• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Gangguan Sistem Pernafasan: Pneumonia

N/A
N/A
Febrianelly Amanda

Academic year: 2023

Membagikan "Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Gangguan Sistem Pernafasan: Pneumonia"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

“Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Gangguan Sistem Pernafasan:

Pneumonia”

Dosen Pengampu : Dr. Rika Sabri, S.Kp., Sp.Kep.Kom

Disusun Oleh : Kelompok 3

1. Febrianelly Amanda 2011312058 2. Laila nadhira 2011312043 3. Adinda Tri Kurnia Putri 2011313001 4. Figo Renzio Rizal 2011311003 5. Amelia Fransisca Yalani 2011313004 6. Assyfa Rahmi Fajarita Sgr 2011311042 7. Robiatul Adawiyah 2011311006

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS

2023

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah, serta inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah untuk memenuhi tugas Keperawatan Gerontik.

Dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan sumbangan pemikiran dari beberapa pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terima kasih khususnya kepada semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu yang telah membantu penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan terbatasnya pengetahuan yang kami miliki. Untuk itu, saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca selalu kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.

Akhirnya, harapan kami mudah-mudahan makalah yang sederhana ini ada manfaatnya khususnya bagi kami dan umumnya bagi para pembaca Aamiin.

Padang, 22 Februari 2023

Kelompok 3

(3)

BAB I PENDAHULUAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pneumonia

1. Pengertian

Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan bawah akut (ISNBA) dengan gejala batuk dengan disertai dengan sesak nafas yang disebabkan agen infeksius seperti Virus, Bakteri, Mycoplasma (fungi), Dan aspirasi subtansi asing, berupa radang paru- paru yang sertai eksudasi dan konsolidasi. (Nanda 2015).

Pneumonia merupakan istilah umum yang menandakan inflamasi pada daerah pertukaran gas dalam pleura; biasanya mengimplikasikan inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh infeksi. (Caia Francis 2011).

Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agens infeksius (Brunner & suddarth 2012).

2. Klasifikasi

Klasifikasi berdasarkan anatomi (IKA FKUI)

a. Pneumonia lobaris, Melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih lobus paru, Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau “ganda”

b. Pneumonia lobaris ( Bronkopneumonia) terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada di dekatnya, di sebut juga pneumonia loburalis.

(4)

c. Pneumonia interstitial (Bronkialitis) proses inflamasi yang terjadi di dalam dinding alveolar (intertisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.

Klasifikasi pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan : a. Pneumonia komunitas

Dijumpai pada H. Influenza pada pasien perokok, pathogen atipikal pada lansia, Gram negative pada pasien di rumah jompo, dengan adanya PPOK, Penyakit penyerta kardiopulmonal/jamak, atau paksa antibiotika spectrum luas.

b. Pneumonia Nosokomial

Tergantung pada tiga faktor yaitu: Tingkat berat sakit, adanya resiko untuk jenis pathogen tertentu, dan masa menjelang timbul onset pneumonia.

c. Pneumonia Aspirasi

Disebabkan oleh infeksi kuman, Penumonitis kimia akibat aspirasi bahan toksik, Akibat aspirasi cairan inert misalnya cairan makanan atau lambung, Edema paru, dan obstruksi mekanik simple oleh bahan padat.

d. Pneumonia pada gangguan imun

Terjadi karena akibat proses penyakit dan akibat terapi. Penyenbab infeksi dapat disebabkan oleh kuman pathogen atau mikroorganisme yang biasanya nonvirulen, berupa bakteri, Protozoa, Parasit, Virus, Jamur, dan cacing. (NANDA Nic-Noc 2013 dan NANDA Nic-Noc 2015)

3. Etiologi

a. Streptococcus pneumonia tanpa penyulit b. Streptococcus pneumonia dengan penyulit c. Haemophilus influenza

d. Staphilococcus aureus e. Mycoplasma pneumonia

(5)

f. Virus pathogen

g. Aspirasi basil gram negative, klebsiela, pseudomonas, Enterobacter, Eschericia, basil gram positif

h. Stafilacoccus

i. Aspirasi asam lambung

j. Terjadi bila kuman pathogen menyebar ke paru-paru melalui aliran darah, seperti pada kuman Stafilococcus, E.coli, anaerob enteric

4. Manifestasi Klinis

Menurut Nanda Nic-Noc (2013) dan Nanda Nic-Noc (2015) manifestasi klinis yang muncul pada pasien dengan pneumonia adalah :

a. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama.

Paling sering terjadi pada usia 6 bulan- 3 bulan dengan suhu mencapai 39,0C - 40,50C bahkan dengan infeksi ringan.

Mungkin malas dan peka rangsangan atau terkadang euforia dan lebih aktif dari normal, beberapa anak bicara dengan kecepatan yang tidak biasa.

b. Meningismus, yaitu tanda-tanda meningael tanpa infeksi meninges. Terjadi dengan awitan demam yang tiba-tiba disertai dengan nyeri kepala, nyeri dan kekakuan pada punggung dan leher, adanya tanda kerning dan brudzinski, dan akan berkurang saat suhu turun,

c. Anoreksia, merupakan hal yang umum disertai dengan penyakit masa kanak-kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap sampai pada derajat yang lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap demam dari penyakit, seringkali memanjang sampai ke tahap pemulihan.

d. Muntah, Anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang merupakan petunjuk untuk awitan infeksi.

Biasanya berlangsung singkat. Tetapi dapat menetap selama sakit.

(6)

e. Diare, Biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat. Sering menyertai infeksi pernafasan. Khususnya karena virus.

f. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan dengan nyeri apendiksitis.

g. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh pembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernafasan dan menyusu pada bayi.

h. Keluaran nasal, sering menyertai dengan infeksi saluran pernafasan. Mungkin encer dan sedikit (rinorea) atau kental dan purulen, bergantung pada tipe dan atau tahap infeksi.

i. Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernafasan.

Dapat menjadi bukti hanya fase akut.

j. Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok, auskultasi terdengar mengi, krekels.

k. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak yang lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum dan makan per oral.

5. Patofisiologi

Paru merupakan struktur kompleks yang terdiri atas kumpulan unit yang dibentuk melalui percabangan progresif jalan napas. Saluran napas bagian bawah yang normal adalah steril, walaupun berseblahan dengan sejumlah besar mikroorganisme yang menempati orofaring dan terpajam oleh mikroorganisme dari lingkungan di dalam udara yang dihirup. Sterilitas saluran napas bagian bawah adalah hasil mekanisme penyaringan dan pembersihan yang efektif.

Saat terjadi inhalasi-bakteri mikroorganisme penyebab pneumonia ataupun akibat dari penyebaran secara hematogen dari tubuh dan aspirasi melalui orofaring tubuh pertama kali akan melakukan mekanisme pertahanan primer dengan meningkatkan respon radang.

(7)

Timbulnya hepatisasi merah dikarenakan perembesan eritrosit dan beberapa leukosit dari kapiler paru-paru. Pada tingkat lanjut aliran darah menurun, alveoli penuh dengan leukosit dan relatif sedikit eritrosit. Kuman pneumococcus difagosit oleh leukoasit dan sewaktu resolusi berlangsung makrofag masuk ke dalam alveoli dan menelan leukosit beserta kuman. Paru masuk ke dalam tahap hepatitis abu-abu dan tampak berwarna abu-abu.

Kekuningan. Secara perlahan sel darah merah yang mati dan eksudat fibrin dibuang dari alveoli. Terjadi resolusi sempurna. Paru kembali menjadi normal tanpa kehilangan kemampuan dalam pertukaran gas.

6. Patway Pneumonia

(8)

7. Komplikasi

Komplikasi menurut (fakultas kedokteran UI 2012) Dengan pengunaan antibiotika, komplikasi hampir tidak prnah dijumpai komplikasi yang dapat di jumpai adalah : Epiema, Otitis media akut, komplikasi lain seperti Meningitis, perikarditis, osteolitis, peritonitis lebih jarang dilihat.

8. Pemeriksaan Penunjang

a. Sinar X : Mengidentifikasi distribusi struktural ( misal: lobar,

(9)

bronchial: dapat juga menyatakan abses) luas/infiltrasi, empiema (stapilacoccus), infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial), atau penyebatran /perluasan infiltrasi nodul ( lebih sering virus). Pada pneumonia mikoplasma, sinar x dada mungkin bersih.

b. GDA/ nadi oksimetris : Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.

c. Pemeriksaan gram/kultur, Sputum dan darah : Untuk dapat diambil biosi jarum, aspirasi transtrakea, bronkoskofi fiberobtik atau biosi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab. Lebih dari satu organisme ada : Bakteri yang umum meliputi diplococcus pneumonia, stapilococcus, Aures A-hemolik streptococcus, hemophlus influenza : CMV.

Catatan: keluar sekutum tak dapat di identifikasi semua organisme yang ada. Keluar darah dapat menunjukan bakteremia sementaraa.

d. JDL : Leukositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imum seperti AIDS, Memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.

e. Pemeriksaan serelogi : mis, Titer virus atau legionella, aglutinin dingin, membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.

f. Pemeriksaan fungsi paru : Volume mungkin menurun ( kongesti dan kolaps alveolar): tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain. Mungkin terjadi perembesan (hipoksemia)

g. Elektrolit : Natrium dan klorida mungkin rendah h. Bilirubin : Mungkin meningkat

i. Aspirasi perkutan/ biopsi jaringan paru terbuka : Dapat

(10)

menyatakan jaringan intra nuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik ( CMP : karakteristik sel rekayasa (rubela).

9. Penatalaksanaan

 Penatalaksanaan Medis 1) Oksigen 1-2L/ menit

2) IVFD (Intra venous fluid Drug) / ( pemberian obat melalui intra vena) dekstrose 10 % : NaCI 0,9% = 3:1, + KCL 10 meq / 500 ml cairan. Jumlah cairan sesuai dengan berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.

3) Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai dengan makanan entral bertahap memulai selang nasogastrik dengan feding drip.

4) Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transpormukossiller.

5) Koreksi gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit.

6) Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan

7) Untuk kasus pneumonia komuniti base : Ampicilin 100 mg/ kg BB/

hari dalam 4 hari pemberian, Kloramfenicol 75 mg /kg BB/ hari dalam 4 hari pemberian.

8) Untuk kasus pneumonia hospital base : Cefotaxim 100 mg/kg BB/

hari dalam 2 kali pemberian, Amikasim 10-15 mg/ kg BB/ hari dalam 2 kali pemberian ( Arif mansjoer, dkk, 2001).

(11)

 Penatalaksanaan Keperawatan

Peran perawat dalam penatalaksanaan penyakit pneumonia secara primer yaitu memberikan pendidikan kepada keluarga klien untuk meningkatkan pengetahuan tentang penyakit pneumonia dengan perlindungan kasus dilakukan melalui imunisasi, hygiene personal, dan sanitasi lingkungan. Peran sekunder dari perawat adalah memberikan fisioterapi dada, nebulasi, suction, dan latihan nafas dalam dan batuk efektif agar penyakit tidak kembali kambuh.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian

Menurut Brunner & suddarth (2012) Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah keperawatan secara ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah klien. Merencanakan secara sistematis dan melaksanakan serta mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

a. Pengumpulan data

 Identiatas klien : Nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, tanggal pengkajian,

 keluhan utama ; keluhan dimulai dengan infeksi saluran pernafasan, kemidian mendadak panas tinggi disertai batuk yang hebat, nyeri dada dan nafas sesak,

 Riwayat kesehatan sekarang : pada klien pneumonia yang sering dijumpai pada waktu anamnese ada klien mengeluh mendadak panas tinggi (380C - 410C) Disertai menggigil, kadangkadang muntah, nyeri pleura dan batuk pernafasan terganggu (takipnea), batuk yang kering akan menghasilkan sputum seperti karat dan purulen.

 Riwayat penyakit dahulu : Pneumonia sering diikuti oleh suatu infeksi saluran pernafasan atas, pada penyakit PPOM, tuberkulosis, DM, Pasca influenza dapat mendasari timbulnya pneumonia,

(12)

 Riwayat penyakit keluarhga : Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien atau asma bronkiale, tuberkulosis, DM, atau penyakit ISPA lainnya.

b. Pemeriksaan fisik

 Keadaan Umum : Klien tampak lemah,

 Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan pneumonia biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari 400C, frekuensi napas meningkat dari frekuensi normal, denyut nadi biasanya seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan, dan apabila tidak melibatkan infeksi sistem yang berpengaruh pada hemodinamika kardiovaskuler tekanan darah biasanya tidak ada masalah.

 B1 (Breathing) Pemeriksaan fisik pada klien dengan pneumonia merupakan pemeriksaan fokus, berurutan pemeriksaan ini terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

1) Inspeksi : Bentuk dada dan gerakan pernapasan, Gerakan pernapasan simetris. Pada klien dengan pneumonia sering ditemukan peningkatan frekuensi napas cepat dan dangkal, serta adanya retraksi sternum dan intercostal space (ICS). Napas cuping hidung pada sesak berat dialami terutama oleh anak-anak. Batuk dan sputum. Saat dilakukan pengkajian batuk pada klien dengan pneumonia, biasanya didapatkan batuk produktif disertai dengan adanya peningkatan produksi sekret dan sekresi sputum yang purulen.

2) Palpasi : Gerakan dinding thorak anterior/ ekskrusi pernapasan.

Pada palpasi klien dengan pneumonia, gerakan dada saat bernapas biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan dan kiri.

Getaran suara (frimitus vocal). Taktil frimitus pada klien dengan pneumonia biasanya normal.

3) Perkusi : Klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, biasanya didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang

(13)

paru. Bunyi redup perkusi pada klien dengan pneumonia didapatkan apabila bronkopneumonia menjadi suatu sarang (kunfluens).

4) Auskultasi ; Pada klien dengan pneumonia, didapatkan bunyi napas melemah dan bunyi napas tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana didapatkan adanya ronkhi.

 B2 (Blood) Pada klien dengan pneumonia pengkajian yang didapat meliputi :

1) Inspeksi : Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umun.

2) Palpasi : Denyut nadi perifer melemah.

3) Perkusi : Batas jantung tidak mengalami pergeseran.

4) Auskultasi :Tekanan darah biasanya normal, bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan.

 B3 (Brain) Klien dengan pneumonia yang berat sering terjadi penurunan kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, wajah klien tampak meringis. Menangis, merintih, merengang, dan mengeliat.

 B4 (Bladder) Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.

 B5 (Bowel) Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan napsu makan, dan penurunan berat badan.

 B6 (Bone) Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering menyebabkan ketergantungan klien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolus-kapiler

(14)

c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

e. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan mencerna makanan

f. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit

g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

h. Resiko hipovolemia ditandai dengan kehilangan cairan secara aktif 3. Intervensi Keperawatan

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi tertahan

 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan nafas meningkat

 Kriteria hasil:

1) Batuk efektif meningkat 2) Produksi sputum menurun 3) Mengi menurun

4) Wheezing menurun 5) Dispnea menurun 6) Sianosis menurun

7) frekuensi nafas membaik 8) pola nafas membaik

 Intervensi keperawatan: Latihan batuk efektif 1) Observasi

- Identifikasi kemampuan batuk - Monitor adanya retensi sputum

- Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas

- Monitor input dan output cairan (mis. jumlah dan karakteristik) 2) Terapeutik

- Atur posisi semi-fowler atau fowler

(15)

- Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien - Buang sekret pada tempat sputum

3) Edukasi

- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif

- Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mecucu (dibulatkan) selam 8 detik

- Anjurkan tarik nafas dalam hingga 3 kali

- Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas dalam yang ke-3

4) Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan

membrane alveolus-kapiler

 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pertukaran gas meningkat

 Kriteria hasil:

1) Dispnea menurun

2) Bunyi nafas tambahan menurun 3) Pusing menurun

4) Penglihatan kabur menurun 5) Nafas cuping hidung menurun 6) PCO2 dan PO2 membaik 7) Takikardi membaik 8) Sianosis membaik 9) Pola nafas membaik

 Intervensi keperawatan: Pemantauan respirasi 1) Observasi

- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas

- Monitor pola nafas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi)

(16)

- Monitor kemampuan batuk efektif - Monitor adanya produksi sputum - Monitor adanya sumbatan jalan nafas - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru - Auskultasi bunyi nafas

- Monitor saturasi oksigen - Monitor AGD

- Monitor hasil x-ray toraks 2) Terapeutik

- Atur interval pemantuan respirasi sesuai kondisi pasien - Dokumentasikan hasil pemantauan

3) Edukasi

- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauaan - Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas

 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas membaik

 Kriteria hasil:

1) Kapasitas vital meningkat 2) Tekanan ekspirasi meningkat 3) Tekanan inspirasi meningkat 4) Dispnea menurun

5) Penggunaan otot bantu nafas menurun 6) Pernafasan cuping hidung menurun 7) Frekuensi nafas membaik

8) Kedalaman nafas membaik 9) Ekskursi dada membaik

 Intervensi keperawatan: Manajemen jalan nafas 1) Observasi

(17)

- Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)

- Monitor bunyi nafas tambahan (misalnya gurgling, mengi, wheezing, ronki)

- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) 2) Terapeutik

- Posisikan semi-fowler atau fowler - Berikan minum hangat

- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu

- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik - Berikan oksigen, jika perlu

3) Edukasi

- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi - Ajarkan teknik batuk efektif

4) Kolaborasi

- kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik.

jika perlu

d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat nyeri menurun

 Kriteria hasil:

1) Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat 2) Keluhan nyeri menurun

3) Meringis menurun 4) Sikap protektif menurun 5) Kesulitan tidur menurun 6) Frekuensi nadi membaik 7) Pola nafas membaik 8) Tekanan darah membaik 9) Nafsu makan membaik 10)Pola tidur membaik

(18)

 Intervensi keperawatan: Manajemen nyeri 1) Observasi

- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.

- Identifikasi sekala nyeri

- Identifikasi respon nyeri non verbal

- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri - Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri

- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan

- Monitor efek samping penggunaan analgetik 2) Terapeutik

- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri - Kontrol lingkungan yang dapat memperberat rasa nyeri

(misalkan suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) - Fasilitasi istirahat dan tidur

- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri

3) Edukasi

- Jelaskan penyebab, priode dan pemicu nyeri - Jelaskan strategi meredakan nyeri

- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri - Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat

- Ajarkan tekhnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri 4) Kolaborasi

- Kolaborasi dalam pemberian analgetik

e. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan menelan makanan

(19)

 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan di harapkan status nutrisi membaik

 Kriteria hasil:

1) Porsi makan yang dihabiskan meningkat 2) Perasaan cepat kenyang menurun

3) Frekuensi makan membaik 4) Nafsu makan membaik 5) Membran mukosa membaik

 Intervensi keperawatan: Manajemen nutrisi 1) Observasi

- Identifikasi status nutrisi

- Identifikasi alergi dari intoleransi makanan - Identifikasi makanan yang disukai

- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient - Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastik - Monitor asupan makanan

- Monitor berat badan

- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium 2) Terapeutik

- Lakukan oral hygene sebelum makan, jika perlu - Fasilitasi menentukan pedoman diet

- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai - Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi - Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

- Berikan suplemen makanan, jika perlu 3) Edukasi

- Anjurkan posisi duduk, jika mampu - Ajarkan diet yang diprogramkan 4) Kolaborasi

(20)

- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (misalkan pereda nyeri, antlemetik), jika perlu

- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu

f. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit

 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan termoregulasi membaik

 Kriteria hasil:

1) Menggigil menurun 2) kulit merah menurun 3) suhu tubuh membaik 4) tekanan darah membaik

 Intervensi keperawatan: Manajemen hipertermia 1) Observasi

- Identifikasi penyebab hipertermia - Monitor suhu tubuh

- Monitor kadar elektrolit - Monitor haluaran urine

- Monitor komplikasi akibat hipertermia 2) Terapeutik

- Sediakan lingkungan yang dingin - longgarkan atau lepaskan pakaian - Basahi dan kipasi permukaan tubuh - Berikan cairan oral

- Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis (keringat berlebih)

- Lakukan pendinginan eksternal (mis. kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, dan aksilia)

- Berikan oksigen, jika perlu 3) Edukasi

(21)

- Anjurkan tirah baring 4) Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen

 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan toleransi aktivitas meningkat

 Kriteria hasil:

1) Saturasi oksigen meningkat

2) Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat 3) Keluhan lelah menurun

4) Dispnea saat aktivitas menurun 5) Dispnea setelah aktivitas menurun 6) Sianosis menurun

7) Tekanan darah membaik 8) Frekuensi nafas membaik

 Intervensi keperawatan: Manajemen energi 1) Observasi

- Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan

- Monitor kelelahan fisik dan emosional - Monitor pola dan jam tidur

- Monitor lokasi dan ketidak nyamanan selama aktivitas 2) Terapeutik

- Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis.

cahaya, suara, kunjungan)

- Lakukan latihan rentang gerak pasif dan / atau aktif - Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan

- Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan

(22)

3) Edukasi

- Anjurkan tirah baring

- Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

- Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang

- Ajarkan koping untuk mengurangi kelelahan 4) Kolaborasi

- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan

h. Resiko hipovolemia ditandai dengan kehilangan cairan secara aktif

 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status cairan membaik

 Kriteria hasil:

1) Tugor kulit meningkat 2) Dispnea menurun

3) Frekuensi nadi membaik 4) Tekanan darah membaik 5) Tekanan nadi membaik 6) Membrane mukosa membaik 7) Suhu tubuh membaik

 Intervensi keperawatan: Manajemen hipovolemia 1) Observasi

- Periksa tanda dan gejala hipovolemia (misalnya nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tugor kulit menurun, membrane mukosa kering, dan lemah)

- Monitor intake dan output cairan 2) Terapeutik

- Hitung kebutuhan cairan - Berikan asupan cairan oral

(23)

3) Edukasi

- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral 4) Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl, RL) - Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2,5%,

NaCl 0,4%)

- Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin, plasmanate)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari diagnosa yang muncul 3 yaitu : Hipertermi berhubungan dengan Proses penyakit, gangguan kebutuhan nutrisi:

dikarenakan ketidak adekuatan jantung dalam memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.. Pada saat melakukan pengkajian keperawatan didapatkan data subjektif yakni pasien.. mengeluhkan

Hasil dari intervensi adalah pada diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan jaringan perifer berhubungan dengan penurunan konsentrasi Hb dan suplai oksigen diberikan

Untuk diagnosa ketiga adalah intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik dengan outcome yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam

5 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dengan kebutuhan, adanya iskemia/nekrotik jaringan miokard, efek obat

Diagnosa keperawatan prioritas adalah kebutuhan dasar nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan kelemahan dan ketidak efektifan klien

e) Perubahan status nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik. f) Ketidak seimbangan cairan elektrolit :

Nutrisi, ketidak seimbangan lebih dari kebutuhan tubuh b/d Asupan yang. melebihi