PENDAHULUAN
Latar Belakang
Infark Miokard Akut (AMI) atau yang lebih dikenal dengan serangan jantung adalah suatu keadaan terhentinya suplai darah pada suatu bagian jantung sehingga sel-sel otot jantung mati (Robbins SL, Cotran RS, Kumar V, 2007 dalam Pratiwi, 2012) . Menurut data WHO tahun 2012, Infark Miokard Akut atau IMA merupakan penyebab kematian utama di dunia. Diperkirakan 12,2% kematian di dunia disebabkan oleh penyakit kardiovaskular, salah satunya adalah Infark Miokard Akut (WHO, 2012).
Penyebab utama infark miokard adalah ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen pada jaringan otot jantung. Mengingat betapa berbahayanya infark miokard akut terhadap kesehatan, maka perlu adanya pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan infark miokard akut (AMI).
Rumusan Masalah
Asuhan keperawatan yang diberikan perawat merupakan asuhan keperawatan yang efektif dan mampu berperan serta dalam upaya menurunkan angka kejadian infark miokard akut melalui upaya promosi yang dilakukan dengan menghimbau pasien sedapat mungkin menghindari faktor-faktor yang dapat memperparah penyakit dan mengurangi risiko penyakit. angka kematian.
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan studi kasus asuhan keperawatan pada pasien infark miokard akut. Sebagai tambahan pengetahuan bagi profesi keperawatan dan untuk lebih memahami asuhan keperawatan pada pasien infark miokard akut.
Metode Penulisan
- Metode
 - Teknik Pengumpulan Data
 - Sumber Data
 - Studi Kepustakaan
 
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari keluarga atau teman dekat klien, rekam medis perawat, hasil penelitian, dan tim pelayanan kesehatan lainnya. Tinjauan Pustaka merupakan kajian terhadap buku-buku sumber yang berkaitan dengan judul studi kasus dan permasalahan yang dibahas.
Sistematika Penulisan
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Medis Infark Miokard Akut
- Definisi
 - Klasifikasi
 - Etiologi
 - Patofisiologi
 - Manifestasi Klinis
 - Penatalaksanaan
 - Pemeriksaan Penunjang
 - Komplikasi
 - Faktor Resiko
 - Dampak Masalah
 
Berikan makanan Makanan besar bisa menjadi makanan kecil dan menambah beban agar mudah dicerna. kerja miokard dan Batasi asupan kafein, yang menyebabkan misalnya kopi, rangsangan vagal, coklat dan cola. hasilnya...di jantung yang dapat meningkatkan detak jantung. Terapi obat sesuai indikasi ACE inhibitor, misalnya sebagai pengobatan obat antidisritmia. dini, terutama pada infark miokard anterior besar, aneurisma ventrikel, atau gagal jantung, dapat meningkatkan keluaran ventrikel, . Meningkatkan. Menunjukkan jalan nafas bersih (pasien tidak merasa tercekik, irama pernafasan, frekuensi pernafasan dalam batas normal, tidak ada suara nafas yang tidak normal.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam dengan kriteria pasien mampu mandiri melakukan aktivitas sehari-hari, dapat beraktivitas dengan atau dengan bantuan peralatan, serta tidak terjadi peningkatan tekanan darah, nadi dan pernafasan. Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam dengan kriteria hasil TTV dalam batas normal, tekanan darah 130-139 (sistol) 85-89 (diastole), nadi 60-100 x/menit, pernapasan 16-24 x/menit, tidak ada edema paru, dan tidak ada kehilangan kesadaran.
Konsep Asuhan Keperawatan pada IMA
- Pengkajian
 - Diagnosa Keperawatan
 - Perencanaan Keperawatan
 - Pelaksanaan Keperawatan
 - Evaluasi Keperawatan
 
Kerangka Masalah
TINJAUAN KASUS
Pengkajian
Analisa Data
Diagnosa Keperawatan
Intervensi Keperawatan
Implementasi Keperawatan
PEMBAHASAN
Pengkajian
Pada riwayat kesehatan pasien saat ini tidak terdapat gap antara tinjauan literatur dan tinjauan kasus, pasien datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri dan menjalar ke punggung. Pada tinjauan kasus, pasien mengatakan tidak pernah memiliki riwayat penyakit jantung, ginjal, atau diabetes melitus. Dalam tinjauan literatur, pasien dengan infark miokard akut mengalami penyakit paru-paru kronis, sesak napas, perubahan kecepatan/kedalaman pernapasan, suara napas tambahan (berderak, berderak, mengi), kemungkinan mengindikasikan komplikasi pernapasan seperti gagal jantung kiri (edema paru). ) Bararah dan Jauhar, 2013).
Pada peninjauan kasus didapatkan bentuk dada normal, susunan ruas tulang belakang tidak terdapat skoliosis, ritme pernafasan tidak beraturan dengan tipe dyspnea, terdapat retraksi otot pernafasan interkostal, perkusi sonor thorax, alat bantu pernapasan O2-mask 10 lpm, fremitus vokal kanan dan kiri sama, mengi, tidak ada batuk dan tidak ada sputum, serta pernafasan 28. Pada sistem pernafasan tidak terdapat gap karena pada tinjauan literatur dan studi kasus pasien mengalami perubahan kecepatan/kedalaman pernapasan, suara mengi. Pada tinjauan kasus didapatkan nyeri dada, irama jantung teratur, iktus kordis teraba kuat di midklavikula ICS V, bunyi jantung tunggal S1 dan S2, tidak ada sianosis, tidak ada jari pemukul dan tidak ada pembesaran JVP, tekanan darah 130/80 mmHg dan denyut nadi 100 x/menit dan denyut nadi kuat (tempat perhitungan: arteri radialis).
Pada tinjauan kasus didapatkan tekanan darah 130/80 mmHg (dalam batas normal), hal ini terjadi karena tidak adanya penurunan volume sekuncup akibat infark miokard akut. Pada tinjauan kasus didapatkan komposisi kesadaran, GCS: 4-5-6, orientasi baik, pasien kooperatif, tidak kejang, tidak ada kaku kuduk, tidak ada patah tulang zinky, tidak sakit kepala, tidak pusing, istirahat/tidur: sore ± 1 jam/hari, malam ±5 jam/hari, tidak ada kelainan saraf kranial, isokor pupil, refleks cahaya: +/+ (normal). Berdasarkan peninjauan kasus, ditemukan alat kelamin dalam keadaan normal, alat kelamin bersih, menggunakan kateter, dengan volume urin 1300cc/24 jam, berwarna kuning dan berbau khas.
Pada tinjauan kasus didapatkan pasien tidak mengalami oliguria karena asupan cairan cukup 1300cc/24 jam, pasien tidak mengalami nyeri tekan kandung kemih karena tidak terjadi distensi kandung kemih. Pada tinjauan kasus didapatkan mulut bersih, mukosa bibir kering, terdapat karies, gigi bersih, di rumah sakit belum menggosok gigi, namun sudah melakukan kebersihan mulut dengan menggunakan listerine, tidak ada perut. nyeri, peristaltik usus 10 x/menit, nafsu makan baik (3 x sehari), bila sakit (3 x sehari), jenis minuman sebelum sakit air putih 1500 cc/hari dan bila sakit juga 1500 cc/hari air, berat badan sebelum sakit 65 kg, saat sakit 65 kg. Pada tinjauan kasus didapatkan pasien terpasang infus pada tangan kiri dan pucat, dapat menggerakkan sendi dan tungkai dengan leluasa, kekuatan otot, tidak patah tulang, tidak terjadi dislokasi, turgor baik, CRT <3 detik, tidak edema, bersih kulit, kemampuan melakukan ADL dibantu keluarga, suhu: 36º C (tempat pengukuran aksila).
Diagnosa Keperawatan
Pada sistem muskuloskeletal dan integratif terdapat kesenjangan karena pasien tidak mengalami sianosis karena pasien tidak mengalami gangguan pertukaran gas. Pada tinjauan kasus hanya ditemukan empat diagnosa keperawatan yaitu nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan miokard, pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan, intoleransi olahraga berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen miokardium, resiko penurunan curah jantung. berkaitan dengan perubahan kecepatan, ritme dan daya hantar listrik akibat preload, afterload dan kontraktilitas tidak memenuhi batas karakteristik. Pada tinjauan kasus, perfusi jaringan perifer yang tidak efektif tampaknya tidak berhubungan dengan penurunan curah jantung karena pasien tidak mengalami edema dan penurunan denyut nadi perifer, tidak terjadi diagnosa keperawatan kecemasan berhubungan dengan perubahan kesehatan dan status sosial. karena pasien tidak mengalami rasa putus asa dan kesedihan yang mendalam, maka diagnosa keperawatan kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya, serta kurangnya pengetahuan tidak muncul.
Intervensi Keperawatan
Implementasi Keperawatan
Dalam diagnosa keperawatan, risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kecepatan, ritme, dan konduksi listrik. Seluruh rencana tindakan keperawatan telah dilaksanakan seperti mengukur tekanan darah dan membandingkan duduk dan berbaring. Terdapat perbedaan peningkatan antara posisi berbaring dan duduk, hal ini dipengaruhi oleh tonus otot (saat berbaring lebih kecil dibandingkan dengan tonus saat duduk sehingga meningkatkan kebutuhan oksigen. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan sistolik dan diastolik tekanan, serta denyut jantung. Selama pelaksanaan tidak ditemukan kendala dalam tindakan keperawatan, karena pasien dan keluarga bekerjasama dengan perawat sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan.
Evaluasi Keperawatan
Diagnosa keperawatan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan menyimpulkan bahwa masalah keperawatan pasien teratasi karena sesuai dengan tujuan yang ditetapkan perawat agar pola pernafasan menjadi efektif kembali, dibuktikan dengan status pernafasan tidak efektif. terganggu. . Hal ini sesuai dengan teori Nurarif & Hardhi (2016) yang menyatakan bahwa tujuan keperawatan dalam mendiagnosis pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan yaitu agar pola pernafasan kembali efektif yang ditunjukkan dengan status pernafasan tidak terganggu. Diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen ke miokardium menghasilkan kesimpulan bahwa masalah keperawatan pasien teratasi karena sesuai dengan tujuan perawat yaitu mampu mentoleransi aktivitas.
Hal ini sesuai dengan teori menurut Nurarif & Hardhi (2016), bahwa tujuan keperawatan dalam mendiagnosis intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard, masing-masing kemampuan mentoleransi aktivitas. Diagnosa keperawatan risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan ritme, ritme, dan konduksi listrik menyimpulkan bahwa masalah keperawatan pasien tidak terjadi karena masih merupakan risiko dan tujuan yang ditetapkan perawat adalah agar tidak terjadi penurunan curah jantung. . Hal ini sesuai dengan teori menurut Nurarif & Hardhi (2016), bahwa tujuan keperawatan dalam mendiagnosis risiko penurunan curah jantung berkaitan dengan perubahan ritme, irama dan daya hantar listrik yaitu tidak adanya penurunan curah jantung.
Setelah melakukan observasi dan melakukan asuhan keperawatan secara langsung pada pasien kasus Stemi Anterior di ruang Melati RSUD Sidoarjo, peneliti dapat menarik kesimpulan dan saran yang dapat berguna dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan pada pasien Stemi Anterior. Dari hasil uraian yang menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Stemi Anterior, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam, hasilnya menunjukkan latihan nafas dalam secara mandiri dan menunjukkan jalan nafas terbuka.
Pada evaluasi akhir, tekanan darah pasien 130/80 mmHg, nadi 90 x/menit, pernapasan 22 x/menit, tidak ada edema. Bagi institusi pelayanan kesehatan diharapkan Rumah Sakit khususnya RSUD Bangil dapat memberikan pelayanan dan menjaga hubungan kerjasama yang baik antara tim kesehatan dengan pasien dan keluarga, bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal secara umum dan pasien Stemi Anterior di secara umum. Terutama diharapkan pihak rumah sakit dapat menyediakan fasilitas yang dapat menunjang kesembuhan pasien. Dapat dijadikan referensi dan pengetahuan yang dapat dikembangkan untuk memberikan pelayanan yang lebih berkualitas kepada pasien Stemi Anterior dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan.
PENUTUP
Simpulan
Terdapat irama pernafasan tidak beraturan dengan jenis sesak yaitu retraksi otot pernafasan bila menggunakan ventilator NRBM 10 lpm dan terdapat bunyi mengi. Tekanan darah pasien 130/80 mmHg, nadi 100 x/menit, suhu 36ºC, pernapasan 28 x /menit. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam dengan kriteria hasil pasien tampak rileks, tidak memegang daerah nyeri, skala nyeri 1-3 (ringan), TTV dalam batas normal 130-139 (sistol) 85-89 ( diastol) ), Nadi 60-100 x/menit, Respirasi 16-24 x/menit. Pada evaluasi akhir didapatkan pasien tidak lagi merasakan sesak nafas dengan frekuensi pernafasan 22 x/menit, dan tidak terdapat suara pernafasan yang tidak normal.
Pada evaluasi akhir didapatkan pasien tidak lagi merasa lemas saat beraktivitas, mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri dan mampu berpindah tempat tanpa bantuan alat atau orang lain.
Saran