• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I - Repository UHN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "BAB I - Repository UHN"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

Ada atau tidaknya kesalahan, sangat penting bagi penegak hukum untuk menentukan apakah seseorang yang melakukan tindak pidana dapat dimintai pertanggungjawabannya dan oleh karena itu pantas untuk dihukum. Pertanggungjawaban pidana hanya akan terjadi apabila seseorang sebelumnya pernah melakukan tindak pidana, atau tidak mungkin seseorang dapat dimintai pertanggungjawaban menurut hukum pidana, apabila yang bersangkutan tidak melakukan tindak pidana. Bagaimana pertanggungjawaban tindak pidana persetubuhan dengan anak dalam putusan No.198/Pid.Sus/2016/Pin.Kia.

Dapat bermanfaat bagi pengembangan pengetahuan hukum khususnya yang berkaitan dengan kejahatan moral terhadap anak. Tanggung jawab pidana adalah tanggung jawab seseorang atas tindak pidana yang dilakukannya; Tegasnya, orang tersebut bertanggung jawab atas tindak pidana yang dilakukannya. Berbicara mengenai pertanggungjawaban pidana bagi seseorang, dalam hal ini berkaitan dengan perbuatan salah, karena pertanggungjawaban pidana adalah tanggung jawab seseorang atas perbuatan pidana yang dilakukannya.

Mezger sebagaimana dikutip oleh Tri Andrisman menyatakan bahwa “Kesalahan adalah keseluruhan keadaan yang menjadi dasar menyalahkan pribadi pelaku suatu tindak pidana.” 4 Kesalahan dalam arti suatu bentuk kesalahan (schuldvorrn) yang disengaja (dolus), kesengajaan atau kesengajaan). Perbuatan yang dapat dihukum adalah perbuatan manusia yang termasuk dalam batas-batas rumusan suatu delik yang melawan hukum, dan disebabkan oleh kesalahan si pelaku. Komariah E.Sapardjaja mengatakan bahwa tindak pidana adalah perbuatan manusia yang memenuhi pengertian kejahatan, melawan hukum dan pelakunya bersalah karena melakukan perbuatan tersebut.9.

Unsur-Unsur Tindak Pidana

Lamintang menyatakan bahwa tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma (gangguan ketertiban hukum) yang dilakukan oleh pelakunya dengan sengaja atau tidak sengaja, yang mana hukuman terhadap pelakunya diperlukan untuk menjaga ketertiban hukum.12. Kualitas pelaku, misalnya “kondisi pegawai negeri sipil” dalam hal tindak pidana yang dilakukan dari dinas menurut Pasal 415 KUHP atau “kondisi seorang pengurus atau wakil sah suatu perseroan terbatas” dalam kasus tersebut suatu tindak pidana menurut Pasal 398 KUHP.

Pengertian Tindak Pidana Persetubuhan Menurut KUHP dan Undang- Undang Perlindungan Anak

Pengertian Tindak Pidana Persetubuhan Menurut KUHP

Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang perempuan melakukan persetubuhan di luar nikah, diancam dengan pemerkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.” “Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan perempuan di luar nikah, termasuk sekalipun perempuan tersebut diketahui tidak sadarkan diri atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.” Pasal selanjutnya adalah Pasal 287 KUHP yang mensyaratkan bahwa korbannya adalah anak di bawah umur 15 tahun dan bahwa tidak ada ikatan perkawinan antara korban dan pelaku.

Selain pasal-pasal di atas, pasal selanjutnya yang mengatur mengenai persetubuhan adalah Pasal 288 KUHP yang menyatakan bahwa dalam hal korban dan pelaku tidak terikat hubungan perkawinan atau berstatus suami istri, maka korban harus sah. minor. berusia kurang dari 15 tahun dan karena persetubuhan tersebut korban mengalami luka-luka, luka berat atau meninggal dunia. 14.

Pengertian Tindak Pidana Persetubuhan Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak

Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 18 (delapan belas tahun), termasuk anak yang masih dalam kandungan. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak serta hak-haknya agar mereka dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan martabat kemanusiaan serta terlindungi dari kekerasan dan diskriminasi. Keluarga adalah kesatuan terkecil dalam masyarakat yang terdiri atas suami istri, atau suami istri dan anak-anaknya, atau ayah dan anak, atau ibu dan anak, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai generasi ketiga.

Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat. Wali adalah orang pribadi atau badan yang sebenarnya menjalankan wewenang pengawasan sebagai orang tua terhadap seorang anak. Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.

Anak penyandang disabilitas adalah anak-anak yang mempunyai keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik jangka panjang yang dalam interaksinya dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya, mungkin menghadapi hambatan yang menyulitkan mereka untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif atas dasar persamaan hak. Anak yang mempunyai kelebihan adalah anak yang mempunyai kecerdasan luar biasa atau mempunyai potensi dan/atau bakat khusus tidak terbatas pada kemampuan intelektual saja, tetapi juga dalam bidang lain. Anak angkat adalah anak yang haknya berpindah dari kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas pengasuhan, pendidikan, dan pengasuhan anak tersebut kepada keluarga orang tua angkatnya berdasarkan penetapan atau penetapan pengadilan.

Anak angkat adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga untuk diberi bimbingan, pemeliharaan, pengasuhan, pendidikan dan kesehatan karena orang tua atau salah satu orang tua tidak dapat menjamin tumbuh kembang normal anak tersebut. Kuasa asuh adalah kuasa orang tua untuk mengasuh, mendidik, mengasuh, membina, melindungi dan mengembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya serta sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya. Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap anak yang mengakibatkan timbulnya penderitaan fisik, psikis, seksual dan/atau penelantaran, kesusahan atau penderitaan, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan yang melawan hukum.

Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan adanya undang-undang perlindungan anak khususnya pasal 81, kita dapat mengatakan bahwa pasal 287 KUHP tidak dapat digunakan lagi bagi pelaku persetubuhan dengan anak, karena dalam pasal 81 undang-undang tersebut–. Undang-Undang Perlindungan Anak diatur secara khusus mengenai ketentuan pidana mengenai tindak pidana persetubuhan terhadap anak, sehingga dalam hal ini Pasal 81 Undang-Undang Perlindungan Anak adalah “lex spesialis derogate lex generalis”. dari Pasal 287 KUHP, dimana penerapan Pasal 81 UU Perlindungan Anak harus didahulukan dari Pasal 287 KUHP dalam penerapan hukumnya terhadap tindak pidana persetubuhan yang dilakukan terhadap anak di bawah umur.

Unsur-Unsur Tindak Pidana Persetubuhan

Jika persetubuhan benar-benar terjadi, yaitu jika alat kelamin laki-laki masuk ke dalam alat kelamin perempuan dengan cara yang normal maka akan terjadi kehamilan. Dan jika alat kelamin laki-laki ditempelkan begitu saja ke dalam alat kelamin perempuan, maka perbuatan itu tidak dapat dianggap sebagai persetubuhan, melainkan hanya perbuatan maksiat. 15. Dalam tindak pidana pelecehan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 287 KUHP ayat (1), unsur subjektifnya hanya ada satu, yaitu: “siapa pun”.

Yang dimaksud dengan “siapa” dalam Pasal 287 KUHP tidak diperuntukkan bagi semua orang, melainkan hanya diperuntukkan bagi orang yang berkelamin laki-laki. Hal ini dapat dikaitkan dengan bunyi Pasal 287 itu sendiri, yaitu: “Barangsiapa menyetubuhi seorang wanita yang belum berumur 15 tahun.” Jadi tidak mungkin “siapa” menyapa seseorang yang berjenis kelamin perempuan. Pidana yang pantas untuk tindak pidana dalam Pasal 287 adalah ketika anak masih dibawah umur atau belum siap untuk menikah.

Arti belum waktunya menikah adalah: belum waktunya bercinta, dan indikator belum waktunya bercinta adalah fisik dan psikis. Secara fisik terlihat wajah atau badannya masih berupa wajah anak-anak, atau badannya masih kecil, sama seperti tubuh anak-anak pada umumnya, belum berkembang payudara atau yang lainnya. Sedangkan secara psikologis terlihat dari tingkah lakunya, misalnya masih suka bermain seperti anak kecil kebanyakan.

Jenis-jenis Tindak Pidana Persetubuhan

Tindak Pidana Persetubuhan Menurut KUHPidana

Tindak pidana Pasal 285 mempunyai persamaan dengan tindak pidana perusakan kesopanan, perbuatan asusila, atau perbuatan tidak senonoh (Pasal 289) yang telah dijelaskan, persamaan tersebut terletak pada unsur materiil kedua jenis tindak pidana tersebut, yaitu pemaksaan (memaksa) dengan kekerasan dan ancaman kekerasan. Bedanya, kekerasan dalam pemerkosaan ditujukan untuk melakukan hubungan seksual atau pelaku dapat melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang dipaksa. Sedangkan dalam perbuatan tidak senonoh menurut Pasal 289, perbuatan pemaksaan ditujukan pada perbuatan tidak senonoh, baik yang dilakukan oleh pelaku sendiri terhadap korban maupun sebaliknya oleh korban yang melakukan perbuatan tidak senonoh terhadap pelaku.

Perbedaan lainnya adalah yang dipaksa melakukan hubungan seks harus perempuan, sedangkan dalam pemerkosaan tidak senonoh, korbannya bisa laki-laki atau perempuan. Tindakan pemaksaan ditujukan kepada dua hal, yaitu orang yang melakukan persetubuhan dan orang yang mengizinkan terjadinya persetubuhan tersebut. Misalnya pencipta langsung memasukkan kemaluannya atau meremas atau memegang payudara wanita terlebih dahulu, atau memegang kemaluan wanita terlebih dahulu.

Tindak pidana persetubuhan terhadap anak yang belum cukup umur 15 tahun

Tindak pidana persetubuhan terhadap anak dibawah umur 15 tahun sebagaimana dimaksud di atas dirumuskan dalam Pasal 287 KUHP yang dirumuskan sebagai berikut: Sedangkan menurut Adami Chazawi, “Persuasi adalah tindakan mempengaruhi kemauan orang lain agar kemauan orang tersebut sama dengan kemauannya”. secara psikologis mereka masih naif atau polos dan lebih mudah terpengaruh oleh kemauannya dibandingkan orang dewasa. Bentuk kesalahan dalam tindak pidana Pasal 287 ada dua, yaitu bentuk kesengajaan berupa pengetahuan akan kedewasaan, dan bentuk kesalahan berupa anggapan yang wajar bahwa yang diajak melakukan persetubuhan bukanlah orang dewasa. .

Pengertian Anak

Pasal 330 KUHPerdata menyebutkan, anak di bawah umur adalah mereka yang belum mencapai umur 21 (dua satu) tahun dan belum pernah kawin sebelumnya. Pengertian anak berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak terdapat pada Pasal I ayat (1). Anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.19.

Yang dimaksud dengan anak tidak dijelaskan secara lebih jelas, namun dapat dijelaskan maksud dari Pasal 47 alinea pertama dan Pasal 50 alinea pertama, yang memuat batasan umur bagi anak yang berada dalam pengasuhan orang tua atau dalam perwalian sebelum mereka menginjak usia dewasa. 18 (delapan belas) tahun. anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun.20. Pada masa ini juga anak mulai mencari teman sebaya dan mulai berhubungan dengan orang-orang di lingkungannya, kemudian mulai membentuk pemikiran tentang dirinya. Anak dalam pengertian umum tidak hanya mendapat perhatian dalam bidang ilmu pengetahuan saja, tetapi dapat dipelajari dari sudut pandang kehidupan beragama, hukum, dan sosiologi yang terpusat, yang menjadikan pemahaman anak lebih rasional dan faktual dalam lingkungan sosial, karena anak adalah makhluk yang paling rasional dan faktual. berharga. suatu anugerah dari Tuhan dan tidak dapat dinilai hanya sekedar nominal.22.

Luasnya permasalahan inilah yang menjadi pertimbangan hukum hakim dalam mengambil putusan mengenai tindak pidana persetubuhan terhadap anak. Putusan Kajian No.

Jenis Penelitian

Bahan Penelitian

Analisis Bahan Hukum

Kerangka Konsep Bahan Hukum Sekunder

Jenis Penelitian

Bahan Penelitian

Analisis Bahan Hukum

Referensi

Dokumen terkait

Telah terpenuhi unsur - unsur Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang RI No. Prosedur pembuktian dalam sidang kasus persetubuhan terhadap Irmawati oleh ayah kandungnya sendiri

dengan memilih putusan pemidanaan berdasarkan pada Pasal 81 ayat 2 UU RI No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan bukan Pasal 287 ayat 1 KUHP adalah karena unsur pada Pasal

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diketahui bahwa perbuatan tindak pidana kesusilaan (persetubuhan) yang dilakukan antar anak mengacu pada Pasal 81 (2) dan

Supaya masyarakat yang memfotokopi buku tanpa izin dapat mengetahui bahwa perbuatan tersebut dilarang oleh Undang- Undang dan bagi pelaku usaha fotokopi agar lebih mengetahui

Pelanggaran dan penerapan hukum yang dapat diterapkan kepada para pelaku terkait hal tersebut diatur pada Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang

Bahwa dalam kasus ini menyatakan terdakwa melakukan tindak pidana persetubuhan terhadap anak di bawah umur sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 81

Pengertian pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan pasal 1 Peraturan Pemerintah No.79 Tahun 2005 tentang pedoman Pembinaan dan Penyelenggaraan Pemerintahan

Hak Pelaku Usaha Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, telah mengatur mengenai hak-hak bagi pelaku usaha, yaitu: 1Hak untuk menerima pembayaran yang