DISKUSI KELOMPOK KE-2 (PERTEMUAN KE-14)
KELAS : A
KELOMPOK : Kelompok 3
NAMA (NIM) : 1. Afnan Nada Khairunnisa (H0919002) 2. Arin Savitri (H0919018) 3. Fauza Dwi Saputri (H0919045) 4. Indah Kusuma Ningsih (H0919052) 5. Octavia Dwi Intan (H0919076) 6. Theresiana Wardhian RP (H0919100) Jurnal 1
Pemanfaatan Tepung Daun Mangrove Jeruju (Acanthus ilicfolius) Sebagai Pengawet Alami Bakso Ayam
A. Penyebab Kerusakan Produk Bakso Ayam
Bakso merupakan makanan semi basah yang memiliki daya simpan yang tidak bisa bertahan lama. Oleh karena itu, banyak pedagang bakso yang menambahkan bahan pengawet untuk memperpanjang umur simpan dari bakso dagangannya. Akan tetapi banyak pedagang yang menggunakan pengawet yang berbahaya bagi tubuh atau tidak lazimnya untuk makanam.
Hal tersebut yang akan membuat bakso menjadi tidak sehat lagi untuk dikonsumsi
.
Zat berbahaya yang sering digunakan pedagang untuk mengawetkan bakso adalah boraks dan formalin.Pada tahun 2011, BPOM melakukan sampling dan pengujian laboratorium terhadap pangan jajanan anak sekolah yang diambil dari 866 Sekolah Dasar yang tersebar di 30 kota di Indonesia. Sampel pangan jajanan yang diambil sebanyak 4.808 sampel, dan 1.705 (35,46%) sampel di antaranya tidak memenuhi persyaratan keamanan dan atau mutu pangan. Dari hasil pengujian terhadap parameter uji bahan tambahan pangan yang dilarang, yaitu boraks dan formalin yang dilakukan terhadap 3.206 sampel produk pangan jajanan anak sekolah yang terdiri dari mie basah, bakso, kudapan dan makanan ringan, diketahui bahwa 94 (2,93%) sampel mengandung boraks dan 43 (1,34%) sampel mengandung formalin. Untuk mengatasi hal tersebut maka pengawet yang berbahaya tersebut dapat diganti dengan pengawet alami, pengawet alami tersebut dapat dibuat dari daun mangrove jeruju (Acanthus ilicifolius).
B. Aplikasi Pengawetan Produk Bakso Ayam
Prosedur pengawetan bakso ayam menggunakan tepung daun mangrove jeruju terdiri dari dua tahapan, yaitu pembuatan tepung daun mangrove jeruju dan pembuatan bakso ayam.
Untuk membuat tepung daun mangrove jeruju, daun mangrove dibersihkan dari duri dan dipotong bagian batang tengah daunnya. Setelah itu, daun dicuci dan dikeringkan di ruang pengering selama 27 jam pada suhu 480C. Setelah kering, daun mangrove dihaluskan menggunakan blender dan diayak.
Untuk membuat bakso ayam, 300 gram daging ayam dihaluskan menggunakan mesin penggiling daging. Selanjutnya, 16 gram bawang putih, 3 gram merica, dan 6 gram garam dihaluskan menggunakan blender. Daging ayam dan bumbu tersebut dihaluskan menggunakan mesin pencampur, lalu ditambahkan 120 gram tepung tapioka dan es batu.
Setelah adonan terbentuk, tepung daun mangrove jeruju dimasukkan ke dalam adonan dengan persentase 0%, 5%, 10%, dan 15%. Kemudian, adonan dicetak menjadi butiran-butiran bakso dan direbus hingga matang. Bakso yang sudah matang dikemas dalam kemasan plastik dan disimpan pada suhu ruang, suhu refrigerator, dan suhu freezer.
Gambar 1.1 Diagram Alir Pembuatan Tepung Daun Mangrove Jeruju Daun mangrove jeruju
Pembersihan dari duri dan pemotongan batang tengah daun
Pencucian
Pengeringan di ruang pengering selama 27 jam pada suhu 480C
Penghalusan menggunakan blender
Pengayakan
Tepung daun mangrove jeruju
Gambar 1.2 Diagram Alir Pembuatan Bakso Ayam C. Efek Proses Pengawetan terhadap Kualitas Produk Bakso Ayam
Pada jurnal disebutkan bawah terdapat variasi penambahan tepung daun mangrove jeruju (Acanthus ilicifolius), yaitu konsentrasi 0%, 5%, 10% dan 15% dengan variasi penyimpanan pada suhu ruang, suhu dingin (refrigerator) dan suhu beku (freezer). Proses pengawetan terbaik yang terpilih adalah dengan penambahan tepung daun mangrove jeruju (Acanthus ilicifolius) konsentrasi 15% dengan penyimpanan suhu beku (freezer). Perlakuan tersebut dapat mempertahankan mutu dan daya simpan bakso ayam sampai penyimpanan hari ke-7.
Karakteristik yang dimiliki oleh bakso ayam dengan perlakuan penambahan tepung daun mangrove jeruju (Acanthus ilicifolius) konsentrasi 15% dengan penyimpanan suhu beku
300 gr daging ayam
Penghalusan menggunakan mesin penggiling daging
Penghalusan menggunakan blender 16 gr bawang putih, 3
gr merica, 6 gr garam
Pencampuran
Penambahan 120 gr tepung
tapioka, es batu
Penambahan Tepung daun mangrove
jeruju konsentrasi 0%, 5%, 10%, dan 15%
Pencetakan adonan menjadi butir-butir bakso
Perebusan hingga matang
Pengemasan dengan plastik dan penyimpanan pada suhu ruang, suhu refrigerator, dan suhu
freezer
(freezer) meliputi angka lempeng total (ALT), Escherichia coli, Salmonella, dan pH. Bakso ayam dengan penambahan tepung daun mangrove jeruju (Acanthus ilicifolius) konsentrasi 15% dengan penyimpanan suhu beku (freezer) memiliki jumlah ALT sebanyak 4.85 log cfu/g pada hari ke-7 atau semua sampel masih memenuhi syarat mutu ALT bakso (sampel >5 log cfu/g) hingga hari ke-7. Bakso ayam dengan penambahan tepung daun mangrove jeruju (Acanthus ilicifolius) konsentrasi 15% dengan penyimpanan suhu beku (freezer) memberikan hasil tidak terdapat bakteri Escherichia coli hingga hari ke-7. Bakso ayam dengan penambahan tepung daun mangrove jeruju (Acanthus ilicifolius) konsentrasi 15% dengan penyimpanan suhu beku (freezer) memberikan hasil yang memenuhi syarat Salmonella hingga hari ke-7 karena tidak mengandung atau negatif Salmonella. Bakso ayam dengan penambahan tepung daun mangrove jeruju (Acanthus ilicifolius) konsentrasi 15% dengan penyimpanan suhu beku (freezer) memberikan nilai pH sebesar 6,23 pada hari ke-7, dimana nilai tersebut menunjukkan perubahan yang tidak terlalu signifikan dari hari ke-0.
Jurnal 2
EKSTRAK DAUN API-API (Avicennia Marina) UNTUK PEMBUATAN BIOFORMALIN SEBAGAI ANTIBAKTERI IKAN SEGAR A. Penyebab Kerusakan Produk
Produk ikan (bandeng) segar merupakan suatu produk pangan yang mudah rusak. Ikan segar memiliki daya tahan yang tidak cukup lama. Hal ini menyebabkan perlunya tindak suatu pengawetan agar mampu memperpanjang umur simpan ikan segar. Metode inovasi pengawetan yang aman dan baik diperlukan untuk menghindari penggunaan bahan pengaawet yang tidak aman bagi tubuh. Ikan segar mudah rusak hal ini dikarenakan ikan mengandung kadar air dan protein yang sangat tinggi. Pembusukan ikan ini juga disebabkan oleh degradasi enzim, perubahan biokimia, dan pertumbuhan mikroorganisme (Connel 1980).
Enzim yang terdapat pada ikan akan aktif mendegradasi daging ikan menjadi suatu substansi yang lebih sederhana sesaat setelah ikan mati. Degradasi ini akan mengubah bentuk fisik dan daging ikan. Degradasi enzim ini juga akan berpengaruh pada berbagai mikroorganisme yang ada pada tubuh ikan seperti pada insang, perut dan kuulit mampu berkembang biak secara lebih cepat. Tingginya kadar air dan protein pada ikan menjadi tempat yang baik bagi bakteri mikroorganisme yang bersifat patogen untuk berkembang biak sesaat setelah ikan mati. Pertumbuhan bakteri mampu merusak ikan secara fisik dan kimiawi.
Bakteri pembusuk ini akan memproduksi sulfur yang menimbulkan bau yang tidak sedap dan bersifat toksin atau racun. Hal ini yang menyebabkan kan merupakan suatu bahan pangan yang mudah membusuk apabila tidak dilakukan suatu teknik pengawetan yang tepat dan aman. (Gorczyca et al., 1985).
B. Aplikasi Pengawetan Produk
Proses pembuatan bioformalin simplisia api-api dimulai dengan pengambilan dan pemanenan daun api- api (Avecennia Marina). Pemanenan ini dilakukan pada pagi hari atau sore hari, karena pada pagi hari daun belum menggunakan zat aktif dengan kemampuan pengawetan tersebut, sedangkan pada sore hari, zat pengawet alami baru dihasilkan. Pilih daun yang sedang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda. Selanjutnya ambil 5kg daun api –
api kemudian dikeringkan menggunakan mesin drying. Setelah kering ambil ambil daun untuk dihaluskan dengan cara diblender hingga hancur menjadi serbuk kasar. Pastikan serbuk tetap berbentuk kasar dan tidak terlalu halus agar nantinya serbuk tidak lolos dari penyaringan.
Langkah berikutnya yaitu membuat bioformalin dengan melakukan pembuatan simplisia daun api-api yang dilarutkan dengan pelarut berupa air dengan perbandingan 1:5, 1:7,5 dan 1:10.
Proses selanjutnya yaitu perebusan serbuk menggunakan panci infusa sampai suhu mencapai 90 C selama 15 menit. Hasil rebusan tersebut kemudian disaring dengan corong buchner yang diberi alas kertas saring lalu dilakukan penyedotan dengan pompa vacum sampai tidak menetes lagi. Tahapan setelah proses penyedotan yaitu melakukan pembuangan ampas dan mengambil hasil saringannya yang berupa cairan kemudian baru di aplikasikan pada ikan bandeng yang masih segar. Pengaplikasian ini diujikan pada ikan bandeng dengan konsentrasi bioformalin yang sudah ditentukan, yaitu 1:5, 1:7,5 dan 1:10. Langkah selanjutnya yaitu mengamati dan mencatat berapa lama ikan bandeng dapat awet dan berapa konsentrasi bioformalin yang paling lama dalam pengawetan.
5 kg Daun api-api
Pemanenan pada pagi dan sore hari
Pengeringan dengan mesin drying
Penghalusan dengan blender
Pembuatan daun simplisia api-api dengan pelarut air dengan perbandingan 1: 5, 1: 7,5,
dan 1: 10 Air
Perebusan serbuk dengan panci infusa selama 15 menit pada suhu 90℃
Penyaringan dengan corong buchner yang diberi kertas saring
Penyedotan dengan pompa vacum
Pembuangan ampas dan pengambilan hasil saring
Pengaplikasian pada ikan bandeng dengan konsentrasi bioformalin yang telah ditentukan
sebelumnya
Pengamatan dan pencatatan hasil pengawetan masing – masing konsentrasi bioformalin Bioformalin 1:5, 1:
7,5, dan 1:10
Gambar 2.1 Diagram Alir Pembuatan Bioformalin Simplisia Api-Api
C. Efek Proses Pengawetan terhadap Kualitas Produk
Pengawetan ikan segar pada pengamatan ini terdapat 3 perlakuan, yaitu pengawetan dengan perbandingan konsentrasi bioformalin dari simplisia daun api-api sebanyak 1:5, 1:7,5, dan 1:10. Perlakuan terbaik pada pengamatan ini ialah ikan bandeng yang diolesi Bioformalin dengan kandungan konsentrasi 1:5. Perlakuan tersebut memberikan hasil terbaik karena dapat mengawetkan ikan bandeng dengan daya tahan 20 jam. Kakarakteristik ikan bandeng yang dihasilkan pada perlakuan ini ialah keadaan kulit putih, mata datar, mulut sedikit terbuka, daging agak kenyal, sisik kuat, dan aromanya amis. Perlakuan ini memberikan hasil terbaik karena zat pengawet dalam api-api saat ditarik pada proses infundasi sangat tinggi dengan keadaan pelarut yang sedikit zatnya menjadi sangat pekat.
Jurnal 3
The Influence of “Api-Api” (Avicennia marina) Leaves Extract on The Quality of Fresh Mackerel Scad (Decapterus russelli) During Storage
A. Penyebab Kerusakan Produk Ikan Tenggiri
Ikan merupakan bahan makanan yang sangat mudah rusak karena mengandung kadar air dan protein cukup tinggi. Pembusukan ikan disebabkan oleh degradasi daging ikan karena aktivitas enzim, perubahan biokimia dan pertumbuhan mikroorganisme. Segera setelah ikan mati, enzim yang terdapat pada ikan mulai aktif mendegradasi daging ikan menjadi substansi yang lebih sederhana dan mikroorganisme yang terdapat pada isi perut, insang dan kulit berkembang biak secara cepat. Bakteri pembusuk mulai memproduksi produk yang mengandung sulfur yang menimbulkan bau yang tidakenak dan toksin/racun.
Bakteri pembusuk juga mengubah penampakan dan sifat fisik beberapa komponen ikan (Ariyani et al., 2007).
B. Aplikasi Pengawetan Produk
Daun “api-api” kering digiling menjadi bubuk halus. Serbuk halus daun sebanyak 50 g direndam dalam 600 ml metanol sambil dikocok selama 48 jam dalam shaker. Ekstrak dipisahkan menggunakan kertas saring untuk mendapatkan filtrat yang jernih. Filtrat diuapkan pada suhu 40 °C di bawah tekanan rendah menggunakan rotary vacuum evaporator. Kemudian ikan tenggiri direndam dalam ekstrak metanol 1 ppm daun api-api selama 10 menit.
Perendaman serbuk halus daun dalam methanol sambil dikocok selama 48 jam
dalam shaker
Penggilingan daun Api-api kering
Pemisahan ekstrak dengan kertas saring Filtrat jernih Penguapan pada suhu 40℃ dalam rotary
vacuum evaporator Filtrat
jernih 50 g serbuk halus daun,
600 ml methanol
Ekstrak methanol 1 ppm daun api-api
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Ekstrak Methanol 1 ppm Daun Api-api
Ikan tenggiri
Ekstrak methanol 1 ppm daun api-api
Perendaman ikan tenggiri (5, 10, 15 menit)
Pengujian pH, TPC, TVB, Organoleptik
Gambar 3.2 Diagram Alir Uji Lama Perendaman
C. Efek Proses Pengawetan terhadap Kualitas Produk Ikan Tengiri
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui setelah penyimpanan selama 6 jam ikan dengan perendaman ekstrak daun api-api selama 10 menit mengalami peningkatan nilai pH terendah yaitu 5,86, memiliki nilai TPC terendah yaitu 2,75 Log x CFU/g, dan nilai organoleptik berkisar 6,69-6,75 hingga penyimpanan 12 jam. Nilai pH ikan akan mendekati pH netral 7 karena senyawa basa yang dihasilkan oleh bakteri pembusuk sehingga nilai pH yang rendah menunjukkan ekstrak daun api-api dapat menghambat pembusukan ikan. Menurut peraturan Standar Nasional Indonesia (SNI 7388:2009), batas maksimum cemaran mikroba pada ikan segar adalah 5 x 105 CFU/g atau 5,70 log CFU/g sehingga ikan yang direndam ekstrak daun api-api selama 10 menit masih dalam keadaan baik. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 23-01-2006, nilai minimum organoleptik untuk ikan segar yaitu skor 7 sehingga ikan dengan perendaman ekstrak daun api-api memiliki nilai organoleptik yang baik sampai dengan penyimpanan jam ke-12. Sedangkan, nilai TVB dengan perendaman 10 menit sebesar 29,2 mgN/100 gr.
Penyimpanan (0, 3, 6, 9, 12 jam)
Pengujian pH, TPC, TVB, Organoleptik
Gambar 3.3 Diagram Alir Uji Lama Penyimpanan Ikan tenggiri segar
Ekstrak methanol 1 ppm daun api-api
DAFTAR PUSTAKA
Ariyani, Farida, Jovita Tri Murtini, Ninoek Indriati, Dwiyitno, dan Yusma Yenni. 2007.
Penggunaan Glyroxyl Untuk Menghambat Penurunan Mutuikan Mas (Cyprinus carpio) SEGAR. Jurnal Perikanan, 10(1): 125-133
Connell, J.J.1980. Control of Fish Quality:4. Quality Deterionation and Defects in Products.
Fishing New Book Ltd. England.
Gorczyca, E., J.L.Summer, D.Cohen and P.Brady. 1985. Meshophilic Fish Spoilage. Food Technol.Aust, 37(1) : 24-26.
Rofik, S. dan Rita D. R. 2012. Ekstrak Daun Api-APi (Avicennia Marina) untuk Pembuatan Biofomalin sebagai Antibakteri Ikan Segar. Prosiding SNST. 60-65
Sormin, R. B. D, J Leiwakabessy, dan W H Putra. 2021. The Influence of “Api-Api” (Avicennia marina) Leaves Extract on The Quality of Fresh Mackerel Scad (Decapterus russelli) During Storage. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science, 805: 1-8