Makalah Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
“HIPERTENSI”
Disusun Oleh:
Kelompok 5
Nur Arifah (2000029242) Eris Sanjaya (2000029243) Putri Aprilia Linda Dewi (2000029246) Fazira Zuda Ramadhona (2000029247) Nabila Nur Rahma (2000029248) Erlina Adhia Riyane (2000029250) Saphna Razkilla Varza Wahid (1900029288)
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA
2022/2023
2 DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ... 2
A. Definisi penyakit hipertensi ... 3
B. Epidemiologi frekuensi penyakit hipertensi ... 3
C. Etiologi penyakit hipertensi ... 5
D. Patofisiologi penyakit hipertensi ... 5
E. RAP (Riwayat Alamiah Penyakit) penyakit hipertensi ... 6
F. Faktor risiko penyakit hipertensi ... 7
G. Pencegahan dan pengendalian penyakit hipertensi ... 7
DAFTAR PUSTAKA ... 10
3 A. Definisi penyakit hipertensi
Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (Silent Killer), karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai dengan gejala lebih dahulu (Hastuti, 2019).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal. Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan usia. Berbagai faktor dapat memicu terjadinya hipertensi, walaupun sebagian besar (90%) penyebab hipertensi tidak diketahui (hipertensi essential). Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah dari tepi dan peningkatan volume aliran darah (Hastuti, 2019).
Seseorang dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik
≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan yang berulang. Tekanan darah sistolik merupakan pengukur utama yang menjadi dasar penentuan diagnosis hipertensi (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015).
B. Epidemiologi frekuensi penyakit hipertensi 1. Prevalensi secara global
WHO mengestimasikan saat ini prevalensi hipertensi secara global sebesar 22% dari total penduduk dunia. Dari sejumlah penderita tersebut, hanya kurang dari seperlima yang melakukan upaya pengendalian terhadap tekanan darah yang dimiliki. Prevalensi Hipertensi di dunia Menurut WHO, 2019: dimana wilaya Afrika memiliki prevalensi Hipertensi tertinggi sebesar 27%, posisi kedua ada mediterania Timur sebesar 26%, dan di posisi ke tiga yaitu Asia Tenggara sebesar 25%. Di Posisi ke empat ada Eropa sebesar 23%, selanjutnya bagian pasifik barat sebesar 19% dan Amerika sebesar 18%.
4 sekitar 5 hingga 10% hipertensi pada orang dewasa disebabkan oleh hipertensi sekunder (pusdatin kemenkes RI,2019).
Prevalensi hipertensi sekunder bervariasi dengan usia, yang paling umum pada usia ekstrim, terhitung 70 sampai 85 persen dari kasus hipertensi pada anak-anak kurang dari 12 tahun, dan sekitar 17 persen kasus pada orang dewasa usia 65 dan lebih tua. Prevalensi hipertensi sekunder paling rendah pada pasien hipertensi yang berusia 19 sampai 39 tahun sebesar 5 persen. Prevalensi pada remaja (12 sampai 18 tahun) adalah 10 sampai 15% (Hedge.S, et al., 2022).
2. Prevalensi di Indonesia
Berdasarkan Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2018 terhadap 658.201 subjek penelitian dari seluruh provinsi di Indonesia, prevalensi hipertensi menurut diagnosis dokter pada penduduk >18 tahun berada pada angka 8,36%. Angka ini terlampau jauh dari prevalensi hipertensi pada penduduk >18 tahun berdasarkan hasil pengukuran secara nasional sebesar 34,11%. Data tersebut menunjukkan tingginya prevalensi hipertensi yang belum terdeteksi di masyarakat Indonesia. Selain itu, kepatuhan minum obat secara rutin pada subjek yang telah didiagnosis hipertensi hanya berada pada 54,40% (Riskesdas,2018).
3. Prevalensi di DIY
Berdasarkan Laporan Provinsi DI Yogyakarta Riset Kesehatan Dasar 2018 terhadap 8,373 subjek penelitian dari seluruh kabupaten/kota di provinsi DIY. Prevalensi hipertensi menurut diagnosa dokter pada populasi dewasa berada pada angka 10,68%. Dan angka ini terlampau jauh dari prevalensi hasil pengukuran hipertensi yaitu berada pada angka 32,86%. Maka data tersebut menunjukan tingginya prevalensi hipertensi yang belum terdeteksi di provinsi DIY.
Dan dalam kepatuhan minum obat secara rutin pada subjek yang telah didiagnosis hipertensi berada pada angka 50,29% (Riskesdas,2018).
5 C. Etiologi penyakit hipertensi
Berdasarkan etiologinya hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
1. Hipertensi primer/esensial
Hipertensi primer/esensial memiliki insiden sebesar insiden 80-95%
dimana pada hipertensi ini belum dapat diketahui penyebabnya, sementara penyebab sekunder dari hipertensi esensial juga tidak ditemukan. Pada hipertensi esensial tidak ditemukan penyakit renovaskular, gagal ginjal maupun penyakit lainnya, genetik serta ras menjadi bagian dari penyebab timbulnya hipertensi esensial termasuk stress, intake alkohol moderat, merokok, lingkungan dan gaya (Triyanto, 2014).
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder penyebabnya dapat diketahui seperti adanya suatu penyakit atau kelainan yang mendasari, seperti stenosis arteri renalis, penyakit parenkim ginjal, feokromositoma, hyperaldosteronism, dan sebagainya (James et al., 2014).
D. Patofisiologi penyakit hipertensi
Patofisiologi terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan penting dalam mengatur tekanan darah.
Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormone renin yang diproduksi di ginjal akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memegang peranan penting dalam menaikkan tekanan darah. Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat dan memiliki efek lain yang juga mempengaruhi sirkulasi. Selama angiotensin II ada dalam darah, maka angiotensin II mempunyai dua pengaruh utama yang dapat meningkatkan tekanan arteri. Pengaruh pertama yaitu vasokonstriksi, timbul dengan cepat.
Vasokonstriksi terjadi terutama pada arteriol dan sedikit lemah pada vena.
Cara kedua dimana angiotensin II meningkatkan tekanan arteri adalah
6 dengan bekerja pada ginjal untuk menurunkan ekskresi garam dan air (Sylvestris, 2017).
E. RAP (Riwayat Alamiah Penyakit) penyakit hipertensi 1. Tahap Pre-Patogenesis:
Pada keadaan ini penyakit belum ditemukan oleh karena pada umumnya daya tahan tubuh pejamu masih kuat. Dengan perkataan lain seseorang berada dalam keadaan sehat.
2. Tahap Inkubasi
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin tak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna.
3. Tahap Penyakit Dini
Peningkatan tekanan darah merupakan satu-satunya tanda pada hipertensi ringan. Bergantung pada tingginya tekanan darah gejala yang timbul dapat berbeda-beda, hipertensi baru tampak bila telah terjadi komplikasi pada organ target/vital seperti ginjal, jantung, otak, dan mata. Gejala seperti sakit kepala, epistaksis, pusing, marah, telinga berdenging, kaku kuduk, migren, insomnia, mata berkunang-kunang, muka merah, kelelahan, dan gelisah dapat ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi.
4. Tahap Penyakit Lanjut
Gagal jantung, gangguan penglihatan, gangguan neurologis, dan gangguan fungsi ginjal paling banyak ditemukan pada hipertensi berat.
5. Tahap Akhir Penyakit
Tahap Akhir Penyakit hipertensi: Komplikasi (infark miokardium, stroke, gagal ginjal) hingga mati (Priyanto,2008).
7 F. Faktor risiko penyakit hipertensi
Penyakit hipertensi ditandai dengan pembacaan tekanan darah yang melebihi nilai lebih dari 140 mmHg (sistolik) dan 90 mmHg (diastolik).
Hipertensi terbagi menjadi dua berdasarkan penyebabnya yakni hipertensi sekunder dan hipertensi primer. Hipertensi sekunder terjadi akibat penyebab yang jelas seperti akibat stenosis arteri renalis. Sedangkan, hipertensi primer adalah hipertensi yang belum diketahui penyebabnya. Diderita oleh sekitar 95% orang. Hipertensi primer diperkirakan disebabkan oleh faktor keturunan, ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur (jika umur bertambah maka tekanan darah meningkat), jenis kelamin (pria lebih tinggi dari perempuan) dan ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih) dan faktor kebiasaan hidup yang terdiri dari konsumsi garam yang tinggi, kegemukan atau makan berlebihan, stres, merokok, minum alkohol, minum obat-obatan (efedrin, prednison, epinefrin).
Ada berbagai macam faktor resiko hipertensi diantaranya faktor yang dapat dikontrol dan faktor yang tidak dapat dikontrol, faktor yang dapat dikontrol (disebut juga faktor lingkungan) meliputi kegemukan, olahraga, konsumsi garam berlebih, merokok, mengkonsumsi alkohol dan stres sedangkan untuk faktor yang tidak dapat dikontrol meliputi keturunan (genetika), jenis kelamin dan umur (Agustina et al., 2018).Salah satu faktor risiko hipertensi yang lain adalah letak geografis suatu daerah. MN. Bustan menyatakan bahwa masyarakat yang bertempat tinggal di daerah pantai memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi dibandingkan dengan masyarakat yang berada di daerah pegunungan.
G. Pencegahan dan pengendalian penyakit hipertensi
Hipertensi menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia setiap tahunnya. Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2015, hipertensi membunuh kurang lebih 8 juta orang di seluruh dunia dan 1,5 juta orang yang ada di Asia Tenggara setiap tahunnya. Sekitar 1,13 orang di dunia menderita hipertensi, artinya 1 dari 3 orang terdiagnosis hipertensi.
8 Prevalensi hipertensi akan terus meningkat dan diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 miliar orang yang menderita hipertensi dan 9,4 juta orang meninggal karena hipertensi dan komplikasinya. Prevalensi hipertensi juga semakin meningkat seiring bertambahnya usia, dengan kisaran usia 18-39 tahun sebesar 7,5%; 40-59 tahun sebesar 33,2% dan ≥60 tahun sebesar 63,1%, dengan peningkatan yang signifikan terlihat di negara yang berpenghasilan rendah dan menengah (WHO, 2019).
Pencegahan hipertensi dapat dilakukan dengan berbagai upaya, baik dimulai dari level promotif dan preventif hingga level kuratif dan rehabilitatif. Menurut teori SEARO, WHO pada tahun 2013, upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular terdiri dari empat upaya, yaitu melalui kemitraan dan advokasi, promosi kesehatan dan penurunan faktor risiko, Penguatan Pelayanan Kesehatan, sistem surveilans dan riset serta monitoring evaluasi. Penerapan upaya tersebut dapat berdampak pada menurunnya angka morbiditas, mortalitas dan disabilitas.
Beberapa kebijakan yang dilakukan oleh Kementrian Kesehatan dalam upaya penurunan prevalensi hipertensi di Indonesia adalah dengan meningkatkan akses ke fasilitas kesehatan tingkat pertama, optimalisasi sistem rujukan, serta peningkatan mutu pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2017).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Julianty Pradono pada tahun 2012, belum ada program pencegahan dan penanggulangan hipertensi secara khusus. Program penanggulangan penyakit tidak menular masih terbatas sampai tingkat provinsi, sedangkan ditingkat kabupaten/kota masih belum menjadi prioritas utama. Hal ini menyebabkan pelayanan medis untuk hipertensi masih pasif baik didalam maupun di luar wilayah pelayanan kesehatan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Syamsinar Said pada 2016, tahun upaya manajemen program promotif dan preventif dalam penatalaksanaan hipertensi Puskesmas kota Makassar sudah cukup terlaksana dalam fungsi pengorganisasian, penggerakan program, pengawasan program, anggaran dan evaluasi program, namun dalam
9 perencanaan program belum terealisasikan secara maksimal karena belum spesifik dalam merencanakan plan of action (POA) pengendalian hipertensi.
10 DAFTAR PUSTAKA
Agustina, W., Oktafirnanda, Y., & Wardiah, W. (2018). Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi pada Wanita Usia Reproduktif di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa Lama Kota Langsa. Jurnal Bidan Komunitas, 1(1), 48.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Laporan nasional RISKESDAS 2018. Jakarta: Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2019.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Laporan Provinsi RISKESDAS 2018. Jakarta: Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan Sutanto, 2010, Cekal (Cegah Dan Tangkal) Penyakit Modern, Yogyakarta, C.V Andi Offset.
Hastuti A, P. 2019. Hipertensi. Penerbit Lakeisha. Klaten, Jawa Tengah.
Hedge S, Aeddula NR. Secondary Hypertension. In: Stat Pearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022.
James, P. A., Oparil, S., Carter, B. L., Cushman, W. C., Dennison-Himmelfarb, C., Handler, J., Lackland, D. T., LeFevre, M. L., MacKenzie, T. D., Ogedegbe, O., Smith, S. C., Svetkey, L. P., Taler, S. J., Townsend, R. R., Wright, J. T., Narva, A. S., & Ortiz, E. (2014). 2014 Evidence-based guideline for the management of high blood pressure in adults: Report from the panel members appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8). Jama, 311(5), 507–520.
Kemenkes RI, (2017), Buku Rencana Aksi Nasional 2015-2019, Jakarta: Kemenkes RI.
Kementrian Kesehatan RI pusat data dan informasi, (2019). Jakarta: Pusdatin.
kemenkes.go.idnpusdatin kemenkes.
Priyanto. 2008. Farmakoterapi dan Terminologi Medis.Jakarta:Leskonfi.Hlm 183- 194.
Ratna Dewi, 2010, Penyakit-Penyakit Mematikan, Jakarta, Gramedia.
Riskesdas, 2013, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
11 Sutanto, 2010, Cekal (Cegah Dan Tangkal) Penyakit Modern, Yogyakarta, C.V
Andi Offset
Sylvestris, A. (2017). Hipertensi Dan Retinopati Hipertensi. Saintika Medika, 10(1), 1.
Triyanto, E. (2014). Pelayanan keperawatan bagi penderita hipertensi secara terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu