DIALEK
• Beberapa pendapat mengenai batasan atau istilah dialek,
• Beberapa hal yang menjadi pembeda dialek,
• Isoglos atau garis batas dialek,
• Perkembangan dialek beserta asal usulnya,
• Sumber-sumber penelitian dialek,
• Ragam-ragam dialek,
2
Dialek dan Dialektologi
• Istilah dialek berasal dari kata Yunani dialektos yang berpadan kata dengan logat.
• Dialek adalah variasi bahasa yang berbeda-beda menurut pemakai (mis.
Bhs dari daerah tertentu, kelompok sosial tertentu, atau kurun waktu tertentu).
• Dialektologi adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji tentang dialek, yaitu tentang variasi-variasi bahasa berdasarkan perbedaan lokal dari seluruh aspeknya, yaitu aspek fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon, dan semantik (lihat Chambers dan Trudgill, 1980; Gorys Keraf, 1984; Ida
Zulaeha, 2010).
• Menurut Meillet (1967: 69), di Yunani terdapat perbedaan-perbedaan kecil dalam bahasa yang dipergunakan oleh pendukungnya masing- masing, tetapi hal tersebut tidak sampai menyebabkan mereka merasa memiliki bahasa yang berbeda. Bahkan, mereka secara keseluruhan merasa memiliki satu bahasa yang sama.
Ciri utama dialek
Meillet mengatakan bahwa ciri utama dialek adalah ‘perbedaan dalam kesatuan, dan
kesatuan dalam perbedaan’ (hal. 70).
4
Ciri lain suatu Dialek
1. Dialek adalah seperangkat bentuk ujaran setempat yang berbeda-beda, yang memiliki ciri-ciri umum dan masing- masing lebih mirip sesamanya dibanding dengan bentuk ujaran lain dari bahasa yang sama,
2. Dialek tidak harus mengambil semua bentuk ujaran dari sebuah bahasa.
3. Meminjam istilah dari Claude Fauchet, dialek pada
awalnya adalah ‘kata-kata di atas tanahnya’ mots de leur terroir (Chaurand, 1972 dalam Ayatrohaedi, 1983: 2).
6
1. Bahasa Jawa Yogja – Solo (BJYS), dianggap bahasa standar (pusat budaya, pusat segala kegiatan
(pemerintahan): kraton): jiglↄ? ‘jatuh untuk barang’, tibↄ
‘jatuh untuk orang’
2. Bahasa Jawa di luar Yogja-Solo dianggap tidak standar, kedudukannya di bawah BJYS (jauh dari pusat budaya:
sebagian mengikuti pusat dan sebagian tidak mengikuti (menyimpang) dari pusat budaya);
3. Dialek tidak berkaitan dengan norma bahasa (standar) karena masing-masing penutur (daerah) memiliki
kebudayaan masing-masing yang hidup dan terpelihara dengan baik (dinikmati) oleh seluruh masyarakatnya.
• BJ non YS berkembang di berbagai daerah dengan berbagai variasinya masing-masing.
• Contoh: kata ‘jatuh, utuk barang’, sangat bervariasi: tibↄ, jiglↄ?, rintↄh, ceblↄ?, runtUh, jiblↄ?, rigↄl, giglↄ?, gigↄl, nyeblↄ?, dsb.
• Kata bermakna ‘berlubang’ menjadi sangat beragam
tergantung ‘di mana dan mengenai apa’ bocor/lubang itu.
• Kata bↄrↄt ‘berlubang/bocor untuk panci, gelas, dan sejenisnya yang bisa/biasa menampung benda cair’,
sedangkan untuk ‘ban berlubang’ biasanya digunakan kata bocↄr.
8
• Untuk ‘genting yang bocor ketika kena hujan’ biasa digunakan istilah trOcOh.
• Dari bervariasinya istilah untuk BJ tersebut, terasa bahwa betapa beragamnya BJ (beragam-ragam karena geografinya maupun tingkat sosialnya).
• Dalam BJ dikenal beberapa variasi (dialek) yang masing-
masing mendasarkan pada hal-hal yang berbeda, misalnya:
• Ada beberapa istilah untuk menghadiri ‘undangan’, antara lain adalah: (1) kondangan ‘datang karena diundang (ke undangan)’, (2) nyumbang ‘datang untuk memberikan
sumbangan’, (3) jagong ‘duduk-(duduk)’ karena seseorang datang di suatu tempat dan duduk sambil menikmati
hidangan, (4) buwↄh (dari wuwuh ‘menambah’).