LK. 2.2 Menentukan Solusi
Nama : Vivie Juliana Suryandari, S.Si
No
. Eksplorasi alternatif solusi Solusi yang
relevan Analisis
penentuan solusi
Analisis alternatif
solusi 1 Permasalahan :
Kurangnya keaktifan peserta didik dalam pembelajaran matematika
Jurnal Ilmiah
[1] Model pembelajaran yang bersifat inovatif diharapkan dapat membuat peserta didik menjadi bersikap aktif sehingga peserta didik dapat melakukan kerja sama yang baik antar sesama temannya untuk menyelesaikan dan mencari solusi dalam permasalahan yang ada di kehidupan nyata (Yamin, 2011)
[2] Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) ataupun yang sering disebut dengan PBL adalah suatu model pembelajaran yang menyajikan suatu kegiatan pembelajaran yang inovatif kepada peserta didik dan diharapkan dapat meningkatkan keaktifan peserta didik.
(Aman, 2016)
[3] Pembelajaran berbasis masalah (PBL) cukup efektif di dalam mengembangkan kemampuan
peserta didik. Dalam pembelajaran ini peserta didik dapat berpartisipasi aktif dalam mengemukakan pendapat dan masukkannya terkait isi
pembelajaran. Saran untuk
pembelajaran berbasis masalah, guru diharapkan dapat memahami dengan baik apa saja yang perlu
dipersiapkan dalam menyusun rencana pembelajaran, termasuk juga kepada peserta didik, agar lebih aktif, serta dapat memahami setiap
pembelajaran yang disampaikan oleh pendidik atau guru (Ramadhan, 2021) [4] Tersediannya media
pembelajaran berbasis TIK menjadikan peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam meningkatkan potensi dan
pengetahuannya dengan berbagai sumber informasi yang didapatkan.
Permasalahan :
Kurangnya keaktifan peserta didik dalam
pembelajaran matematika
Solusi :
1. Menerap kan model Problem Based Learning 2. Menggun
akan media pembelajaran yang menarik berbasis teknologi (video, animasi, aplikasi canva, dll)
3. Menggun akan LKPD dengan berbasis masalah kearifan lokal
Solusi diambil karena menurut kajian literatur dan hasil wawancara
didapatkan bahwa : 1. PBL dapat
membuat peserta didik lebih
berpartisipasi aktif dalam
mengemukakan pendapat terkait isi pembelajaran.
2. Media
pembelajaran yang berbasis teknologi lebih menarik minat peserta didik
3. Media pembelajaran berbasis teknologi menjadikan peserta didik untuk
berpartisipasi aktif dalam
meningkatkan potensi dan pengetahuannya dengan berbagai sumber informasi yang didapatkan 4. LKPD yang
disajikan dengan masalah
kontekstual dan menggunakan pendekatan kearifan lokal membuat peserta didik aktif, kreatif
Berdasarkan eksplorasi alternatif solusi dari kajian literatur dan hasil wawancara mengenai upaya peningkatan keaktifan peserta didik dalam pembelajaran matematika, maka didapatkan alternatif
solusinya yaitu : 1. Guru
menerapkan model
pembelajaran inovatif (a) Problem Based Learning; (b) Project Based Learning; dan (c) Cooperative Learning
2. Mengguna kan LKPD dengan masalah kontekstual yang sederhana agar peserta didik lebih percaya diri sehingga mau lebih aktif belajar
3. Mengguna kan media pembelajaran yang menarik berbasis teknologi yang dapat
memunculkan motivasi peserta didik untuk lebih aktif terlibat dalam
Jadi tidak selalu fokus dan bertumpu pada materi pembelajaran yang ada di kelas saja (Widiatun, 2021)
[5] Teknologi informasi yang diintegrasikan dalam media pembelajaran yang tidak hanya berupa tulisan-tulisan yang membosankan tetapi juga dapat menampilkan gambar-gambar dan suara dapat menarik minat peserta didik dalam belajar (Nursyam, 2019) [6] Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) merupakan salah satu media pembelajaran dengan tujuan
mengaktifkan peserta didik,
memungkinkan peserta didik dapat belajar sendiri menurut kemampuan dan minatnya merangsang kegiatan belajar dan juga merupakan variasi pengajaran agar peserta didik tidak menjadi bosan (Munifatun, 2017) [7] Menurut Kusmaryono dalam (Wandari et al., 2018) pembelajaran matematika dengan mengangkat budaya lokal merupakan salah satu konsep belajar aktif dan kreatif yang menghasilkan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna karena terdapat konteks nyata yang dijadikan ilmu.
Wawancara
Hasil wawancara teman sejawat (Bapak Ginanjar Dwiki Nugraha, M.Pd :
1. Upaya meningkatakan keaktifan belajar matematika pada peserta didik dapat dimulai dari memahami karakteristik peserta didik yang dapat dilihat dari hasil analisa pendahuluan atau observasi. Data yang didapat bisa digunakan untuk merancang pembelajaran yang paling tepat untuk meningkatkan keaktifan peserta didik
2. Guru bisa memulai pembelajaran dengan contoh atau masalah kontekstual dari penerapan konsep yang akan dipelajari sehingga peserta didik lebih memahami masalahnya kemudian guru dapat memberikan pemahaman konsep dimulai dari yang paling sederhana agar peserta didik punya
pembelajaran 4.
Mengangkat budaya lokal terdekat dalam LKPD agar pembelajaran terasa lebih bermakna 5. Pemberian
apresiasi positif atau reward untuk peserta didik yang bersikap aktif dan positif
kepercayaan diri bahwa mereka mampu dan dapat lebih terlibat aktif dalam belajar.
https://drive.google.com/file/d/1CL8pf 4X7437tuF8x
08r8B2gnmlNjoWBN/view?
usp=share_link
Hasil wawancara Kepala Sekolah (Bapak Tato Yuniarto, S.Pd., M.PdI :
Upaya meningkatakan keaktifan peserta didik dalam belajar matematika yaitu :
1.Cari tahu alasan mengapa peserta didik tidak aktif dalam
pembelajaran matematika, apakah karena tidak suka atau sulit atau karena hal lain.
2.Mengajar matematika dengan cara yang berbeda sesuai dengan karakteristik peserta didik pada zaman ini
3.Gunakan media belajar yang menarik berbasis teknologi yang menarik minat peserta didik untuk lebih aktif lagi dalam belajar
4.Kaitkan dengan kehidupan nyata agar
5.Memberikan apresiasi atau reward bagi peserta didik yang bersikap aktif dan positif atau belajar dengan baik
https://drive.google.com/file/d/1d23u UwSk3C_WFmoss4zEtRV-
h6GiALjU/view?usp=share_link Hasil wawancara pakar (Dr.
Karunia Eka Lestari, M.Pd) :
Upaya yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan keaktifan peserta didik dalam pembelajaran matematika antara lain menciptakan lingkungan belajar yang bermakna (meaningful), menantang, dan menyenangkan. Hal tersebut dapat dicapai dengan menerapkan model/metode/strategi pembelajaran yang inovatif.
Alternatif model/metode/strategi pembelajaran yang dapat digunakan diantaranya (a) Problem Based Learning; (b) Project Based Learning;
dan (c) Cooperative Learning.
Wawancara Lanjutan
Hasil wawancara teman sejawat
(Ibu Nursyabania, S.Si :
1. Penggunaan model pembelajaran PBL cukup efektif dilakukan untuk dapat meningkatkan keaktifan belajar peserta didik karena peserta didik akan terlibat langsung dalam memecahkan permasalahan yang ada.
2. Media pembelajaran yang
digunakan disarankan media yang berfungsi sebagai alat untuk pengamatan permasalahan yang ada di sekitar peserta didik 3. Kendala yang dihadapi saat
menggunakan model PBL adalah adanya sebagian anak yang terlihat pasif/tidak mau untuk ikut terlibat dalam menyelesaikan
permasalahan yang ada, dia akan berpikir untuk mengandalkan teman kelompoknya yang lebih aktif. Kemudian terkadang juga masih ada anak-anak yang terbiasa untuk meminta solusi dari suatu permasalahan dari guru, sehingga ketika dihadapkan dengan suatu permasalahan dia akan bersikap apatis/tidak mau bersusah payah menentukan solusinya
https://docs.google.com/document/d/
1_9coX7tBkSIQ5sTToiTei_KdB- z8Rhxd/edit?
usp=share_link&ouid=104596756806 800250786&rtpof=true&sd=true
Hasil wawancara pakar (Dr. Anna Fauziah, S.Si., M.Pd) :
1.Model pembelajaran Problem based learning efektif untuk
meningkatkan motivasi belajar peserta didik karena dalam PBL mengawali pembelajaran dengan memberikan masalah kepada peserta didik. Masalah tersebut merupakan masalah yang erat atau relevan dengan peserta didik sehingga peserta didik merasakan kebermanfaatan dalam belajar.
Selain itu, PBL juga memberikan kesempatan peserta didik untuk belajar secara aktif, mandiri, membuat keputusan dan
menyatakan pendapat sehingga diharapkan hal ini juga dapat menumbuhkan motivasi belajar 2.Media yang berbasis TPACK dirasa
sesuai untuk digunakan dalam
model PBL
3.Namun guru harus menemukan masalah yang tepat agar dapat menstimulus peserta didik untuk belajar menemukan dan menjadi fasilitator yang dapat
menjembatani serta melakukan scaffolding ketika peserta didik menemukan kesulitan dalam proses investigasi dan inkuiri.
https://docs.google.com/document/
d/1_9coX7tBkSIQ5sTToiTei_KdB- z8Rhxd/edit?
usp=share_link&ouid=1045967568 06800250786&rtpof=true&sd=true
2 Permasalahan :
Kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik masih rendah
Jurnal Ilmiah
[9] Wicasari dan Ernaningsih (2016:250) : Dengan mengasah logika melalui pembelajaran matematika sama halnya dengan melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi.
[10] Purbaningrum (2017) : Berpikir tingkat tinggi merupakan kemampuan memanipulasi informasi dan gagasan dengan cara yang mengubah makna dan implikasi, menggabungkan fakta dan ide – ide dalam rangka untuk mensintesis, meng– generalisasi, menjelaskan, menafsirkan dan menarik beberapa kesimpulan.
[11] Saraswati dan Agustika (2020) : Sesunguhnya HOTS didefinisikan sebagai kemampuan yang melibatkan daya pikir kritis serta kreatif untuk memecahan suatu masalah. Seseorang dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi harus mampu menganalisis,
menghubungkan, mengurai serta memaknai permasalahan untuk memperoleh solusi atau ide baru.
[12] Pratiwi (2019:128) : Dalam mengembangkan item berbasis HOTS yang baik untuk peserta didik,
kualitas guru menjadi bagian yang
Permasalahan :
Kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik masih rendah Solusi :
1. Menerapkan model
pembelajaran Problem Based Learning 2. Menggunaka
n LKPD dengan sistem kelompok dalam
pembelajaran 3. Menggunaka
n teknik scaffolding secara terarah pada proses pembelajaran
Solusi diambil karena menurut kajian literatur dan hasil wawancara
didapatkan bahwa : 1. Model PBL
adalah model pembelajaran yang melatih dan
mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah untuk merangsang
kemampuan berfikir tingkat tinggi
2. Pembelajaran dengan sistem kelompok dapat digunakan untuk menggali
kemampuan
peserta didik dalam memecahkan masalah
3. LKPD yang bertahap dan berkelanjutan untuk mengukur
kemampuan
peserta didik sesuai dengan tahapan- tahapan penerapan soal-soal HOTS.
Berdasarkan eksplorasi alternatif solusi dari kajian literatur dan hasil wawancara mengenai upaya peningkatan kemampuan peserta didik dalam
menyelesaikan soal-soal
matematika yang tingkat
berpikirnya lebih tinggi untuk peserta didik dengan : 1.Guru
memotivasi peserta didik agar punya kepercayaan diri yang lebih baik dalam menyelesaikan soal
matematika yang lebih tinggi tingkatan berpikirnya.
2. Guru harus meningkatkan kemampuanny a dalam pemahaman tentang soal HOTS
sangat penting. Guru harus memiliki pemahaman yang baik tentang proses kognitif dalam Keterampilan Berpikir Tingkat Rendah (LOTS) dan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS).
[13] Arifin dan Retnawati (2017:11) :
Agar HOTS peserta didik berkembang dengan baik, peserta didik perlu dibiasakan mengerjakan HOTS, jika tidak maka akan menyebabkan potensi HOTS dalam diri peserta didik tidak berkembang
[14] Menurut Ivan Pavlov (1849- 1936) dalam Sanjaya (2013:118) :
“pengkondisian ini (pemberian latihan soal) harus dilakukan secara
berulang-ulang sehingga membentuk tingkah laku tertentu”.
[15] Suherman (2001) :
Mengungkapkan bahwa model PBL adalah model pembelajaran yang melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual peserta didik, untuk merangsang kemampuan berfikir tingkat tinggi.
[16] Chairani, 2015:41) : Vygotsky memunculkan konsep scaffolding, yaitu memberikan sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya.
Dalam pembelajaran, scaffolding dapat dikatakan sebagai penghubung antara apa yang sudah diketahui siswa dengan sesuatu yang baru atau yang akan dikuasai dan diketahui oleh siswa.
Hal yang utama dalam penerapan scaffolding terletak pada bimbingan guru yang diberikan secara bertahap setelah siswa diberikan
permasalahan, sehingga kemampuan aktualnya mencapai kemampuan potensial. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan,
3. Peserta didik perlu
dibiasakan mengerjakan soal HOTS 4. Guru lebih
menekankan konsep dasar 5. Menggunakan
sistem belajar kelompok dalam
pembelajaran 6. Menggunakan
model PBL untuk
mengembangk an kemampuan berpikir tingkat tinggi
7. Mengkombinas ikan beberapa strategi/media pembelajaran yang bervariasi untuk
membangun kemampuan berpikir peserta didik 8.Menyusun
LKPD yang baik untuk
memudahkan peserta didik dalam
mengkonstruks i pemahaman terhadap masalah hingga
menyelesaikan masalahnya
peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, atau memberikan contoh.
Tiga ide utama scaffolding yang dikemukakan Vigotsky adalah:
1. Intelektual berkembang pada saat individu menghadapi ide-ide baru dan sulit mengaitkan ide-ide tersebut dengan apa yang mereka ketahui.
2. Interaksi dengan orang lain memperkaya perkembangan intelektual.
3. Peran utama guru adalah bertindak sebagai seorang pembantu dan mediator pembelajaran Langer (Sari dan Surya, 2017:2)
mengidentifikasi ada lima langkah dalam pembelajaran dengan menerapkan teknik scaffolding.
1. Intentionality yaitu
mengelompokkan bagian yang kompleks yang hendak di kuasai siswa menjadi beberapa bagian yang spesifik dan jelas. Bagianbagian itu merupakan satu kesatuan untuk mencapai kompetensi secara utuh.
2. Appropriateness yaitu
memfokuskan pemberian bantuan pada aspekaspek yang belum dapat dikuasai siswa secara maksimal.
3. Structure yaitu pemberian model agar siswa dapat belajar dari model yang di tampilkan. Model tersebut dapat diberikan melalui proses berpikir, model yang di verbalkan dengan katakata dan model melalui perbuatan atau performansi.
Kemudian siswa diminta untuk menjelaskan apa yang telah di pelajari dari model tersebut.
4. Collaboration yaitu guru melakukan kolaborasi dan memberikan respons terhadap tugas yang dikerjakan siswa.
Peran guru di sini bukan sebagai evaluator, tetapi sebagai kolaborator.
5. Internalization yaitu pemantapan pemilikan pengetahuan yang dimiliki siswa agar benar-benar dikuasainya dengan baik.
Wawancara
Hasil wawancara teman sejawat (Bapak Ginanjar Dwiki Nugraha, M.Pd :
1. Strategi agar peserta didik
mampu menyelesaikan soal beragam atau lebih tinggi tingkat berpikirnya bisa dimulai dari memotivasi peserta didik agar punya kepercayaan diri yang lebih baik dan tidak dihakimi negatif jika peserta didik menjawab salah.
Selain itu tentunya jangan lupa memberikan apresiasi positif kepada peserta didik jika peserta didik mampu belajar dengan baik 2. Pemberian soal cerita yang
kontekstual dapat menstimulus kemampuan berpikir peserta didik dalam mengabungkan pemahaman peserta didik terhadap
pengetahuan yang didapatkan dengan pemahaman konteks masalah yang diberikan.
3. Penekanan konsep inti pada materi agar peserta didik benar- benar memahami konteks materi yang sedang dipelajari
https://drive.google.com/file/d/1CL8pf 4X7437tuF8x 08r8B2gnmlNjoWBN/vie w?usp=share_link
Hasil wawancara Kepala Sekolah (Bapak Tato Yuniarto, S.Pd., M.PdI :
1. Penggunaan media
pembelajaran yang sesuai dan tepat untuk membentuk kerangka berpikir peserta didik
2. Pembelajaran dengan sistem kelompok untuk menggali
kemampuan memecahkan masalah 3. Pemberian soal yg beragam
dari tingkat kemampuan berpikir mulai dari yang rendah hingga tinggi
https://drive.google.com/file/d/1d23u UwSk3C_WFmoss4zEtRV-
h6GiALjU/view?usp=share_link Hasil wawancara pakar (Dr.
Karunia Eka Lestari, M.Pd) :
Karakteristik dan gaya belajar peserta didik yang beragam menjadi
tantangan bagi guru untuk dapat menyajikan bermacam-macam strategi/media pembelajaran. Dengan demikian, guru hendaknya dapat mengkombinasikan beberapa strategi/media pembelajaran yang disesuaikan dengan kemampuan,
gaya belajar, dan kebutuhan peserta didik yang beragam. Tentu saja harus disesuaikan juga dengan fasilitas (sarana dan prasarana) yang tersedia di sekolah.
https://docs.google.com/document/d/1 gizo8QV30EDpzi oLgPFgSZICT4l5gjus/e dit?
usp=share_link&ouid=104596756806 800250786&rtpof=true&sd=true
Wawancara Lanjutan
Hasil wawancara teman sejawat (Ibu Nursyabania, S.Si :
1. Menurut saya model PBL sudah cukup relevan untuk membiasakan anak-anak untuk berpikir tingkat tinggi karena tahapan-tahapan dalam penerapan PBL membuat peserta didik dengan sendirinya akan berusaha untuk berpikir tingkat tinggi dan juga akan
mengasah daya juang peserta didik dalam menyelesaikan
permalasalahan2 yang HOTS.
2. Strategi yang terbaik sebenarnya saya sendiri juga masih belajar dan terus mencari yang tepat untuk membiasakan peserta didik terbiasa dengan soal-soal HOTS karena kemampuan peserta didik dalam satu kelas pun kadang heterogen. Paling yang saya pernah lakukan adalah dengan menghadirkan materi dengan sebuah permasalahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka harus berusaha lebih dibandingkan biasanya untuk mendapatkan solusinya. hanya lembali lagi kendalanya adalah tidak semua anak akan langsung bisa terbiasa dengan hal tersebut.
3. LKPD yang bisa secara bertahap dan berkelanjutan mengukur kemampuan peserta didik sesuai dengan tahapan-tahapan
penerapan soal-soal HOTS.
https://docs.google.com/document/d/
1_9coX7tBkSIQ5sTToiTei_KdB- z8Rhxd/edit?
usp=share_link&ouid=104596756806 800250786&rtpof=true&sd=true
Hasil wawancara pakar (Dr. Anna Fauziah, S.Si., M.Pd) :
Model PBL sangat relevan sebagai upaya peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi peseta didik, karena dalam model PBL
menampilkan masalah yang bertujuan agar peserta didik dapat melakukan investigasi dan
menemukan sendiri .. hal ini
merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik ke arah tingkatan yang lebih tinggi tentunya.
https://docs.google.com/document/d/
1_9coX7tBkSIQ5sTToiTei_KdB- z8Rhxd/edit?
usp=share_link&ouid=104596756806 800250786&rtpof=true&sd=true