DIKTAT BAHAN AJAR BAB PUTUSAN Hukum Acara Tata Usaha Negara
Dosen Pengampu: Pratama Herry Herlambang S.H., M.H.
Zidney Ilma Fazaada Emha S.H., M.H.
1. Hudha Bagus Setyadi (8111421310)
2. Sulistiyo Wibowo (8111421311) 3. Shintiya Permata Puteri (8111421312)
DEPARTEMEN ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2023
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...1
A. Hakekat Putusan...2
B. Jenis Putusan...3
C. Putusan akhir yang bersifat menciptakan (Constitutif)...4
D. Isi Putusan...6
E. Sistematika Putusan...7
F. Kekuatan Hukum dari Putusan...8
G. Kewajiban Hakim terkait Putusan...9
H. Prosedur Pelaksanaan Putusan Tata Usaha Negara...12
I. Tahapan Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara di PTUN...14
J. Syarat Imperatif dalam Putusan...14
K. Mekanisme Pembacaan Putusan...15
DAFTAR PUSTAKA...16
1
PUTUSAN A. Hakekat Putusan
Menurut pendapat Sudikno Mertokusumo putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antar para pihak.
Kemudian Syahrani menyatakan putusan adalah pernyataan hakim yang diucapkan pada sidang pengadilan yang terbuka untuk umum untuk menyelesaikan atau mengakhiri perkara perdata.
Putusan dapat berarti pernyataan hakim di sidang pengadilan yang berisi pertimbangan menurut kenyataan, pertimbangan hukum .
Pengertian tentang putusan di atas terdapat unsur-unsur penting yang menjadi syarat untuk dapat disebut sebagai putusan. Adapun syarat untuk dapat dikatakan putusan yakni sebagai berikut 106:
1. putusan diucapkan oleh pejabat negara yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang- undangan;
2. putusan diucapkan dalam persidangan perkara yang terbuka untuk umum;
3. putusan yang dijatuhkan sudah melalui proses dan prosedural hukum;
4. putusan dibuat dalam bentuk yang tertulis;
5. putusan bertujuan untuk menyelesaikan atau mengakhiri suatu perkara.
Dalam literatur bahasa Belanda dikenal vonnis dan gewijsde. Pada prinsipnya antara vonnis dan gewijsde dibedakan satu sama lain. Vonnis adalah putusan yang mempunyai kekuatan hukum yang pasti, sehingga masih tersedia upaya hukum biasa. Gewijsde adalah putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang pasti sehingga hanya tersedia upaya hukum Khusus.
Dalam kaitannya hukum acara PTUN, putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap adalah:
2
1) Putusan pengadilan tingkat pertama (PTUN) yang sudah tidak dapat dimintakan upaya banding.
2) Putusan pengadilan Tinggi (PTUN) yang tidak dimintakan kasasi.
3) Putusan mahkamah agung dalam tingkat kasasi.
Putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap merupakan hal yang paling diharapkan setiap orang yang mempunyai sengketa dan bertujuan memperoleh penyelesaian akhir berdasarkan gugatan yang diajukan ke pengadilan.Ketika tergugat dan penggugat telah memberikan pernyataan bahwa telah menerima putusan yang dikeluarkan dan selama waktu yang telah ditentukan tidak mengajukan upaya hukum, maka putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 6 Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap bersifat berlaku bagi siapapun (erga omnes), sehingga, putusan tersebut wajib untuk dilaksanakan baik oleh penggugat maupun tergugat. Putusan tersebut tidak hanya bertujuan untuk menyelesaikan sengketa antara pihak tergugat dan penggugat saja, namun juga memperhatikan kepentingan dan hak-hak yang lebih luas, baik pihak yang berkepentingan secara langsung maupun yang tidak ikut berperkara.1
B. Jenis Putusan
Putusan memiliki dua jenis yaitu:
1. Putusan Sela atau Antara (Interlocutoir Vonis)
Merupakan suatu putusan yang dijatuhkan terhadap putusan atas eksepsi intervensi,putusan penundaan dan lain lain-lain.Putusan ini mendahului dikeluarkannya putusan akhir yang bertujuan untuk memperlancar pemeriksaan perkara.Putusan Sela memiliki dua macam jenis yaitu Putusan Provisi dan Putusan Insidentil.2
a. Putusan Provisi, yaitu putusan yang diambil segera mendahului putusan akhir tentang pokok perkara, karena adanya alasan-alasan yang mendesak untuk itu. Misalnya putusan untuk menunda pelaksanaan Putusan Tata Usaha Negara yang disengketakan atau untuk mengijinkan Penggugat berperkara secara Cuma-Cuma (prodeo).Putusan Provisi ini
1 Ida Ayu Rara Dwi Maharani and Putu Tuni Cakabawa Landra, “Implikasi Hukum Pengaturan Eksekusi Putusan Ptun Dalam UU PTUN Terhadap Efektifitas Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara,” Lex Administratum Vol 9, no. 1 (2019): 6–7, https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthawicara/article/view/47850.
2 Abdullah Ali, Teori Dan Praktik Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Pasca-Amandemen Pergeseran Paradigma Dan Perluasan Norma (Jakarta: PRENAMEDIA GROUP, 2021), 209.
3
bersifat mendesak misalnya perintah pemberhentian pembongkaran rumah dalam sengketa tanah yang harus segera dilakukan karena jika tidak maka rumah telah hancur.
b. Putusan Insidentil, yaitu putusan sela yang diambil secara insidentil, karena adanya alasan-alasan tertentu. Misalnya karena kematian Kuasa Penggugat atau Tergugat.
2. Putusan Akhir
merupakan putusan yang mengakhiri suatu sengketa atau perkara dalam suatu tingkatan peradilan tertentu.3
3. Jenis Putusan Akhir dalam Sifatnya
a. Putusan yang bersifat pembebanan (Comdemnatoir)
Merupakan suatu putusan yang memuat pembebanan.Contohnya: tergugat dibebani membatalkan surat keputusan yang digugat, Tergugat dibebani membayar ganti rugi atau rehabilitasi ( Pasal 97 ayat 9 butir a,b,c, Pasal 47 ayat (10) dan (11).
b. Putusan yang bersifat pernyataan(Declaratoir)
Merupakan putusan yang menegaskan suatu keadaan hukum yang sah seperti penetapan dismissal (pasal 62), gugatan tdk diterima atau tdk berdasar, penetapan perkara diperiksa dengan cepat (Pasal 48)
C. Putusan akhir yang bersifat menciptakan (Constitutif)
Merupakan putusan yang melenyapkan suatu keadaan hukum atau melahirkan atau juga menciptakan suatu keadaan hukum baru misalnya tergugat selain dibebani membatalkan surat keputusan yang digugat juga dibebani kewajiban menerbitkan keputusan TUN yang baru.4
3 Ali, 209.
4 Ali, 209.
4
Jika terjadi gugatan,pengadilan dapat memberikan putusan berupa:
1) Gugatan ditolak
Gugatan dengan putusan ditolak berarti gugatan ditolak majelis hakim yang dikarenakan pada umumnya alat bukti yang diajukan tidak mendukung dalil-dalil gugatan penggugat
2) Gugatan dikabulkan
Dalam pelaksanaan putusan yang gugatannya dikabulkan mula-mula dititikberatkan pada pelaksanaan putusan secara sukarela, artinya tergugat sebagai pihak yang kalah diberi kesempatan dengan jangka waktu tertentu untuk melaksanakan putusan atas inisiatifnya sendiri tanpa perlu diperintah dan dipaksa. Apabila jangka waktunya habis, maka selanjutnya penggugat dapat mengajukan permohonan kepada Ketua PTUN untuk memerintahkan tergugat melaksanakan putusan.5 Bila tergugat tetap membangkang, maka tergugat dikenakan Upaya Paksa berupa pembayaran sejumlah Uang Paksa dan/atau Sanksi Administratif. Putusan yang mengabulkan gugatan sebagaimana disebutkan di atas, di dalam putusannya dapat ditetapkan kewajiban- kewajiban yang harus dilakukan oleh tergugat yaitu Badan/Pejabat TUN sebagai pihak yang awalnya mengeluarkan Keputusan TUN. Kewajiban-kewajiban8 tersebut antara lain adalah:
a. pencabutan Keputusan TUN yang dikeluarkan oleh tergugat;
b. pencabutan Keputusan TUN yang dikeluarkan oleh tergugat sekaligus dibarengi dengan penerbitan Keputusan TUN baru oleh tergugat sebagai pengganti Keputusan TUN yang dicabut tadi;
c. penerbitan Keputusan TUN dalam hal perkara Keputusan TUN yang bersifat fiktif-positif ; d. dapat disertai juga dengan pembebanan ganti rugi
e. apabila sengketanya menyangkut kepegawaian maka dapat disertai pula dengan pemberian rehabilitasi.5
5 Muchamad Arif Agung Nugroho, “Pelaksanaan Putusan Peradilan Tata Usaha Negara Tentang Upaya Paksa, Muchamad Arif Agung Nugroho PELAKSANAAN PUTUSAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA TENTANG UPAYA PAKSA,” The Digest: Journal of Legisprudence and Jurisprudence Vol. 1, no. 1 (2020): 22.
5
3) Gugatan tidak dapat diterima
Gugatan ini berarti tidak memenuhi syarat yang telah ditentukan yang sudah dimaksud dalam prosedur dismissal.
4) Gugatan gugur
Gugatan ini berarti para pihak atau penggugat atau kuasanya tidak hadir di persidangan pertama dan kedua setelah dipanggil secara patut ataupun perbaikan gugatan oleh pihak penggugat telah melampaui tenggang waktu yang ditentukan.6
D. Isi Putusan
Ketentuan isi putusan sudah diatur dalam Pasal 109 ayat (1) UU No 5 Tahun 1986 tentang PTUN yaitu tentang syarat imperatif putusan.
Putusan Pengadilan sendiri harus memuat :
Kepala putusan yang berbunyi : "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA"; sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU No 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman. Title tersebut memberikan kekuasaan eksekutorial pada putusan sehingga dapat dilaksanakan
Nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman, atau tempat kedudukan para pihak yang bersengketa
Ringkasan gugatan dan jawaban tergugat yang jelas yang membuktikan elemen-elemen yang dikemukaakan kedua belah pihak sesuai dengan asas audi et alteram partem yang telah menjadi bagian putusan secara adil dan objektif didasarkan dasar pertimbangan putusan
Pertimbangan dan penilaian terhadap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa. Pertimbangan (konsiderans) merupakan dasar dari putusan. Pertimbangan dapat meliputi pertimbangan tentang duduknya perkara dan pertimbangan tentang hukumnya. Sifat aktif hakim pada Peradilan Tata Usaha Negara
6 Ali, Teori Dan Praktik Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Pasca-Amandemen Pergeseran Paradigma Dan Perluasan Norma, 210.
6
tampak pada penilaian alat bukti sesuai dengan asas pembuktian bebas yang terbatas (Pasal 100 dan Pasal 107). Fakta-fakta yang ditemukan dalam persidangan selama dalam sengketa juga memiliki relevansi terhadap pertimbangan hakim.
Alasan hukum yang menjadi dasar putusan
Harus dicantumkan argumen yuridis sehubungan dengan sengketa yang diperiksa. Pasal 14 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan. Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan. Ketentuan lebih lanjut mengenai sidang permusyawaratan sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) Undang- Undang No. 48 Tahun 2009 diatur dalam peraturan MahkamahAgung.
Amar putusan tentang sengketa dan biaya perkara. Amar (diktum) putusan merupakan tanggapan atau jawaban petitum. Amar putusan di Peradilan Tata Usaha Negara mengacu pada Pasal 97 ayat (7), ayat (8), ayat (10), dan ayat (11) UU Peratun. Pihak yang dikalahkan untuk seluruhnya atau sebagian dihukum membayar biaya perkara dan dalam diktum disebutkan kepada siapa biaya perkara tersebut dibebankan. Biaya perkara meliputi biaya kepaniteraan, biaya meterai, biaya saksi, ahli, dan alih bahasa. Biaya pemeriksaan di tempat lain dari ruangan sidang (descente), dan biaya lain yang diperlukan bagi pemutusan sengketa atas perintah hakim ketua sidang (Pasal 111). Jumlah biaya perkara yang harus dibayar oleh penggugat dan/atau tergugat disebutkan dalam amar putusan akhir Pengadilan (Pasal 112).
Clossing statement yaitu berisi hari, tanggal putusan, nama Hakim yang memutus, nama Panitera, serta keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak7
E. Sistematika Putusan 1. Kepala Putusan
a. Judul dan nomor perkara
7 Ali, 211–13.
7
b. Demi keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa c. Pengadilan Yang Mengadili
2. Identitas Para Pihak(penggugat, tergugat dan kuasa hukum)
Sekurang”nya ada 2 pihak yaitu penggugat dan tergugat lalu dimuat identitas diri berupa:
a. Nama,kewarganegaraan, tempat tinggal, dan pekerjaan penggugat dan kuasa hukum b. Nama jabatan dan kedudukan tergugat dan kuasa hukumnya
3. Pertimbangan
a. Penilaian atas fakta” yang dikemukakan para pihak b. Analisa hukum, yang menjadi dasar hukum putusan c. Keadan” menurut pengetahuan hukum
4. Amar
Merupakan jawaban atas petitum dari gugatan sehinngga amar juga merupakan tanggapan atas petitum itu sendiri.Hakim wajib mengadili semua bagian dari tuntutan yang diajukan pihak pengguagat dan dilarang menjatuihkan purtusan atas perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih dari yang dituntut.
a. Apa Yang Secara Final Diputus Pengadilan;
b. Bagian Yang Paling Penting Bagi Para Pihak;
5. Biaya Perkara
Seluruh biaya ditanggung oleh pihak yang dikalahkan kecuali menggunakan perkara biaya Cuma - Cuma (prodeo) dan mendapat persetujuan. Mengenai beaya perkara ini berdasarkan Pasal 110 UU No. 5 Tahun 1986 dibebankan
kepada pihak yang dikalahkan.
8
Biaya perkara menurut Pasal 111 UU No. 5 Tahun 1986, mencakup:
a. Biaya kepaniteraan
b. Biaya saksi, ahli, dan alih bahasa, dengan catatan meminta persetujuan lebih dari orang saksi harus membayarnya meskipun pihak itu memengkannya.
c. Biaya pemeriksaan di tempat lain dari ruangan sidang dan biava lain atas perintah hakim ketua sidang
F. Kekuatan Hukum dari Putusan
Dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tidak ada ketentuan yang mengatur tentang kekuatan hukum dari putusan hakim. Meskipun demikian, dari kepustakaan hukum acara tata usaha negara dikenal adanya beberapa kekuatan hukum dari putusan hakim dilingkungan peradilan tata usaha negara yaitu:
1. Kekuatan pembuktian
Yang dimaksud dengan kekuatan pembuktian dari putusan hakim adalah kekuatan hukum yang diberikan kepada suatu putusan hakim bahwa dengan putusan tersebut telah diperoleh bukti tentang kepastian sesuatu. Oleh karena itu, putusan hakim dilingkungan peradilan tata usaha negara mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna untuk pengadilan di lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan Mahkamah Agung.
2. Kekuatan mengikat
Yang dimaksud dengan kekuatan mengikat dari putusan hakim adalah kekuatan hukum yang diberikan kepada suatu putusan hakim bahwa putusan tersebut mengikat yang berkepentingan untuk menaati atau melaksanakannya. Yang dimaksud dengan yang berkepentingan adalah para pihak yang terdiri dari:
a. Penggugat dan tergugat;
b. Pihak ketiga yang ikut serta dalam suatu sengketa antara penggugat dan tergugat, baik dengan jalan intervensi maupun pembebasan atau mereka yang diwakili dalam proses c. Seorang yang kemudian mendapat kak dari pihak yang kalah
3. Kekuatan eksekutorial
9
Yang dimaksud dengan kekuatan eksekutorial dari putusan hakim adalah kekuatan hukum yang diberikan kepada suatu putusan hakim bahwa putusan hakim dapat dilaksanakan.
Sebagai syarat bahwa suatu putusan hakim memperoleh kekuatan eksekutorial adalah dicantumkannya irah-irah “ demi keadilan berdasarakan ketuhanan yang maha esa” pada putusan hakim tersebut
Dalam hukum acara Pengadilan Tata Usaha Negara, putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap mengandung sifat erga omnes, artinya berlaku untuk siapa saja dan tidak hanya terbatas berlakunya bagi pihak-pihak yang berpekara, seperti halnya dalam hukum acara perdata. Dengan kata lain putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang telah berkekuatan hukum tetap pada dasarnya merupakan keputusan hukum yang bersifat hukum publik. Siapapun harus terikat dengan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut, baik pihak yang berpekara maupun diluar itu.
Sifat erga omnesnya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang telah memiliki kekuatan hukum tetap ini dapat merugikan pihak ketiga yang beritikad baik, misalnya;
mengenai sertifikat tanah yang telah berada pada pihak ketiga atau pada suatu bank yang dijadikan agunan kredir dan sebagainya. Berdasarkan ketentuan Pasal 115 Undang- Undang PTUN disebutkan bahwa hanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang dapat dilaksanakan.
G. Kewajiban Hakim terkait Putusan
Pelaksanaan putusan PTUN (Eksekusi) adalah aturan tentang cara dan syarat-syarat yang dipakai oleh perlengkapan negara guna membantu pihak yang berkepentingan untuk menjalankan putusan hakim apabila pihak yang kalah tidak bersedia mematuhi isi putusan dalam waktu yang ditentukan. Eksekusi dapat diartikan suatu tindakan lanjut dalam hal melaksanakan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkracht). Eksekusi putusan pengadilan adalah pelaksanaan putusan pengadilan oleh atau dengan bantuan pihak luar dari para pihak.
Dalam pengaturan eksekusi putusan TUN (pasal 116 Perubahan Kedua Atas UU PTUN) telah dijabarkan bahwa ketika badan atau pejabat TUN tidak menjalankan kewajibannya sesuai dengan putusan PTUN maka pihak penggugat harus mengajukan kembali permohonan kepada hakim PTUN untuk memberikan perintah melalui instansi atasan pejabat TUN tersebut agar pejabat TUN melaksanakan putusan yang telah
10
ditetapkan. Namun apabila tetap tidak dieksekusi maka akan dikenakan upaya paksa dan ketika putusan tersebut tetap tidak dieksekusi, maka panitera akan mengumumkan pada media massa setempat dan ketua pengadilan menyampaikan kepada presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi untuk memberikan perintah agar pejabat TUN terkait mengeksekusi putusan tersebut.8
Pasal 116 UU PTUN yang awalnya pelaksanakan perintah berdasarkan hierarki jabatan suatu instansi, pada pasal 116 Perubahan Kedua Atas UU PTUN menjadi pemberian sanksi berupa pemberian sanksi administrasi, pembayaran uang paksa, dan publikasi dalam media cetak ketika pejabat TUN tidak mau melaksanakan putusan tersebut. Sebab, disamping adanya perintah dan larangan, dalam normativisasi hukum harus juga memuat sanksi sebagai sarana yang paling kuat dalam menjaga kewibawaan hukum sehingga setiap orang patuh pada hukum. Hal-hal yang berkaitan dengan eksekusi adalah pembatalan Surat Keputusan yang diikuti dengan rehabilitasi, sanksi administratif dan eksekusi putusan untuk membayar sejumlah uang (dwangsom).9
Adapun macam-macam eksekusi pengadilan diantaranya : i. Eksekusi Otomatis.
Eksekusi otomatis terdapat dalam Pasal 116 ayat (1) dan (2) Undang- undang Nomor 5 Tahun 1986 dan tidak diubah oleh Undangundang Nomor 9 Tahun 2004 dan oleh Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009. Berdasarkan perintah Ketua Pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama salinan putusan pegadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh Penitera Pengadilan setempat selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
Dalam Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 ayat (1) ketentuan waktu 14 (empat belas) hari diubah menjadi 14 (empat belas) hari kerja. Menurut Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN), Ketua Pengadilan perlu membuat surat yang menyatakan KTUN yang dinyatakan batal atau tidak sah oleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap tidak
8 Maharani and Landra, “Implikasi Hukum Pengaturan Eksekusi Putusan Ptun Dalam UU PTUN Terhadap Efektifitas Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara,” 10.
9 Maharani and Landra, 10.
11
lagi mempunyai kekuatan hukum. Surat tersebut dikirimkan kepada para pihak oleh Panitera dengan surat tercatat yang pelaksanaannya dilakukan oleh juru sita (Mahkamah Agung, 2008: 66). Sesuai sifat dari KTUN masih perlu mempublikasikan pernyataan tersebut agar masyarakat mengetahui bahwa KTUN yang bersangkutan sudah tidak berkekuatan hukum lagi.
ii. Eksekusi Hierarkis.
Eksekusi hierarkis diatur oleh Pasal 116 ayat (3), (4) dan (5)MUndang- undang Nomor 5 Tahun 1986 dan tidak lagi diterapkan setelah disahkannya Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004. Ditentukan bahwa dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajibannya melaksanakan pencabutan KTUN dan menerbitkan KTUN yang baru atau menerbitkan KTUN dalam hal obyek gugatan fiktif negatif dan kemudian setelah 3 (tiga) bulan ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka penggugat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan, agar memerintahkan tergugat melaksanakan putusan pengadilan tersebut.
iii. Eksekusi Upaya Paksa.
Selama berlakunya mekanisme eksekusi hierarkis tingkat keberhasilan pelaksanaan putusan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara relatif rendah, yaitu 30 sampai 40 persen. Dengan lahirnya mekanisme “upaya paksa” ini, banyak pihak yang menaruh harapan bahwa instrumen ini akan dapat memberikan sumbangan yang signifikan bagi efektivitas pelaksanaan putusan Peradilan Tata Usaha Negara di masa mendatang. Pembaharuan Pasal 116 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 dengan ayat (3) sampai dengan ayat (6) Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 mengubah mekanisme pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dari “eksekusi hierarkis” menjadi “upaya paksa”. Perubahan ini adalah sebagai koreksi terhadap lemahnya kekuasaan (power) badan peradilan yang memberikan peraturan perundang-undangan dan dinilai tidak mampu memberikan tekanan kepada pihak pejabat atau badan pemerintah untuk melaksanakan putusan
Setelah Ketua Pengadilan memerintahkan untuk melaksanakan putusan (Pasal 116 ayat (4) dan (5) Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 dan Undang- undang Nomor 51 Tahun 2009) ternyata tergugat tidak bersedia melaksanakannya,
12
maka terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa
“pembayaran sejumlah uang paksa” dan/ atau “sanksi administratif” dan pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud “diumumkan pada media massa cetak setempat oleh Panitera sejak tidak terpenuhinya ketentuan tersebut”.
H. Prosedur Pelaksanaan Putusan Tata Usaha Negara
Dalam menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan putusan, pengawasan merupakan salah satu faktor efektif untuk dapat terlaksananya putusan pengadilan.
Pelaksanaan putusan adalah ujung tombak dari sistem pengawasan peradilan untuk mendukung tercapainya penyelesaian perkara secara tuntas, yaitu sengketa selesai dan berakhir. Pengawasan terhadap PTUN diatur dalam pasal 119 UU PTUN bahwa: "ketua pengadilan wajib mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap".
Pelaksanaan putusan adalah aturan tentang cara dan syarat-syarat yang berkepentingan untuk menjalankan putusan hakim apabila pihak yang kalah tidak bersedia mematuhinya dalam waktu yang ditentukan. Putusan adalah hakikat peradilan, inti dan tujuan dari segala kegiatan proses peradilan, memuat penyelesaian perkara yang sejak prosesnya bermula telah membebani pihak-pihak. Fungsi putusan pada peradilan adalah untuk memberikan penyelesaian sengketa bagi pihak-pihak (Ariyanti, 2019). Menurut pasal 1-15 UU PTUN hanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang dapat dilaksanakan. Tidak seperti dalam proses hukum acara perdata, maka dalam proses hukum acara PTUN ini tidak dikenal yang disebut pelaksanaan serta merta (execuitie bij voorrad) dari suatu putusan akhir pengadilan titik adapun pelaksanaan putusan PTUN dilakukan berdasarkan prosedur yang diatur dalam pasal 116 UU PTUN, dinyatakan:
1. Salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh panitia pengadilan setempat atas perintah ketua pengadilan yang mengadili nya dalam tingkat pertama selambat-lambatnya dalam waktu 14 Hari;
2. Apabila setelah 60 (enam puluh) hari kerja setelah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterima
13
tergugat tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 97 ayat (9) huruf a, maka KTN yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi
3.Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 97 ayat (9) huruf b dan huruf c dan kemudian setelah 3 bulan ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakan Nya, maka penggugat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), agar pengadilan memerintahkan tergugat melaksanakan putusan pengadilan tersebut.
4. Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif.
5. Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diumumkan pada media massa cetak setempat oleh panitera sejak tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
6. Disamping diumumkan pada media massa cetak setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ketua pengadilan harus mengajukan hal ini kepada presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintah tertinggi untuk memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan pengadilan, dan kepada lembaga perwakilan rakyat untuk menjalankan fungsi pengawasan.
7. Ketentuan mengenai besaran uang paksa, jenis sanksi administratif, dan tata cara pelaksanaan pembayaran uang paksa dan garis miring atau sanksi administratif diatur dengan peraturan perundang-undangan.10
I. Tahapan Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara di PTUN
Tahapan penyelesaian sengketa tata usaha negara di peradilan tata usaha negara sekurang-kurangnya menurut M. A. Bimasakti dapat dibagi tiga tahapan, yakni tahapan pra-adjudikasi, tahapan adjudikasi, dan tahapan pasca-adjudikasi.
i. Tahapan pra-adjudikasi ini dilakukan sebelum pihak yang berperkara melakukan persidangan yakni tahapan mengajukan gugatan atau permohonan di pengadilan sampai dismissal prosedur (Pasal 62 UU No. 5 Tahun 1986) dan penetapan hari pemeriksaan persiapan, juga termasuk tahapan upaya
10 Jaya Alwi and Susanti Elvi, “Kepatuhan Pejabat Tata Usaha Negara Terhadap Keputusan Badan Peradilan Tata Usaha Negara Alwi,” Indonesia Journal of Criminal Law Vol. 4, no. 2 (2021): 84–85.
14
administratif sebagai upaya penyelesaian sengketa tata usaha negara di lingkungan internal pemerintahan
ii. Tahapan adjudikasi yakni tahapan penyelesaian sengketa secara litigasi dalam persidangan mulai pembacaan gugatan atau permohonan di pengadilan sampai putusan akhir.
iii. Tahapan pasca adjudikasi yakni pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde).11
J. Syarat Imperatif dalam Putusan
Pembacaan PUTUSAN (Pasal 108 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986) : (1) Putusan Pengadilan Harus Diucapkan Dalam Sidang Terbuka Untuk Umum;
(2) Apabila Salah Satu Pihak atau Kedua Belah Pihak Tidak Hadir Pada Waktu Putusan Pengadilan Diucapkan, Atas Perintah Hakim Ketua Sidang Salinan Putusan itu Disampaikan Dengan Surat Tercatat Kepada yang Bersangkutan;
(3) Tidak Dipenuhinya Ketentuan Sebagaimana Dimaksud Dalam Ayat (1) Berakibat Putusan Pengadilan Tidak Sah dan Tidak Mempunyai Kekuatan Hukum.
Materi Muatan Putusan (Pasal 109 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)
Kepala Putusan Yang Berbunyi : ” DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”;
Nama, Jabatan, Kewarganegaraan, Tempat Kediaman, atau Tempat Kedudukan Para Pihak Yang Bersengketa;
Ringkasan Gugatan dan Jawaban Tergugat Yang Jelas;
Pertimbangan dan Penilaian Setiap Bukti Yang Diajukan dan Hal Yang Terjadi Dalam Persidangan Selama Sengketa Itu Diperiksa;
Alasan Hukum Yang Menjadi Dasar Putusan;
Amar Putusan Tentang Sengketa Dan Biaya Perkara;
Hari, Tanggal Putusan, Nama Hakim Yang Memutus, Nama Panitera, Serta Keterangan Tentang Hadir atau Tidak Hadirnya Para Pihak.
Amar Putusan (Pasal 97 ayat 7 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)
11 Dikdik Somantri, “TANTANGAN EKSEKUSI PUTUSAN PENGADILAN DALAM MEMPERKUAT KEWIBAWAAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA CHALLENGES,” Jurnal Hukum Peratun Vol.4, no. 2 (2021): 127, https://doi.org/10.25216/peratun.422021.123-140.
15
Gugatan Ditolak;
Gugatan Dikabulkan;
Gugatan Tidak Diterima;
Gugatan Gugur.
K. Mekanisme Pembacaan Putusan
Berikut adalah mekanisme putusan yang dibacakan dalam Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) :
- Putusan pengadilan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
- Jika salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak hadir pada waktu putusan pengadilan diucapkan, atas perintah hakim ketua sidang, salinan putusan itu disampaikan dengan surat tercatat kepada yang bersangkutan.
- Materi muatan putusan harus mencakup kepala putusan yang berbunyi "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA", nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman, atau tempat kedudukan para pihak yang bersengketa, ringkasan gugatan dan jawaban tergugat yang jelas, pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa, alasan hukum yang menjadi dasar putusan, serta amar putusan tentang sengketa dan biaya perkara.
- Hari, tanggal putusan, nama hakim yang memutus, nama panitera, serta keterangan tentang hadir juga harus dicantumkan dalam putusan.
- Tidak dipenuhinya ketentuan tersebut berakibat putusan pengadilan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
DAFTAR PUSTAKA Buku
Abdullah, Ali. 2021.Teori dan Praktik Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Pasca- Amandemen Pergeseran Paradigma dan Perluasan Norma . Jakarta : PRENAMEDIA GROUP Ali, Abdullah. Teori Dan Praktik Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Pasca-
Amandemen Pergeseran Paradigma Dan Perluasan Norma. Jakarta: PRENAMEDIA GROUP, 2021.
16
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Jurnal/Artikel
Alwi, Jaya, and Susanti Elvi. “Kepatuhan Pejabat Tata Usaha Negara Terhadap Keputusan Badan Peradilan Tata Usaha Negara Alwi.” Indonesia Journal of Criminal Law Vol. 4, no. 2 (2021): 17–23.
Maharani, Ida Ayu Rara Dwi, and Putu Tuni Cakabawa Landra. “Implikasi Hukum Pengaturan Eksekusi Putusan Ptun Dalam UU PTUN Terhadap Efektifitas Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara.” Lex Administratum Vol 9, no. 1 (2019): 1–16.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthawicara/article/view/47850.
Muchamad Arif Agung Nugroho. “Pelaksanaan Putusan Peradilan Tata Usaha Negara Tentang Upaya Paksa, Muchamad Arif Agung Nugroho PELAKSANAAN PUTUSAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA TENTANG UPAYA PAKSA.” The Digest: Journal of Legisprudence and Jurisprudence Vol. 1, no. 1 (2020): 22–38.
Somantri, Dikdik. “TANTANGAN EKSEKUSI PUTUSAN PENGADILAN DALAM MEMPERKUAT KEWIBAWAAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA CHALLENGES.” Jurnal Hukum Peratun Vol.4, no. 2 (2021): 123–40.
https://doi.org/10.25216/peratun.422021.123-140.
17