• Tidak ada hasil yang ditemukan

Belajar tentang budaya dan agama

N/A
N/A
Ancelina Simbolon

Academic year: 2023

Membagikan "Belajar tentang budaya dan agama"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II PEMBAHASAN A. Iman kristen

Di dalam perjanjian lama kata iman berasal dari kata kerja aman, yang berarti memegang teguh. Kata ini bisa muncul dalam bentuk yang bermacam-macam umpamanya dalam memegang teguh janji seseorang karena janji itu di anggap di anggap teguh atau kuat sehingga dapat di percaya. Jika di terapkan kepada Tuhan Allah maka kata iman berarti, bahwa Allah harus di anggap sebagai yang kuat atau teguh. Kita yang percaya kepadanya berarti kita harus mengamini dan percaya bahwa Allah adalah teguh atau kuat di Yesaya 7:9 umpamanya di katakana bahwa jika raja Ahas tidak percaya” artinya” tidak mengamini bahwa Allah adalah teguh jaya. Oleh karena itu menurut perjanjian lama berimana kepada Allah berarti 1percaya. Mengamini bukan hanya dengan akal tetapi juga dengan kepribadian dan cara hidup kita dan kepda segala janji Allah yang telah di berikan dengan perantaraan Firman dan karyaNYA. Barangsiapa yang memiliki iman dan percaya kepada Yesus Kristus hidupnya dikuasai oleh janji-janji Allah, seperti di dalam hidup Abraham menjadi suatu bangsa yang besar yang Tuhan Allah janjikan kepadanya dan dia juga akan jadi berkat bagi bangsa. Abraham percaya dan mengamini janji Allah itu karena itu Abraham meninggalkan orang tua dan tanah airnya ke negeri kediaman sendiri sebelum mengetahuinya untuk hidup di bawah naungan kuasa janji itu.

Pengertian iman di perjanjian baru. Iman berarti” mengamini dengan segenmap kepribadian dan cara hidupnya kepada janji Allah bahwa di dalam Kristus telah mendamaikan orang berdosa dengan dirinya send iri sehingga segenap hidup orang beriman di kuasai oleh keyakinan yang sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan. Iman dapat di pandang sebagai jalan keselamatan orang yang benar itu akan hidup itu akan hidup oleh percaya atau imannya (roma 1:17, Galatia 3:11).

1 petrus 3:15 di katakana bahwa orang beriman harus senantiasa siap sedia pada segala sesuatu dengan wajtu memberi pertanggung jawab kepada tiap orang yang meminta mengenai pengaharapan yang ada padanya. Orang beriman berkewajiban meneruskan isi imannya, baik kepada orang lain, maupun kepada anak-anaknya ke keturunannya. Orang beriman berusaha untuk melihat unsur-unsur kesatuan dan segi- segi imamnya. Yang bermacam- macam itu tidak lain karena ia ingin memikirkan secara mendalam dan secara luas tentang persekutuan dengan Tuhan. Sebab makin tinggi dan dalam kasih Kristus makin terpikat ia kepada Kristus sehingga makin kuat ia akan berusaha mentaati segala perintah- nya.

1

(2)

B. Pengertian Kebudayaan

Perbedaaan mendasar antara manusia dengan mahluk yang lain (hewan) ialah bahwa manusia adalah mahluk berbudaya, hal ini disebabkan karena manusia diberi anugerah yang sangat berharga oleh Tuhan, yaitu budi atau akal pikiran. Dengan kemampuan budi atau akal itulah manusia dapat mencipta kebudayaan yang menyebabkan kehidupannya sangat jauh berbeda dengan kehidupan hewan. Oleh karena itu manusia sering disebut mahluk sosio-budaya, artinya mahluk yang harus hidup bersama dengan manusia lain dalam suatu kesatuan yang disebut dengan masyarakat. Disamping itu manusia adalah mahluk yang mencipta kebudayaan dan dengan berbudaya itulah manusia berusaha mencukupi kebutuhannya.

Manusia tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan, di mana adaa manusia disitu ada kebuayaan. Kapankah ada kebudayaan?Kebudayaan lahir bersamaan dengan adanya. Umat manusia di muka bumi ini. Mengenai pengertian kebudayaan, banyak defenisi atau batasan pengertian kebuadayan yang disampaikan oleh para ahli.

Berikut ini beberapa pengertian kebudayaan yang disampaikan oleh beberapa ahli:

1. E.B. Taylor dalam bukunya, "Primitive Culture"

Mengemukakan bahwa, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang Kebudayaan Manurut Perspektif iman Katolik di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

2. Ralph Linton dalam bukunya “Personility"

mengemukakan bahwa kebudayaan merupakan konfigurasi dari tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah The Cultural Background Of laku yang unsur-unsur penentuannya dimiliki bersama dan dilanjutkan oleh masyarakat tertentu.

3. M Jacobs dan BJ. Stem dalam bukunya "General Antrpology"

mengemukakan bahwa kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi sosial, ideologi, relig, dan kesenian serta benda yang semuanya warisan sosial.

4. Prof Takdir Alisyahbana

mengemukakan bahwa kebudayaan adalah manifestasi cara berpikir manusia dan kebudayaan mencakup keseluruhan tingkah laku manusia dan seluruh perasaan manusia.

C. Richard Niebuhr : Lima Sikap Terhadap Budaya

Menurut Richard Niebuhr ada lima sikap terhadap budaya dan pandangannya ini telah dikenal secara luas dan antara lain disebut sebut juga dalam buku-buku etika dalam bahasa Indonesia yang membahas hubungan iman dan kebudayaan. Adapun kelima sikap tersebut adalah:

(3)

1. Sikap Radikal

Sikap ini sama sekali tidak mengakui hubungan antara iman dan budaya. Iman datang dari atas, dari Tuhan, sedangkan budaya datang dari bawah, dari manusia. Yang datang dari atas itu mumi sedang yang datang dan bawah cemar karena dosa. Bertobat berarti meninggalkan apa yang dari bawah dan menyambut apa yang dari atas. Iman selalu menghakimi kebudayan karena kebudayaan selalu jahat. Banyak dari para misinoris yang dulunya bekerja di Indonesia berasal dari tradisi yang menganut sikap radikal ini. Mereka tidak mengikuti arus budaya di mana mereka melakukan misionaris dan mereka menganjurkan agar para murid- muridnya melakukan sikap yang sama.

2. Sikap Akomodatif

Sikap akomodatif merupakan kebalikan dari sikap radikal. Di sini tidak ada, pertentangan sama sekali antara iman dan kebudayaan. Nilai-nilai yang menjadi dambaan masyarakat dianggap sebagai nilai nilai yang juga, dikejar dalam penghayatan iman. Dalam kenyataan, mereka yang menganut sikap pertama di atas dapat bersikap akomodatif terhadap arus budaya yang mereka miliki.

3. Sikap Sintetik

Sikap ini sebenarnya merupakan bagian dari sikap kedua di atas. Dalam sikap ini, baik Injil maupun kebudayan diterima dalam kesatuan yang saling mengisi. Manusia, mempunyai kodratnya sebagai manusia. Dalam kodrataya ini, manusia membangun dan memperkembangkan budayanya, termasuk adat-istiadatnya. Selain itu manusia juga mengenal yang adi kodrati. Injil membawa yang adi kodrati untuk melengkapi yang kodrati.

Tetapi yang kodrati juga, melengkapi yang adi kodrati, dalam arti iman tidak pernah bisa tanpa wujud yang konkret, baik berupa lembaga, gereja yang kuat maupun dalam bentuk tatanan masyarakat yang tetap dan mantap. Jadi iman mengatasi kebudayaan, namun kebudayaan tidak dihapuskan, melainkan diintegrasikan ke dalam iman.

4. Sikap Dualistik

Sikap ini merupakan sikap tradisional yang diambil oleh Gereja-gereja Lutheran (di Indonesia misalnya HKBP). Sikap ini juga merupakan variasi dan sikap ke dua, namun kebalikan sikap ketiga. Dalam konteks ini, orang mengakui dan hidup dalam dua dunia, dunia, pertama. adalah Kerajaan Allah, sedangkan dunia, kedua adalah masyarakat Manusia, adalah warga, masyarakat dan sekaligus, warga Kerajaan Allah. Tetapi di antara Kerajaan Allah dan masyarakat tidak ada sangkut-paut apapun.,

5. Sikap Transformatif

Sikap ini merupakan sikap yang biasanya dianggap merupakan sikap khas tradisi Calvinis.

Kalau Kita mau menghayati warisan Calvinis maka sudah tentu sikap radikal tidak perlu menjadi sikap khasnya. Kebudayaan manusia telah dicemari olch doss. Yang terbaik sama sekalipun dari manusia tetap penuh dosa. Oleh karena itu orang tidak perlu mengagung- agungkan peradabannya sebab banyak praktek praktek gelap bekerja terselubung di balik

(4)

kemajuan peradaban. Kita harus yakin bahwa, Kristus telah menang atas dosa, dan Roh Kudus telah bekerja membaharui kebudayaan mentransformasikannya. Oleh karena, itu kebuadayaan dapat diterima, dan adat-istiadat, meski tetap terbuka bahwa iman dapat menghakimi kebudayaan dan adat-istiadat Iman harus menjadi warna dan nafas kebudayaan.

Tidak ada budaya Kristen, yang ada ialah budaya setempat yang bernafaskan atau diwarnai iman kristen. Jadi ada, sikap kritis dan selektif. Persoalannya bukan menerima atau menolak budaya tetapi menerima bagian yang mana dari budaya dan menolak bagian mana dari budaya.

D. Hubungan Iman dan Kebudayaan

Iman pertama-tama dan terutama menyangkut hubungan manusia dengan Allah. Akan tetapi manusia, tidak hidup sendirian melainkan di dalam masyarakat, dan khususnya bersama, dengan orang di kanan-kirinya. Hidup sosial dan kebudayaan menentukan hidup manusiayang konkret oleh karena itu juga menentukan iman dan agamanya. Iman yang lepas dari kehidupan masyarakat dan kebudayaan bukanlah iman yang konkret dan sebetulnya bukanlah iman yang benar. Iman yang konkret selalu menyangkut kehidupan yang konkret dan tidak dapat dilepas dari masyarakat serta kebudayaan. Matra kebudayaan bukanlah sesuatu yang asing bagi iman. Iman dari semula, dihayati dalam suatu kebudayaan tertentu dan senantiasa mendapat bentuk yang baru. Namun iman tidak pernah terikat pada suatu kebudayaan atau bahasa. Konsili Vafikan II malah berani berkata: bahwa Allah sendiri telah bersabda menurut kebudayaan yang khas bagi pelbagai zaman (GS 58). Tidak semua orang akan setuju pernyataan ini. Ada agama, berpendapat bahwa. Wahyu Allah terikat poda bahasa, dan kebudayaan tertentu, dan bahwa, "terjemahan" yang lain dalam kebudayaan lain, bukan lagi wahyu Allah yang asli.

Wahyu berarti Allah yang menyapa manusia, dan iman itu jawabannya. Maka supaya wahyu itu berarti bagi manusia, Allah berbicara dengan bahasa manusia, dan manusia menjawab dengan bahasa dan kebudayaannya sendiri. Khususnya kalau orang mulai berpikir mengenai imannya dan berbicara dengan orang lain, mau tidak mau ia harus memakai bahasa dan kebudayaan yang ada di dalam masyarakat. Kalau tidak ia tidak dapat berpikir dan tidak berbicara. Maka di tempat yang sama Konsili vaikan II juga berkata: Gereja, disepanjang zaman dan dalam berbagai situasi telah memanfaatkan sumber-sumber antara kebudayaan untuk menyebarluaskan dan menguraikan pewartaan Kristus kepada semua bangsa, untuk menggali dan makin menyelaminya, serta untuk mengungkapkannya secara lebih baik dalam perayaan liturgi dan dalam kehidupan jemaat beriman yang beranekaragam.

Seringkali timbul kesulitan oleh karena orang kurang membedakan antara iman dan agama.

Bentuk penghayatan iman sebagaimana ada sekarang, dan yang seringkali diwarisi turun temurun, dialami dan dipandang sebagai kehendak dan perintah Allah sendiri. Pada hal banyak yang berkembang dalam sejarah dan berkaitan langsung dengan situasi dan kondisi umat pada waktu tertentu. Oleh karena itu agama perlu dikaji terus-menerus, apakah masih wahana iman yang benar atau terlampaui dipengaruhi oleh unsur-unsur lain dari masyarakat dan kebudayaan. Itu tidak perlu ditakuti, tetapi harus disadari dan diwaspadai. Orang

(5)

menghayati iman kepada Allah bukan sendirian, tetapi dalam hubungan dengan orang laim Kendati demikian, iman tetap merupakan sikap pribadi. Betapapun terintegrasinya ke dalam masyarakat dan kebudayaan, iman tidak pernah dapat mejadi sikap ikut-ikutan saja. Di dalam masyarakat dan kebudayaan, orang beriman selalu berusaha menghayati hubungannya dengan Allah secara pribadi dan bertanggungjawab.

E. Pandangan Gereja Katolik Terhadap Kebudayaan

Bagaimana pandangan Gereja Katolik terhadap kebudayaan? Pandangan Gereja Katolik terhadap budaya, dapat kita, lihat dari beberapa dokumen berikut ini:

1. Konsili Vatikan II dengan tegas mengatakan, bahwa, macam macam kebudayaan itu bermanfaat untuk menyebarkan dan menjelaskan berita Kristus. (Gereja dan Duma Modern, artikel 58). Lebih lanjut dalam artikel 59. dikatakan berdasarkan alasan alasan tersebut di atas, Gereja memperingatkan semua orang. bahwa kebudayaan harus diarahkan untuk penyempurnaan yang utuh pribadi manusia, untuk kepentingan masyarakat dan seluruh umat manusia. Oleh sebab itu jiwa, harus diolah sedemikian rupa, sehingga, dikembangkan kemampuan mengagumi, memahami, berkontemplasi dan membentuk keputusan pribadi dan memupuk citarasa keagamann, moral dan sosial. Karena kebudayaan langsung bersumber dari kodrat rasional dan sosial manusia, maka ia selalu membutuhkan kebebasan yang wajar untuk mengembangkan dirinya dan kemampuan yang sah untuk bertindak otonom menurut asas-asas sendiri. Jadi sewajarnyalah kebudayaan menuntut penghormatan dan menikmati semacam kekebalan terhadap gugatan, tentu saja dengan mempertahankan hak-hak pribadi dan masyarakat, baik khusus maupun umum, dalam batas batas kepentingan umum.

Selanjutnya hal yang sama, ditegaskan pula, dalam. artikel 60: Di samping itu harus diupayakan dengan mendesak, agar manusia menjadi radar baik akan haknya atas kebudayaan, maupun akan tugas, yang mengikat dia untuk mengembangkan dirinya dan membantu orang lain. Karena, kadang-kadang ada, situasi hidup dan situasi pekerjaan, yang menghalangi usaha budaya manusia dan merusak cita-cita kebudayaan di dalam mereka. Hal ini berlaku secara khusus bagi para, petani dan buruh, kepada, siapa, harus diberikan persyaratan kerja yang demikian, sehingga tidak merintangi melainkan memajukan perkembangan manusiawi mereka. Para wanita, sudah bekerja hampir di semua bidang kehidupan, akan tetapi sepatutnya mereka dapat menerima peranan sepenuhnya, sesuai dengan kodrataya. Semua orang berkewajiban mengakui dan meningkatkan peranserta wanita yang khas dan diperlukan di dalam hidup kebudayaan.

2. Para Bapak Konsili Vatikan II menegaskan dalam Konstitusi Pastoral tentang "Gereja dalam Dunia Modem" artikel 75: "Semua orang Kristen hendaknya merasakan panggilan yang khusus dan khas di dalam masyarakat politik. Di dalamaya mereka harus menonjol dengan teladannya, sejauh mereka terikat kepada tugas oleh hati nuraninya dan melayani pengembangan kepentingan umum sedemikian rupa, sehingga juga dengan fakta, mereka membuktikan bagainma wewenang diserasikan dengan kebebasan,usaha pribadi dengan kesetiakawanan dan kebutuhan-kebutuhan seluruh tubuh masyarakat, kebhinnekaan yang bermanfaat".kesatuan yang baik dengan kebhinekaan yang bermanfaat.

(6)

3. Kita sebagai Umat Katolik di Indonesia, diharapkan untuk bersatu dalam membangun bangsa, dan negara Indonesia. Hal ini digariskan dalam "Pedoman Kerja Umat Katolik Indonesia" tahun 1971, no 6b, "Maka jelaslah kiranya bahwa kita orang Indonesia yang beragama Katolik, tak boleh menjauhkan diri dari orang Indonesia yang beragama atau berkeyakinan lain; bahkan sebaliknya kita harus berusaha sekuat tenaga untuk melenyapkan segala macam pertentangan, Kita harus bekerjasama di segala bidang kemasyarakatan dengan golongangolongan yang berlainan agama atau keyakinannya, sehingga kita sungguh-sungguh merupakan satu bangsa yang menuju ke kebahagiaan serta kesejahteraan bersama".

Referensi

Dokumen terkait

Kepuasan yang didapat saat ia menyelesaikan puzzle pun merupakan salah satu pembangkit motivasi untuk mencoba hal-hal yang baru bagi diri anak.. Selain itu, bermain puzzle akan

Bagaimana karakter budaya akademik dan hubungannya dengan prestasi belajar mahasiswa jurusan pendidikan ekonomi FE Unimed serta model pendekatan pengembangan pendidikan

untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu dengan tuntas dan baik. Setiap individu memiliki keyakinan yang berbeda-beda sesuai dengan tugas-tugas yang berbeda

Dengan demikian implementasi kurikulum berbasis KKNI pada lembaga pendidikan bertujuan untuk; (1) menentukan kualifikasi capaian pembelajaran yang diperoleh melalui pendidikan

60 menit.. didik dan hasil tugas dari rumah untuk mengerjakan tugas tersebut. Kelompok peserta didik yang paling cepat menyelesaikan tugasnya diminta melakukan presentasi di

f. Guru menyampaikan garis besar cakupan materi dan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilakukan peserta didik untuk menyelesaikan permasalahan atau tugas tentang

Salah satu manfaat adanya buku penunjang adalah untuk menyelesaikan tugas dari guru, keberadaan buku penunjang sangat membantu dalam menyelesaikan tugas dari guru, karena tidak

Tugas project tilda wawancara pedagang bakso bakar di gerbang