• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dokumen Menentukan Solusi

N/A
N/A
ANDI HUSNI

Academic year: 2023

Membagikan "Dokumen Menentukan Solusi"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

LK. 2.2 Menentukan Solusi

No. Eksplorasi alternatif

solusi Analisis alternatif solusi Solusi yang

relevan Analisis penentuan solusi 1 Strategi Pembelajaran

Hasil Kajian Literatur

1. Agi Maruf Wijaya (2022:

149) Efektivitas strategi pembelajaran ROPES (Review, Overview, Presentation, Exercise,

Summary) dapat

meningkatkan motivasi belajar peserta didik yang dilak didikan di SMA Negeri 1 Tanggul kelas X IPS.

(https://jurnal.uisu.ac.id/in dex.php/mkd/article/view/

5914)

2. I Wayan Suweca (2022:

58) Penggunaan Strategi Crossword Puzzle dalam pembelajaran IPS dapat meningkatkan Motivasi belajar peserta didik dari 40,7 % pada Prasiklus menjadi 74 % pada Siklus I dan 81,3 % pada siklus

II. (

http://jurnalinovasi.org/ind ex.php/IJG/article/view/27 6)

3. Imam Tabroni (2022: 360)

Berdasarkan hasil eksplorasi alternatif solusi, alternatif solusi yang sesuai atau memungkinkan untuk diterapkan di kelas saya adalah sebagai berikut:

A.Penerapan Strategi

Pembelajaran ROPES (Review, Overview, Presentation, Exercise, Summary)

1. Nizaruddin dalam Setiowati (2020) menyebutkan ROPES adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menyampaikan, melakukan percobaan, dan menyimpulkan sesuatu yang telah dipelajarinya dengan tetap di bawah arahan guru.

2. Kelebihan:

Dina dalam Setiowati (2020) menyebutkan kelebihan strategi pembelajaran ROPES antara lain:

a. Peserta didik akan merasa lebih dihargai karena mereka ikut mengajukan pendapat tentang

pembelajaran yang

dilaksanakan.

b. Mendorong peserta didik untuk berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri, bersikap objektif, jujur dan terbuka sehingga peserta

Penerapan Strategi

Pembelajaran Crossword Puzzle

Berdasarkan hasil identifikasi masalah pembelajaran di kelas IX SMP Negeri 3 Gilireng ditemukan bahwa peserta didik memiliki motivasi mengerjakan tugas yang rendah. Hal ini dibuktikan dengan pengerjaan tugas yang tidak sesuai dengan petunjuk dan tugas yang dikerjakan adalah hasil contekan dari tugas temannya sehingga tugas yang dihasilkan sebagian sama persis. Hal ini merupakan bagian dari motivasi belajar peserta didik yang rendah. Setelah dieksplorasi dan dianalisis berdasarkan kajian literatur dan wawancara dengan beberapa pihak terkait ditemukan bahwa akar masalah strategi pembelajaran yang dilaksanakan belum memunculkan motivasi peserta didik dalam belajar dan mengerjakan tugas.

Melalui berbagai kajian literatur dan wawancara ditemukan bahwa salah satu strategi pembelajaran yang dapat dijadikan sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menerapkan strategi pembelajaran Crossword Puzzle.

Mengapa?

Karena strategi pembelajaran Crossword Puzzle (teka-teki silang) dapat digunakan sebagai strategi pembelajaran untuk mengasah

(2)

Penggunaan strategi pembelajaran Ekspositori pembelajaran membantu guru secara dapat secara

efektif dalam

meningkatkan motivasi belajar peserta didik pada mata pelajaran PAI di SMP

Plus Al-Hidayah

Purwakarta.

(https://bajangjournal.co m/index.php/Jpeserta didikSH/article/view/868) 4. Mila Handiyani (2022:

5826) Pembelajaran menggunakan strategi berdiferensiasi memiliki keterhubungan yang sangat baik salah satunya dalam hal peningkatkan motivasi belajar.

(https://www.jbasic.org/in dex.php/basicedu/article/v iew/3116)

5. Babul Bahrudin (2022:

140) Penggunaan Strategi Everyone Is a Teacher Here terbukti mampu memberi motivasi peserta didik, dari dua siklus terbukti kondisi peserta didik lebih aktif dan kreatif. Dari dua siklus yang diterapkan, dapat dilihat pada evaluasi nilai

didik akan lebih tertantang dalam belajar.

c. Dengan bereksperimen peserta didik lebih akan termotivasi dalam belajar dan tidak mudah jenuh.

d. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

e. Mendorong peserta didik untuk bisa merumuskan hipotesis sendiri.

3. Kekurangan:

Dina dalam Setiowati (2020) menyebutkan kekurangan strategi pembelajaran ROPES antara lain:

a. Jika peserta didik belum menguasai pembelajaran sebelumnya maka guru harus

dengan bijak memberi

kesempatan kepada peserta didik untuk memahaminya terlebih dahulu, sehingga akan mengurangi waktu penyampaian materi.

b. Apabila terjadi akumulasi bahan ajar yang tertunda, maka harus diberikan waktu tambahan

https://repository.uinjkt.ac.id/dspac e/handle/123456789/50855

B.Penerapan Strategi

Pembelajaran Crossword Puzzle 1. Wafi dkk (2022) menyebutkan

bahwa strategi pembelajaran Crossword Puzzle adalah strategi

kemampuan berpikir secara cermat.

Strategi ini juga sangat menyenangkan ketika diterapkan dalam proses pembelajaran karena para peserta didik bisa berpartisipasi aktif sejak awal dan meningkatkan motivasi belajarnya. Pada pembelajaran Crossword Puzzle peserta didik diarahkan untuk menyelesaikan teka-teki silang dengan penulisan istilah, kata kunci, atau konsep yang kemudian dicocokkan dengan pengertian, definisi, maupun hal yang berkaitan dengan istilah, kata kunci, dan konsep tersebut.

Strategi ini akan dapat meningkatkan motivasi pengerjaan tugas peserta didik karena Crossword Puzzle sebagai sebuah tugas relatif menyenangkan dan menantang dibandingkan penugasan lainnya. Strategi ini akan efektif jika dalam pembelajaran yang berbasis Low Order Thinking Skill (LOTS) yang peserta didik diharapkan mampu untuk menghafal dan memahami istilah, kata kunci, dan konsep yang dipelajari. Jika disesuaikan dengan karakteristik peserta didik di Kelas IX yang berjumlah 20 orang maka strategi pembelajaran ini akan lebih kondusif diterapkan jika dibandingkan pada kelas yang memiliki jumlah cukup banyak. Adapun kekurangan dari strategi ini dapat diminimalisir dengan menjadikannya sebagai tugas terstruktur sehingga guru dapat mengawasi langsung pengerjaan tugas peserta didik dan memberikan

(3)

post test,rata-rata peserta didik mendapatkan nilai yang baik. Pada siklus 1 pre test adalah 63 % pada siklus II melakukan post test dengan nilai rata-rata adalah 79,61%, Hal ini berarti peserta didik sudah semangat dalam belajar dan strategi Everyone Is a teacher Here sudah berhasil.(

https://www.ejournal.inza h.ac.id/index.php/alfikru/a rticle/view/795)

Hasil wawancara

1. Lindawati, S.Si., Gr., M.Pd (11/9/2022) Perlu strategi pendekatan personal kepada peserta didik tersebut mengenai

manfaat dari

pembelajaran tersebut.

(Guru sejawat di SMPN 3 Gilireng)

2. Lili Suriani, S.Pd (11/9/2022) Strategi yang dapat diterapkan: a.

Menumbuhkan rasa

tanggung jawab kepada peserta didik, tanggung jawab dibentuk dengan memberikan kepercayaan kepada peserta didik. b.

untuk peninjauan kembali pelajaran

atau mereview kembali

pembelajaran dalam bentuk Crossword Puzzle atau teka-teki silang dapat meningkatkan motivasi peserta didik dalam mengerjakan tugas.

https://e-proceedings.iain-

palangkaraya.ac.id/index.php/PSNIP /article/view/781

2. Kelebihan:

Hisyam dalam Oktavia dan Has (2017) menyebutkan bahwa pembelajaran Crossword Puzzle memiliki kelebihan antara lain:

a. Dapat merangsang peserta didik lebih aktif dalam belajar

b. Dapat mengembangkan

kemandirian peserta didik

c. Dapat memperdalam

pemahaman peserta didik dalam belajar

d. Membina tanggung jawab dan disiplin peserta didik

e. Adanya persaingan sehat antar peserta didik

f. Hasil belajar lebih tahan lama sesuai dengan minat belajar 3. Kekurangan:

Hisyam dalam Oktavia dan Has (2017) menyebutkan kekurangan pembelajaran Crossword Puzzle antara lain:

a. Peserta didik dapat meniru pekerjaan orang lain

instruksi dengan jelas sebelum tugas diberikan. Apabila strategi pembelajaran Crossword Puzzle diterapkan maka permasalahan rendahnya motivasi peserta didik dalam mengerjakan tugas dapat teratasi. Hal ini tentu berdampak pada meningkatnya pemahaman dan penguasaan konsep dasar peserta didik sebagai langkah awal untuk dapat melaksanakan pembelajaran berbasis HOTS yang berujung pada peningkatan hasil belajar peserta didik.

(4)

Melakukan komunikasi dengan orang tua peserta didik, menanyakan PR dan keadaan peserta didik di rumah serta perkembangan

pembelajarannya di rumah. (Guru sejawat di SMPN 3 Gilireng)

3. Andi Bungaralle, SE (12/9/2022) Guru perlu transparan, objektif, dan diberikan bimbingan khusus pada peserta didik yang bermasalah. (Guru IPS SMPN 3 Gilireng)

4. Besse Tanti S, S.T., M.M (11/9/2022) Pertama cari dulu apa penyebabnya sehingga peserta didik

tersebut berlaku

demikian. Kedua

kemungkinan tugas yang guru berikan terlalu banyak sehingga sangat menyita waktu peserta didik, Ketiga berikan tugas yang bervariasi sehingga peserta didik tidak merasa jenuh dengan tugas yang begitu saja, timbul dalam diri peserta didik, motivasi dan tantangan yang membuat mereka mau

b. Tugas peserta didik dapat dikerjakan orang lain

c. Jika sering diberikan oleh guru dapat menimbulkan kebosanan d. Bila pekerjaan tidak disertai

petunjuk yang jelas, hasil pekerjaan kemungkinan menyimpang dari tujuan.

https://journal.uir.ac.id/index.php/P eka/article/view/1183

C. Penerapan Strategi Pembelajaran Ekspositori

1. Sanjaya dalam Sari (2018) menyebutkan bahwa expository learning adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok peserta didik dengan maksud agar peserta didik dapat menguasai materi pelajaran secara optimal

2. Kelebihan:

Sari (2018) menyebutkan kelebihan strategi pembelajaran expository learning antara lain:

a. Guru bisa mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran, ia dapat mengetahui sampai sejauh mana peserta didik menguasai

bahan pelajaran yang

disampaikan.

b. Dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus

(5)

mengerjakan tugasnya (Kepala Sekolah SMPN 3 Gilireng)

5. Abd. Rahman, S. P., MM (11/9/2022) Peserta didik

tersebut perlu

pendampingan dan

pembinaan khusus, serta perlu mencari akar masalah dari peserta didik tersebut penyebab sehingga peserta didik tersebut enggan serta asal asalan mengerjakan tugas yang diberikan.

(Pengawas Sekolah Kab.

Wajo)

6. Herlina, S.Pd.I (12/9/2022)

Dengan melakukan

pendekatan kepada peserta didik tersebut

menanyakan dan

menggali kenapa peserta

didik enggan

mengerjakan tugas.. Bisa dengan praktik coaching sehingga nantinya peserta didik itu sendiri yang akn menyampaikan hal yang seharusnya dilakukan agar bisa mengerjakan tugas (Pengajar Praktik Guru Penggerak Kab. Wajo)

dikuasai peserta didik cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas.

c. Selain peserta didik dapat mendengar melalui penuturan tentang suatu materi pelajaran, juga sekaligus peserta didik bisa melihat atau mengobservasi

(melalui pelaksanaan

demonstrasi).

d. Bisa digunakan untuk jumlah peserta didik dan ukuran kelas yang besar.

3. Kekurangan:

Sari (2018) menyebutkan kekurangan strategi pembelajaran expository learning antara lain:

a. Hanya mungkin dapat dilakukan terhadap peserta didik yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik;

b. Dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan

kemampuan, perbedaan

pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar;

c. Sulit mengembangkan

kemampuan peserta didik dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis;

d. Gaya komunikasi strategi pembelajaran lebih banyak terjadi satu arah (one-way

communication), maka

(6)

kesempatan untuk mengontrol pemahaman peserta didik akan materi pembelajaran akan sangat terbatas pula dan mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki peserta didik akan terbatas pada apa yang diberikan guru.

http://digilib.ikippgriptk.ac.id/id/epri nt/597/

D. Penerapan Strategi Pembelajaran Diferensiasi

1. Logsdon menyebutkan strategi diferensiasi adalah praktik pendidikan untuk memodifikasi atau mengadaptasi instruksi , materi sekolah, isi mata pelajaran, proyek kelas, dan metode penilaian untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang berbeda dengan lebih baik. Dalam kelas yang berbeda, guru mengakui bahwa semua peserta didik berbeda dan memerlukan metode pengajaran yang bervariasi untuk menjadi sukses. Instruksi disesuaikan di seluruh bidang pelajaran untuk memungkinkan peserta didik untuk merangkul metode pengajaran yang paling sesuai untuk mereka.

Ini termasuk peserta didik dengan ketidakmampuan belajar yang mungkin tertinggal dalam pengaturan ruang kelas tradisional.

(7)

2. Kelebihan:

a. Diferensiasi efektif untuk peserta didik berkemampuan tinggi (gifted) maupun penyandang cacat (ABK)

b. Memberikan pilihan kepada peserta didik berarti bahwa mereka mengambil lebih banyak tanggung jawab untuk belajar sendiri.

c. Keterlibatan dalam pembelajaran cenderung menjadi lebih kuat karena ia menangani anak-anak sebagai individu dengan kesempatan yang sama untuk pertumbuhan.

3. Kekurangan:

a. Membutuhkan lebih banyak waktu perencanaan pelajaran bagi guru yang memiliki keterbatasan waktu.

b. Membutuhkan lebih banyak sarana prasarana dalam pengimplementasiannya.

c. Kompetensi guru dalam pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi masih rendah.

https://id.drafare.com/pelajari- manfaat-dan-kelemahan-

pengajaran-diferensiasi-di-sekolah/

E. Penerapan Strategi Pembelajaran Everyone Is a

(8)

Teacher Here

1. Suprijono dalam Aprilia (2020) menyebutkan bahwa pembelajaran Everyone Is A Teacher Here membuka peluang bagi setiap peserta didik untuk berperan sebagai guru bagi kawan- kawannya. Kegiatan tersebut akan menciptakan aktivitas belajar yang berpartisipatif dan aktif.

Selanjutnya Hamruni dalam Aprilia (2020) menyebutkan Everyone Is A Teacher Here merupakan pembelajaran yang mudah untuk memperoleh partisipasi kelas yang besar dan tanggung jawab individu.

2. Kelebihan:

Aprilia (2020) menyebutkan kelebihan strategi Everyone Is A Teacher Here antara lain:

a. Materi dapat diingat lebih lama.

b. Mendukung dan meningkatkan proses pembelajaran.

c. Dapat mengetahui mana peserta didik yang belajar dan tidak belajar.

3. Kekurangan:

Aprilia (2020) menyebutkan kelebihan strategi Everyone Is A Teacher Here antara lain:

a. Pertanyaan yang diajukan peserta didik tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran.

b. Membutuhkan waktu yang lama untuk menghabiskan semua

(9)

pertanyaan untuk kelas besar.

c. Peserta didik tidak mampu menjawab pertanyaan.

http://prosiding.unma.ac.id/index.p hp/semnasfkip/article/view/331

2 Model Pembelajaran Hasil Kajian Literatur

1. Chika Chelita Chairunnisa (2022: 155) Penerapan Model pembelajaran RADEC (read-answer- discuss-explain-create) di Kelas 4C SD Negeri Kalimulya 1 Kota Depok dapat menjadi alternatif guru untuk digunakan dalam pembelajaran IPS karena sintaksnya yang mudah dimengerti dan diaplikasikan oleh guru.

(https://www.ejournal.un ma.ac.id/index.php/educa tio/article/view/1819) 2. Ikmal Choirul Huda (2022:

3754) Sebagai model yang setipe dengan sintaks yang hampir sama, model TPS (Think Pair Share) lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis IPS pada peserta didik kelas V jika dibandingkan

Berdasarkan hasil eksplorasi alternatif solusi, alternatif solusi yang sesuai atau memungkinkan untuk diterapkan di kelas saya adalah sebagai berikut:

A. Penerapan Model Pembelajaran Read, Answer, Discuss, Explain And Create (RADEC)

1. Sopandi dalam Renaldi (2021)

Mengatakan bahwa model

pembelajaran Read, Answer, Discuss, Explain And Create (RADEC), peserta didik didorong untuk mampu berpikir kritis, mampu mengembangkan potensi yang dimiliki sehingga dapat menjadi manusia yang percaya pada Tuhan, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

2. Kelebihan:

Kaharuddin dan Hajeniati dalam Renaldi (2021) menyebutkan kelebihan model pembelajaran Read, Answer, Discuss, Explain And Create (RADEC) antara lain:

a. Memberikan kesempatan kepada

Penerapan Model

Pembelajaran TPS (Think Pair Share)

Berdasarkan hasil identifikasi masalah pembelajaran di kelas IX SMP Negeri 3 Gilireng ditemukan bahwa model pembelajaran yang dilaksanakan belum sesuai dengan karakteristik materi dan peserta didik. Hal ini dibuktikan dengan pelaksanaan model pembelajaran yang dilaksanakan menggunakan model konvensional pada hampir seluruh pembelajaran terlepas dari karakteristik materi dan peserta didik yang akan menerima pembelajaran. Setelah dieksplorasi dan dianalisis berdasarkan kajian literatur dan wawancara dengan beberapa pihak terkait ditemukan bahwa akar masalahnya adalah kompetensi guru dalam penerapan sintaks model pembelajaran.

Melalui berbagai kajian literatur dan wawancara ditemukan bahwa salah satu model pembelajaran yang dapat dijadikan sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menerapkan model pembelajaran Think Pair Share (TPS).

Mengapa?

Karena model pembelajaran Think Pair Share (TPS) adalah salah satu model pembelajaran kooperatif dengan

(10)

dengan model pembelajaran TSTS (Two

Stay Two Stray)

(https://jbasic.org/index.p hp/basicedu/article/view/1 673)

3. Meilinda Nur Kamaliah (2020). Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan yaitu model multiliterasi investigasi yang dimaknai sebagai kegiatan menyelidiki langsung berbagai sumber data baik berupa lokasi, peristiwa maupun sumber data kepustakaan (http://prosiding.unma.ac.

id/index.php/semnasfkip/a rticle/view/324)

Hasil wawancara

1. Lindawati, S.Si., Gr., M.Pd

(11/9/2022) Guru

membuat perangkat pembelajaran yang inovatif yang sesuai dengan karakteristik materi dan peserta didik yang dilakukan dengan berkolaborasi dengan guru yang lain dari segi pemahaman terhadap karakteristik peserta didik serta pembelajaran harus

guru untuk mendesain model pembelajaran yang menarik;

b. Meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik;

c. Meningkatkan kemampuan menganalisis dan membaca peserta didik;

d. Meningkatkan kerjasama dalam kelompok.

3. Kekurangan:

Kaharuddin dan Hajeniati dalam Renaldi (2021) menyebutkan kekurangan model pembelajaran Read, Answer, Discuss, Explain And Create (RADEC) antara lain:

a. Penggunaan RADEC umumnya hanya untuk bidang tertentu b. Lebih spesifik ke dalam soal

cerita.

http://repositori.unsil.ac.id/id/eprint/

3672

B.Penerapan Model Pembelajaran TPS (Think Pair Share)

1. Santosa (2022) menyebutkan model pembelajaran kooperatif TPS (Think Pair Share) merupakan model pembelajaran yang bisa membuat peserta didik belajar secara komunikatif dan adaptif.

Sikap sosial akan terbentuk setelah peserta didik melalui serangkaian

proses belajar dengan

menggunakan model ini, karena pada proses belajarnya peserta

memadukan antara belajar mandiri dan belajar secara kelompok. Nurwidiyati dalam Rahmawati (2022) menyebutkan model pembelajaran Think Pair Share (TPS) merupakan suatu cara yang efektif untuk membentuk sebuah variasi suasana pola diskusi kelas serta dapat membantu siswa dalam meningkatkan pemahamannya. Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) terdiri dari beberapa langkah, yaitu thinking, pairing, dan sharing. Sintaksnya yang sederhana menyebabkan model pembelajaran ini mudah diterapkan dalam kelas, namun juga dapat meningkatkan keaktifan belajar peserta didik di kelas. Kunandar dalam Zulfa (2022) menguraikan bahwa Think Pair Share (TPS) merupakan pembelajaran kooperatif yang menggunakan struktur kelompok dalam mengembangkan kemampuan berpikir, berpasangan, dan berbagi yang memberikan kesempatan

bagi siswa yang berguna

mengembangkan kemampuan berpikir.

Model pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS) akan dapat meningkatkan keaktifan peserta didik karena dengan diskusi kelompok yang kecil akan memunculkan tanggung jawab dari masing-masing peserta didik untuk menyelesaikan tugas bersama.

Model ini cocok diterapkan pada kelas IX yang memiliki jumlah 20 orang dengan gaya belajar yang lebih condong ke

(11)

konsisten untuk tetap

berpedoman pada

perangkat pembelajaran yang telah dibuat. (Guru sejawat di SMPN 3 Gilireng)

2. Lili Suriani, S.Pd (11/9/2022) Membuat rencana pembelajaran

dengan baik dan

menetapkan waktu

berdasarkan fase

sehingga materi yang

diajarkan bisa

tersistematis dan tercapai kompetensinya. (Guru sejawat di SMPN 3 Gilireng)

3. Andi Bungaralle, SE (12/9/2022) 1) rapat intern sekolah untuk mengevaluasi kegiatan pembelajaran setiap bulan; 2) penghargaan bagi guru inovatif; dan 3) evaluasi objektivitas pembelajaran (Guru IPS SMPN 3 Gilireng)

4. Besse Tanti S, S.T., M.M (11/9/2022) Pendidikan dan pelatihan perlu diberikan kepada guru, aktif mengikuti kegiatan MGMP, sehingga guru

tersebut dapat

didik dituntut untuk bekerja sama.

http://repository.unpas.ac.id/57255/

2. Kelebihan:

Latifah & Luritawaty (2020) menyebutkan kelebihan model pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS) antara lain:

a. Kesempatan berpikir secara individu terbuka lebar. Peserta didik juga berkesempatan bertanya banyak hal yang belum dipahami mengenai materi yang diajarkan.

b. Peserta didik dapat terlatih memahami konsep dengan baik karena harus bekerja sama dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan (penyelesaian), serta melatih peserta didik untuk menghargai pendapat temannya.

c. Keaktifan dan keberanian peserta didik terlatih melalui kegiatan menyampaikan serta menanggapi pendapat.

d. Guru berkesempatan memantau dan membimbing peserta didik secara leluasa dalam proses pembelajaran.

3. Kekurangan:

Latifah & Luritawaty (2020) menyebutkan kekurangan model pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS) antara lain:

a. Sulitnya membuat semua

metode diskusi menyebabkan model ini akan lebih efektif dilaksanakan.

Disamping itu juga model pembelajaran ini adaptif dapat digunakan pada pembelajaran berbasis LOTS maupun HOTS. Adapun kekurangan dari model ini relatif lebih mudah diatasi dengan karakteristik peserta didik tersebut tetapi membutuhkan pendampingan kepada peserta didik yang kurang bisa aktif dalam berdiskusi.

Dengan demikian apabila model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dilaksanakan maka permasalahan penggunaan model pembelajaran konvensional dapat diminimalisir. Hal ini tentu berdampak pada meningkatnya pemahaman dan penguasaan konsep peserta didik, disamping itu pula model ini cocok digunakan untuk pembelajaran materi pada tingkatan HOTS sehingga peningkatan hasil belajar dan penguasaan kompetensi peserta didik dapat dicapai.

(12)

termotivasi untuk melakukan pembelajaran yang baik. Bukan sekedar asal mengajar saja (Kepala Sekolah SMPN 3 Gilireng)

5. Abd. Rahman, S. P., MM (11/9/2022) Melakukan pembelajaran

berdiferensiasi yang memenuhi kebutuhan belajar murid dengan perbedaan strategi pembelajaran, metode mengajarnya,

penugasannya,

penilaiannya dan sumber belajarnya (Pengawas Sekolah Kab. Wajo)

6. Herlina, S.Pd.I (12/9/2022) Dengan merubah cara mengajar agar peserta didik lebih tertarik dan memiliki motivasi dalam

belajar dengan

menghadirkan

pembelajaran yang

nyaman dan

menyenangkan sesuai kebutuhan peserta didik

tentunya dengan

penggunaan media

pembelajaran. (Pengajar Praktik Guru Penggerak Kab. Wajo)

peserta didik dapat terlibat aktif b. Kesulitan menangani peserta

didik yang mengalami

perselisihan dalam diskusi kelompok.

c. Kondisi kurang kondusif dengan banyaknya kelompok yang melaporkan kesulitan.

d. Fokus beberapa peserta didik tidak terarah selama presentasi berlangsung.

e. Beberapa peserta didik masih kesulitan dalam menyampaikan dan menanggapi pendapat.

https://journal.institutpendidikan.ac .id/index.php/mosharafa/article/vie w/mv9n1_04

C. Penerapan model pembelajaran investigasi kelompok

1. Narudin dalam (20) menyatakan bahwa group investigation (investigasi kelompok) merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas peserta didik untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau internet”

2. Kelebihan:

Kurniasih dan Berlin dalam (20) menyebutkan kelebihan dari model

(13)

pembelajaran kooperatif Investigasi Kelompok adalah:

a. Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar peserta didik dalam kelompok tanpa memandang latar belakang.

b. Melatih peserta didik untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi dan mengemukakan pendapatnya.

c. Memotivasi dan mendorong peserta didik agar aktif dalam proses belajar mulai dan tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

3. Kekurangan:

Kurniasih dan Berlin dalam (20) menyebutkan kekurangan dari model pembelajaran kooperatif Investigasi Kelompok adalah:

a. Merupakan model paling kompleks dan paling sulit dilakukan dalam proses belajar mengajar;

b. Dalam pelaksanaannya membutuhkan waktu yang relatif lama;

https://jurnal.unigal.ac.id/index.php /J-KIP/article/view/6330

3 Model Pembelajaran Hasil Kajian Literatur

1. Nina Anggraeni (2019:

Berdasarkan hasil eksplorasi alternatif solusi, alternatif solusi yang sesuai atau memungkinkan untuk diterapkan di kelas saya adalah sebagai berikut:

Penerapan Model

Pembelajaran Problem Based

Berdasarkan hasil identifikasi masalah pembelajaran di kelas IX SMP Negeri 3 Gilireng ditemukan bahwa peserta didik tidak dapat mengaplikasikan materi

(14)

104) Penerapan model pembelajaran investigasi

kelompok efektif

meningkatkan kemampuan

menyelesaikan soal HOTS mata pelajaran IPS baik peserta didik yang memiliki kemampuan awal tinggi ataupun peserta didik yang memiliki kemampuan

awal rendah

(http://jurnalpuslitjakdikbu d.kemdikbud.go.id/index.

php/litjak/article/view/299 )

2. Muhammad Farhan (2019)

Penerapan model

pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berorientasi Higher Other Thinking Skill (HOTS) dapat meningkatkan hasil belajar pada kelas VIII C SMPN 2 Ponorogo (https://journal.student.un y.ac.id/index.php/social- studies/article/view/15759 3. Handika Arianto (2020)) Kelas yang menggunakan model pembelajaran Case Based Learning (CBL) berbasis HOTS memiliki

A.Penerapan model pembelajaran investigasi kelompok

1. Narudin dalam (20) menyatakan bahwa group investigation (investigasi kelompok) merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas peserta didik untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau internet”

2. Kelebihan:

Kurniasih dan Berlin dalam (20) menyebutkan kelebihan dari model pembelajaran kooperatif Investigasi Kelompok adalah:

a. Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar peserta didik dalam kelompok tanpa memandang latar belakang.

b. Melatih peserta didik untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi dan mengemukakan pendapatnya.

c. Memotivasi dan mendorong peserta didik agar aktif dalam proses belajar mulai dan tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

Learning dalam pemecahan masalah dalam pembelajaran studi kasus dan penyelesaian soal HOTS. Hal ini dibuktikan dengan ketidakmampuan peserta didik dalam menganalisis studi kasus dan soal HOTS sehingga jawaban yang diberikan kurang tepat. Setelah dieksplorasi dan dianalisis berdasarkan kajian literatur dan wawancara dengan beberapa pihak terkait ditemukan bahwa akar masalahnya adalah penggunaan model pembelajaran yang tidak efektif untuk pembelajaran studi kasus dan tingkatan HOTS.

Melalui berbagai kajian literatur dan wawancara ditemukan bahwa salah satu model pembelajaran yang dapat dijadikan sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

Mengapa?

Karena model pembelajaran Problem Based Learning merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada peserta didik, pengertian model berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk memecahkan suatu masalah melalui tahapan-tahapan metode ilmiah sehingga peserta didik dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan

(15)

kemampuan berpikir kontekstual lebih tinggi dibandingkan kelas yang menggunakan model pembelajaran

konvensional.

(http://etheses.iainponoro go.ac.id/9168/)

4. Triska Rindiana (2022) Model pembelajaran RADEC dapat menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan higher order thinking skill dalam pembelajaran IPS di

sekolah dasar

(https://autentik.stkippgri sumenep.ac.id/index.php/

autentik/article/view/186) Hasil wawancara

1. Lindawati, S.Si., Gr., M.Pd (11/9/2022) Peserta didik

harus memiliki

pemahaman konsep yang baik, disertai kemampuan berpikir kritis, kreatif,

kolaborasi dan

komunikatif yang akan membantu peserta didik

dapat melakukan

pemecahan masalah dan kemampuan HOTS. (Guru sejawat di SMPN 3 Gilireng)

3. Kekurangan:

Kurniasih dan Berlin dalam (20) menyebutkan kekurangan dari model pembelajaran kooperatif Investigasi Kelompok adalah:

a. Merupakan model paling kompleks dan paling sulit dilakukan dalam proses belajar mengajar;

b. Dalam pelaksanaannya membutuhkan waktu yang relatif lama;

https://jurnal.unigal.ac.id/index.php /J-KIP/article/view/6330

B.Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning

1. Setyo dkk (2020) menyebutkan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) menjadi suatu model pembelajaran

menghadirkan berbagai

permasalahan dalam dunia nyata peserta didik untuk dijadikan sebagai sumber dan sarana belajar sebagai usaha untuk memberikan pengalaman dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis keterampilan pemecahan masalah

tanpa mengesampingkan

pengetahuan dan konsep yang menjadi tujuan pembelajaran.

2. Kelebihan:

Setyo dkk (2020) menyebutkan kelebihan model pembelajaran

untuk memecahkan masalah. Jadi model ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik dalam bekerja dan dapat

mengembangkan hubungan

interpersonal dalam bekerja secara kelompok.

Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) sebagai fokus pengalaman belajar terorganisir dalam penyelidikan dan penyelesaian masalah di dunia. Peserta didik diposisikan sebagai pemecah masalah yang aktif, berusaha untuk mengidentifikasi akar masalah dan kondisi yang diperlukan untuk mencari solusi. Penggunaan metode belajar studi kasus sebagai salah satu langkah untuk membiasakan peserta didik dalam berpikir kritis terhadap fenomena yang ada di

lingkungannya, namun pada

kenyataannya metode ini tidak efektif dilaksanakan kepada peserta didik. Hal ini karena pelaksanaan sintaks model pembelajaran berbasis masalah tidak dilaksanakan dengan baik terutama pada pembelajaran konsep dasar dan motivasi dengan apersepsi dan pemahaman tujuan pembelajaran. Jika diterapkan pada kelas IX SMP Negeri 3 Gilireng nantinya menjadi catatan pertama adalah penentuan strategi atau metode yang dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik dan pemberian materi konsep atau materi

(16)

2. Lili Suriani, S.Pd (11/9/2022) Peserta didik harus diajarkan untuk membangun konsep, karena konsep membantu

dalam mengatur

pemikiran. (Guru sejawat di SMPN 3 Gilireng)

3. Andi Bungaralle, SE (12/9/2022) Membiasakan

peserta didik

mengamati,membandingk an melalui kegiatan literasi membaca, menonton, mendengar atau menulis serta menganalisa suatu kejadian agar peserta didik mengawali diri

dengan pemikiran

alamiah dan terampil memecahkan masalah (Guru IPS SMPN 3 Gilireng)

4. Besse Tanti S, S.T., M.M (11/9/2022)

Memperbanyak latihan soal2 tingkat HOTS (Kepala Sekolah SMPN 3 Gilireng)

5. Abd. Rahman, S. P., MM (11/9/2022) Peserta didik harus dilatih tentang

HOTS sebagai

keterampilan dengan

Problem Based Learning antara lain:

a. Meningkatkan aktivitas belajar peserta didik bukan hanya sekedar menghafal namun lebih pada proses berpikir kritis dan ilmiah melalui pemecahan masalah sehari-hari;

b. Menumbuhkan kemandirian peserta didik untuk memahami berbagai masalah nyata dan alternatif pemecahannya;

c. Meningkatkan kemampuan kolaborasi dan komunikasi melalui kegiatan kelompok dan presentasi;

d. Meningkatkan minat dan motivasi belajar peserta didik karena berhubungan dengan masalah yang dihadapinya;

e. Melatih kemampuan peserta didik untuk mengevaluasi sendiri proses dan hasil belajarnya; dan f. Pembelajarannya lebih bermakna

untuk mengembangkan

kemampuan peserta didik dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

3. Kekurangan:

Sanjaya dalam Setyo dkk (2020) menyebutkan kekurangan Model pembelajaran Problem Based Learning antara lain:

a. Sulitnya menemukan solusi pemecahan masalah ketika

prasyarat dengan baik sebelum melangkah pada penggunaan model ini.

Adapun keterbatasan waktu persiapan dapat dilakukan sebelum waktu pembelajaran berlangsung atau pada pertemuan sebelumnya.

Dengan demikian, apabila model pembelajaran Problem Based Learning diterapkan maka permasalahan rendahnya pengaplikasian materi oleh peserta didik dalam pembelajaran studi kasus dan soal HOTS dapat teratasi. Hal ini tentunya berdampak pada hasil belajar peserta didik dengan mereka

mampu untuk menerapkan

pembelajaran berbasis HOTS dengan baik.

(17)

memilih model pembelajaran inovatif seperti pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran

penemuan, dan

pemecahan masalah secara kreatif (Pengawas Sekolah Kab. Wajo)

6. Herlina, S.Pd.I (12/9/2022) Salah satunya dengan memilih stimulus yang tepat dan kontekstual kepada peserta didik sehingga dia termotivasi untuk komunikatif dan guru selalu merancang

perencanaan dan

pembelajaran berbasis

HOTS, cakap

memanfaatkan media, metode dan model yg

mendukung tujuan

berbasis HOTS. (Pengajar Praktik Guru Penggerak Kab. Wajo)

peserta didik tidak memiliki minat dan kepercayaan diri sehingga peserta didik enggan untuk mencoba.

b. Membutuhkan lebih banyak waktu untuk persiapan

c. Butuh pemahaman yang mendalam tentang tujuan yang akan dipelajari agar peserta didik belajar sesuatu dari yang ingin ia pelajari.

Setyo, A.A., Fathurrahman, M., dan Anwar, Z. (2020). Strategi Pembelajaran Problem Based Learning. Makassar: Yayasan Barcode

C. Penerapan model pembelajaran Case Based Learning (CBL)

1. Dewi 2015 menyatakan bahwa Case Based Learning (CBL) model yang menggunakan kasus nyata yang telah didokumentasikan dengan baik sebagai sarana pembelajaran. Peserta didik harus menggali dan menemukan problem serta pemecahan dari kasus yang diberikan tersebut dibawah pengarahan guru di dalam suatu kegiatan diskusi.

2. Kelebihan:

Trianto dalam Dewi (2015) menyebutkan kelebihan model pembelajaran model pembelajaran Case Based Learning (CBL) adalah:

(18)

a. Peserta didik dapat mengungkapkan kasus atau isu dan menggunakan kasus yang mereka hubungkan dengan situasi yang baru.

b. Peserta didik dapat

mengembangkan analisa, berkolaborasi, dan terampil berkomunikasi.

c. Peserta didik lebih terlibat dalam proses pembelajaran.

d. Dengan pembelajaran berbasis kasus dapat mengembangkan keterampilan peserta didik dalam pembelajaran kelompok, berbicara, dan berpikir kritis https://e-

journal.undikma.ac.id/index.php/hy drogen/article/view/687

3. Kekurangan:

Azzahra (2017) menyebutkan kekurangan model pembelajaran Case Based Learning (CBL) sebagai berikut:

a. Tidak semua informasi/materi dapat diberikan, bila dibandingkan dengan metode tradisional lain seperti ceramah (satu arah)

b. CBL tidak efektif untuk mentransmisikan bahan/materi dalam jumlah yang banyak

c. Penggunaan Case Based Learning tidak dapat memecahkan semua hal (the ills)

(19)

https://repository.uinjkt.ac.id/dspac e/bitstream/123456789/36893/2/AZ KA%20AZZAHRA-FITK.pdf

D. Penerapan Model

Pembelajaran Read, Answer, Discuss, Explain And Create (RADEC)

1. Sopandi dalam Renaldi (2021)

Mengatakan bahwa model

pembelajaran Read, Answer, Discuss, Explain And Create (RADEC), peserta didik didorong untuk mampu berpikir kritis, mampu mengembangkan potensi yang dimiliki sehingga dapat menjadi manusia yang percaya pada Tuhan, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

2. Kelebihan:

Kaharuddin dan Hajeniati dalam Renaldi (2021) menyebutkan kelebihan model pembelajaran Read, Answer, Discuss, Explain And Create (RADEC) antara lain:

a. Memberikan kesempatan kepada guru untuk mendesain model pembelajaran yang menarik;

b. Meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik;

c. Meningkatkan kemampuan menganalisis dan membaca

(20)

peserta didik;

d. Meningkatkan kerjasama dalam kelompok.

3. Kekurangan:

Kaharuddin dan Hajeniati dalam Renaldi (2021) menyebutkan kekurangan model pembelajaran Read, Answer, Discuss, Explain And Create (RADEC) antara lain:

a. Penggunaan RADEC umumnya hanya untuk bidang tertentu b. Lebih spesifik ke dalam soal

cerita.

http://repositori.unsil.ac.id/id/eprint/

3672

E. Penerapan Model Pembelajaran discovery

1. PG Dikdas dalam Fajri (2019) menjelaskan dimana model Discovery learning terkait dengan bagaimana peserta didik memahami konsep, arti, dan hubungan melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Discovery terjadi bila peserta didik terlibat terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip yang dilakukan melalui kegiatan observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan, dan inferensi.

Proses di atas disebut cognitive process atau the mental process of

(21)

assimilating concepts and principles in the mind.

2. Kelebihan:

Westwood dalam Khasinah (2021) menyebutkan bahwa model discovery memiliki kelebihan antara lain:

a. Peserta didik terlibat dalam proses pembelajaran secara aktif dan topik pembelajaran biasanya meningkatkan motivasi intrinsik.

b. Aktivitas belajar biasanya lebih bermakna daripada latihan kelas dan mempelajari buku teks saja.

c. Peserta didik memperoleh keterampilan investigatif dan

reflektif yang dapat

digeneralisasikan dan diterapkan dalam konteks lain.

d. Peserta didik mempelajari keterampilan dan strategi baru.

e. Pendekatan dari metode ini dibangun di atas pengetahuan dan pengalaman awal peserta didik.

f. Metode ini mendorong kemandirian peserta didik dalam belajar.

g. Metode ini diyakini mampu membuat peserta didik lebih mungkin untuk mengingat konsep, data atau informasi jika mereka temukan sendiri.

h. Metode ini mendukung peningkatan kerja kelompok.

(22)

3. Kekurangan:

Westwood dalam Khasinah (2021) menyebutkan bahwa model discovery memiliki kelebihan antara lain:

a. Penggunaan metode ini menghabiskan banyak waktu;

b. Penerapan metode ini membutuhkan lingkungan belajar yang kaya sumber daya:

c. Kualitas dan keterampilan peserta didik menentukan hasil atau efektifitas metode ini;

d. Kemampuan memahami dan mengenali konsep tidak bisa diukur hanya dari keaktifan peserta didik di kelas;

e. Peserta didik sering mengalami kesulitan dalam membentuk opini, membuat prediksi, atau menarik kesimpulan;

f. Sebagian guru belum tentu mahir mengelola pembelajaran Discovery;

g. Tidak semua guru mampu memantau kegiatan belajar secara efektif.

https://jurnal.ar-

raniry.ac.id/index.php/mudarrisuna/

article/view/5821

F. Penerapan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) 1. Wena dalam Anggraini (2021)

menyebutkan bahwa Project Based

(23)

Learning adalah model yang menggunakan persoalan masalah dalam sistemnya dengan tujuan mempermudah peserta didik dalam

proses pemahaman serta

penyerapan teori yang diberikan.

Model tersebut menggunakan pendekatan kontekstual serta menumbuhkan keahlian peserta didik dalam berpikir kritis. Sehingga

mampu mempertimbangkan

keputusan paling baik yang diambil sebagai solusi penyelesaian dalam permasalahan yang diterima.

Mempertimbangkan baik buruknya suatu keputusan yang digunakan sebagai solving juga termasuk dalam teori yang diberikan.

2. Kelebihan:

Djamarah dan Zain dalam Anggraini (2021) menyebutkan kelebihan model pembelajaran PjBL adalah:

a. Melatih peserta didik dalam memperluas pemikirannya mengenai masalah dalam kehidupan yang harus diterima;

b. Memberikan pelatihan langsung kepada peserta didik dengan

cara mengasah serta

membiasakan mereka melakukan berpikir kritis serta keahlian dalam kehidupan sehari-hari;

c. Penyesuaian dengan prinsip modern yang pelaksanaannya

(24)

harus dilakukan dengan mengasah keahlian peserta didik, baik melalui praktek, teori serta pengaplikasiannya

3. Kekurangan:

Trianto dalam Anggraini (2021) menyebutkan kelebihan model pembelajaran PjBL adalah:

a. Sikap aktif peserta didik dapat menimbulkan situasi kelas yang kurang kondusif, oleh karena itu memberikan peluang beberapa menit diperlukan untuk membebaskan peserta didik berdiskusi. Jika dirasa waktu diskusi mereka sudah cukup maka proses analisa dapat dilakukan dengan tenang;

b. Penerapan alokasi waktu untuk peserta didik telah diterapkan namun tetap membuat situasi pengajaran tidak kondusif. Maka pendidik berhak memberikan waktu tambahan secara bergantian pada tiap kelompok.

https://journal.unesa.ac.id/index.ph p/jpap/article/view/9902

4 Strategi Pembelajaran Hasil Kajian Literasi

1. Sri Hartati (2022: 446) Terdapat pengaruh strategi pembelajaran discovery berbantu aplikasi kelas pintar

Berdasarkan hasil eksplorasi alternatif solusi, alternatif solusi yang sesuai atau memungkinkan untuk diterapkan di kelas saya adalah sebagai berikut:

A.Penerapan Strategi

Pembelajaran discovery (berbantu platform ICT)

Penerapan Strategi

Pembelajaran Discovery (berbantu media

Chromebook)

Berdasarkan hasil identifikasi masalah pembelajaran di kelas IX SMP Negeri 3 Gilireng ditemukan bahwa peserta didik memiliki kemampuan literasi digital untuk pembelajaran yang rendah. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan yang rendah dalam hal penelusuran informasi, penggunaan sosial media, dan

(25)

terhadap kemampuan literasi digital peserta didik dan literasi digital kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol setelah diberi perlakukan di sekolah SMP Islam Terpadu (IT) All-Hijrah 2

Lalut Dendang.

(https://ejournal.insuripon orogo.ac.id/index.php/sca ffolding/article/view/1413) 2. Heni Widianti (2021: 113) Strategi Peningkatan Literasi Digital Dalam Pembelajaran Di SMAN 1 Tanjunganom oleh guru matematika di SMAN 1 Tanjunganom antara lain:

(1) Penguatan karakter dan tanggung jawab dalam penggunaan media digital sebagai sarana pembelajaran

Matematika; (2)

Memberikan pemahaman akan pentingnya literasi

digital dalam

pembelajaran

Matematika; (3)

Pembiasaan penggunaan dan pemanfaatan media digital untuk proses pembelajaran; (3) Menyiapkan link-link

1. Saifudin dalam Fajri (2019) menyebutkan Discovery learning merupakan strategi pembelajaran yang cenderung meminta peserta didik untuk melakukan observasi, eksperimen, atau tindakan ilmiah hingga mendapatkan kesimpulan dari hasil tindakan ilmiah tersebut.

https://ojs.unars.ac.id/index.php/pg sdunars/article/view/478

2. Kelebihan:

Roestiyah dalam Munawarah (2021) menyebutkan bahwa strategi discovery memiliki kelebihan antara lain:

a. Membantu peserta didik mengembangkan,

mempersiapkan serta menguasai perkembangan dalam proses kognitif.

b. Peserta didik memperoleh pengetahuan yang bersifat individual sehingga pengetahuan tersebut berkesan dan akan lama bertahan dalam pikiran peserta didik.

c. Membangkitkan motivasi belajar peserta didik

d. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuannya

e. Mampu mengarahkan gaya belajar peserta didik sehingga peserta didik memiliki motivasi

pembuatan konten untuk pembelajaran.

Setelah dieksplorasi dan dianalisis berdasarkan kajian literatur dan wawancara dengan beberapa pihak terkait ditemukan bahwa akar masalah strategi pembelajaran berbasis teknologi informasi yang dilaksanakan belum

optimal dalam pelaksanaan

pembelajaran.

Melalui berbagai kajian literatur dan wawancara ditemukan bahwa salah satu strategi pembelajaran yang dapat dijadikan sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menerapkan strategi pembelajaran Discovery learning.

Mengapa?

Karena strategi pembelajaran Discovery learning adalah dimana proses penemuan (discovery) dalam pembelajaran akan membantu siswa untuk memahami dan menganalisis proses kreativitas dan pengambilan keputusan dari temuannya. Strategi ini akan tepat jika diintegrasikan dengan media ICT dengan peserta didik melakukan penelusuran konten dan informasi di internet dalam rangka mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan peserta didik.

Strategi ini akan dapat meningkatkan kemampuan literasi digital peserta didik karena dengan pembiasaan peserta didik menelusuri informasi dari internet dikombinasikan dengan pembelajaran

(26)

pembelajaran; serta (4) Menggunakan aplikasi-

aplikasi dalam

pembelajaran.

(http://www.ejournal.stai mnglawak.ac.id/index.php /lentera/article/view/441) 3. Miliantoro Argo Pambudi

(2022: 644) Strategi yang dapat diterapkan oleh guru untuk meningkatkan literasi digital peserta didik adalah perubahan

metode dalam

pembelajaran, perubahan

media dalam

pembelajaran, dan meningkatkan karakter dan tanggung jawab peserta didik dalam menggunakan media digital sebagai sarana pembelajaran.

(https://ejournal.unesa.ac.

id/index.php/inspirasi- manajemen-

pendidikan/article/view/48 999)

Hasil wawancara

1. Lindawati, S.Si., Gr., M.Pd (11/9/2022) Adanya miskonsepsi

pembelajaran berbasis TIK dengan peserta didik

yang kuat untuk belajar

f. Membantu menambah dan memupuk rasa percaya diri dengan melakukan proses penemuan sendiri.

g. Strategi ini berpusat pada peserta didik, guru hanya berperan sebagai pembimbing dan fasilitator

3. Kekurangan:

Mulyasa dalam Munawarah (2021) menyebutkan bahwa strategi discovery memiliki kelebihan antara lain:

a. Strategi ini menimbulkan asumsi bahwa seluruh peserta didik memiliki kesiapan pikiran untuk belajar. Hal ini akan berdampak pada peserta didik yang kurang pandai, karena akan mengalami kesulitan sehingga dapat menimbulkan frustasi.

b. Strategi ini tidak efisien untuk kelas yang jumlah peserta didiknya banyak.

c. Harapan yang terkandung pada strategi ini akan buyar jika guru dan peserta didik telah terbiasa

dengan pembelajaran

konvensional.

d. Strategi ini cocok untuk pengembangan pemahaman dibandingkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat

literasi digital maka akan meningkatkan kemampuan literasi digital peserta didik.

Jika dikondisikan pada kelas IX dan dengan jumlah yang sedikit maka fasilitas di sekolah dapat dikatakan lebih dari cukup dengan adanya fasilitas Chromebook yang dapat digunakan oleh peserta didik mengakses internet dan terbatasnya halaman yang dapat diakses menyebabkan peserta didik dapat dihindarkan dari distraksi dengan membuka hal yang tidak sesuai dengan pembelajaran. Hal yang dapat dilakukan untuk meminimalisir kelemahan strategi ini adalah 1) melakukan asesmen diagnostik sebelum pembelajaran dengan melihat pengetahuan dasar peserta didik dalam hal materi maupun keterampilan penggunaan internet, dan 2) membiasakan peserta didik dalam model pembelajaran inovatif sehingga peserta didik mengenal model di luar model pembelajaran konvensional.

Dengan demikian, apabila strategi pembelajaran Discovery learning berbantukan ICT diterapkan maka permasalahan rendahnya kemampuan literasi digital peserta didik dapat diatasi. Hal ini tentu berdampak pada meningkatnya pemahaman dan keterampilan literasi digital peserta didik sebagai langkah awal mengefektifkan internet sebagai sumber belajar yang baik yang berujung pada peningkatan hasil belajar peserta didik.

(27)

hanya ditekankan untuk mampu mengoperasikan alat teknologi dan

internet tanpa

membekalinya dengan pemahaman literasi digital. Strategi yang dapat digunakan adalah habituasi penggunaan dunia digital dengan memaksimalkan empat kompetensi literasi digital (informasi, komunikasi, konten, dan keamanan) (Guru sejawat di SMPN 3 Gilireng)

2. Lili Suriani, S.Pd (11/9/2022) Beberapa hal yang dapat dilakukan

adalah dengan

penambahan bahan

bacaan literasi digital di

perpustakaan dan

penggunaan aplikasi edukatif sebagai sumber belajar. (Guru sejawat di SMPN 3 Gilireng)

3. Andi Bungaralle, SE (12/9/2022) Solusinya dalam berliterasi perlu di- cover oleh link khusus yang tidak memberi kesempatan membuka sinyal game dll yang tidak relevan (Guru IPS SMPN 3

perhatian.

http://download.garuda.kemdikbud.

go.id/article.php?

article=2346711&val=22611&title

=Strategi%20Discovery

%20Learning%20dalam

%20Pembelajaran%20Peserta didik

%20Usia%20Dini

B. Penerapan Strategi Pembelajaran Berbasis ICT

1. Huda dalam Waluyo (2022) menyebutkan bahwa ICT adalah aspek yang melibatkan teknologi, rekayasa, dan teknik pengelolaan

yang digunakan dalam

pengendalian dan pemrosesan informasi serta penggunaannya, hubungan komputer dengan manusia dan hal yang berkaitan dengan sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Adapun strategi pembelajaran berbasis ICT adalah pengotimalisasian ICT dalam proses pembelajaran baik sebagai media maupun sumber belajar.

2. Kelebihan:

Huda dalam Waluyo (2022) menyebutkan dampak positif pembelajaran berbasis ICT yaitu:

a. Peserta didik jadi lebih mudah dalam belajar, karena kebanyakan peserta didik lebih suka praktek dibandingkan teori.

b. Guru akan lebih mudah mengajar

(28)

Gilireng)

4. Besse Tanti S, S.T., M.M (11/9/2022) Senantiasa mengingatkan peserta didik pentingnya literasi digital dan mengarahkan peserta didik untuk memanfaatkan peralatan TIK yang berhubungan dengan pembelajaran, (Kepala Sekolah SMPN 3 Gilireng)

5. Abd. Rahman, S. P., MM (11/9/2022) Strategi yang dapat dilakukan 1)

Penambahan bahan

bacaan literasi digital di

perpustakaan, 2)

Penggunaan aplikasi- aplikasi edukatif sebagai sumber belajar warga

sekolah, dan 3)

Penyediaan situs-situs edukatif sebagai sumber belajar warga sekolah (Pengawas Sekolah Kab.

Wajo)

6. Herlina, S.Pd.I (12/9/2022) Guru harus mulai sejak

dini memberikan

pembelajaran berbasis digital kepada peserta

didik dengan

menggunakan media bersama peserta didik

dan mudah menyampaikan materi dengan membuat presentasi.

c. Bagi guru maupun peserta didik, pemberian dan penerimaan materi atau tugas tidak harus bertatap muka, jadi jika guru berhalangan tetap dapat memberi tugas melalui e-mail, WA, maupun LMS.

d. Dalam membuat laporan baik bagi guru maupun peserta didik jadi lebih mudah karena jika memakai komputer akan mudah dikoreksi jika ada kesalahan.

e. Dalam belajar akan lebih mudah mencari sumber informasi

f. Pembelajaran dengan media ICT bisa dibuat lebih menarik, misalnya dengan memunculkan gambar atau suara sehingga peserta didik lebih antusias untuk belajar.

3. Kekurangan:

Huda dalam Waluyo (2022) menyebutkan dampak negatif pembelajaran berbasis ICT yaitu:

a. Pembelajaran yang

menggunakan ICT hanya bisa dilakukan oleh sekolah yang mampu, bagi sekolah-sekolah yang kurang mampu akan ketinggalan dan peserta didiknya akan kesulitan jika mereka masuk ke sekolah lanjutan di

(29)

menggunakan platform berbasis digital dalam pembelajaran. (Pengajar Praktik Guru Penggerak Kab. Wajo)

kota besar yang telah sering

menggunakan media

pembelajaran ICT.

b. Dalam pembelajaran peserta didik yang tidak antusias dalam menerima materi seringkali lebih suka main game selama pembelajaran, sehingga mereka tidak konsentrasi dan tidak menerima materi yang diajarkan.

Referensi

Dokumen terkait

11 Dapat disimpulkan bawa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu model pembelajaran yang memiliki kekurangan seperti bagi peserta

Hal ini karenakan pada model Problem Based Learning, peserta didik lebih aktif dalam proses pembelajaran karena masalah yang diselesaikan oleh peserta didik yakni

Melalui pembelajaran aktif dengan pendekatan saintifik dalam model pembelajaran inquiry leraning, discovery learning, problem based learning dan project based learning, peserta

Melalui model pembelajaran  problem based learning dan  problem based learning dan project based learning project based learning ,, peserta didik menggali informasi peserta

Menggunakan salah satu model pembelajaran inovatif yaitu model Pembelajaran Basic Learning PBL yang melibatkan peserta didik dalam aktivitas pemecahan masalah ,dengan metode diskusi

Lembar kerja Peserta Didik LKPD Pembelajaran Berbasisi Masalah Problem-based Learning Kegiatam inti • Peserta didik diarahkan untuk duduk bersama sesuai kelompok masing- masing

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat menyimpulkan bahwa : 1 model pembelajaran flipped learning menjadikan peserta didik lebih banyak aktif dan terlibat dalam proses

karena model tersebut merupakan model Kelebihan model pembelajaran Projek Based Learning adalah  Meningkatkan motivasi peserta didik untuk belajar  Peserta didik mampu memperoleh