tabel 2.1 Intervensi keperawatan Pre operatif
Tabel 2.2 Intervensi keperawatan post operatif

Referensi

Dokumen terkait

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi: infeksi bakteri ditandai dengan klien mengatakan nyeri tekan pada costo vertebral, , klien mengatakan nyeri

Evaluasi yang didapatkan pada diagnosa keperawatan pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (bendungan payudara) teratasi, karena sudah sesuai

Intervensi yang dilakukan untuk Tn.A menurut SIKI PPNI,2018 yaitu sebagai berikut : 4.3.1 Diagnosa 1 Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisiologis yaitu dengan

Berdasarkan data hasil pengkajian asuhan keperawatan didapatkan 4 masalah keperawatan yang sama pada dua pasien dan 1 diagnosa berbeda yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera

Diagnosa keperawatan yang ditegakkan yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan gejala mayor: pasien mengeluh nyeri, mengeluh pusing berputar, gejala

Evalusi Keperawatan Evaluasi dari hasil implementasi keperawatan pada tanggal 05 Maret 2023, evaluasi diagnosa Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan

Dx 3 Nyeri akut b.d pencedera fisik prosedur operasi d.d pasien tampak meringis , pasien mengeluh nyeri Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan selama 2x24 jam

Kode SDKI/Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan SLKI SIKI Selasa 23-08-2022 1 D.0077 Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan: DS : - Klien