• Tidak ada hasil yang ditemukan

BPS arti kemiskinan

N/A
N/A
nisa salsabila

Academic year: 2025

Membagikan "BPS arti kemiskinan"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

   

1   

Press Release: 

PENJELASAN DATA KEMISKINAN  

 

Data  Statistik  Resmi  (official  statistics)  adalah  objektivitas  universal.  Seluruh  dunia  mengukur kinerja pembangunan dan eksistensi bangsanya melalui penggunaan indikator statistik  yang memenuhi standar pengukuran yang disepakati secara internasional. Pekerjaan statistik  selalu dikawal oleh Kode Etik Statistik PBB. Di Indonesia akhir‐akhir ini, di sebagian kalangan,  cenderung  mispersepsi  dalam  memahami  angka  statistik.  Terkait  data  statistik  kemiskinan  misalnya kekeliruan dimaksud melebar ke mana‐mana.  

Disadari bahwa salah satu aspek penting untuk mendukung Strategi Penanggulangan  Kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Pengukuran  kemiskinan yang dapat dipercaya dapat menjadi instrumen tangguh bagi pengambil kebijakan  dalam memfokuskan perhatian pada kondisi hidup orang miskin. Data kemiskinan yang baik dapat  digunakan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan  kemiskinan antar waktu dan daerah, serta menentukan target penduduk miskin dengan tujuan  untuk memperbaiki kualitas hidup mereka. 

Secara umum kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok  orang tidak mampu memenuhi hak‐hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan  kehidupan yang bermartabat. Definisi yang sangat luas ini menunjukkan bahwa kemiskinan  merupakan masalah multi dimensional, sehingga tidak mudah untuk mengukur kemiskinan dan  perlu kesepakatan pendekatan pengukuran yang dipakai. Untuk mengukur tingkat kemiskinan di  Indonesia, BPS menyediakan 2 jenis data yaitu data kemiskinan makro dan mikro. 

 

Data Kemiskinan Makro 

Salah satu konsep penghitungan kemiskinan yang diaplikasikan di banyak negara termasuk  Indonesia  adalah  konsep  kemampuan  memenuhi  kebutuhan  dasar  (basic  needs  approach). 

Dengan konsep ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk  memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan. Dalam aplikasinya dihitunglah garis  kemiskinan absolut. Penduduk yang memiliki rata‐rata pengeluaran/pendapatan per kapita per  bulan di bawah garis kemiskinan disebut penduduk miskin

Penghitungan penduduk miskin dengan pendekatan makro didasarkan pada data sampel  bukan data sensus, sehingga hasilnya adalah estimasi (perkiraan). Sumber data yang digunakan  adalah Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), yang pencacahannya dilakukan setiap bulan  Maret dengan jumlah sampel 68.000 rumah tangga. BPS menyajikan data kemiskinan makro sejak  tahun 1984 sehingga perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin bisa diikuti dari  waktu ke waktu.  

Data kemiskinan makro yang terakhir dihitung BPS adalah posisi Maret 2010 dan dirilis  tanggal 1 Juli 2010. Jumlah dan persentase penduduk miskin dihitung per provinsi dengan garis  kemiskinan yang berbeda‐beda. Di DKI Jakarta besaran garis kemiskinan mencapai Rp331.169 per  kapita per bulan, sementara di Papua Rp259.128. Data di level nasional merupakan penjumlahan  penduduk miskin di seluruh provinsi, sehingga jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret  2010 sebesar 31,02 juta (13,33 persen dari total penduduk) dengan garis kemiskinan sebesar  Rp211.726  per  kapita  per  bulan.  Pada  bulan  Maret  2011  BPS  akan  kembali  melakukan  pengumpulan data Susenas dan hasil penghitungan penduduk miskin akan dirilis tanggal 1 Juli  2011. Perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 1996‐2010 dapat  dilihat pada Grafik 1.  

(2)

   

2   

Grafik 1. Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin 1996‐2010 

34.0

49.5 48.0

38.7 37.9 38.4 37.3 36.1 35.1 39.3 37.2 35.0

32.5 31.0 17.5

24.2 23.4

19.1 18.4 18.2 17.4 16.7 16.0 17.8 16.6 15.4 14.2 13.3 0.0

10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0

1996 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah Pend. Miskin % Pend. Miskin

  Catatan: 

Salah satu data kemiskinan yang mengundang polemik panjang adalah data kemiskinan bulan Maret 2006. 

BPS mengumumkan jumlah penduduk miskin naik dari 35,1 juta (16,0%) pada Februari 2005 menjadi 39,30  juta (17,8%) pada Maret 2006 karena kenaikan harga BBM.  

 

Data Kemiskinan Mikro 

Data kemiskinan makro hanya menunjukkan jumlah dan persentase penduduk miskin di  setiap daerah berdasarkan estimasi. Data ini berguna untuk perencanaan dan evaluasi program  kemiskinan dengan target geografis namun tidak dapat menunjukkan siapa dan dimana alamat  penduduk  miskin  (sasaran)  sehingga  tidak  operasional  untuk  program  penyaluran  bantuan  langsung dan perlindungan sosial seperti bantuan langsung tunai (BLT), raskin, dan Jamkesmas.  

Untuk  penyaluran  bantuan  langsung  yang  memerlukan  nama  dan  alamat  target  dibutuhkan data kemiskinan mikro. Pengumpulan datanya harus dilakukan secara sensus, bukan  sampel. Berbeda dengan metode penghitungan kemiskinan makro yang menggunakan konsep  kemampuan memenuhi kebutuhan dasar, pengumpulan data kemiskinan mikro didasarkan pada  ciri‐ciri rumah tangga miskin supaya pendataan bisa dilakukan secara cepat dan hemat biaya. 

Upaya pengumpulan data kemiskinan mikro ini telah dilakukan BPS dua kali yaitu pada  bulan Oktober 2005 dan September 2008. Data yang diperoleh disebut data Rumah Tangga  Sasaran (RTS), yang mencakup bukan hanya rumah tangga (RT) miskin, tetapi juga RT hampir  miskin, yaitu RT yang hidup sedikit di atas garis kemiskinan. Jumlah RTS hasil pendataan bulan  September 2008 adalah 17,5 juta rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga sebesar  60,4  juta  jiwa.  Namun,  sebagian  besar  publik  menggunakan  angka  70  juta  jiwa,  dengan  mengasumsikan besarnya rata‐rata anggota rumah tangga adalah 4 orang.  

Jadi, sebetulnya tidak ada dua angka kemiskinan. Data 31,02 juta menunjukkan data  penduduk miskin (pendekatan makro), sementara data 60,4 juta jiwa menunjukkan data individu  penduduk miskin plus hampir miskin (pendekatan mikro). Selisih di antara keduanya menunjukkan  besarnya penduduk hampir miskin di Indonesia. Mereka tidak tergolong miskin tetapi sangat  rentan terhadap kemiskinan. Perlu kehati‐hatian dalam membandingkan kedua data kemiskinan  tersebut karena metode penghitungan dan tujuan penggunaannya memang berbeda. 

  BPS‐RI 

Jakarta, 27 Januari 2011

Referensi

Dokumen terkait

Penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Papua Barat selama periode Maret 2010 – Maret 2011 diikuti oleh penurunan indeks kedalaman kemiskinan (P 1 )

perkotaan pada bulan Maret 2017 terhadap penduduk miskin Jawa Barat adalah sebesar 62,10 persen.. Ini mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan September 2016

Dilihat dari persentase penduduk miskin, pada Maret 2016 persentase penduduk miskin terbesar berada di Kabupaten Manggarai Timur, yaitu sebesar 27,71 persen, sedangkan

Selisih jumlah penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan mengalami penurunan pada Maret 2009 yaitu hanya 2,4 ribu orang.. Pada Maret 2010 terjadi pergeseran jumlah

Selama periode Maret-September 2011 persentase penduduk miskin di Jawa Timur turun 0,38 poin persen atau menjadi 13,85 persen di bulan September 2011.. Angka kemiskinan sebesar

 Tingkat kemiskinan yaitu persentase penduduk miskin dari seluruh penduduk di Daerah Istimewa Yogyakarta pada Maret 2017 sebesar 13,02 persen.. Apabila dibandingkan

 Tingkat kemiskinan yaitu persentase penduduk miskin dari seluruh penduduk di Daerah Istimewa Yogyakarta pada Maret 2015 sebesar 14,91 persen.. Apabila dibandingkan

Pada bulan Maret 2007, sebagian besar (63,52 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan, sementara pada bulan Maret 2008 persentase ini hampir sama yaitu 63,47