LABORATORIUM SEPARASI THERMAL DAN DIFUSI
DESTILASI FRAKSIONASI
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
I. JUDUL PRAKTIKUM: DISTILASI FRAKSIONASI
II. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Memahami prinsip distilasi fraksionasi.
2. Mengetahui komposisi dari sampel (feed, destilat, & bottom product) 3. Mengetahui jumlah plate yang beroperasi.
III. PERINCIAN KERJA 1. Membuat kurva kalibrasi
2. Menghitung berat jenis umpan yang belum didistilasi 3. Pengaturan refluks
4. Melakukan distilasi dengan alat distilasi fraksionasi 5. Melakukan pengukuran
IV. ALAT DAN BAHAN A. Alat yang digunakan:
Seperangkat alat distilasi fraksionasi
Piknometer 25 ml
Pipet ukur 25 ml
Erlenmeyer 100 ml
Gelas Kimia 500 ml, 100 ml
Bulb
Gelas ukur 500 ml, 250 ml
Naeraca analitik
Labu semprot
Baskom
Corong plastik
B. Bahan yang digunakan:
Campuran Etanol – H2O
Etanol teknis
Aquadest
Aluminium foil
Tissue
V. DASAR TEORI 1. Sejarah
Destilasi pertama kali dikemukakan oleh kimiawan Yunani sekitar abad pertama masehi yang akhirnya perkembangan dipicu terutama oleh tingginya permintaan akan spritus. Hypathia dari Alexandria dipercaya telah menemukan rangkaian alat untuk distilasi dan Zosimus dari Alexandria-lah yang telah berhasil menggambarkan secara akurat tentang proses destilasi pada sekitar abad ke-4. Bentuk modern distilasi pertama kali dikemukakan oleh ahli-ahli kimia islam pada masa kekhalifahan Abbasiah, terutama oleh Al-Razi pada pemisahan alkohol menjadi senyawa yang relatif murni melalui alat alembic, bahkan desain ini menjadi semacam inspirasi yang memungkinkan rancangan distilasi skala mikro, The Hickman Stillhead dapat terwujud. Tulisan oleh Abu Jabir Ibnu Hayyan (721-815) yang lebih dikenak dengan Ibnu Jabir menyebutkan tentang uap anggur yang dapat terbakar.
2. Pengertian
Destilasi fraksionasi merupakan suatu teknik pemisahan untuk larutan yang mempuntai perbedaan titik didih yang tidak terlalu jauh yaitu sekitar 30°C atau lebih. Dalam distilasi fraksionasi pemisahan parsial diulang berkali-kali dimana setiap kali terjadi pemisahan lebih lanjut. Karakteristik bahan pada distilasi fraksionasi adalah cairan yaitu mempunyai titik didih yang tidak terlalu jauh. Aplikasi dari distilasi jenis ini adalah pada industry minyak mentah, untuk memisahkan komponen-komponen dalam minyak mentah. Distilasi fraksionasi ini berbeda dengan distilasi biasa, karena
terdapat suatu kolom fraksionasi dimana terjadi suatu proses refluks. Proses refluks pada proses ini dilakukan agar pemisahan campuran dapat terjadi dengan baik. Kolom fraksionasi berfungsi agar kontak antara cairan dengan uap terjadi lebih lama. Sehingga komponen yang lebih ringan dengan titik didih yang lebih rendah akan terus menguap dan masuk ke kondensor.
Sedangkan komponen yang lebih besar akan kembali ke labu distilat. Di kolom fraksionasi terjadi pemanasan secara bertahap dengan suhu yang berbeda-beda pada setiap platnya. Kolom fraksionasi juga digunakan untuk memberikan luas permukaan yang besar agar uap yang berjalan naik dan cairan yang turun dapat bersentuhan. Keefektifan kolom ini sangat dipengaruhi ileh beberapa faktor seperti cara pengaturan materi di dalam kolom, pengaturan temperature, panjang kolom dan kecepatan penghilangan hasil destilasi (Ema Loveta, 2013).
3. Refluks
Reflux adalah teknik distilasi yang melibatkan kondensasi uap dan pengembalian sebagai kondensat ke system. Hal ini digunakan di industri dan laboratorium. Istilah refluks secara luas digunakan di industry untuk mendukung destilasi kolom dan fraksionasi skala besar pada industri, chemical plants, dan alat proses natural gas (Eric Krell, 1982).
4. Prinsip Operasi
Pada operasi distilasi, terjadinya pemisahan didasarkan pada gejala bahwa bila campuran cair ada dalam keadaan setimbang dengan uapnya, komposisi uap dan cairan berbeda. Uap akan mengandung lebih banyak komponen yang lebih mudah menguap, sedangkan cairan akan mengandung lebih sedikit komponen yang mudah menguap. Bila uap dipisahkan dari cairan dan uap tersebut dikondensasikan, akan didapatkan cairan yang berbeda dari cairan yang pertama, dengan lebih banyak komponen yang mudah menguap dibandingkan dengan cairan yang tidak teruapkan. Bila kemudian cairan dari kondensasi uap tersebut
diuapkan lagi sebagian, akan didapatkan uap dengan kadar komponen yang lebih mudah menguap lebih tinggi.
Untuk menunjukkan lebih jelas uraian di atas, berikut digambarkan secara skematis:
a. Keadaan awal
Campuran A dan B (fasa cair). A adalah komponen yang lebih mudah menguap.
xA,0 = fraksi berat A di fasa cair x
B,0 = fraksi berat B di fasa cair xA +xB =1
b. Campuran diuapkan sebagian, uap dan cairannya dibiarkan dalam keadaan setimbang. xA,1 = fraksi berat A di fasa cair (setimbang)
xB,1 = fraksi berat B di fasa cair (setimbang) xA +xB =1
yA,1 = fraksi berat A di fasa uap (setimbang) yB,1 = fraksi berat B di fasa uap (setimbang) yA +yB =1
Pada keadaan ini maka: yA,1 > xA,1 dan yB,1< xB,1
Bila dibandingkan dengan keadaan mula:
yA,1 > xA,1> xA,2 dan yB,1< xB,1 < xB,2.
c. Uap dipisahkan dari cairannya dan dikondensasi; maka didapat dua cairan, cairan I dan cairan II. Cairan I mengandung lebih sedikit komponen A (lebih mudah menguap) dibandingkan cairan II
Gambar Skema proses perpindahan massa pada peristiwa distilasi 5. Kesetimbangan Uap-Cair
Keberhasilan suatu operasi distilasi tergantung pda keadaan setimbang yang terjadi antar fasa uap dan fasa cairan dari suatu campuran.
Dalam hal ini akan ditinjau campuran biner yang terdiri dari kompoenen A (yang lebih mudah menguap) dan komponen B (yang kurang mudah mengaup)
Karena pada umumnya proses distilasi dilaksanakan dalam keadaan buble t emperature dan dew temperature, dengan komposisi uap ditunjukkan pada Gambar 2
Dalam banyak campuran biner, titik didih campuran terletak di antara titik didih komponen yang lebih mudah menguap (Ta) dan titik didih komponen yang kurang mudah menguap (Tb). Untuk setiap suhu, harga yA selalu lebih besar daripada harga xA.
Ada beberapa campuran biner yang titik didihnya di atas atau di bawah titik didih kedua komponennya.
Campuran kedua disebut azeotrop minimum seperti pada Gambar 3 gambar Kurva azeotrop minimum dalam kesetimbangan
Dalam kedua hal, yA tidak selalu lebih besar daripada harga xA, ada kesetimbangan uap cairan dengan yA selalu lebih kecil daripada xA. Pada titik azeotrop, yA sama dengan xA dan campuran cairan dengan komposisi sama dengan titik azeotrop tidak dapat dipisahkan dengan cara distilasi.
Kurva operasi distilasi dalam keadaan kesetimbangan Gambar alat destilasi satu tahap
Komposisi produk rata-rata dapat dihitung dengan persamaan :
X
rata= F . X
D− B . X
BD
Dimana : F = Jumlah mol umpan mula-mula
D = Jumlah mol destilat total setelah destilasi dihentikan XF = Fraksi mol umpan mula-mula
XD = Fraksi mol residu pada saat destilasi dihentikan
6. Diagram Titik Didih Komposisi
Titik didih (titik gelembung/buble point) suatu campuran bergantung kepada tekanan dan komposisinya. Demikian pula kebalikannya yaitu titik embun campuran menunjukkan lengkungan (kurva) yang
menggambarkan hubungan komposisi dengan titik didih dan titik embun untuk komponen dua campuran (biner).
Zat A lebih cepat menguap dibandingkan dengan zat B. Tiap titik menunjukkan komposisi campuran fasa uap. Titik–titik pada kedua kurva yang dihubungkan dengan garis mendatar menunjukkan komposisi fasa uap dan komposisi fasa cair yang berbeda dalam kesetimbangan. Jadi cairan dengan komposisi x (titik d) dan uap dengan komposisi y (titik e) berada dalam kesetimbangan.
Pada beberapa sistem, terdapat suatu harga tertentu komposisi pada mana komposisi dalam fasa uap sama dengan komposisi dalam fasa cairnya.
Campuran ini disebut campuran Azeotrop atau campuran alkohol (etanol) air dengan komposisi 89,4 % mol etanol (1 atm, 78,2 OC) telah dari 3000 campuran azeotrop telah ditentukan orang.
1.Tinjaulah suatu campuran biner yang dipanaskan dalam sebuah bejana tertutup sehingga tidak ada bahan keluar dan tekanan dijaga tetap pada 1 atm.
2.Hukum-hukum Dalton, Hendry, dan Raoult.
Diagram titik didih dibuat berdasarkan data kesetimbangan uap cair yang diperoleh dari percobaan untuk sistem-sistem atau keadaan tertentu.
Data kesetimbangan dapat dihitung dari data tekanan uap zat murni.
Perhitungan ini berdasarkan kepada hukum Hendry atau Raoult.
Untuk sistem gas ideal, komposisi campuran dapat dinyatakan dengan tekanan parsial komponen-komponennya. Hukum Dalton menyatakan bahwa tekanan total suatu campuran gas merupakan jumlah tekanan parsial semua komponen-komponennya.
Pt = ΣPi atau Pt = PA +PB+P. ... (2-1)
Dimana P adalah tekanan total, Pi takanan parsial komponen i (A, B, C, dst).
Tekanan parsial suatu komponen sebanding dengan banyaknya mol komponen tersebut fraksi mol suatu komponen adalah :
Yi−Pi
P atau YA− PA
PA+PB+PC+... ... (2-2)
Hukum Hendry menyatakan bahwa tekanan parsial suatu parsial suatu komponen (A) diatas larutan sebanding larutan sebanding dengan fraksi mol komponen tersebut.
PA = HA . XA ...(2.3)
Dimana H adalah tetapan hukum Hendry. Hukum ini berlaku untuk larutan encer (XA, rendah, XB (pelarutnya) tinggi).
Hukum Roult juga memberikan hubungan antara tekanan parsial suatu zat diatas larutan dengan fraksi molnya.
PA = P . HA . XA ... (2-4)
P*A = tekanan uap zat A murni. Hukum ini berlaku untuk XA yang tinggi (berarti XB rendah)
Dengan hukum-hukum tersebut diatas, komposisi, kesetimbangan cair-uap (X-Y, dapat dihitung dari data tekanan uap zat-zat murni. Untuk suatu campuran biner (2 kompenen A dan B), dimana fraksi mol zat A (yang lebih mudah menguap) sama dengan X, maka :
PA= P*A . XA ... (2-5)
Tekanan total P – PA – PB – P*A + P*B (1 – X) ... (2-6) Fraksi mol A dalam fasa uapnya.
PA
PA+PB= P∗Ax
P∗Ax−P∗B(1−x)=P∗Ax
P ………... (2-7)
Sebagai contoh campuran dan toluena pada 100OC : Tekanan uap benzena murni : 1350 mmHg Tekanan uap toluena murni : 556 mmHg Tekanan sistem masing-masing komponen
Tekanan parsial benzena, PA - 1350 x grafik 1 Tekanan parsial toluena, PB - 556 (1 – x) grafik 2 Tekanan total, P – 1350 x + 556 (1 – x) grafik 3 Dari persamaan-persamaan ini atau grafiknya diperoleh data untuk titik didih 100OC. Misalkan untuk tekanan total 1 atm (760 mmHg)
XA = 0,257
XB = 1 – 0,257 = 0,743 PA = 347 mmHg
YA = 347 / 760 = 0,456
Dengan cara yang sama dan data tekanan uap pada suhu yang lain, dapat di hitung x dan y untuk suhu tersebut. Misalnya pada suhu 82,2 OC.
P*A – 811 mmHg : P*B – 314 mmHg
Untuk tekanan total 760 mmHg :
760 – 811 x + 314 (1 – x) x = 0,897
y =
Pada akhirnya diperoleh data sebagai berikut :
T, OC X y
82,2 100
0,897 0,257
0.958 0,456 Dari data ini dibuat diagram titik didih
Hukum Raoult berlaku untuk campuran komponen-komponen yang secara kimia mirip satu sama lain (contoh benzena dan toluena). Banyak sistem campuran yang dikenal dalam praktik menyimpang dari hukum.
Kalaupun berlaku biasanya hanya dalam selang komposisi yang sempit.
Untuk larutan encer, hukum Raoult berlaku bagi pelarutnya. Sebaiknya hukum Hendry berlaku untuk zat terlarut dalam larutan yang encer.
7. Volativitas Relatif
Hubungan komposisi kesetimbangan dalam fasa uap (Y) dengan komposisi fasa cairnya dapat dinyatakan dengan cara lain, yaitu dengan istilah volatilitas (volatility). Volatilitas didefinisikan sebagai perbandingan tekanan parsial dengan fraksi mol dalam cairan. Volatilitas zat A – PA/XA dan volatilitas zat B – PB/XB.
Perbandingan kedua volatilitas ini disebut volatilitas relatif, diberi lambang α (alpha). Dengan mengganti Y dengan YP, maka :
α=YA/XA
YB/XB=YAXB
YBXA ... (2-8)
YA / YB = α (XA / XB) ... (2-9) Untuk campuran biner YB = 1 – YA dan XB = 1 – XA, maka :
α= YA
(1−YA)=(1−XA)
XA . ...(2-10) YA=YA/XA
YB/XB=YAXB
YBXA dan XA= XA
α−(α−1)yA ...(2-11)
Jadi apabila α diketahui, maka komposisi kesetimbangan (y,x) dapay dihitung.
Untuk sistem ideal hukum Raoult berlaku, maka :
y−P∗A
P dan 1−y−P∗B(1−x) P
Subtitusi persamaan-persamaan ini kepersamaan (2-10) akan memperoleh : α− P∗A
P∗B ...(2-12) Karakteristik Rancang dan Operasi Kolom Piring
Factor-faktor yang penting dalam merancang dan mengoprasikan kolom piring ialah jumlah piring yang diperlukan untuk mendapatkan pemisahan yang dikehendaki, diameter kolom, kalor yang dikonsumsi dalam pendidih, kalor yang dibuang pada kondensor, jarak antar piring yang dipilih, dan rinci konstruksi piring.
Sesuai dengan asas-asas umum, analisis untuk kerja kolom piring didasarkan atas neraca bahan, neraca energi, dan keseimbangan fase.
Neraca bahan menyeluruh untuk system dua komponen. Gambar di bawah menunjukkan diagram neraca bahan untuk contoh umum fasilitas destilasi. Kolom itu diumpankan dengan F mol/jam umpan yang konsentrasinya xF, dan menghasilkan D mol/jam hasil-atas yang konsentrasinya xD, serta W mol/jam hasil-bawah yang konsentrasinya xB. Ada dua neraca bahan yang saling tidak bergantung yang dapat kita tuliskan
Neraca massa total : F = D + W
Neraca komponen A : F xF = D xD+ W xW
VI. PROSEDUR KERJA
A. Membuat Kurva Kalibrasi
1) Menyiapkan aquadest kemudian diukur suhunya.
2) Menimbang piknometer kosong yang telah bersih dan kering.
3) Memasukkan aquadest ke dalam piknometer hingga penuh, kemudian ditimbang.
4) Menyiapkan 6 buah Erlenmeyer.
5) Membuat campuran etanol-air dengan konsentrasi yang berbeda yaitu:
Etanol (ml) 30 24 18 12 24 0
Aquadest (ml) 0 6 12 18 6 30
6) Mengukur densitas masing-masing sampel dengan menggunakan piknometer yang telah dikalibrasi.
B. Distilasi Fraksionasi
1) Menyiapkan campuran etanol-air untuk dijadikan feed.
2) Mengambil 50 ml feed untuk diukur densitasnya.
3) Memasukkan larutan ke dalam labu destilat sebanyak 4 L (4000 ml).
4) Menyalakan alat distilasi fraksionasi, mengatur nilai refluks, dan nilai suhu setiap plat-nya.
5) Setelah destilat terbentuk (tetesan pertama), waktu (stopwatch) dinyalakan.
6) Menunggu terbentuknya destilat hingga 1,5 jam.
7) Menghentikan proses operasi setaleh 1,5 jam, dan mengukur volume destlat dan bottom product yang terbentuk.
8) Mengukur densitas destilat dan bottom product yang telah diambil menggunakan piknometer yang telah dikalibrasi.
VII. DATA PENGAMATAN
Tabel 1. Data Penimbangan berat pikno kosong berat pikno+air berat air
berat jenis air Volume pikno massa Feed +pikno massa feed
massa destilat+pikno massa destilat
massa residu+pikno
massa residu
Tabel 2. Data Kalibrasi Campuran Etanol-Air Volume (mL)
Massa pikno+larutan
Etanol Air
0 30
6 24
12 18
18 12
24 6
30 0 (berat jenis dilihat pada label botol) Tabel 3. Data sampel
Volume feed =
Volume destilat = Volume bottom =
Kurva Kalibrasi
No Volume (mL) Massa pik+Lar Berat Jenis %Vol.
Etanol Etanol Air
1
2 0 30
3 6 24
4 12 18
5 18 12
6 24 6
7 30 0
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Agus Lukmanul Hakim, Bakhtiar Imam, Janik Riftivani, Putrantama Retyantoro,Stefanie Kartika. 2009, Destilasi Sederhana. Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Sunan Kalijaga.
Yogyakarta.
Petunjuk Praktikum Satuan Operasi Teknik Kimia. PEDC. Bandung.
Zulmanwardi. 2007. Penuntun Praktikum Satuan Operasi 2. Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang. Makassar