ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS UNSTABLE ANGINA PECTORIS (UAP)
Ditulis untuk memenuhi sebagian tugas Mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat
Oleh : KELOMPOK 2
Ainun Faliza Putri 211211770 Akhdes Kumala Diyan 211211711 Befi Failatari 211211775
Bunga Latifa 211211776
Fakrian Sardi 211211785 Fawnia Lyra Alma 211211788 Igha Zahara Putri
Luvia Putri Salsabila
211211792 211211799 Nurli Pertiwi 211211805 Ririn Yulia Putri 211211813 Taufik Hidayat 211211820 Viony Berliana 211211824
Dosen Pembimbing : Ns. Mira Andika, M.Kep
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN DAN SAINS UNIVERSITAS MERCUBAKTIJAYA PADANG
TAHUN 2024
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan Teoritis Unstable Angina Pectoris (UAP) ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yakni untuk memenuhi tugas dosen pada mata kuliah Manajemen Keperawatan.
Dalam makalah ini kami mangucapkan terima kasih kepada Ibu Ns. Mira Andika, M.Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat yang telah membimbing penulis dalam pembuatan makalah ini. Selain itu, tugas ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan bagi penulis. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak kekurangan yang disebabkan karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan serta pengalaman penulis. Namun demikian, makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Penulis berusaha semaksimal mungkin dalam pembuatan makalah ini, namun penulis menyadari banyak kelemahan baik dari segi isi maupun tata bahasa, untuk itu penulis meminta kritik yang bersifat membangun.
Padang, 23 April 2024
Penulis
iii DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……….i
DAFTAR ISI…...………ii
BAB I PENDAHULUAN ……….……….…1
1.1 Latar Belakang ………...1
1.2 Rumusan Masalah……….……….2
1.3 Tujuan……….………...2
BAB II PEMBAHASAN……… 2.1 Defenisi……….………4
2.2 Etiologi……….……….4
2.3 Patofisiologi……….……….6
2.4 Pathway……….………7
2.5 Manifestasi Klinis……….………8
2.6 Klasifikasi……….………8
2.7 Faktor Resiko……….………8
2.8 Komplikasi……….………9
2.9 Pemeriksaan Penunjang……….………9
2.10 Penatalaksanaan Medis……….…………...10
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN……….……13
3. 1 Pengkajian Primer……….………14
3.2 Diagnosa Keperawatan……….………15
3.3 Intervensi Keperawatan……….………19
3.4 Impelentasi Keperawatan………..20
3.5 Evaluasi Keperawatan………...…20
3. 6 Pengkajian Primer……….………21
3.7 Diagnosa Keperawatan……….………23
3.8 Intervensi Keperawatan……….………24
3.9 Impelentasi Keperawatan………..27
3.10 Evaluasi Keperawatan………...27
BAB IV PENUTUP……….………..29
4.1 Kesimpulan……….………...29
42. Saran……….………29
iv
DAFTAR PUSTAKA……….………30
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Angina Pektoris merupakan sakit pada dada akibat dari penyakit jantung koroner yang merupakan suatu penyakit pada jantung yang terjadi karena adanya kelainan pada pembuluh darah koroner yaitu sepasang pembuluh nadi cabang pertama dari aorta yang mengantarkan zat-zat makanan yang dibutuhkan bagi jaringan dinding jantung. Kelainan pembuluh darah koroner ini berupa penyempitan pembuluh darah sebagai akibat dari proses atherosklerosis yaitu pengerasan dinding pembuluh darah yang disebabkan oleh penimbunan lemak yang berlebihan (Smeltze & Bare, 2002). Gejala yang timbul umumnya berupa nyeri dada substernal, yang dapat dirasakan seperti sensasi tertindih atau rasa tidak nyaman, yang bisa dipicu oleh aktivitas, kecemasan, atau stres mental dan emosional. Angina pektoris dapat menjalar ke lengan, leher, rahang bawah, epigastrium, atau punggung. (Kloner & Chaitman, 2017).
Data epidemiologi global menunjukkan bahwa prevalensi angina meningkat seiring dengan pertambahan usia baik pada pria maupun wanita. Angina pektoris dialami oleh sekitar 4% pria dan 5% wanita berusia 45-64 tahun dan angka ini meningkat hingga 12% pada pria dan 10% pada wanita berusia 65-84 tahun. Pada populasi berusia di bawah 65 tahun, insidens angina pektoris tanpa komplikasi pada wanita tampak sedikit lebih tinggi dibandingkan pada pria.
Pada populasi Kaukasia berusia 45-65 tahun, sekitar 1% pria mengalami angina pektoris tanpa komplikasi dan insidens tersebut terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia (Montalescot et al., 2014).
Angina pektoris merupakan salah satu manifestasi Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang menjadi penyebab utama kematian di Indonesia dan diperkirakan akan terus meningkat mencapai 23,3 juta kematian pada tahun 2030 (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018). Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan prevalensi penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan wawancara serta yang didiagnosis dokter, gejala meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok umur 65 -74 tahun yaitu 2,0 persen dan 3,6 persen, menurun sedikit pada kelompok umur ≥ 75 tahun.
Prevalensi PJK yang didiagnosis dokter berdasarkan gejala lebih tinggi pada perempuan (0,5% dan 1,5%) (Pengembangan & Penelitian Kesehatan, 2013).
Bali termasuk provinsi yang memiliki prevalensi penyakit jantung yang tinggi yaitu sebanyak 1,2 % (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2018). Pada tahun 2013 Riskesdas melaporkan prevalensi yang terdiagnosis penyakit di Bali yaitu 0,4% sedangkan yang terdiagnosis atau gejala sebesar 1,3% dan prevalensi kasus pasien PJK di daerah Gianyar berdasarkan Riskesdas Provinsi Bali tahun 2013/2014 sebesar 0,3% (Pengembangan & Penelitian
2
Kesehatan, 2013). Hal ini dibuktikan dengan data rekam medis pasien angina pektoris yang menjalani rawat jalan di RSUD Sanjiwani Gianyar dari tahun 2018 – 2021 mencapai 84 pasien.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di laboratorium sentral RSUP.
Dr. M. Djamil Padang, terhadap 36 sampel pasien penyakit jantung koroner (PJK) rata-rata tekanan darah sistolik pada penderita penyakit jantung koroner adalah 171,69 mmHg, dan rata-rata tekanan darah diastoliknya adalah 108,83 mmHg (Daniati & Erawati, 2018).
Pada data Profil Kesehatan Kabupaten Gianyar tahun 2019, dari program pemeriksaan/pengukuran tekanan darah yang dilakukan terhadap 84.646 penduduk > 15 tahun, hanya 36.641 (43,3%) penderita tekanan darah tinggi yang mendapatkan pelayanan kesehatan. (Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar, 2019).
Penelitian Framingham dalam Ariandiny dan Afriwardi (2014), mendapatkan bahwa hipertensi sistolik merupakan faktor pencetus terjadinya angina pektoris. Selain itu, tekanan darah diastolik 90-100 mmHg akan meningkatkan risiko angina pektoris sebesar 2x lipat dan apabila hipertensi sistolik dan hipertensi diastolik terjadi bersamaan akan menunjukkan risiko yang lebih besar (Ariandiny & Afriwardi, 2014). Oleh karena itu, solusi yang dapat digunakan untuk menanggulanginya yaitu dengan cara perubahan gaya hidup yang lebih sehat, seperti mengontrol tekanan darah dengan melakukan perubahan dalam pola diet, pengendalian stress serta kecemasan (Nuraeni, 2016).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah defenisi Unstable Angina Pectoris (UAP) ? 2. Apakah etiologi Unstable Angin Pectoris (UAP)?
3. Bagaimana patofisiologi Unstable Angina Pectoris (UAP) ? 4. Bagaimana pathway Unstable Angina Pectoris (UAP) ?
5. Bagaimana Manifestasi klinis Unstable Angina Pectoris (UAP) ? 6. Bagaimana klasifikasi Unstable Angina Pectoris (UAP)?
7. Bagaimana faktor resiko Unstable Angina Pectoris (UAP) ? 8. Bagaimana Komplikasi Unstable Angina Pectoris (UAP)?
9. Bagaimana penatalaksanaan medis Unstable Angina Pectoris (UAP) ? 10. Bagaimana pemeriksaan penunjang Unstable Angina Pectoris (UAP) ? 1.3 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui defenisi Unstable Angina Pectoris (UAP) 2. Untuk mengetahui etiologi Unstable Angina Pectoris (UAP) 3. Untuk mengetahui patofisiologi Unstable Angina Pectoris (UAP) 4. Untuk mengetahui pathway Unstable Angina Pectoris (UAP)
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis Unstable Angina Pectoris (UAP)
3
6. Untuk mengetahui klasifikasi Unstable Angina Pectoris (UAP) 7. Untuk mengetahui faktor resiko Unstable Angina Pectoris (UAP) 8. Untuk mengetahui komplikasi Unstable Angina Pectoris (UAP) 9. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis Unstable Angina Pectoris
(UAP)
10. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Unstable Angina Pectoris (UAP)
4 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Defenisi
Angina pektoris tak stabil didefinisikan sebagai perasaan tidak enak didada (chest discomfort) akibat iskemia miokard yang datangnya tidak tentu, dapat terjadi pada waktu sedang melakukan kegiatan fisik atau dalam keadaan istirahat. Perasaan tidak enak ini dapat berupa nyeri, rasa terbakar atau rasa tertekan. Kadang-kadang tidak dirasakan di dada melainkan di leher, rahang bawah, bahu, atau ulu hati (Kabo dan Karim, 2008). Angina pektoris tak stabil adalah suatu spektrum dari sindroma iskemik miokard akut yang berada di antara angina pektoris stabil dan infark miokard akut (Anwar, 2004).
Angina pektoris adalah nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium yang dipicu oleh aktivitas yang meningkatkan kebutuhan miokardium akan oksigen; seperti latihan fisik; dan hilang dalam beberapa menit dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin (Majid, 2018). Angina pektoris adalah suatu sindroma klinik yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan (demand) dan suplai aliran arteri koroner (PERKI, 2018).
Unstable Angina Pectoris (UAP) atau disebut juga angina pectoris tidak stabil yaitu bila nyeri timbul untuk pertama kali, sakit dada yang tiba-tiba terasa pada waktu istirahat atau aktivitas minimal yang terjadi lebih berat secara mendadak atau bila angina pectoris sudah ada sebelumnya namun menjadi lebih berat. Biasanya dicetuskan oleh faktor yang lebih ringan dibanding sebelumnya (Khotimah dkk, 2022).
2.2 Etiologi
Beberapa keadaan yang dapat merupakan penyebab baik tersendiri ataupun bersama-sama yaitu (Anwar, 2004) :
1) Faktor di luar jantung
Pada penderita stenosis arteri koroner berat dengan cadangan aliran koroner yang terbatas maka hipertensi sistemik, takiaritmia, tirotoksikosis dan perakaian obat-obatan simpatomimetik dapat meningkatkan kebutuhan O2 miokard sehingga mengganggu keseimbangan antara kebutuhan dan suplai O2.
5 2) Sklerotik arteri coroner
Sebagian besar penderita angina tidak stabil (ATS) mempunyai gangguan cadangan aliran koroner yang menetap yang disebabkan oleh plak sklerotik yang lama dengan atau tanpa disertai trombosis baru yang dapat memperberat penyempitan pembuluh darah koroner. Sedangkan sebagian lagi disertai dengan gangguan cadangan aliran darah koroner ringan atau normal yang disebabkan oleh gangguan aliran koroner sementara akibat sumbatan maupun spasme pembuluh darah.
3) Agregasi trombosit
Stenosis arteri koroner akan menimbulkan turbulensi dan stasis aliran darah sehingga menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang akhirya membentuk trombus dan keadaan ini akan mempermudah terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah.
4) Trombosis arteri coroner
Trombus akan mudah terbentuk pada pembuluh darah yang sklerotik sehingga penyempitan bertambah.
5) Pendarahan plak atheroma
Robeknya plak ateroma ke dalam lumen pembuluh darah kemungkinan mendahului dan menyebabkan terbentuknya trombus yang menyebabkan penyempitan arteri koroner.
6) Spasme arteri coroner
Peningkatan kebutuhan O2 miokard dan berkurangnya aliran koroner karena spasme pembuluh darah disebutkan sebagai penyeban ATS.
Sebagian besar penderita angina tidak stabil (ATS) mempunyai gangguan cadangan aliran koroner yang menetap yang disebabkan oleh plak sklerotik yang lama dengan atau tanpa disertai trombosis baru yang dapat memperberat penyempitan pembuluh darah koroner. Sedangkan sebagian lagi disertai dengan gangguan cadangan aliran darah koroner ringan atau normal yang disebabkan oleh gangguan aliran koroner sementara akibat sumbatan maupun spasme pembuluh darah.
6 2.3 Patofisiologi
Terjadinya UAP pada umumnya diawali dengan terjadinya proses aterosklerosis pada saat monosit berpindah dari aliran darah dan melekat pada lapisan dinding pembuluh darah koroner, yang akan mengakibatkan terjadinya penumpukkan lemak. Setiap daerah penebalan atau plak selain terdiri dari monosit dan lemak menimbulkan jaringan ikat dari sekitar area perlekatan.
Hipertensi juga menyebabkan gesekan antara aliran darah dengan ateroma.
Ateroma atau plak aterosklerosis dapat menyebar dimana saja, tetapi umumnya ada di daerah percabangan. Pada ateroma yang pecah dapat mempersempit lumen pembuluh darah arteri yang kemudian mengakibatkan pembentukan bekuan darah yang mengalir (trombus), bekuan ini dapat menyebabkan sumbatan (tromboemboli) di tempat lain. Dengan adanya sumbatan pada arteri koroner dapat mengakibatkan menurunnya suplai darah (Muttaqin, 2014).
Kurangnya suplai oksigen dalam otot jantung, maka otot jantung akan menjadi iskemia, sedangkan apabila pasokan oksigen berhenti selama kurang lebih 20 menit maka menyebabkan miokardium (otot jantung) mengalami nekrosis (infark miokard). Iskemia miokard yang terjadi akibat kurangnya aliran darah ke miokardium menimbulkan nyeri dada dan adanya perubahan segmen ST pada (EKG). Nyeri dada yang dialami pasien dapat menimbulakan kecemasan akan kematian. Selain itu, iskemia mikoard juga akan menyebabkan penurunan kontraktilitas miokard yang akan berdampak pada penurunan cardiac output (CO).
Kurangnya suplai oksigen dalam otot jantung membuat tekanan darah dan nadi meningkat sehingga menimbulkan kelelahan yang berlebih. Selanjutnya, Infark miokard menyebabkan volume akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan atrium kiri meningkat. Ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paruparu sehingga terjadi peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru yang menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru menimbulkan edema paru, dan terjadi gangguan pertukaran gas. (Mutarobin, 2018).
7 2.4 WOC
Atreosklerosis
Akumulasi/ penimbunan atreosma plak di intima arteri
Penyempitan lumen arteri,rpture plak, trombosi dan spasme arteri
Faktor Pencetus:
Hiperkolesterolemia Diabetes Merokos Hipertensi Usia lanjut Obesitas
Aliran O2 Ateri coroner menurun
Iskemi
Infark miokard
Tekanan darah dan nadi meningkat
Cardiac output
SDKI : Penurunan darah jantung SLKI : Curah jantung
SIKI : Perwatan jantung Peningkatan
tekanan jantung
SDKI : Intolenrasi aktivitas SLKI : Toleransi aktivitas SIKI : Manajemen energi Lelah
Kelemahan miokard
Volume akhir diastolic ventrikel kiri meningkat
Tekanan atrium kiri meningkat
Tekanan pulmonalis meningkat
Hipertensi kapiler paru
Edema paru
SDKI : Gangguan Pertukaran gas SLKI : Pertukaran gas
menurun Siki: Pemantauan
Respirasi Kerusakan otot
miokardium
EKG : T terbaik dan ST
Sindrom Koroner Akut
Sindrom koroner akut
STEMI UAP NSTEMI
Nyeri dada
Khawatir kondisi SDKI : Nyeri Akut SLKI : Tingkat Nyeri SIKI : Manajemen Nyeri
SDKI : Ansietas SLKI : Tingkat Ansietas SIKI : Reduksi Ansietas
8 2.5 Manifestasi klinis
Menurut PERKI (2018) manifestasi klinis pada UAP yaitu :
a. Nyeri dada yang timbul saat istirahat atau saat melakukan aktivitas, seperti rasa tertekan atau berat daerah retrosternal yang dapat menjalarke leher, rahang, area interskapular, bahu, lengan kiri dan epigastrium, berlangsung beberapa menit atau lebih dari 20 menit.
b. Diaforesis (keringat dingin), mual, muntah, nyeri abdominal, dan sesak napas.
c. Gambaran EKG : Depresi segmen ST > 1mm dan atau inversi gelombang T
> 2mm di beberapa sadapan prekordial, dapat disertai dengan elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20 menit), gelombang Q yang menetap, Non-diagnostik, dan Normal.
d. Biomarka jantung yang tidak meningkat secara bermakna
2.6 Faktor-faktor yang meningkatkan Resiko Angina Tidak Stabil
1) Merokok Merokok memiliki resiko dua kali lebih besar terhadap serangan jantung dibandingkan orang yang tidak pernah merokok dan berhenti merokok telah mengurangi kemungkinan terjadinya serangan jantung.
Perokok aktif memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap serangan jantung dibandingkan bukan perokok.
2) Tidak berolahraga secara teratur
3) Memiliki hipertensi atau tekanan darah tinggi
4) Mengkonsumsi tinggi lemak jenuh dan memiliki kolesterol tinggi 5) Memiliki riwayat penyakit DM
6) Memiliki anggota keluarga (terutama orang tua atau saudara kandung) yang telah memiliki penyakit arteri koroner
7) Menggunakan stimulan atau retrasi otot, seperti kokain atau amfetamin.
2.7 Klasifikasi
Menurut Rampengan (2014) terdapat klasifikasi Braunwald pada pasien dengan UAP antara lain:
1) Kehebatan
9
Kelas I yaitu serangan baru, berat, atau mempercepat angina. Angina lamanya < 2 bulan, angina berat atau terjadi ≥3 kali/hari, atau lebih sering angina dan dipicu oleh kurangnya eksersi, tidak ada nyeri istirahat pada 2 bulan terakhir. Kelas II (Sub akut) yaitu angina muncul saat istirahat yang terjadi ≥1 kali saat istirahat selama bulan sebelumnya tapi tidak sampai 48 jam. Kelas III (Akut) yaitu angina muncul saat istirahat yang terjadi ≥1 kali saat istirahat sampai 48 jam.
2) Keadaan Klinis
Kelas A yaitu angina tidak stabil kedua: Eksterinsik keadaan identifikasi dengan jelas untuk dasar vaskular koroner bahwa memperkuat iskemia miokard termasuk anemia, demam, infeksi, hipotensi, takiaritmia, tirotoksikosis, hipoksemia sekunder untuk gagal respirasi. Kelas B yaitu angina tak stabil primer. Kelas C yaitu angina tidak stabil pasca-infark (2 minggu untuk IMA).
3) Intensitas pengobatan
Tidak ada atau pengobatan minimal, adanya standar terapi untuk angina stabil kronik (dosis biasa pada oral beta bloker, nitrat, dan antagonis kalsium), meskipun terjadi dosis toleransi maksimal pada semua 3 kategori dari terapi oral termasuk nitrogliserin intravena.
4) Parameter risiko tinggi
Risiko jangka pendek untuk kematian atau non-fatal infark miokard pasien dengan Unstable Angina Pectoris (UAP) meliputi :
a. Risiko Rendah
Tidak kemungkinan tinggi atau sedang tapi mempunyai beberapa ciri yang mengikuti yaitu peningkatan frekuensi angina, kehebatan, atau durasi, angina diprovokasi pada batas bawah, onset angina yang baru dengan onset 2 minggu dengan 2 bulan sebelum pemberian, dan normal atau tanpa adanya perubahan Elektrokardiogram (EKG).
b. Risiko Sedang
Tidak risiko tinggi dengan ciri, tapi harus mempunyai beberapa hal yang mengikuti yaitu usia >65 tahun, berkepanjangan (>20 menit),
10
angina saat istirahat, dapat diatasi saat itu juga, dengan kemungkinan sedang atau tinggi untuk penyakit jantung koroner, angina saat istirahat hilang dengan istirahat atau sublingual nitrogliserin, nokturnal angina, angina dengan perubahan gelombang dinamik T, onset baru angina Canadian Cardiovaskular Society Kelas III atau IV setelah 2 minggu dengan kemungkinan sedang atau tinggi untuk penyakit jantung koroner, dan patologi gelombang Q atau penurunan ST ≤1 mm dalam multiple lead group.
c. Risiko Tinggi
Sekurang-kurangnya mengikuti ciri yaitu nyeri berkepanjangan dan sedang yang berlangsung (≥20 menit) saat istirahat, IMA sebelumnya, angioplasti atau bedah bypass, edema paru yang mungkin berhubungan dengan iskemia, angina saat istirahat dengan perubahan dinamik penurunan ST ≥1 mm, angina baru atau menjadi lebih buruk, murmur, mitral regurgitasi, angina dengan S3 atau baru menjadi lebih buruk, disfungsi LV signifikan, dan ngina dengan hipotensi.
2.8 Komplikasi
Komplikasi angina pektoris sering disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Bila pembuluh darah koroner semakin sempit dan tersumbat total, maka akan muncul serangan jantung yang bisa mengancam nyawa. Oleh karena itu, angina pektoris perlu diperiksakan sejak masih berupa gejala awal, atau sejak nyeri masih ringan dan bisa mereda sendiri dengan istirahat (Luhtfiyah dkk, 2021).
Menurut Setyohadi et al (2018) komplikasi yang mungkin terjadi pada angina pektoris yaitu aritmia, gagal jantung, komplikasi mekanik (Ruptur dinding ventrikel, regurgitasi mitral akut).
2.9 Penataksanaan Medis
1) Tatalaksana Non medikamentosa
Menurut Setyohadi et al (2018) penatalaksanaan angina pektoris yaitu:
tirah baring dan pemberian oksigen 2-4 liter/menit.
11 2) Tatalaksana Medikamentosa.
Pengobatan angina pektoris bertujuan untuk mengurangi keluhan dan gejala, serta mencegah komplikasi berupa serangan jantung. Penanganan yang diberikan kepada tiap pasien dapat berbeda-beda, tergantung pada kondisi yang dialaminya. Biasanya, pasien yang mengalami angina pektoris akan diberikan obat-obatan untuk mengurangi keluhan. Dibawah ini adalah rincian dari berbagai cara pengobatan angina pektoris (Luhtfiyah, 2021) :
a. Obat-obatan
Jenis obat yang dapat diberikan oleh dokter untuk meredakan gejala angina yaitu obat pengencer darah: aspirin, clopidogrel, atau ticagrelor, obat pelebar pembuluh darah: nitrogliserin, untuk melebarkan dan merelaksasi pembuluh darah, sehingga aliran darah ke antung lebih baik, obat penghambat beta untuk memperlambat denyut jantung dan merelaksasi pembuluh darah, sehingga mengurangi beban kerja jantung, dan obat untuk mengontrol penyakit diabetes, kolestrol, dan hipertensi yang merupakan faktor risiko dari penyakit jantung koroner penyebab angina.
b. Prosedur medis khusus
Apabila angina pektoris tidak mereda setelah pemberian obatobatan, dokter menungkin akan menganjurkan prosedur medis khusus menanganinya, antara lain (Luhtfiyah, 2021):
1. Pemasangan ring jantung, untuk melebarkan arteri yang mengalami penyempitan dengan meletakkan kawat khusus (ring) yang berbentuk seperti tabung di pembuluh darah arteri jantung.
2. Operasi baypass jantung, yaitu dengan mengambil pembuluh darah dari bagian tubuh lain untuk membuat saluran aliran darah baru sebagai pengganti saluran aliran darah yang menyempit. Selain pengobatan medis diatas, penderita perlu melakukan perubahan gaya hidup untuk mencegah keluhan muncul kembali yaitu dengan melakukan olahraga secara teratur, menerapkan pola makan yang baik, menghentikan kebiasaan merokok, dan beristirahat yang cukup.
12 2.10 Pemeriksaan Penunjang
Menurut PERKI (2018), pemeriksaan penunjang pada pasien dengan Unstable Angina Pectoris (UAP) yaitu:
a. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG).
Gambaran EKG : Depresi segmen ST > 1mm dan atau inversi gelombang T
> 2mm dibeberapa sadapan prekordial, dapat disertai dengan elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20 menit), gelombang Q yang menetap, Non-diagnostik, dan Normal.
b. Pemeriksaan Biomarka Jantung
CK-MB, Troponin T, dan I merupakan biomarka nekrosis
miosit jantung dan menjadi biomarka untuk diagnosis infark miokard.
Nilai normalCK <190 U/L, CKMB <24 U/L, Troponin T <50 ng/L.
c. Pemeriksaan Echocardiografi
Memberikan gambaran pada struktur jantung, pembuluh darah, aliran darah, dan kemampuan otot jantung dalam memompa darah.
d. Pemeriksaan Angiografi koroner
Melihat penyempitan pada koroner, untuk mengetahui tingkat keparahan pada penyakit jantung koroner.
e. Pemeriksaan Labolatorium
Tes darah rutin, gula darah sewaktu, status elektrolit, koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel lipid, untuk menemukan adanya faktor risiko angina pektoris.
f. Pemeriksaan foto rontgen thoraks
Bentuk jantung biasanya normal, tetapi pada pasien hipertensi terlihat jantung membesar, dan tampak adanya kalsifikasi aorta.
13 BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer (Airway, Breathing, Circulation, Disability,Exposure) a. Airway
Biasanya jalan napas klien paten atau terdapat sekret yang disebabkan batuk basah karena kebiasaan merokok, jika terdapat sekret maka biasanya akan terdengar suara nafa tambahan seperti snoring dan gurgling. Ada dyspnea, dan biasanya klien juga tampak sianosis karna sirkulasi yang tidak lancar.
b. Breathing
Biasanya klien terlihat sesak, frekuensi nafas melebihi normal, dan mengeluh sesak seperti tercekik. Sesak nafas terjadi akibat pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan peningkatan curah darah oleh ventrikel kiri pada saat melakukan kegiatan fisik. Pada infark miokardium yang kronis dapat terjadi dyspnea kardiak yang timbul saat istirahat. Biasanya juga tampak penggunaan otot bantu napas dan cuping hidung
c. Circulation
Biasanya tekanan darah menurun akibat penurunan volume sekuncup, saat palpasi biasanya ditemukan denyut nadi perifer melemah, nadi irregular konjugtiva anemis dan akral teraba dingin.
d. Disability
Biasanya kesadaran pasien Composmentis, pasien mengeluh nyeri pada dada sebelah kiri dan menjalar ke lengan kiri, nyeri dirasakan <20 menit, nyeri berkurang saat beristirahat.
e. Exposure
Biasanya klien dipasangkan alat echocardiogram (EKG), dan jika terdapat sekret pada jalan napas maka dilakukan suction. Hasil yang didapatkan dari pemeriksaan EKG adalah ST depresi
14 2. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan Jalan Napas Tidaka Efektif b.d Spasme jalan napas b. Gangguan pertukara gas b.d ventilasi-perfusi
c. Penurunan curah jantung b.d perubahan irama jantung d. Nyeri akut b.d Agen pencedera fisiologis (mis.iskemia)
3. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa SLKI SLKI
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d Spasme jalan napas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan npasa meningkat dengan kriteria hasil :
− Batuk efektif meningkat
− Produksi sputum menurun
− Gelisah menurun
− Dispnea menurun
Manajemen jalan napas Observasi:
- Monitor pola napas (frekuensi,kedalaman, usaha napas)
- Monitor bunyi napas (mis.gurgling,mengi,w heezing,ronkhi kering) - Monitor sputum (
jumlah,warna,aroma) Terapeutik:
- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift - Posisikan semi fowler
atau fowler - Berikan minum
hangan
- Lakukan fisiotrrapi dada,jika perlu
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- Lakukan
hioperoksigenasi sebelum penghisapan endrotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill - Berikan oksigen jika
perlu Edukasi:
15
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,jika tidak kontraindikasi - Ajarkan teknik batuk
efektif Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian bronkodilator,ekspekto ran,mukolitik,jika perlu
2. Gangguan Pertukaran gas b.d ventilasi- perfusi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pertukaran gas meningkat dengan kriteria hasil :
− Tingkat kesadaran meningkat
− Dispnea menurun
− Gelisah menurn
− PCO2 membaik
− PO2 membaik
− Takikardia membaik
Terapi Oksigen Observasi:
- Monitor kecepatan aliran oksigen - Monitor posisi alat
terapi oksigen
- Monitor aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi yang diberikan cukup.
- Monitor efektifitas terapi oksigen - Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat makan.
- Monitor tanda-tanda hipoventilasi
- Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelectasis.
- Monitor tanda
kecemasan akibat terapi oksigen
- Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen Terapeutik:
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
- Berikan oksigen tambahan, jika perlu
16
- Tetap berikan oksigen saat pasien
ditransportasi - Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas pasien Edukasi:
- Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen dirumah
Kolaborasi:
- Kolaborasi penentuan dosis oksigen
- Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas/
tidur 3. Penurunan
curah jantung b.d perubahan irama jantung
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan curah jantung meningkat dengan kriteria hasil :
− Kekuatan nadi perifer meningkat
− Takikardia dan bradikardia menurun
− Lelah menurun
− Dispnea menurun
− Gambaran EKG aritmia menurun
− Batuk menurun
− Mur-mur jantung menurun
− Tekanan darah membaik
Perawatan Jantung Observasi:
− Identifikasi tanda/gejala prirner penurunan curah jantung (meliputi dispnea, kelelahan, edema,ortopnea,
paroxysmal nocturnal dyspnea, peningkatan CVP)
− Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
− Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik, jika perlu)
− Monitor intake dan output cairan
− Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama
− Monitor saturasi oksigan
17
− Monitor keluhan nyeri dada (mis, intensitas, lokasi, radiasi, durast, presivitasi yang mengurangi nyeri)
− Monitor EKG 12 sadapan
− Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
− Monitor nilai laboratorium jantung (mis, elektrolit, enzim jantung, BNP, NTpro- BNP)
− Monitor fungsi alat pacu jantung
− Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan sesudah aktivitas
− Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum pemberian obat (mis, beta blocker, ACE inhibitor, calciun:
channel blocker, digoksin)
Terapeutik:
− Posisikan pasien semi- Fowler atau Fowler dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman
− Berikan diet jantung yang sesuai (mis, batasi asupan kafein, natrium, kolesterol, dan makanan tinggi lemak)
− Gunakan stocking elastis atau pneumatik intermiten, sesuai indikasi
− Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup sehat
18
− Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres, jika perlu
− Berikan dukungan emosional dan spiritual
− Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%
− Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi Edukasi:
− Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
− Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian
− Anjurkan berhenti merokok
− Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan harian
Kolaborasi:
− Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
− Rujuk ke program rehabilitas jantung 4. Nyeri akut b.d
Agen pencedera fisiologis (mis.iskemia)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil :
− Keluhan nyeri menurun
− Meringis menurun
− Gelisah menurun
− Tekanan darah membaik
− Tekanan darah membaik
Manajemen nyeri Observasi:
− Identifikasi lokasi, karakteristik,durasi, frekuensi,
kualitas,intensitas nyeri
− Identifikasi skala nyeri
− Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri Terapeutik:
− Fasilitasi sitirahat dan tidur
− Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi:
19
− Jelaskan
penyebab,periode, dan pemicu nyeri
− Jelaskan strategi meredakan nyeri
− Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri Kolaborasi:
− Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan tindakan keperawatan yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi menuju status kesehatan yang baik/optimal. Pelaksanaan tindakan merupakan realisasi dari rencana/intevensi keperawatan yang mencakup perawatan langsung atau tidak langsung.
Perawatan langsung adalah tindakan yang diberikan secara langsung kepada klien, perawat harus berinteraksi dengan klien, ada pelibatan aktif klien dalam pelaksanaan tindakan. Contoh: perawat memasang infus, memasang kateter, memberikan obat dsb. Sedangkan perawatan tidak langsung adalah tindakan yang diberikan tanpa melibatkan klien secara aktif misalnya membatasi jam kunjung, menciptakan lingkungan yang kondusif, kolaborasi dengan tim kesehatan (Ernawati, 2019).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan berdasarkan acuan teori komponen SOAP yaitu S (subjektif) adalah keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan keperawatan, O (objektif) adalah suatu data yang berdasarkan hasil pengukuran dan hasil observasi perawat secara langsung pada pasien setelah diberikan perlakuan atau tindakan asuhan keperawatan, A (assessment) adalah interpretasi makna data subjektif dan objektif untuk menilai tujuan yang telah ditetapkan dalam intervensi keperawatan yaitu tercapai/ tercapai sebagian/ tidak tercapai. Tujuan tercapai jika pasien
20
mampu menunjukkan perilaku sesuai kondisi yang ditetapkan pada tujuan keperawatan, tujuan tercapai sebagian jika prilaku pasien tidak seluruhnya tercapai sesuai dengan tujuan keperawatan, dan tujuan tidak tercapai jika pasien tidak mampu menunjukkan perilaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan keperawatan, P (planning) adalah suatu perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau ditambah dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya (Ernawati, 2019).
5. Pengkajian Sekunder (Pengkajian Riwayat Kesehatan dan pengkajian pemeriksaan fisik)
• Data Demografi
Biasanya berisi Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, suku bangsa, status perkawinan, alamat, diagnosa medis, No RM, tanggal masuk, tanggal pengkajian, dan ruangan tempat klien dirawat.
• Medical History
Biasanya dikaji riwajat medis pasien seperti penyakit yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, dan penggunaaan obat herbal
• Last Meal
Biasanya kaji obat atau makan yang dikonsumsi baru saja di konsumsi, kaji berapa jumlahnya.
• Event
Biasanya kaji apa saja yang menyebabkan adanya keluhan utama, biasanya pada pasien unstable angina pektoris nyeri dapat terjadi saat melakukan kegiatan ringan maupun berat atau bahkan saat sedang beristirahat.
• Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya datang ke RS dengan keluhan utama pasien dengan nyeri seperti rasa terbakar atau tertekan pada dada dan terjadi secara mendadak waktu istirahat atau berkegiatan. Namun terkadang nyeri yang dirasakan tidak hanya terdapat pada dada tapi juga pada bagian
21
leher, rahang bawah, bahu atau hulu hati. Selain nyeri yang hebat pasien juga akan mengeluhkan sesak napas.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pasien mempunyai riwayat penyakit jantung, hipertensi, kolesterol dan atau pernah menggunakan stimulant atau retrasi otot.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit arteri coroner
• Pemeriksaan Fisik
Gambaran
Tanda Vital - Tekanan darah : biasanya terjadi penurunan - Nadi : biasanya mengalami denyut nadi
perifer melemah
- Frekuensi pernapasan : biasanya pasien dengan unstable angina pektoris mengalami sesak napas
- Suhu: biasanya mengalami peningkatan ataupun penurunan berdasarkan kondisi pasien
Tinggi badan Biasanya tidak ada masalah
LILA Biasanya pasien unstable angina pektoris adalah penderita obesitas dan mengalami penurunan berat badan saat pertama kali didiagnosa angina pektoris Kepala :
Rambut Mata Hidung Mulut Telinga
- Biasanya rambut klien normal
- Biasanya konjungtiva pucat dan penglihatan kabur.
- Biasanya mengalami cuping hidung
disebabkan oleh nyeri yang mengakibatkan sesak nafas.
- Biasanya normal,pucat dan mukosa juga bisa kering
22 Leher
Trakea JVP Tiroid
Nodus Limfe
Biasanya nyeri terasa terhimpit pada leher JVP normal tidak ada peningkatan JVP Tidak ada pembengkakakn kelenjar tiroid Tidak ada pembengkakan kelenjar limfe Dada
Paru
- I : biasanya dada terlihat simetris antara kiri dan kanan
- P : biasanya ada peningkatan respirasi sehingga pasie sesak
- P : biasanya batas jantung tidak mengalami pergeseran
- A : suara nafas wheezing cracekes atau juga vesikuler
Jantung - I : biasanya dilihat adanya sianosis, kulit pucat, konjungtiva anemis dana danya jaringan parut pada dada, , Ictus kordis tidak terlihat
- P : biasanya denyut nadi perifer melemah - P : biasanya batas jantung tidak mengalami
pergeseran, batas jantung kiri ICS 2 sternal kiri dan ICS 4 sternal kiri, batas kanan ICS 2 sternal, kanan dan ics 5 axilla anterior kanan - A : biasanya adanya tambahan bunyi jantung
yaitu gallop dan murmur
Abdomen - I : biasanya pasien mengalami mual atau muntah, tidak tredapat distensi abdomen - P : biasanya dtemukan pasien mengalami
nyeri tekan.
- A : biasanya terjadi penurunan peristaltik usus
23 Ekstremitas
Muskuloskeletal/Sendi
Kekuatan otot : kekuatan otor biasanya menurun karena nyeri menjalar ke tangan dan pasien tampak lemas
Integumen Inspeksi : adanya penurunan turgor kulit, terlihat pucat
Palpasi : CRT > 3 detik, pucat dan akral terba dingin.
Payudara Biasanya tidak terjadi masalah pada payudara
Genitalia Biasanya pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan asupan cairan, karena itu perawat perlu memantau adanya oliguria karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik Rectal Tidak ada masalah pada rectal
6. Diagnosa Keperawatan (berdasarkan hasil pengkajian sekunder, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang) (PES)
No Masalah Utama Etiologi
1 Perfusi perifer tidak efektif Ketidakefektifan aliran vena atau arteri
2 Nyeri akut Agen pencedera fisiologis
3 Intoleransi aktivitas Kelemahan dan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen Diagnosa keperawatan sekunder yaitu:
1. Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan Ketidakefektifan Aliran Vena atau Arteri
2. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisiologis 3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Kelemahan dan
Ketidakseimbangan antara Suplai dan Kebutuhan Oksigen
24
7. Tindakan Keperawatan (Diagnosa pengkajian sekunder) No.
DX
Diagnosa Keperawatan
SLKI SIKI
1 Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan Ketidak efektifan Aliran Vena atau Arteri
Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 3×24 jam diharapkan perfusi perifer membaik.
Dengan kriteria hasil:
- Denyut meningkat nadi perifer
- Warna kulit pucat menurun
- Pengisian kapiler membaik
- Akral membaik
Perawatan Sirkulasi
• Observasi:
- Periksa sirkulasi perifer (mis: nadi perifer.
Edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ankle bracial index)
• Terapeutik
- Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah diarea keterbatasan perfusi
- Lakukan pencegahan infeksi
• Edukasi
- Anjurkan perawatan kulit yang tepat (mis:
melembabkan kulit kering pada kaki)
- Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (mis rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat)
2 Nyeri Akut
berhubungan dengan
Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama
Manajemen Nyeri
• Observasi
25 Agen Pencedera
Fisiologis
3×24 jam diharapkan tingkat nyeri menurun.
Dengan kriteria hasil:
- Keluhan nyeri menurun
- Kesulitan tidur jadi putrinya
- Perasaan tertekan menurun
- Gelisah dan meringis menurun - Frekuensi nadi membaik
- Pola nafas membaik
- Identifikasi lokasi karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri - Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
• Terapeutik
- Fasilitası istirahat dan tidur
- Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
- Strategi meredakan nyeri
• Edukasi
- Jelaskan penyebab periode, dan pemicu ayeri
- Jelaskan strategi meresfakan nyeri - Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
• Kolaborası
- Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu 3 Intoleransi Aktivitas
berhubungan dengan Kelemahan dan Ketidakseimbangan
Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 3×24jam harapkan
Manajemen Energi
• Observasi
- Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
26 antara Suplai dan
Kebutuhan Oksigen
toleransi aktivitas meningkat.
Dengan kriteria hasil:
- Frekuensi nadi meningkat
- Saturasi oksigen meningkat
- Keluhan lemah/lelah meningkat.
- Dispnea saat aktivitas menurun - Dispnea setelah.
- Aktivitas menurun.
- Tekanan darah membaik
- Frekuensi napas membaik.
- EKG iskemia membaik
mengakibatkan kelelahan.
- Monitor kelelahan fisik dan emosional.
- Monitor pola dan jam tidur
-Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
• Terapeutik
- Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya suara, kunjungan).
- Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
- Berikan aktivitas
distraksi yang
menenangkan.
- Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan.
• Edukasi
- Anjurkan tirah baring - Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap - Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
27
- Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan.
• Kolaborasi
- Kolaborasi degan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
9. Implementasi dan Evaluasi Hasil Tindakan (diagnosa pengkajian sekunder) Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan pada klien Unstable Angina Pectoris (UAP).
Disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan dan disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan oleh klien. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada tahap implementasi dimulai dari pengkajian lanjutan, membuat prioritas, menghitung alokasi tenaga, memulai intervensi keperawatan, dan mendokumentasikan tindakan dan respons klien terhadap tindakan yang telah dilakukan (Lemone, dkk. 2016). Jenis-jenis tindakan pada tahap pelaksanaan implementasi adalah:
a. Secara mandiri (independent)
Tindakan yang diprakarsai oleh perawat untuk membantu pasien dalammengatasi masalahnya dan menanggapi reaksi karena adanya stressor.
b. Saling ketergantungan (interdependent)
Tindakan keperawatan atas dasar kerja sama tim keperawatan dengan tim kesehatan lainnya seperti: dokter, fisioterapi, dan lain-lain
c. Rujukan/ketergantungan (dependent)
Tindakan keperawatan atas dasar rujukan dan profesi lainnya diantaranya dokter, psikiatri, ahli gizi, dan lainnya.
Evaluasi Keperawatan
28
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan untuk mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan respons klien kearah pencapaian tujuan. Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil. Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan informasi efektivitas pengambilan keputusan.
Menurut Padila (2018), evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subyektif, obyektif, assessment, planning). Komponen SOAP yaitu:
• S (subyektif) dimana perawat menemukan keluhan klien yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan.
• O (obyektif) adalah data yang berdasarkan hasil pengukuran atau observasi klien secara langsung dan dirasakan setelah selesai tindakan keperawatan
• A (assesment) adalah kesimpulan dari data subyektif dan obyektif (biasanya ditulis dalam bentuk masalah keperawatan).
• P (planning) adalah perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan dihentikan. Dimodifikasi atau ditambah dengan rencana kegiatan yang sudah ditentukan sebelumnya.
29 BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Angina Pektoris merupakan sakit pada dada akibat dari penyakit jantung koroner yang merupakan suatu penyakit pada jantung yang terjadi karena adanya kelainan pada pembuluh darah koroner yaitu sepasang pembuluh nadi cabang pertama dari aorta yang mengantarkan zat-zat makanan yang dibutuhkan bagi jaringan dinding jantung. Kelainan pembuluh darah koroner ini berupa penyempitan pembuluh darah sebagai akibat dari proses atherosklerosis yaitu pengerasan dinding pembuluh darah yang disebabkan oleh penimbunan lemak yang berlebihan (Smeltze & Bare, 2002).
Gejala yang timbul umumnya berupa nyeri dada substernal, yang dapat dirasakan seperti sensasi tertindih atau rasa tidak nyaman, yang bisa dipicu oleh aktivitas, kecemasan, atau stres mental dan emosional. Angina pektoris dapat menjalar ke lengan, leher, rahang bawah, epigastrium, atau punggung.
(Kloner & Chaitman, 2017).
4.2 Saran
Asuhan keperawatan teoritis ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan, keterampilan dan wawasan penulis sendiri dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien angina.
30
DAFTAR PUSTAKA
Abramson, N. & Melton, B., 2000. Leukocytosis : Basic off clinical Assessment.
Am Fam Physician, 1 11, 62(9), pp. 2053-2060.
Adi, P. R., 2014. Pencegahan dan Penatalaksanaan Aterosklerosis. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing, p. 1425.
Agrawal, S. & Gupta, S., 2010. TLR1/2. TLR7, and TLR9 Signals Directly Activate Human Peripheral Blood Naive and Memory B Cell Subsets to Produce
Cytokines, Chemokines, and Hematopoietic Growth Factor. J Clin Immunol, p. 31.
Alwi, I., 2009. Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST . In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internapublishing, pp. 1741-1756. American Heart Association, 2011. Metabolic risk for cardiovascular disease edited by Robert H. Eckel. Wiley. s.l.:Blackwell Publishing.
Baratawidjaja, K., 2014. Imunologi Dasar Edisi XI. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Brown, C., 2006. Penyakit Aterosklerotik Koroner. In: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC, pp. 578-579.
Budiarto, E., 2001. Biostatistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.
Carbone, F. et al., 2013. Pathophysiological role of neutrophils in acute myocardial infarction. Thromb Haemost.
Dahlan, M., 2010. Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel Dalam Penelitian Kedokteran Dan Kesehatan Edisi Tiga. Jakarta: Salemba Medika.
Dahlan, M. S., 2011. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Deskriptif, Bivariat
dan Multivariat, Dilengkapi Aplikasi Menggunakan SPSS Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika
31