Published on: 7 April 2022
Table of Contents
Executive Summary
Intisari & Tactical Asset Allocation Topic of the Month
Russia-Ukraine Geopolitical Tension
Global Economic Outlook Indonesia Economic Outlook Currency Outlook
Commodity Snapshot
On Asset Class: Money Market On Asset Class: Fixed Income (USD) On Asset Class: Fixed Income (IDR) On Asset Class: Equity (USD) On Asset Class: Equity (IDR) Economic Calendar
Glossary
3
4
5 7 9 11 13 14 15 17 18 20 21
2
Ta ct ic al A ss et A lloc at ion
Kasus COVID-19 secara global sudah jauh mereda pada Maret 2022. Penambahan kasus dialami oleh benua Asia disebabkan oleh kenaikan kasus di Tiongkok membuat pemerintah Tiongkok memberlakukan lockdown di Shanghai yang merupakan pusat bisnis di Tiongkok. Adanya gelombang varian Omicron yang terjadi pada Desember 2021 hingga Februari 2022 di AS dan Eropa tidak terlalu mengganggu pertumbuhanretail sales. Walaupun demikian, diekspektasi pertumbuhanretail salesdi Tiongkok melemah seiring dengan adanyalockdowndi Shanghai.
Perang Rusia-Ukraina sudah memasuki bulan kedua. Rusia dan Ukraina berkontribusi besar terhadap ekspor komoditas global seperti minyak, gas alam, gandum, hingga jagung. Adanya perang ini berpotensi menekan supply komoditas termasuk komoditas pangan sehingga membuat harga energi, logam, hingga pangan naik signifikan. Alhasil, inflasi secara global dapat semakin naik ke depannya.
Kasus COVID-19 di Indonesia terus menunjukkan penurunan, begitu pula dengan tingkat kematiannya. Pemerintah juga sudah mulai memperlonggar restriksi COVID-19 di Indonesia, melihat total masyarakat yang sudah menerima vaksin di Indonesia sudah mencapai lebih dari 70%. Neraca dagang Indonesia pada Februari 2022 surplus lebih tinggi dari bulan sebelumnya disebabkan oleh pelonggaran aturan ekspor batu bara dan kenaikan harga komoditas. Big Data BCA menunjukkan kenaikan aktivitas transaksi bisnis (Intrabiz) dan transaksi belanja (Intrabel). Tingkat mobilitas masyarakat Indonesia baik dari sisi ritel, transit, dan perkantoran juga menunjukkan kenaikan.
3 Pada Maret 2022, The Fed sudah menaikkan suku bunga sebesar 25 bps. Di sisi lain, BI masih tetap mempertahankan suku bunga di 3,50% pada Maret 2022. Likuiditas yang melimpah, inflasi yang rendah, dan Rupiah yang masih tetap stabil membuat BI tidak perlu terburu-buru untuk menaikkan suku bunga.
Di tengah kenaikanyield US Treasury10 tahun, yield FR masih cenderung stabil karena likuiditas dalam negeri yang berlimpah dan skema burden sharing.
Namun, yield FR diperkirakan naik seiring dengan ekspektasi kenaikan yield US Treasurydan potensi kenaikan inflasi Indonesia ke depan.
Money Market – SLIGHTLY UNDERWEIGHT
Fixed Income USD – SLIGHTLY UNDERWEIGHT
⚫ View bulan sebelumnya Underweight Slightly
Underweight
Slightly
Overweight Overweight Neutral
Executive Summary
Intisari & Tactical Asset Allocation
Equity USD – SLIGHTLY OVERWEIGHT Saham teknologi di AS kembali rebound karena pertumbuhan laba yang cukup kuat. Secara valuasi, pasar saham Asia Pasifik lebih murah dibandingkan pasar saham AS. Valuasi yang murah mendorong inflow ke pasar saham Asia Pasifik sehingga menyebabkanrebound.
Fixed Income IDR – SLIGHTLY UNDERWEIGHT
Spread yield US Treasury 2 tahun dan 10 tahun menipis menandakan kekhawatiran resesi akibat kebijakan The Fed terlalu hawkish. Yield INDON berpotensi naik ke depan melihat risiko inflasi yang semakin tinggi.
Sepanjang Maret 2022, IHSG terus mencetakall time high. Pergerakan IHSG didorong oleh kondisi makroekonomi Indonesia yang sangat kuat, kenaikan harga komoditas, potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia, serta investor asing yang sudah lama underowneddi Indonesia.
Equity IDR – SLIGHTLY OVERWEIGHT
Topic of the Month
Russia-Ukraine Geopolitical Tension
Perang Rusia-Ukraina telah memasuki bulan kedua. Rusia dan Ukraina memiliki kontribusi yang cukup signifikan terhadap ekspor komoditas global, mulai dari komoditas energi, logam, hingga bahan pangan (Exhibit 1). Dilihat dari komoditas pangan, Rusia dan Ukraina berkontribusi 29% terhadap ekspor gandum dan 14% terhadap ekspor jagung secara global.
Adanya perang Rusia-Ukraina berpotensi menekansupplykomoditas termasuk komoditas pangan secara global sehingga menyebabkan harga naik signifikan (Exhibit 2). Per 28 Maret 2022, harga gandum naik +33% dan jagung +27% secara YTD.FAO Food Index yang mengukur perubahan harga sereal,minyak nabati, produk susu, daging, dan gula secara global juga mengalami kenaikan sebesar +5% YTD.
Adanya pandemi COVID-19, gangguan rantai pasok,pent-up demand, dan krisis energi menyebabkan inflasi naik pada tahun 2021. Perang Rusia-Ukraina berpotensi membuat harga pangan terus naik sehingga inflasi yang sudah tinggi akan semakin tinggi ke depannya.
4 Sumber: The OEC (2021)
Exhibit 1: Russia-Ukraine Share of Global Commodity Exports in 2020
Exhibit 2: Food YTD Price Changes 20%
26%
20%
1%
12%
7%
9%
13%
Wheat Palladium Raw Nickel Corn Oil Natural gas
Russia Ukraine
33%
27%
5%
Wheat Corn FAO Food Price
Sumber: Bloomberg (28 Maret 2022)
Global Economic Outlook
Gelombang varian Omicron yang terjadi di AS dan Eropa pada Desember 2021 hingga Februari 2022 tidak berdampak besar terhadap retail sales. Retail sales di Tiongkok berpotensi melemah ke depannya karena adanya lockdown.
Rata-rata 7 harian kasus COVID-19 secara global sudah turun.
Penambahan kasus dialami oleh benua Asia.
Data dari Our World in Data menunjukkan bahwa rata-rata 7 harian kasus COVID-19 secara global sudah menurun(Exhibit 3).Penambahan kasus dialami oleh benua Asia, di mana terjadi kenaikan jumlah kasus COVID-19 di Tiongkok.
Pemerintah Tiongkok memberlakukanlockdownskala besar di Shanghai (pusat bisnis di Tiongkok) untuk menghentikan penyebaran COVID-19. Sementara itu, beberapa negara seperti Singapura dan Arab Saudi sudah menghapus kewajiban penggunaan masker di luar ruangan. Di tengah banyak negara yang mulai mengimplementasikan kampanye “living with COVID”, Tiongkok merupakan sedikit negara yang masih tetap menjalankan “zero COVID policy”. Dikhawatirkan apabila lockdown di Tiongkok dilakukan berkepanjangan dapat menyebabkan gangguan rantai pasok sehingga berimplikasi pada kenaikan inflasi ke depannya, mengingat Tiongkok merupakan pusat manufaktur dunia dengan berkontribusi sebesar 28,70% terhadap produksi manufaktur secara global pada tahun 2020.
Lockdownyang berkepanjangan juga berpotensi membuat konsumsi masyarakat Tiongkok turun sehingga dapat menekan pertumbuhan ekonomi Tiongkok.
Pertumbuhan retail sales di AS, Eropa, dan Tiongkok pada Februari 2022 menunjukkan penguatan(Exhibit 4).Adanya gelombang varian Omicron yang terjadi pada Desember 2021 hingga Februari 2022 tidak terlalu mengganggu pertumbuhan retail sales di AS dan Eropa. Sementara di Tiongkok, kenaikan pertumbuhanretail salesdi Tiongkok disebabkan oleh kenaikan konsumsi selama liburan Tahun Baru Imlek pada Februari 2022. Walaupun demikian, adanya lockdown di Shanghai berpotensi menekan permintaan masyarakat Tiongkok sehingga dapat membuat pertumbuhanretail salesmelemah ke depannya.
Perkembangan Kasus COVID-19 dan Aktivitas Ekonomi Global
5 Exhibit 3: 7-Day Average New COVID-19 Cases per Continent
Sumber: Bloomberg (Maret 2022)
Exhibit 4: China, US, and EU Retail Sales YoY (%) Sumber: Our World in Data (28 Maret 2022)
0 400.000 800.000 1.200.000 1.600.000
Jan-21 Feb-21
Mar-21 Apr-21
May-21 Jun-21
Jul-21 Aug-21
Sep-21 Oct-21
Nov-21 Dec-21
Jan-22 Feb-22
Mar-22
Asia North America Europe Africa South America
6,70 17,60
7,80 -40,00
-20,00 0,00 20,00 40,00 60,00
Jan-21 Feb-21
Mar-21 Apr-21
May-21 Jun-21
Jul-21 Aug-21
Sep-21 Oct-21
Nov-21 Dec-21
Jan-22 Feb-22
China US Euro Area
54%
40% 40%
25% 24%
18% 15%
6% 5% 3% 2% 2% 1% 4%
India Thailand Phillippines Indonesia Taiwan China South Korea
Food CPI Weights Inflation Feb 2022 Inflasi di AS terus menunjukkan
kenaikan. Adanya perang Rusia- Ukraina berpotensi membuat inflasi di AS semakin tinggi sehingga diekspektasi The Fed lebih hawkishdalam menaikkan suku bunga.
Inflasi di AS terus menunjukkan kenaikan. Pada Februari 2022, inflasi AS naik +7,90% YoY. Dilihat dari komposisi inflasi AS pada Februari 2022, energi berkontribusi 26% dan makanan berkontribusi 8% terhadap inflasi (Exhibit 5).
Seiring dengan konflik geopolitik Rusia-Ukraina yang membuat harga komoditas energi hingga pangan naik signifikan, inflasi di AS berpotensi semakin tinggi ke depannya. The Fed memproyeksikan inflasi pada FY2022 sebesar 4,30% YoY, lebih tinggi dibandingkan proyeksi sebelumnya pada Desember 2021 sebesar 2,60% YoY sehingga pelaku pasar memperkirakan The Fed akan lebih agresif untuk menaikkan suku bunga demi meredam kenaikan inflasi. Berdasarkan CME Group, pada Rapat FOMC Mei 2022, pelaku pasar berekspektasi The Fed menaikkan suku bunga hingga 2 kali 0,25% ke rentang 0,75%-1,00% dengan probabilitas sebesar 74,93% per 28 Maret 2022. Hingga akhir tahun 2022, pelaku pasar berekspektasi kenaikan suku bunga dilakukan sebanyak 9 kali 0,25%
hingga ke rentang 2,50%-2,75% dengan probabilitas sebesar 41,66%.
Inflasi Global Terus Mengalami Kenaikan
Inflasi di negara Emerging Market berpotensi naik ke depannya, melihat kontribusi makanan terhadap inflasi di negara Emerging Marketcukup signifikan.
Di tengah inflasi yang tinggi di negara maju, inflasi di negara Asia-Pasifik yang di dominasi oleh negaraEmerging Marketmasih cenderung rendah yaitu sebesar 2,18% pada Kuartal-IV 2021. Akan tetapi, perang Rusia-Ukraina membuat harga pangan naik signifikan sehingga berpotensi membuat inflasi di negara-negara Emerging Market naik, melihat komposisi makanan cukup signifikan terhadap inflasi di negaraEmerging Marketyaitu berada di kisaran 15-40%(Exhibit 6). Di India sendiri, makanan berkontribusi lebih dari 50% terhadap inflasi. Inflasi yang tinggi berpotensi membuat bank sentral secara global melakukan pengetatan kebijakan moneter sehingga kebijakan bank sentral secara global akan lebih selaras dengan The Fed dan BoE yang sudah menaikkan suku bunga.
Exhibit 5: Composition of US Inflation
Sumber: US Bureau of Labor Statistic (Maret 2022)
6 Exhibit 6: EM Countries Food CPI Weights and Inflation
Sumber: Schroder Economic Group, Bloomberg (Maret 2022)
8%
26%
6%
7,90%
-50,00%
-30,00%
-10,00%
10,00%
30,00%
50,00%
-8,00%
-6,00%
-4,00%
-2,00%
0,00%
2,00%
4,00%
6,00%
8,00%
Feb-21 Mar-21
Apr-21 May-21
Jun-21 Jul-21
Aug-21 Sep-21
Oct-21 Nov-21
Dec-21 Jan-22
Feb-22 Food (Right) Energy (Right) Core (Right) CPI (Left)
Kasus COVID-19 dan tingkat kematian di Indonesia terus menunjukkan penurunan,
pemerintah Indonesia sudah mulai memperlonggar restriksi COVID- 19.
Kasus COVID-19 di Indonesia terus menunjukkan penurunan, begitu pula dengan tingkat kematian akibat COVID-19 (Exhibit 7). Hal ini sesuai dengan tesis yang menyatakan bahwa gelombang varian Omicron lebih cepat berlalu yaitu memakan waktu sekitar 2-3 bulan dibandingkan varian Delta yang memakan waktu sekitar 4 bulan. Seiring dengan penurunan kasus COVID-19 di Indonesia, pemerintah juga sudah mulai melakukan pelonggaran PPKM di daerah Jawa-Bali dengan mayoritas berada di level 2. Pemerintah juga memperlonggar restriksi COVID-19 sebagai usaha untuk hidup berdampingan dengan COVID-19 dengan menerapkan aturan bebas karantina untuk kedatangan ke Indonesia dari luar negeri, menghapuskan aturan tes COVID-19 untuk perjalanan domestik bagi yang sudah mendapatkan dosis kedua atau booster, serta memperbolehkan mudik lebaran. Kasus COVID-19 yang turun akan berakibat pada pemulihan ekonomi yang lebih cepat. Pent-up demand, meningkatnya mobilitas masyarakat, dan adanya perayaan Hari Raya Idul Fitri menjadi faktor pendorong utama pemulihan ekonomi di Kuartal-II 2022.
Vaksinasi COVID-19 di Indonesia terus menunjukkan progres yang positif (Exhibit 8). Total masyarakat yang sudah di vaksin sebesar 71% dari total populasi, dengan masyarakat yang sudah menerima dosis 1 vaksin sebesar 14%
dan dosis 2 vaksin sebesar 57%. Vaksinasiboosterjuga terus digalakkan oleh pemerintah. Pemerintah mempersingkat jarak vaksinasi booster dari yang sebelumnya harus menunggu 6 bulan menjadi 3 bulan baik untuk lansia dan masyarakat umum. Alhasil, total masyarakat yang sudah mendapat booster sebesar 7,64% dari total populasi.Herd immunityyang tercapai (setidaknya 70%
masyarakat sudah memiliki kekebalan tambahan) dapat menekan kasus COVID- 19 di Indonesia sehingga dapat menyebabkanpent-up demanddan membuka ruang untuk pemerintah memperlonggar mobilitas masyarakat.
Indonesia Economic Outlook
Perkembangan Kasus COVID-19 dan Vaksinasi di Indonesia
7 Vaksinasi COVID-19 di Indonesia
terus menunjukkan progres yang positif. Herd immunity yang tercapai membuka ruang untuk pemerintah memperlonggar mobilitas masyarakat.
Exhibit 7:Positive Rate and Death Cases in Indonesia
Sumber: Our World In Data (28 Maret 2022)
Exhibit 8: Progres Vaksinasi di Indonesia (%)
Sumber: Our World In Data (28 Maret 2022)
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
0 500 1.000 1.500 2.000
Apr-21 May-21
Jun-21 Jul-21
Aug-21 Sep-21
Oct-21 Nov-21
Dec-21 Jan-22
Feb-22 Mar-22 Death Cases (Left) Positive Rate (Right)
71%
14%
57%
Jan-21 Feb-21
Mar-21 Apr-21
May-21 Jun-21
Jul-21 Aug-21
Sep-21 Oct-21
Nov-21 Dec-21
Jan-22 Feb-22
Mar-22 Total 1st Dose Only Fully Vaccinated
Big Data BCA menunjukkan kenaikan pada aktivitas transaksi bisnis (Intrabiz) dan aktivitas transaksi belanja (Intrabel) (Exhibit 10). Kenaikan dari transaksi bisnis menunjukkan penerimaan usaha yang membaik seiring dengan pelonggaran aturan ekspor batu bara dan kenaikan harga komoditas akibat perang Rusia-Ukraina. Sementara kenaikan dari transaksi belanja didorong oleh pelonggaran PPKM di Jawa-Bali.Google Mobility Indexyang mengukur mobilitas masyarakat secara keseluruhan di Indonesia menunjukkan kenaikan aktivitas ritel, transit, dan perkantoran disebabkan oleh pelonggaran PPKM di sejumlah kota karena gelombang varian Omicron yang mereda di Indonesia(Exhibit 11).
Aktivitas perkantoran bahkan lebih tinggi dari level pre-pandemi. Mayoritas mobilitas di luar kota DKI Jakarta lebih tinggi dibandingkan kota DKI Jakarta disebabkan oleh peraturan PPKM yang lebih longgar di luar Jawa-Bali. Kenaikan aktivitas masyarakat berpotensi mendorong konsumsi masyarakat dan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depannya.
8 Neraca dagang Indonesia pada
Februari 2022 mencatatkan surplus USD 3,82 miliar. Kenaikan surplus disebabkan oleh pelonggaran aturan ekspor batu bara dan kenaikan harga komoditas akibat perang Rusia-Ukraina.
Neraca dagang Indonesia pada Februari 2022 mencatatkan surplus USD 3,82 miliar, naik dibandingkan bulan sebelumnya yang surplus sebesar USD 0,93 miliar(Exhibit 9). Kenaikan surplus Indonesia ini disebabkan oleh pelonggaran aturan ekspor batu bara yang sebelumnya sempat dibatasi oleh pemerintah pada Januari 2022 dan kenaikan harga komoditas sebagai dampak dari konflik geopolitik Rusia-Ukraina. Diekspektasi surplus neraca dagang akan tetap tinggi ke depan seiring dengan harga komoditas yang naik sebagai dampak dari perang Rusia-Ukraina. Tim Ekonom BCA mengganti proyeksi surplus neraca dagang Indonesia dari yang sebelumnya sebesar USD 22,40 miliar menjadi USD 35,70 miliar dan neraca transaksi berjalan dari yang sebelumnya diproyeksikan -0,50%
dari PDB menjadi +0,50% dari PDB. Surplus neraca dagang dan surplus neraca transaksi berjalan dapat mendorong penguatan Rupiah di tengah pengetatan kebijakan moneter The Fed yang diekspektasi lebih agresif dan adanya volatilitas global akibat perang Rusia-Ukraina.
Perkembangan Kondisi Ekonomi Indonesia
Big Data BCA menunjukkan kenaikan aktivitas transaksi bisnis (Intrabiz) dan belanja (Intrabel).
Google Mobility Indexjuga menunjukkan kenaikan aktivitas ritel, transit, dan perkantoran seiring dengan pelonggaran PPKM di Jawa-Bali.
Exhibit 9: Surplus Neraca Dagang Indonesia
Sumber: Bloomberg (Maret 2022)
34,14
25,43
-60,00 -40,00 -20,00 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00
-2,00 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00
Jan-21 Feb-21
Mar-21 Apr-21
May-21 Jun-21
Jul-21 Aug-21
Sep-21 Oct-21
Nov-21 Dec-21
Jan-22 Feb-22
Trade Balance (L) Export (R) Import (R)
USD Bn %
Exhibit 10: Big DataBCA – Intrabiz & Intrabel (%) Exhibit 11: Google Mobility Index (%)
Sumber: Tim Ekonom BCA (25 Maret 2022) Sumber: Google Mobility Index, Tim Ekonom BCA (25 Maret 2022) 18,54
36,18
-40,00 -20,00 0,00 20,00 40,00
Jan-20 Mar-20 May-20 Jul-20 Sep-20 Nov-20 Jan-21 Mar-21 May-21 Jul-21 Sep-21 Nov-21 Jan-22 Mar-22
Intrabiz Intrabel
6,19
-17,53 3,16
-60,00 -40,00 -20,00 0,00 20,00
Jan-20 Mar-20 May-20 Jul-20 Sep-20 Nov-20 Jan-21 Mar-21 May-21 Jul-21 Sep-21 Nov-21 Jan-22 Mar-22
Retail Transit Workplaces
DXY (USD Index) diekspektasi bergerak pada rentang 97,50 – 100,50 hingga akhir Juni 2022.
Pergerakan DXY (USD Index) mendapatkan pengaruh dari: 1) Data ekonomi AS yang mendukung The Fed untuk lebih agresif dalam menaikkan suku bunga hingga 7 x 0,25% di tahun 2022. Data ekonomi AS meliputi CPI Feb 2022 yang naik ke 7,90% YoY (vs. 7,50% YoY Jan 2022), tingkat pengangguran Feb 2022 yang turun ke 3,80% (vs. 4,00% Jan 2022), dan penjualan ritel Feb 2022 yang turun ke 0,30% MoM (vs. 4,90% MoM Jan 2022); 2) Isu geopolitik antara Rusia dan Ukraina diperkirakan masih akan menopang permintaan USD sebagaisafe haven asset;3) The Fed telah memulai siklus kenaikan suku bunga sebanyak 25 bps pada pertemuan FOMC 15-16 Maret 2022. Jerome Powell mengatakan bahwa ekonomi AS sudah cukup kuat untuk menghadapi kenaikan suku bunga.
The Fed harus bergerak lebih cepat dan agresif untuk melawan lonjakan inflasi.
The Fed siap menaikkan suku bunga sebesar 50 bps apabila dibutuhkan dan tidak menutup kemungkinan kenaikan suku bunga dan pengurangan balance sheetdilakukan di saat yang bersamaan.
Beberapa faktor yang mendorong pergerakan EUR/USD: 1) Data ekonomi Eropa mengindikasikan kondisi ekonomi yang kurang baik dimana PMI Manufaktur Feb 2022 turun ke 58,20 (vs. 58,40 Jan 2022) dan ZEWsurvey expectationFeb 2022 turun ke -39,30 (vs. 54,30 Jan 2022). Sentimen kurang baik di tengah isu Rusia dan Ukraina. Probabilitas terjadi resesi ekonomi di kawasan Eropa menjadi lebih besar; 2) Tingginya inflasi serta ketergantungansupplyenergi dari negara-negara Eropa ke Rusia diperkirakan akan membebani ekonomi Eropa; 3) ECB mempertahankan kebijakan moneter longgar namun mulai berencana mempercepat pengurangan stimulus moneter di Q3-2022 untuk mengendalikan lonjakan inflasi. Akan tetapi, Lagarde menyatakan ECB tidak dapat se-hawkish The Fed dalam melakukan pengetatan karena dampak dari isu Rusia dan Ukraina yang cukup signifikan ke Eropa.
Katalis yang mendukung pergerakan GBP/USD terdiri dari: 1) Ekonomi Inggris masih berada dalam kondisi yang cukup baik ditandai dengan PMI Manufaktur Feb 2022 naik ke 58,00 (vs. 57,30 Jan 2022),jobless claim changesFeb 2022 berada di level -48.100 (vs. -67.300 Jan 2022), dan penjualan rumah Feb 2022 tumbuh 1,70% MoM (vs. 0,80% MoM Jan 2022); 2) Ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina berpotensi mengganggu pertumbuhan ekonomi Inggris; 3) BoE menaikkan suku bunga untuk yang ketiga kalinya ke level 0,75% sesuai dengan ekspektasi pasar. Namun, BoE memberikan sinyal yang lebih pesimis sembari memantau data ekonomi selanjutnya untuk mempertimbangkan kenaikan lebih lanjut.
Pergerakan AUD/USD hingga akhir Juni 2022 dipengaruhi oleh: 1) Data ekonomi Australia menunjukkan kondisi yang cukup baik di mana penjualan ritel Jan 2022 naik ke 1,80% MoM (vs. -4,40% MoM Des 2021), neraca dagang Jan 2022 naik ke AUD 12,89 miliar (vs. AUD 0,88 miliar Des 2021), dan tingkat pengangguran Feb 2022 turun ke 4,00% (vs. 4,20% Jan 2022); 2) AUD/USD masih ditopang oleh harga komoditas yang tinggi namun ekspektasi perlambatan ekonomi China berpotensi membebani ekonomi Australia; 3) RBA mempertahankan suku bunga rendah di 0,10%. Gubernur RBA mengatakan bahwa konflik Rusia-Ukraina menjadi sumber ketidakpastian global sehingga RBA akan lebih berhati-hati dalam menaikkan suku bunga.
Currency Outlook
EUR/USD diekspektasi bergerak pada rentang 1,0800 - 1,1150 hingga akhir Juni 2022.
GBP/USD diekspektasi bergerak pada rentang 1,3000 - 1,3350 hingga Juni 2022.
AUD/USD diekspektasi bergerak pada rentang 0,7450 - 0,7800 hingga Juni 2022.
9
USD/JPY bergerak didorong oleh beberapa faktor, di antaranya: 1) Data ekonomi Jepang menunjukkan pemulihan ekonomi yang kurang baik ditandai dengan PMI Manufaktur Feb 2022 yang stabil di 52,70 (vs. 52,90 Jan 2022), tingkat pengangguran Jan 2022 naik ke 2,80% (vs. 2,70% Des 2021), dan neraca dagang Feb 2022 turun ke -JPY 668,30 miliar (vs. -JPY 150,00 miliar Jan 2022);
2) Kenaikan harga komoditas serta kesenjangan kebijakan The Fed dan BoJ menekan pergerakan USD/JPY; 3) BoJ mempertahankan kebijakan yang longgar dengan menahan suku bunga rendah di -0,10% dan targetyieldJGB 10YR di 0%. Gubernur BoJ mengatakan BoJ akan tetap mempertahankan kebijakan moneter ultra longgar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Jepang.
Beberapa faktor yang mendorong pergerakan USD/CNH antara lain: 1) Data ekonomi China bulan Feb 2022 menunjukkan kondisi yang belumsoliddimana neraca dagang naik ke USD 115,95 miliar (vs. USD 97,06 miliar Jan 2022), PMI Manufaktur naik ke 50,40 (vs. 49,10 Jan 2022), danjobless ratenaik ke 5,50%
(vs. 5,10% Jan 2022); 2) Prospek ekonomi China diperkirakan melambat di tengah isu Rusia dan Ukraina, ketidakpastian permintaan global, dan lonjakan kasus COVID-19 dalam negeri; 3) Pemerintah China dan PBoC berkomitmen untuk menjaga kebijakan yang longgar dengan meluncurkan kebijakan yang mendukung ekonomi dan berhati-hati dalam mengambil langkah yang berisiko mengganggu pasar.
Katalis yang menyebabkan pergerakan USD/IDR terdiri dari: 1) Data ekonomi Indonesia bulan Feb 2022 menunjukkan kondisi yang relatif baik walaupun sentimen menurun di mana PMI Manufaktur turun ke 51,20 (vs. 53,70 Jan 222), Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) turun ke 113,10 (vs. 119,60 Jan 2022), dan surplus neraca dagang naik ke USD 3,82 miliar (vs. USD 0,95 miliar Jan 2022); 2) USD/IDR masih ditopang olehinflowke IHSG dan harga komoditas yang tinggi;
3) BI kembali mempertahankan suku bunga acuan di 3,50% dan akan mempertahankan suku bunga acuan rendah hingga ada kenaikan inflasi yang signifikan. BI mengesampingkan kenaikanyield untuk menjaga kestabilan IDR dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
USD/CNH diekspektasi bergerak pada rentang 6,3300 - 6,4300 hingga Juni 2022
10 USD/IDR diekspektasi bergerak
pada rentang 14.200 - 14.450 hingga Juni 2022.
USD/JPY diekspektasi bergerak pada rentang 121,50 - 125,00 hingga Juni 2022.
Minyak WTI. Per 28 Maret 2022, minyak WTI ditutup di level USD 105,96 per barel (+40,89% YTD). Harga minyak mengalami penurunan jika dibandingkan dengan awal Maret 2022 di level USD 123,70 per barel namun masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata 5 tahun di level USD 58,10 per barel(Exhibit 12). Harga minyak mulai turun namun masih berada di level yang tinggi disebabkan olehdemandyang berpotensi mengalami penurunan namunsupply diperkirakan masih akan terbatas ke depannya. Dari sisidemand,kenaikan kasus COVID-19 di Tiongkok menyebabkanlockdowndi Shanghai. Pembatasan sosial yang sangat ketat memicu penurunan mobilitas masyarakat, aktivitas ekonomi, dan konsumsi sehingga menurunkan permintaan minyak sebagai salah satu bahan bakar dan bahan baku produksi. Sebagai informasi, Tiongkok merupakan importir minyak terbesar di dunia dengan jumlah impor mencapai ~25% total impor minyak dunia.
Dari sisisupply,kondisisupplyyang terbatas diperkirakan masih akan berlanjut melihat OPEC+ belum akan menambah produksi lebih dari 400.000 barel per hari hingga akhir Maret 2022, tensi geopolitik Rusia dan Ukraina yang masih terus berlanjut sehingga menyebabkan AS masih memberlakukan sanksi embargo untuk impor minyak Rusia, dan terbakarnya fasilitas kilang minyak Arab Saudi paska penyerangan kaum Houthi (Yaman). Selain itu, tekanan dari sisisupply dapat terus menguat apabila negara-negara Eropa mengikuti langkah AS dalam mengembargo minyak dari Rusia dan apabila Rusia membatasi atau bahkan melarang ekspor lebih lanjut terhadap minyak.
Commodity Snapshot
Harga minyak WTI mulai turun namun tetap berada di level yang tinggi disebabkan oleh demanddari China yang diekspektasi
mengalami penurunan namun supplytetap terbatas.
11 Sumber: Bloomberg (28 Maret 2022)
Exhibit 12: Pergerakan Harga Minyak WTI Exhibit 13: Pergerakan Harga CPO
CPO.Per 28 Maret 2022, minyak kelapa sawit (CPO) ditutup di level MYR 6.579 per ton (+27,52% YTD) (Exhibit 13). Sama seperti minyak WTI, harga CPO berada jauh di atas rata-rata 5 tahun di level MYR 3.049 per ton. Harga minyak CPO yang tinggi disebabkan oleh peningkatan permintaan. Ketersediaan vegetable oil (sunflower oil & soybean oil)global yang terbatas membuat CPO dicari sebagai substitusinya.Supply sunflower oilmenurun di tengah tensi Rusia dan Ukraina. Rusia dan Ukraina merupakan salah satu produsen sunflower oil terbesar di dunia dengan jumlah produksi mencapai 75% produksi global. Invasi Rusia ke Ukraina menghambat produksi dan distribusi sunflower oil sehingga memicu peningkatan CPO sebagai salah satu substitusinya. Selain itu, kekeringan di Amerika Selatan (Brasil, Argentina, dan Paraguay) karena La Nina juga menyebabkan terbatasnya supply soybean oil sehingga meningkatkan permintaan CPO sebagai substitusinya.
Harga CPO berada di level yang tinggi karena adanya kenaikan permintaan sebagai substitusi dari vegetable oil.
USD/barel MYR/ton
Sumber: Bloomberg (28 Maret 2022) 105,96
45,00 65,00 85,00 105,00 125,00
Jan-21 Feb-21 Mar-21 Apr-21 May-21 Jun-21 Jul-21 Aug-21 Sep-21 Oct-21 Nov-21 Dec-21 Jan-22 Feb-22 Mar-22
6.579 3.000
4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 9.000
Jan-21 Feb-21 Mar-21 Apr-21 May-21 Jun-21 Jul-21 Aug-21 Sep-21 Oct-21 Nov-21 Dec-21 Jan-22 Feb-22 Mar-22
259,75 50,00
150,00 250,00 350,00 450,00
Jan-21 Feb-21
Mar-21 Apr-21
May-21 Jun-21
Jul-21 Aug-21
Sep-21 Oct-21
Nov-21 Dec-21
Jan-22 Feb-22
Mar-22
Batu Bara.Per 28 Maret 2022, batu bara ditutup di level USD 259,75 per metric ton (+52,99% YTD) (Exhibit 14). Harga batu bara mengalami penurunan dibandingkan awal Maret 2022 di level USD 440,00 per metric ton namun tetap lebih tinggi dibandingkan rata-rata 5 tahun di level USD 102,97 per metric ton.
Harga batu bara sempat meningkat tajam disebabkan oleh tensi geopolitik antara Rusia dan Ukraina memicu krisis energi global terutama dari minyak dan gas sehingga negara-negara mulai mencari alternatif energi salah satunya adalah batu bara. Namun, harga mulai mengalami penurunan disebabkan oleh Tiongkok yang memberlakukan lockdown di tengah kenaikan kasus COVID-19 dalam negeri. Tiongkok merupakan importir batu bara terbesar dunia dengan jumlah impor mencapai ~21% supply batu bara global. Dengan diberlakukannya lockdown, aktivitas ekonomi diperkirakan lebih terbatas sehingga menurunkan permintaan batu bara sebagai salah satu bahan baku produksi.
Dari sisi supply, tekanan terhadap supply batu bara lebih terbatas karena Australia masih terus mengekspor batu bara dan bahkan mulai menjangkau negara-negara Eropa yang memiliki ketergantungan energi cukup tinggi terhadap Rusia. Indonesia pun masih mengekspor batu bara walaupun dalam jumlah yang lebih terbatas karena diberlakukannyaDomestic Market Obligation(DMO) di level 25%.
Harga batu bara mulai turun dipicu oleh demand dari Tiongkok yang diekspektasi mengalami penurunan dan tidak ada tekanan yang terlalu signifikan dari sisisupply.
12 Sumber: Bloomberg (28 Maret 2022)
Exhibit 14: Pergerakan Harga Batu Bara USD/metric ton
3,32
3,00 4,00 5,00 6,00 7,00
Mar-19 Jun-19
Sep-19 Dec-19
Mar-20 Jun-20
Sep-20 Dec-20
Mar-21 Jun-21
Sep-21 Dec-21
3,50
0,50 0,00
1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00
Mar-17 Jun-17 Sep-17 Dec-17 Mar-18 Jun-18 Sep-18 Dec-18 Mar-19 Jun-19 Sep-19 Dec-19 Mar-20 Jun-20 Sep-20 Dec-20 Mar-21 Jun-21 Sep-21 Dec-21 Mar-22
Spread BI7DRRR Fed Rate
Untuk pertama kalinya sejak Maret 2020, Bank Sentral AS, The Fed menaikkan suku bunga acuan nya sebesar 25 bps. Sedangkan Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan 7 day-reverse- repo-ratenya di 3,50%.
Pada 17 Maret 2022, Bank Sentral AS, The Fed untuk pertama kalinya sejak Maret 2020 menaikkan suku bunga acuan nya sebesar 25 bps sehingga rentang acuan naik menjadi 0,25% - 0,50%. Berbeda dengan The Fed, pada 18 Maret 2022, Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan 7-day-reverse- repo-rate nya di 3,50%(Exhibit 15).Keputusan BI diterima dengan baik oleh pelaku pasar. Mata uang Rupiah dan obligasi Rupiah terlihat mengalami pergerakan yang stabil. Sejauh ini, belum ada tekanan yang terlalu besar bagi BI untuk menaikkan suku bunga acuan karena likuiditas dalam negeri yang masih berlimpah, pergerakan IDR terlihat stabil, serta inflasi masih dalam rentang yang ditetapkan Bank Indonesia (BI). Alhasil, rata-rata bunga deposito masih akan rendah dan imbal hasil pasar uang dalam jangka pendek masih memberikan tingkat pengembalian yang rendah(Exhibit 16).
Namun demikian, dinamika yang terjadi pada inflasi akan sangat berpengaruh terhadap kebijakan yang akan ditempuh oleh BI ke depan. Pada bulan Maret 2022, inflasi kembali naik mencapai 0,66% secara bulanan (MoM) dan secara tahunan sebesar 2,64% YoY. Inflasi ini memang masih berada di rentang target yang ditetapkan BI di 2,00-4,00%. Namun ke depannya, ada juga tekanan dari harga energi yang selama ini dijaga oleh pemerintah. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut anggaran subsidi BBM dan listrik dalam APBN terus membengkak. Subsidi energi yang sudah digelontorkan hingga akhir Februari 2022 mencapai Rp 21,70 triliun, melonjak lebih dari dua kali lipat dari periode yang sama di tahun 2021. Lalu, ada juga sisa utang kompensasi yang harus dibayar pemerintah ke PLN dan Pertamina akhir 2021 yang nilainya mencapai Rp 109 triliun. Tekanan di sisi fiskal dapat membuat pemerintah mengurangi subsidi yang berakibat pada harga BBM dan listrik yang lebih tinggi.
Faktor risiko: Kenaikan pada hospitalization rate yang dapat menahan laju pemulihan ekonomi sehingga BI harus menahan rezim suku bunga rendah dan membuat imbal hasilmoney markettetap rendah.
Money Market
SLIGHTLY UNDERWEIGHT (no change)
13 Exhibit 15: Fed Fund Rate vs BI 7DRR (%)
Sumber: Bank Indonesia (Maret 2022)
Exhibit 16: Rata-Rata Bunga Deposito IDR 12 Bulan (%)
Sumber: Bloomberg (Maret 2022) Dinamika pada inflasi akan sangat
berpengaruh terhadap kebijakan yang akan ditempuh oleh BI. Ke depan, terdapat tekanan di sisi inflasi akibat melambungnya harga energi dan pangan, terutama jika terdapat penyesuaian subsidi yang selama ini diberikan pemerintah.
Kenaikan inflasi bukan hanya disebabkan oleh naiknya permintaan akan barang dan jasa dari pemulihan ekonomi (demand pull inflation), tapi juga oleh melonjaknya harga komoditas pangan dan energi (cost push inflation).
Kenaikan di sisi inflasi tidak hanya terjadi di Indonesia. Di negara maju seperti Amerika Serikat, kenaikan inflasi tahunan telah mencapai 7,90% YoY pada bulan Februari 2022, level tertinggi dalam 40 tahun terakhir dan jauh di atas target yang ditetapkan The Fed yakni rata-rata 2,00% dalam jangka panjang. Kali ini, kenaikan inflasi bukan hanya disebabkan oleh naiknya permintaan akan barang dan jasa dari pemulihan ekonomi (demand pull inflation), tapi juga disebabkan oleh melonjaknya harga komoditas pangan dan energi (cost push inflation). Tensi geopolitik antara Rusia dan Ukraina memperparah kondisi tersebut karena Rusia dan Ukraina adalah salah satu negara eksportir energi dan pangan dunia, terutama terhadap kawasan Eropa. Kenaikan inflasi mendorong The Fed untuk bersikap hawkish dan akan secara agresif menaikkan suku bunga dan memberlakukan kebijakan moneter yang sangat ketat demi meredam kenaikan inflasi.
Dari pergerakan kurva imbal hasil, terlihat obligasi bertenor pendek (2 tahun) memiliki tingkat sensitivitas lebih besar terhadap potensi kenaikan suku bunga The Fed dibandingkan dengan obligasi bertenor menengah atau panjang. Selisih imbal hasil (yield spread) antara obligasi AS bertenor 2 tahun dan 10 tahun berada di salah satu titik terendahnya dalam 10 tahun di sekitar 20 bps, jauh di bawah rata-rataspread10 tahun di 110 bps(Exhibit 17).Fenomenayield spread yang menipis antara obligasi bertenor pendek dan menengah-panjang dikenal dengan flattening yield curve. Hal ini mengindikasikan adanya kemungkinan perlambatan ekonomi AS akibat inflasi dan suku bunga yang lebih tinggi.
Pergerakan imbal hasil AS berdampak langsung terhadap imbal hasil INDON karena basis mata uang yang sama. Selisih (spread) antara INDON 10YR dan UST 10YR berada di salah satu titik terendah dalam 10 tahun terakhir(Exhibit 18). Spread terakhir berada di 89 bps, lebih rendah dibandingkan rata-rata 10 tahun yang berada di sekitar 160 bps. Dari sisi premi risiko, CDS (Credit default swap) 5 tahun Indonesia per 28 Maret 2022 berada di 97 bps. Secara teori, tingkat CDS menggambarkanspreadantara imbal hasil yang diberikan obligasi AS dan Indonesia dalam mata uang USD. Spreadyang relatif rendah saat ini, berada di bawah rata-rata 10 tahun membuat INDON lebih rentan terhadap kenaikan yang dapat terjadi pada imbal hasil obligasi AS, terlebih ketika The Fed melakukan pengetatan kebijakan.
Faktor risiko:1) Inflasi AS persisten tinggi sehingga mendorong The Fed sangat agresif dalam melakukan pengetatan kebijakan; 2) Tensi geopolitik Rusia-Ukraina yang semakin memanas sehingga menyebabkan kenaikan inflasi dan disrupsi rantai pasok yang lebih luas. Semua ini memberikan tekanan pada obligasi USD yang imbal hasilnya menjadi acuan imbal hasil global.
Fixed Income (USD)
Foreign Currency (INDON) – SLIGHTLY UNDERWEIGHT (no change)
14 Obligasi bertenor pendek lebih
sensitif terhadap perubahan suku bunga The Fed dibandingkan obligasi bertenor menengah maupun panjang.
Exhibit 17: Spread UST 2 YR and 10 YR (bps)
Sumber: Bloomberg (28 Maret 2022)
Exhibit 18: PergerakanYield UST 10 Tahun dan INDON 10 Tahun (%)
Sumber: Bloomberg (28 Maret 2022) Spreadyang relatif rendah antara
UST 10YR dan INDON 10YR membuat INDON lebih rentan terhadap kenaikan yang dapat terjadi pada imbal hasil obligasi AS (UST).
20,35 -50
0 50 100 150 200 250 300
Mar-12 Mar-13
Mar-14 Mar-15
Mar-16 Mar-17
Mar-18 Mar-19
Mar-20 Mar-21 Average
0,87 3,32 2,45
0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00
Jan-12 Jan-13
Jan-14 Jan-15
Jan-16 Jan-17
Jan-18 Jan-19
Jan-20 Jan-21
Jan-22 Spread INDON Yield 10YR UST Yield 10YR
34,99
15,24 15,23 18,01 16,54
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 45,00
Bank Bank
Indonesia Asuransi &
Dana Pensiun
Non
Residen Lain-lain
31-Dec-19 31-Dec-20 31-Dec-21 22-Mar-22 Imbal hasil FR 10 tahun bergerak lebih stabil di tengah bergejolaknya imbal hasil obligasi AS. Imbal hasil ditutup di level 6,73% pada perdagangan 28 Maret 2022.
Stabilitas pada FR ditopang oleh 2 aspek yaitu likuiditas dalam negeri yang berlimpah dan peran BI melalui SKB-III (burden sharing dan standby buyer).
Salah satu indikator dari likuiditas dalam negeri adalah rasio Loan-to-Deposit (LDR). Pada Februari 2022, rasio LDR berada di 80,74%(Exhibit 19).Rasio ini relatif rendah secara historis dan berada di bawah target LDR yang ditetapkan OJK pada kondisi normal, yaitu di 85,00-92,00%. Rasio LDR yang rendah mengindikasikan bahwa pertumbuhan kredit masih lebih rendah dari pertumbuhan dana pihak ketiga sehingga perbankan memiliki likuiditas lebih yang dapat ditempatkan pada obligasi pemerintah (SBN). Pada Februari 2022, BI mencatat pertumbuhan kredit di perbankan mencapai 5,90% secara tahunan (YoY) sedangkan dana pihak ketiga tumbuh 10,90% pada periode yang sama.
Permintaan obligasi dari perbankan turut menopang pergerakan obligasi rupiah.
Permintaan obligasi dari perbankan juga terlihat dari porsi kepemilikan bank yang terus mengalami kenaikan selama masa pandemi (Exhibit 20). Sebelum pandemi di akhir tahun 2019, porsi kepemilikan perbankan berada di sekitar 20%
dan terus mengalami peningkatan hingga mencapai 35% pada 28 Maret 2022.
Permintaan obligasi dari perbankan terlihat mengimbangi porsi kepemilikan investor asing yang mengalami penurunan dalam 2 tahun terakhir(Exhibit 21).
Secara komposisi, kepemilikan investor asing turun dari 38,57% menjadi 18,00%.
Dilihat dari nominal, pada periode Februari 2019 - Desember 2020 (awal pandemi global), investor asing membukukan posisi penjualan bersih (net sell) terhadap SBN sebesar -IDR 74,25 Triliun. Lalu, sepanjang tahun 2021, investor asing membukukan posisi net sell sebesar IDR -IDR 80,92 Triliun. Tren tersebut berlanjut hingga 2022 yang secara YTD hingga 28 Maret 2022, jumlah net sell investor asing tercatat di -IDR 32,87 Triliun. Secara kumulatif, investor asing telah melakukan penjualan sebesar IDR 194,10 triliun dalam 2 tahun terakhir.
Keluarnya investor asing tersebut diimbangi oleh perbankan yang menambah porsi kepemilikannya pada SBN sebesar IDR 876,37 Triliun dan BI sebesar IDR 615,36 Triliun pada periode yang sama. Dengan nominal kepemilikan investor asing yang saat ini berada di IDR 856,61 Triliun, stabilitas Rupiah dapat terganggu jika investor asing melakukan aksi jual dalam jumlah besar secara mendesak. Namun, likuiditas dalam negeri yang memadai dan diperpanjangnya peran BI dalam SKB-III hingga Maret 2023 dapat menjadi penyeimbang risiko tersebut.
Fixed Income (IDR)
Local Currency (FR/Indonesia Government IDR Bonds) – SLIGHTLY UNDERWEIGHT (no change)
15 Stabilitas pada FR ditopang oleh 2
aspek yaitu likuiditas dalam negeri yang berlimpah dan peran BI melalui SKB-III.
Exhibit 19: Pergerakan IDR dan Loan-to-Deposit Ratio (%)
Sumber: Bloomberg (28 Maret 2022) Permintaan obligasi dari perbankan terlihat mengimbangi porsi kepemilikan investor asing yang mengalami penurunan dalam 2 tahun terakhir.
6,73
80,74
75,00 80,00 85,00 90,00 95,00 100,00 105,00
5,00 5,50 6,00 6,50 7,00 7,50 8,00 8,50 9,00
May-16 Nov-16 May-17 Nov-17 May-18 Nov-18 May-19 Nov-19 May-20 Nov-20 May-21 Nov-21 IDR 10YR Yield (Left) LDR (Right)
Exhibit 20: Posisi Kepemilikan SBN Tradable(%)
Sumber: DJPPR Kementerian Keuangan (22 Maret 2022)
16 Obligasi Indonesia memberikan imbal hasil riil (setelah dikurangi inflasi inti) yang relatif menarik, jika dibandingkan dengan negara berkembang lain maupun negara maju (Exhibit 22). Imbal hasil riil yang tinggi ini belum mendatangkan inflow terhadap SBN disebabkan oleh inflasi dalam negeri yang belum mencerminkan tingkat inflasi yang sesungguhnya. Inflasi Indonesia masih tertahan oleh subsidi pemerintah yang menunda kenaikan tarif listrik dan BBM, di tengah harga energi global yang telah melonjak tajam. Subsidi pemerintah yang berkepanjangan dapat memberi tekanan pada APBN yang akhirnya menyebabkan adanya penyesuaian dengan harga pasar. Ketika dinamika ini terjadi, inflasi dalam negeri berisiko meningkat yang pada akhirnya berdampak pada imbal hasil obligasi yang juga akan meningkat.
Faktor risiko: 1) Berkurangnya dukungan dari investor domestik terutama perbankan di pasar obligasi; 2) The Fed yang lebih agresif dalam melakukan pengetatan kebijakan moneter memberikan tekanan pada BI untuk menaikkan suku bunga lebih banyak dari perkiraan pelaku pasar; 3) Inflasi Indonesia yang naik signifikan, jika terdapat penyesuaian harga pada BBM, gas, dan listrik ditambah tensi geopolitik Rusia-Ukraina yang berkelanjutan menyebabkan harga komoditas energi dan pangan terus bertahan di tingkat yang tinggi.
Imbal hasil riil Indonesia relatif menarik. Namun, imbal hasil riil yang tinggi ini belum
mendatangkan inflowterhadap SBN disebabkan oleh inflasi dalam negeri yang belum mencerminkan tingkat inflasi yang sesungguhnya.
Exhibit 21: Foreign Flow (IDR Tn)
Sumber: Bloomberg (28 Maret 2022)
Exhibit 22: Real Yield (10 YR minus Core Inflation) EM vs DM (%)
Sumber: Bloomberg (28 Maret 2022) -4,05 -3,49
0,52 0,71 1,87 2,16 2,57 3,36 4,66
AS Uni Eropa
Thailand India
Vietnam Meksiko
Filipina Brazil
Indonesia -32,87
-77,30
-100,00 -80,00 -60,00 -40,00 -20,00 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00
Mar-21 Apr-21 May-21 Jun-21 Jul-21 Aug-21 Sep-21 Oct-21 Nov-21 Dec-21 Jan-22 Feb-22 Mar-22 Monthly Cumulative 12M
Divergence yang cukup besar di pasar saham AS dan Asia Pasifik disebabkan oleh sentimen yang sangat baik di AS dan banyaknya sentimen negatif di Asia Pasifik.
Sejak tahun 2016, terlihat adanyadivergenceyang cukup besar di pasar saham AS dan Asia Pasifik (Exhibit 23). Pasar saham AS naik jauh signifikan mengungguli Asia Pasifik. Hal tersebut disebabkan oleh sentimen yang sangat bagus di AS mulai dari terpilihnya Donald Trump di tahun 2016, perang dagang AS-Tiongkok di tahun 2018, dan COVID-19 di tahun 2020.
Donald Trump dengan tagline “Make America Great Again” dinilai sangat berpihak pada kepentingan bisnis dan investor. Hal ini ditandai dengan turunnya pajak korporasi dan dikenakannya sejumlah tarif ke Tiongkok yang menjual barang dengan harga yang terlalu murah sehingga dapat merugikan produsen di AS. Dengan regulasi yang sangat mendukung perusahaan lokal, inflowdalam jumlah yang masif kembali masuk ke AS, memberikan dampak positif baik ke ekonomi dan ke pasar saham. Sentimen positif di AS pun berlanjut di tahun 2020 ketika stimulus fiskal dan moneter digelontorkan untuk mendukung pemulihan ekonomi paska COVID-19. Likuiditas yang berlimpah disertai dengan suku bunga yang rendah mendongkrak aktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Pasar saham AS naik paling signifikan dibandingkan pasar saham global lainnya di tahun 2021.
Di sisi lain, sentimen di Asia Pasifik terutama di kawasan Tiongkok, Hongkong, dan Taiwan cukup negatif. Berbagai isu seperti pengetatan regulasi terhadap saham-saham teknologi (crackdown), default developer real estate terbesar di Tiongkok (Evergrande), krisis energi, dan kebijakanzero covid policymembebani pertumbuhan ekonomi dan pergerakan di pasar saham. Investor cenderung menahan inflow hingga sentimen membaik walaupun koreksi yang terjadi membuat valuasi yang murah menjadi semakin murah.
Dari segi valuasi, dengan menggunakan forward price to earning ratio (forward p/e),terlihat perbedaanforward p/eyang cukup signifikan dari pasar saham AS dan Asia Pasifik. Pasar saham AS memiliki forward p/eyang jauh lebih tinggi (20,76x) dibandingkan dengan Asia Pasifik (13,52x). Hal ini wajar melihat besarnyainflowke AS dan kenaikan kinerja yang sangat signifikan sejak tahun 2016. Berbeda dengan AS, koreksi yang terjadi di pasar saham Asia Pasifik sejak Maret 2021 membuat kinerja terus turun dan membuatforward p/emenjadi lebih rendah. Per 28 Maret 2022, valuasi saham Asia Pasifik dari segiforward p/e ratio terdiskon sebesar 38,64% dibandingkan AS(Exhibit 24). Pengetatan regulasi yang lebih terbatas dan valuasi yang sangat menarik membuat investor asing mulai masuk ke pasar saham Tiongkok dan Asia Pasifik lainnya.
Equity (USD)
SLIGHTLY OVERWEIGHT
Exhibit 24: Forward P/E Ratio Discount (MSCI Asia Pacific Ex-Japan & MSCI USA)
Koreksi yang terjadi di Asia Pasifik membuat valuasi yang murah menjadi semakin murah. Pasar saham Asia Pasifik terdiskon 35%
dibandingkan AS.
Sumber: Bloomberg (28 Maret 2022)
Exhibit 23: Pergerakan 10 Tahun IndeksMSCI USA &
MSCI AC Asia Pacific Ex Japan
295,91%
40,91%
-50,00%
0,00%
50,00%
100,00%
150,00%
200,00%
250,00%
300,00%
350,00%
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 MSCI USA Index MSCI AC APAC Exclude Japan
34,86%
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
35,00%
40,00%
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 Sumber: Bloomberg (28 Maret 2022)
17
IHSG membukukan kinerja positif secara YTD 28 Maret 2022. Kinerja IHSG ditopang oleh saham berkapitalisasi besar.
Di tengah volatilitas dan sentimen yang kurang positif di pasar global, IHSG berhasil mempertahankan kinerja yang positif dan ditutup mendekatiall time high di level 7.049 (+7,11% secara YTD) pada perdagangan 28 Maret 2022. Kinerja IHSG ditopang oleh kinerja saham-saham berkapitalisasi besar, direpresentasikan oleh indeks LQ45, yang naik +10,20% secara YTD. Saham- saham berkapitalisasi kecil menengah, direpresentasikan oleh indeks IDX SMC, hanya naik +5,44% secara YTD(Exhibit 25).
Secara fundamental, kenaikan IHSG didukung oleh kinerja emiten yang sangat memuaskan terlihat dari pertumbuhan penjualan dan laba yang signifikan serta melebihi ekspektasi pasar di kuartal-IV 2021. Per tanggal 28 Maret 2022, dari 175 emiten IHSG yang telah melaporkanearnings, tercatat pertumbuhan penjualan sebesar 29,13% dan pertumbuhan laba sebesar 88,27%. Sementara dari 27 emiten indeks LQ45 yang telah melaporkan earnings, tercatat pertumbuhan penjualan sebesar 36,89% dan pertumbuhan laba sebesar 100,48% (Exhibit 26). Ke depannya, fundamental IHSG diekspektasi dapat terus menguat seiring dengan momentum pemulihan ekonomi yang masih berlangsung.
Equity (IDR)
SLIGHTLY OVERWEIGHT (no change)
Exhibit 26: IHSG Q4 2021 Earnings Announcement Exhibit 25: Kinerja IHSG, LQ45, dan IDX SMC YTD
Sumber: Bloomberg (28 Maret 2022) Emiten di IHSG dan LQ45 memiliki
fundamental yang sangat baik terlihat dari pertumbuhan penjualan dan laba yang sangat memuaskan di kuartal-IV 2021.
Sumber: Bloomberg (28 Maret 2022)
7,11%
10,25%
5,32%
-5,00%
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
Dec-21 Jan-22 Feb- 22
IHSG LQ45 Index IDX SMC Index
29,13% 36,89%
88,27% 100,48%
IHSG LQ45 Index
Sales Growth Earnings Growth
18
19 inflowinvestor asing yang sangat signifikan di tahun 2022. Per 28 Maret 2022, investor asing membukukaninflowsebesar IDR 29,58 triliun YTD(Exhibit 27).
Ada beberapa hal yang mendoronginflow:
Pertama, kondisi makroekonomi Indonesia yang sangat kuat. Kenaikan harga komoditas memperkuat ekspor dan kondisi makroekonomi Indonesia seperti meningkatkan surplus neraca dagang, surplus neraca transaksi berjalan, dan cadangan devisa. Lebih lanjut, kondisi makroekonomi yang kuat menopang pergerakan IDR. Hal ini terbukti dengan IDR yang bergerak stabil di rentang 14.253-14.408 selama tahun 2022. IDR yang stabil menurunkan risiko mata uang dan mendorong investor asing untuk membukukaninflow.
Kedua, tensi geopolitik antara Rusia dan Ukraina menguntungkan Indonesia.
Paska meningkatnya tensi geopolitik, saham Rusia dihapuskan dari beberapa indeks global seperti MSCIEmerging MarketdanFTSE Russell.Rusia memiliki bobot sekitar 1,50% di masing-masing indeks tersebut sehingga dihapuskannya Rusia dari indeks membuat investor harus mencari alternatif investasi di emerging marketlain. Indonesia akan menjaditop of mindinvestor ketika mencari alternatifemerging marketlainnya karena eksposur yang minimal terhadap Rusia dan Ukraina dari segi aktivitas ekspor-impor yang terbatas serta sentimen positif dari kenaikan harga komoditas. Berdasarkan data historis, terlihat korelasi yang cukup positif antara kenaikan harga komoditas dengan kinerja IHSG(Exhibit 28).
Ketiga, pemulihan ekonomi yang terus menguat dan potensi pertumbuhan ke depannya. Beberapa indikator ekonomi seperti pertumbuhan kredit, penjualan semen, dan penjualan mobil mengindikasikan pertumbuhan yang cukup baik. Di bulan Februari 2022 kredit tumbuh 6,33% YoY, penjualan semen naik 13,61%
YoY, penjualan mobil naik 65,10% YoY. Tren ini diperkirakan dapat terus menguat ke depannya melihat Indonesia telah berhasil melalui gelombang ketiga COVID-19 dan pembatasan sosial mulai kembali diperlonggar.
Keempat,investor asing sudah lamaunderowneddi Indonesia. Setidaknya sejak tahun 2017, investor asing secara konsistenoutflowdari pasar saham Indonesia.
Di tahun 2019, sempat adainflowyang cukup besar namuninflowtersebut terjadi karena adanya akuisisi bank Danamon oleh MUFG. Apabila transaksi tersebut dikeluarkan dari perhitungan, secara kumulatif 2017-2020 investor asing membukukan outflow sebesar IDR 138,86 triliun. Posisiunderowned ditambah dengan sentimen yang positif dan potensi pertumbuhan ke depannya membuat investor kembali membukukaninflowke Indonesia
Faktor risiko: 1) Risk off sentiment global semakin buruk sehingga pada akhirnya berdampak ke pasar saham Indonesia; 2) Kasus COVID-19 kembali naik sehingga pembatasan sosial yang ketat harus kembali diberlakukan; 3) Kenaikan biaya produksi dan inflasi dari sisi produsen menekan laba perusahaan.
yang cukup signifikan hingga 28 Maret 2022 disebabkan oleh kondisi makroekonomi Indonesia yang sangat kuat, Indonesia diuntungkan di tengah konflik Rusia-Ukraina, potensi pertumbuhan ke depannya, dan investor yang sudah lama underowned di Indonesia.
Exhibit 27: Foreign Flow (IDR Tn)
Sumber: Bloomberg (28 Maret 2022)
Exhibit 28: KorelasiBloomberg Commodity Index dan Kinerja IHSG
Sumber: Bloomberg (28 Maret 2022) 29,58
(71,00)
-150,00 -100,00 -50,00 0,00 50,00
2017 2018 2019 2020 2021 2022
Yearly Flow Cummulative Flow Ex. Danamon-MUFG
Deals (2019) 7.050
126,21
50,00 70,00 90,00 110,00 130,00 150,00
3.500 4.500 5.500 6.500 7.500
Jan-19 Apr-19 Jul-19 Oct-19 Jan-20 Apr-20 Jul-20 Oct-20 Jan-21 Apr-21 Jul-21 Oct-21 Jan-22 JCI Index (L) BCOM Index (R)
20
Calendars
Economic Calendar Product Calendar
Name Type Launch/Mature Period
SBR011 Obligasi Launch Jun-22
Countries Events Dates
Change in Nonfarm Payrolls Maret 2022 1-Apr-22
Average Hourly Earnings Maret 2022 1-Apr-22
Unemployment Rate Maret 2022 1-Apr-22
ISM Manufacturing PMI Maret 2022 1-Apr-22
Trade Balance Februari 2022 5-Apr-22
ISM Non-Manufacturing PMI Maret 2022 5-Apr-22
Core CPI Maret 2022 12-Apr-22
CPI Maret 2022 12-Apr-22
PPI Maret 2022 13-Apr-22
Retail Sales Maret 2022 14-Apr-22
Core Retail Sales Maret 2022 14-Apr-22
Industrial Production Maret 2022 15-Apr-22
CIPS UK Manufacturing PMI Maret 2022 1-Apr-22
Industrial Production Februari 2022 11-Apr-22
Manufacturing Production Februari 2022 11-Apr-22
Trade Balance Februari 2022 11-Apr-22
Jobless Claims Change Maret 2022 12-Apr-22
ILO Unemployment Rate 3 Months Februari 2022 12-Apr-22
CPI Maret 2022 13-Apr-22
Retail Price Index Maret 2022 13-Apr-22
Retail Sales Inc Auto Fuel Maret 2022 22-Apr-22
Melbourne Institute Inflation Maret 2022 4-Apr-22
RBA Cash Rate Target April 2022 5-Apr-22
Trade Balance Februari 2022 7-Apr-22
Westpac Consumer Confidence SA April 2022 13-Apr-22
Employment Change Maret 2022 14-Apr-22
Participation Rate Maret 2022 14-Apr-22
Unemployment Rate Maret 2022 14-Apr-22
CPI Q1 2022 27-Apr-22
PPI Q1 2022 29-Apr-22
Jibun Bank Japan PMI Manufacturing Maret 2022 1-Apr-22
BoP Current Account Balance Februari 2022 8-Apr-22
PPI Maret 2022 12-Apr-22
Core Machine Orders Februari 2022 13-Apr-22
Industrial Production Februari 2022 19-Apr-22
Natl CPI Maret 2022 22-Apr-22
Job-to-Applicant Ratio 26-Apr-22
Caixin China PMI Manufacturing Maret 2022 1-Apr-22
Money Supply M2 Maret 2022 15-Apr-22
PPI Maret 2022 11-Apr-22
CPI Maret 2022 11-Apr-22
Trade Balance Maret 2022 13-Apr-22
Industrial Production Maret 2022 18-Apr-22
GDP Q1 2022 18-Apr-22
Retail Sales Maret 2022 18-Apr-22
1 Year Loan Prime Rate April 2022 20-Apr-22
5 Year Loan Prime Rate April 2022 20-Apr-22
S&P Global Indonesia PMI Manufacturing Maret 2022 1-Apr-22
CPI Maret 2022 1-Apr-22
Foreign Reserves Maret 2022 7-Apr-22
Trade Balance Maret 2022 18-Apr-22
Bank Indonesia 7D Reverse Repo April 2022 19-Apr-22
Balance sheet: neraca keuangan.
Burden sharing: komitmen BI dan Kementerian Keuangan dalam bentuk pembelian obligasi pemerintah untuk membiayai defisit fiskal.
Consumer Price Index: indikator yang digunakan untuk mengukur inflasi dari sisi konsumen. Biasa disingkat menjadiCPI.
Cost push inflation: kenaikan inflasi dari sisi produsen disebabkan oleh kenaikan biaya produksi.
Credit Default Swap: instrumen derivatif yang mencerminkan persepsi risiko dan risk appetite investor terhadap sebuah investasi.
Developed market: negara maju. Biasa singkat menjadiDM.
Demand pull inflation: kenaikan inflasi dari sisi konsumen disebabkan karena permintaan yang meningkat.
Domestic Market Obligation: merupakan sebuah kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah terhadap perusahaan untuk memenuhi pasokan dalam negeri dalam jumlah tertentu. Biasa disingkat menjadiDMO.
Emerging market: negara berkembang. Biasa disingkat menjadiEM.
FTSE Russell: salah satu indeks global berlokasi di Inggris yang merupakan anak perusahaan dari London Stock Exchange Group.
Hawkish: istilah finansial yang mendeskripsikan pandangan kebijakan moneter yang ketat. Biasanya ditandai dengan suku bunga yang tinggi.
Herd immunity: konsep yang menggambarkan kekebalan kelompok terhadap virus tertentu. Kekebalan kelompok dapat dicapai apabila vaksinasi telah mencapai lebih dari 70% dari total populasi.
Kebijakan fiskal: kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam bentuk alokasi pengeluaran pemerintah dan sistem perpajakan untuk mempengaruhi perekonomian.
Kebijakan moneter: kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral atau otoritas keuangan di suatu negara untuk mengontrol jumlah uang yang beredar di pasar.
Loan to deposit ratio: rasio yang digunakan untuk menilai risiko likuiditas. Biasa disingkat menjadiLDR.
MSCI Emerging Market: indeks global yang berisikan saham dari berkapitalisasi besar hingga kecil dari 25 negara emerging market.
Neraca perdagangan: akun yang mencatat atas ekspor-impor yang dilakukan oleh suatu negara dengan negara lain di seluruh dunia.
Pent-up demand: situasi yang menggambarkan kenaikan permintaan secara tiba-tiba.
Regulatory crackdown: pemberian sanksi yang keras terhadap pelaku usaha yang melanggar aturan dari pemerintah.
Real yield:selisih antaranominal yield dan tingkat inflasi.
Retail sales: indikator yang mengukur level pengeluaran konsumen untuk berbelanja barang eceran.
Year-to-date: periode yang dimulai pada awal tahun kalender hingga tanggal tertentu. Biasa disingkat menjadiYTD.
Yield spread: selisih imbal hasil antar obligasi.
21
Glossary
22
Contributor List
BCA Wealth Panel
BCA Wealth Panel Members
SEVP Treasury & International Banking Branko Windoe
BCA Sekuritas Head of Equity Teguh Hartanto
Head of Wealth Management Ugahary Yovvy Chandra
Chief Economist David Sumual
Wealth Management Division
Lilyana Sutianto Baling – Head of Investment Business & Research Management Richie Norbert Tandias – Head of Research & Portfolio Management
Anastasia Gracia – Research Analyst Catherine Ashikin – Research Analyst Ignatius Hubert – Research Analyst
Treasury Team
Junita Gunawan – Head of Treasury
Yeni Marliana Laurence – Head of Position Management Dionysius Kelvin – Currency Analyst
Yuliastono Candra – Fixed Income Analyst
Economist Team
Barra Kukuh Mamia – EconomistDerrick Gozal – Economist
BCA Sekuritas Team
Pandu Anugrah – Head of ResearchDisclaimer
Laporan BCAHouse View(“Laporan”) ini hanya bersifat sebagai informasi dan bukan merupakan rekomendasi, saran, ajakan, atau arahan, serta tidak dimaksudkan sebagai penawaran atau permintaan untuk melakukan transaksi tertentu.
Tidak ada satu pun baik PT Bank Central Asia Tbk (“BCA”), perusahaan terafiliasinya, dan/atau karyawan maupun agen dari BCA dan seluruh perusahaan terafiliasinya yang memberikan pernyataan atau jaminan (baik tersurat atau tersirat) atau bertanggung jawab sehubungan dengan akurasi atau kelengkapan dari informasi, penilaian, proyeksi, perkiraan, analisis, dan pendapat lainnya yang tercantum dalam Laporan ini (“Informasi”). Dalam hal Informasi berasal dari sumber di luar BCA, Informasi tersebut diperoleh dari sumber yang menurut BCA dapat diandalkan. Namun demikian, BCA tidak menjamin bahwa Informasi tersebut akurat, lengkap, maupun terkini (up-to-date).
BCA, perusahaan terafiliasinya, dan/atau karyawan maupun agen dari BCA dan seluruh perusahaan terafiliasinya tidak bertanggung jawab dan tidak dapat dituntut atas kerugian apa pun baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung atau atas kerugian lainnya dalam bentuk apa pun yang mungkin timbul dari setiap penggunaan Informasi yang tercantum dalam Laporan ini (termasuk setiap kesalahan atau kekeliruan yang mungkin ditemukan dalam Laporan ini). Segala akibat dan kerugian yang timbul dari penggunaan Informasi untuk keperluan apa pun menjadi tanggung jawab pengguna Informasi sepenuhnya dan pengguna Informasi membebaskan BCA, perusahaan terafiliasinya, dan/atau karyawan maupun agen dari BCA dan seluruh perusahaan terafiliasinya dari segala tuntutan, gugatan, dan/atau tindakan hukum lainnya dalam bentuk apa pun.
Setiap Informasi terkandung dalam Laporan ini mungkin didasarkan pada sejumlah asumsi dan perkiraan yang mungkin dapat berbeda dengan kondisi yang sesungguhnya atau kondisi yang terjadi di kemudian hari. Asumsi dan perkiraan yang berbeda dapat mengakibatkan hasil yang berbeda pula. BCA perusahaan terafiliasinya, dan/atau karyawan maupun agen dari BCA dan seluruh perusahaan terafiliasinya tidak mewakili atau menjamin bahwa Informasi apa pun akan terpenuhi.
Kinerja masa lalu yang dimuat dalam Laporan ini bukan merupakan indikator maupun jaminan kinerja di masa mendatang.
Informasi yang disampaikan dalam Laporan ini dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan terlebih dulu. Informasi yang tercantum pada Laporan ini dapat berasal dari pihak lainnya. BCA tidak bertanggung jawab atas kebenaran, keakuratan, atau kelengkapan Informasi, termasuk kesalahan Informasi yang tercantum pada Laporan ini.
Laporan ini dibuat secara umum tanpa mempertimbangkan tujuan investasi, situasi keuangan, dan kebutuhan pihak tertentu, serta tidak ditujukan untuk satu/sekelompok pihak tertentu. Sebelum Anda melakukan transaksi investasi apa pun, Anda harus melakukan pengkajian dan analisis secara independen dan meminta saran atau masukan dari segi finansial dan hukum dari tenaga profesional (jika diperlukan).
Informasi yang dimuat dalam Laporan ini tidak mencerminkan posisi BCA, perusahaan terafiliasinya, dan/atau karyawan maupun agen dari BCA dan seluruh perusahaan terafiliasinya dalam melakukan transaksi efek dan/atau instrumen keuangan lainnya baik dalam kapasitasnya sebagai pelaku transaksi maupun sebagai prinsipal atau agen sehingga transaksi efek dan/atau instrumen keuangan lainnya yang dilakukan BCA, perusahaan terafiliasinya, dan/atau karyawan maupun agen dari BCA dan seluruh perusahaan terafiliasinya dapat tidak konsisten dengan Informasi yang dimuat dalam Laporan ini.
Produk investasi yang disebutkan dalam Laporan ini (selain produk simpanan atau deposito BCA) BUKANmerupakan produk maupun tanggung jawab BCA dan bukan juga merupakan bagian dari simpanan pihak ketiga pada BCA, sertaTIDAK TERMASUKdalam cakupan obyek program penjaminan Pemerintah atau penjaminan simpanan yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Laporan ini tidak diperbolehkan untuk diproduksi ulang, disalin/difotokopi, diduplikasi, dikutip, atau disediakan dalam bentuk apa pun, dengan sarana apa pun, atau didistribusikan kembali kepada pihak lain manapun tanpa izin tertulis terlebih dahulu dari BCA.
23