Paraf Dosen Pembimbing:
MAKALAH KOLOKIUM
ESTIMASI NILAI KERUGIAN EKONOMI AKIBAT DEFORESTASI HUTAN DESA TAMANGIL
Sovia Latifa Refra(1), Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri(2)
1Mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, H4401201092
2Dosen Pembimbing, Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, M.Si.
ABSTRAK
Deforestasi merupakan salah satu persoalan di Indonesia yang harus segera ditangani.
Deforestasi mengakibatkan penurunan luas hutan Indonesia setiap tahunnya. Deforestasi terjadi di seluruh wilayah Indonesia yang memiliki potensi sumber daya hutan yang cukup besar. Maluku merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki potensi hutan yang besar dengan laju deforestasi yang cukup tinggi. Penyebab dari deforestasi hutan di Maluku adalah eksploitasi sumber daya hutan secara berlebihan. Hutan di Maluku di dominasi oleh hutan yang dikelola oleh rakyat dan hal itu merupakan salah satu penyebab tingginya angka deforestasi di Maluku. Salah satu hutan di Maluku yang dikelola oleh rakyat adalah Hutan Desa Tamangil. Hutan Desa tersebut merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat desa.
Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengestimasi kerugian ekonomi akibat deforestasi. Metode yang digunakan dalam mengestimasi nilai kerugian adalah Total Economic Value dan Multiplier Effect. Hal tersebut bertujuan untuk pertimbangan masyarakat dalam menggunakan sumber daya hutan agar tidak berlebihan.
Kata kunci : Deforestasi, Hutan, Kerugian ekonomi, Multiplier Effect, Total Economic Value
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan terbesar dan berperan sebagai paru – paru dunia dengan menyumbangkan oksigen untuk keberlangsungan hidup manusia (Shafitri et al. 2018). Direktorat Jendral Planalogi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan hasil pemantauan luas lahan berhutan Indonesia tahun 2019 adalah 94,1 juta hektar atau sebesar 50,1 persen dari total daratan (KLHK, 2020). Selain berperan sebagai paru – paru dunia, hutan di Indonesia memiliki beragam sumber daya alam yang berperan penting bagi kehidupan, baik dari segi ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan (Widodo dan Sidik, 2020). Adanya keanekaragaman tersebut dapat berperan dalam meningkatkan kesejahteraan manusia dengan memberikan kontribusi hasil alam yang cukup besar bagi negara.
Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki hutan Indonesia masih belum diikuti dengan pemanfaatan secara bijak. Akibatnya kondisi luas hutan Indonesia mengalami penurunan tiap tahunnya. Hal tersebut pernah menjadi sorotan dunia akibat laju berkurangnya luasan hutan yang tinggi, yaitu mencapai dua juta hektar per tahun pada periode 1996 – 2000 (Barri, et al.
2018). Saat ini penurunan jumlah luas hutan Indonesia akibat deforestasi menjadi salah satu persoalan dan tantangan yang harus segera ditangani. Deforestasi hutan yang terjadi di Indonesia memberi kerugian kepada negara dan masyarakat yang bergantung pada sumber daya hasil hutan. Tingkat deforestasi hutan Indonesia yang tinggi juga mengakibatkan kerusakan pada lingkungan, baik mahluk hidup maupun ekosistem yang ada pada hutan tersebut (Wahyuni dan Suranto, 2021).
Deforestasi hutan terjadi diseluruh wilayah Indonesia yang memiliki potensi sumber daya hutan cukup besar. Berikut merupakan data sepuluh wilayah di Indonesia dengan jumlah deforestasi hutan tertinggipada tahun 2019 – 2020.
Paraf Dosen Pembimbing:
Gambar 1. 10 Provinsi dengan Junlah Deforestasi Hutan Tertinggi Periode 2019 – 2020 Sumber : Badan Pusat Statistik (2023) dan Statistik KLHK (2018)
Data tersebut menunjukkan bahwa pada periode 2019 - 2020 wilayah yang mengalami deforestasi tertinggi mayoritas adalah Indonesia Bagian Tengah dan Timur. Hal tersebut dikarenakan di wilayah tersebut besarnya potensi sumber daya hutan yang dihasilkan.
Berdasarkan gambar diatas, diperoleh bahwa Kalimantan Barat merupakan wilayah dengan deforestasi tertinggi pada periode tersebut yaitu sebesar 16.334,5 Ha. Selanjutnya diikuti dengan NTB, Kalimantan Timur & Utara, Sulawesi Tengah, serta Maluku.
Maluku merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki luas hutan mencapai 3,9 juta hektar dengan tutupan berhutan sebesar 66 persen (Statistik KLHK, 2021). Potensi jenis pohon yang dimiliki maluku sekiatr 560 jenis, diantaranya 45 persen komersial dan 55 persen termasuk jenis yang belum dikenal (Suwanda R, 1985). Berdasarkan Neraca Sumber Daya Hutan (NSDH) di Maluku, estimasi potensi kayu di daerah tersebut tahun 2016 mencapai 393.741.322 m³ (Dinas Kehutanan Maluku, 2019). Selain kayu, hutan di Maluku juga memiliki potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang terdiri dari rotan, bambu, kayu, damar, minyak kayu putih, minyak lawing, madu, dan gaharu.
Kekayaan sumber daya hutan yang ada di Maluku, baik hasil hutan kayu maupun non kayu dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal tersebut menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya deforestasi hutan di Maluku. Pemanfaatan sumber daya hutan secara berlebihan mengakibatkan kerusakan hutan sehingga terjadi deforestasi dan luas hutan pun terus berkurang. Berikut merupakan data deforestasi hutan di Maluku periode 2015 – 2021.
Tabel 1. Jumlah Deforestasi Hutan di Maluku tahun 2015 – 2021
Tahun Jumlah Deforestasi (Ha)
2015 - 2016 6900.5 2016 - 2017 1410.5 2017 - 2018 3716.9 2018 - 2019 1271.8 2019 - 2020 9267.4
2020 - 2021 1294
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2023
16334.5
13007.9
10660.5 9503.1
9267.4 8289.5 7547.2
6912.3
6630.3 6566.2
Luas Deforestasi Hutan Netto (Ha)
Kalimantan Barat Nusa Tenggara Barat Kalimantan Timur & Utara
Sulawesi Tengah Maluku Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Papua Riau
Paraf Dosen Pembimbing:
Data diatas menunjukkan bahwa deforestasi hutan di Maluku terbesar terjadi pada tahun 2019 – 2021. Rata – rata jumlah deforestasi di Maluku periode 2015 – 2021 sebesar 3.976,85 hektar per tahun yang artinya per tahun luas hutan di Maluku berkurang sebesar 3.976,85 hektar.
Terjadinya deforestasi di Maluku memiliki dua faktor utama, yaitu pengambilan kayu untuk dijual secara berlebihan dan sistem perladangan yang berpindah – pindah. Faktor pendorong lain terjadinya deforestasi di Maluku adalah jenis hutan yang mayoritas dikelola oleh masyarakat atau pihak setempat. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya pemanfaatan sumber daya hutan kurang teroganisir. Salah satu contoh hutan yang mengalami permasalahan tersebut adalah Hutan Desa Tamangil di Kabupaten Maluku Tenggara.
Hutan Desa Tamangil merupakan salah satu hutan desa dengan luas 101,9 hektar dan masyarakat desa tersebut sangat bergantung pada sumber daya hutan yang ada. Pemanfaatan sumber daya hutan tersebut sudah dilakukan turun temurun dan deforestasi sudah terjadi sejak awal tahun 2000-an. Pada tahun 2021, deforestasi hutan melonjak cukup tinggi. Hal tersebut terjadi karena pada tahun tersebut masyarakat secara legal mendapat HPHD (Hak Pengelolaan Hutan Desa).
Peran Hutan Desa Tamangil sebagai sumber kehidupan masyarakat desa seharusnya membuat warga lebih memperhatikan hal – hal dalam melakukan pemanfaatan hasil hutan. Hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi peningkatan angka deforestasi yang semakin tinggi dan dapat mengakibatkan hilangnya sumber daya hutan yang ada. Dalam kondisi seperti ini, masyarakat perlu mengetahui perspektif nilai kerugian ekonomi yang dirasakan jika hilangnya hutan desa. Selain itu, masyarakat juga perlu mengetahui bagaimana strategi kebijakan untuk mengurangi jumlah deforestasi hutan.
1.2 Perumusan Masalah
Deforestasi hutan menjadi permasalahan serius bagi hutan yang memiliki potensi besar pada sumber daya alamnya. Deforestasi yang terjadi pada Hutan Desa Tamangil menyebabkan berkurangnya nilai manfaat ekonomi pada hutan tersebut. Selain itu, jika hal tersebut terjadi secara terus menerus fungsi ekologi hutan sebagai penyeimbang ekosistem lingkungan juga akan hilang. Pemanfaatan hutan jika dilakukan secara tidak berlebihan dan mempertimbangkan aspek keberlanjutan akan memberikan nilai manfaat yang menguntungkan. Sebaliknya, jika hal tersebut dilakukan secara berlebihan akan mengakibatkan kerugian yang dirasakan oleh masyarakat desa maupun di luar desa.
Kerugian yang dirasakan oleh masyarakat apabila terjadi deforestasi berkelanjutan meliputi hilangnya manfaat tangible dan intangible hutan itu sendiri. Pada manfaat tangible hutan, kerugian yang dirasakan adalah berkurangnya hasil produksi pada sumberdaya hutan, seperti produksi kayu, rotan, bambu, tanaman obat, dan lainnya. Selain itu masyarakat juga merasakan kerugian dari hilangnya serapan karbon pada pohon yang ditebang. Pada manfaat intangible, masyarakat akan merasakan kerugian hilangnya nilai dari keanekaragaman hayati yang ada di hutan dan nilai keberadaan hutan. Dengan demikian, berdasarkan undang – undang nomor 18 tahun 2013 pasal 7 terkait pencegahan dan perusakan hutan, perlu dirumuskan suatu kebijakan untuk mengurangi jumlah angka deforestasi tersebut.
Berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka peneliti membuat rumusan masalah dari penelitian ini, sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi Hutan Desa Tamangil sebelum adanya deforestasi?
2. Berapa estimasi kerugian akibat adanya deforestasi Hutan Desa Tamangil?
3. Bagaimana manfaat keberadaan dari adanya Hutan Desa Tamangil?
4. Bagaimana strategi kebijakan untuk mengurangi deforestasi Hutan Desa Tamangil?
1.3 Tujuan Penelitian
Paraf Dosen Pembimbing:
Penelitian ini memiliki tujuan secara umum yaitu mengestimasi nilai kerugian akibat deforestasi Hutan Desa Tamangil. Adapun tujuan khusus penelitian, sebagai berikut :
1. Menganalisis kondisi Hutan Desa Tamangil sebelum terjadinya deforestasi
2. Mengestimasi nilai kerugian ekonomi akibat adanya deforestasi Hutan Desa Tamangil.
3. Menganalisis dampak manfaat keberadaan dari Hutan Desa Tamangil.
4. Merumuskan strategi kebijakan untuk mengurangi deforestasi di Hutan Desa Tamangil.
1.4 Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan petunjuk dan manfaat yang dapat dirasakan oleh berbagai pihak:
1. Bagi penulis, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan menulis sebuah penelitian dan mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari selama di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan.
2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan memberi gambaran dan pengetahuan terkait estimasi kerugian ekonomi yang terjadi pada Hutan Desa Tamangil.
3. Bagi pemerintah, sebagai salah satu dasar pertimbangan untuk membuat upaya kebijakan terkait pengurangan deforestasi hutan.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian terkait estimasi kerugian ekonomi memiliki cakupan yang luas. Peneliti membuat batasan ruang lingkup penelitian, sebagai berikut :
1. Penelitian dilakukan di Hutan Desa Tamangil Nuhuten, Maluku Tenggara, Maluku.
2. Estimasi nilai non-guna pada penelitian ini adalah hutan sebagai penyerap karbon dan penyedia air.
3. Responden analisis Willingness to Pay (WTP) adalah masyarakat Desa Tamangil Nuhuten.
4. Manfaat keberadaan dari Hutan Desa Tamangil dihitung dengan aktivitas ekonomi dari hasil non-kayu, yaitu tanaman mangga, tanaman sagu, dan kenari.
II KERANGKA PEMIKIRAN Skema alur kerangka penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.
III METODE PENELITIAN 3.1Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Desa Tamangil Nuhuten, Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku. Hutan yang diteliti adalah hutan milik Desa Tamangil Nuhuten. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive atau sengaja. Pemilihan Hutan Desa Tamangil Nuhuten sebagai lokasi penelitian karena hutan desa tersebut mengalami eksploitasi sumber daya hutan yang cukup besar sehingga berdampak pada deforestasi. Sedangkan masyarakat di desa tersebut sangat bergantung pada hutan dalam memenuhi kebutuhannya. Pengambilan data akan dilaksanakan selama kurang lebih selama satu bulan dan akan dimulai pada pertengahan Bulan Februari 2024.
3.2Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder.
Data primer bersumber dari pengamatan langsung, survei, dan wawancara kepada masyarakat Desa Tamangil Nuhuten. Sedangkan data sekunder bersumber dari Badan Pusat Statistik dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan didukung oleh data yang dimuat oleh Dinas
Paraf Dosen Pembimbing:
Kehutanan Provinsi Maluku.
3.3 Metode Pengambilan Sampel
Responden penelitian ini seluruh masyarakat Desa Tamangil Nuhuten. Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah Kepala Keluarga Desa Tamangil Nuhuten adalah sebanyak 75 KK. Oleh karena itu, semua Kepala Keluarga Desa Tamangil Nuhuten masuk kedalam responden penelitian ini.
3.4 Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan Mixed Method. Pada dasarnya pendekatan metode ini berupa kombinasi antara penggunaan metode kualitatif dan kuantitatif yang digunakan secara bersama-sama sehingga memperoleh hasil yang komperehensif, terbukti, reliabel dan objektif (Sugiyono, 2018). Dalam menghitung estimasi kerugian ekonomi digunakan pendektan metode selisih Total Economic Value (TEV) dari hutan sebelum terdeforestasi dengan Total Economic Value (TEV) setelah mengalami deforestasi. Lalu untuk mengetahui dampak manfaat dari keberadaan Hutan Desa Tamangil digunakan metode multiplier effect.
Tabel 1 Matriks Metode Analisis Data
No. Tujuan Penelitian Jenis Data Sumber Data Alat Analisis 1 Menganalisis kondisi
Hutan Desa Tamangil sebelum terjadinya deforestasi.
Data primer Survei,
Observasi, dan Wawancara masyarakat desa
Analisis Deskriptif
2 Mengestimasi nilai kerugian ekonomi
akibat adanya
deforestasi Hutan Desa Tamangil.
Data Primer dan Sekunder
Wawancara dan Literatur Internasional
Total Economic Value
3 Menganalisis dampak manfaat keberadaan dari Hutan Desa Tamangil .
Data Primer Wawancara pelaku
ekonomi hasil hutan non kayu
Multiplier Effect
3.4.1 Analisis dan Identifikasi Hutan Desa Tamangil sebelum Deforestasi Menganalisis dan mengidentifikasi kondisi Hutan Desa Tamangil sebelum terjadinya deforestasi dilakukan menggunakan analisis deskriptif. Dalam menganalisis dan mengidentikasi hutan ini dilakukan dengan melakukan mewawancarai seluruh Kepala Keluarga Desa Tamangil Nuhuten untuk mengetahui kondisi dan gambaran hutan desa sebelum terjadinya deforestasi. Selain itu, dalam menganalisis dan mengidentifikasi Hutan Desa Tamangil juga didukung dengan data-data terkait kondisi hutan yang diperoleh dari Dinas Kehutanan Maluku.
3.4.2 Estimasi Kerugian Ekonomi Akibat Deforestasi Hutan Desa Tamangil Mengestimasi nilai kerugian ekonomi akibat deforestasi diperoleh dengan cara mengurangi Total Economic Value sebelum deforestasi dengan Total Economic Value setelah adanya deforestasi. Total Nilai Ekonomi dari Hutan Desa Tamangil dapat dihitung dengan
Paraf Dosen Pembimbing:
rumus berikut :
3.4.2.1 Nilai Guna
Nilai guna terdiri dari nilai guna langsung (direct use) dan nilai guna tidak langsung (indirect use). Nilai guna langsung merupakan nilai dari manfaat yang dapat langsung diambil dari Sumber Daya Hutan. Pada Hutan Desa Tamangil, nilai guna langsung yang didapat berupa kayu dan non kayu (tanaman sagu, rotan, dan mangga).
Perhitungan nilai ekonomi kayu dapat dihitung menggunakan rumus berikut (Rused, 2009) :
NK = R x Hk
Dimana :
NK = Nilai Ekonomi Kayu (Rp / tahun)
R = Perumbuhan volume rata-rata per tahun (m³/tahun) Hk = Harga Kayu (Rp / m³)
Sedangkan untuk nilai guna tidak langsung pada Hutan Desa Tamangil terdiri dari nilai serapan karbon dan nilai penyedia air baku dengan jasa penyerap air. Perhitungan nilai ekonomi penyerapan karbon pada Hutan Desa Tamangil digunakan rumus dan standar sebagai berikut (Anjani dan Harini, 2016).
NEC = LH x Ipc x PC x NT
Dimana :
NEC : Nilai Ekonomi Karbon (Rp / tahun) LH : Luas Hutan Desa Tamangil (Ha)
IpC : Indeks Penyerapan Karbon (ton/Ha/tahun) NT : Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar (Rp/ton) 1. 1 ton karbon bernilai 10 US$ (Itto & Frim, 1994)
2. 1 m³ biomassa = 0,28 ton karbon (Roslan & Woon, 1993) 3. 1 US$ = Rp 15.552 (Bank Indonesia per Januari 2024)
Perhitungan nilai ekonomi penyedia air baku dengan serapan air dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Muthmainnah dan Tahnur, 2018).
NRA = Tsa x PA
Dimana :
NRA : Nilai Resapan Air (Rp / tahun) Tsa : Volume Resapan Air (m³) PA : Harga Air (Rp / m³)
3.4.2.2 Nilai Pilihan
Nilai manfaat pilihan dari Hutan Desa Tamangil dengan pendekatan metode benefit transfer dengan mengadopsi nilai manfaat keanekaragaman hayati. Kemudian nilain tersebut digunakan untuk menilai keanekaragaman hayati di kawasan Hutan Desa Tamangil. Menurut Wildayana (1999), menjelaskan bahwa manfaat keanekaragaman hayati untuk hutan sekunder adalah sebesar US$ 32,5 Ha/tahun. Nilai tersebut merupakan nilai tahun 1993, dengan inflasi
Paraf Dosen Pembimbing:
sebesar 5,57 persen. Nilai didapat dengan mengalikan nilai diatas dengan luas Hutan Desa Tamangil.
3.4.2.3 Nilai Warisan Hutan Desa Tamangil
Nilai Warisan Hutan Desa Tamangil dihitung menggunakan pendekatan nilai Willingness to Pay yang merupakan analisis untuk menghitung seberapa besar masyarakat ingin mengeluarkan biaya untuk membayar jasa lingkungan dari Hutan Desa Tamangil. Untuk mendapat nilai warisan pada Hutan Desa Tamangil mengalikan nilai WTP yang diperoleh dengan jumlah Kepala Keluarga yang ada di Desa Tamangil.
3.4.2.4 Total Nilai Ekonomi
Nilai yang dihitung untuk total nilai ekonomi adalah nilai guna langsung, nilai guna tidak langsung, nilai pilihan, dan nilai warisan. Nilai – nilai tersebut merupakan hasil perhitungan dari produk ekonomi dan jasa Hutan Desa Tamangil. Berikut merupakan rumus dari perhitungan Total Nilai Ekonomi.
TEV = Nilai Guna Langsung + Nilai Guna Tidak Langsung + Nilai Pilihan + Nilai Keberadaan
3.4.3 Analisis Dampak Manfaat dari Keberadaan Hutan Desa Tamangil Analisis dampak manfaat dari keberadaan Hutan Desa Tamangil di perhitungkan dengan menggunakan metode multiplier effect. Sebelum menggunakan metode tersebut, terlebih dahulu dilakukan pendataan kegiatan ekonomi dari hasil hutan non kayu. Kegiatan ekonomi yang terdapat di Hutan Desa Tamangil, yaitu kegiatan ekonomi dari tanaman sagu, pohon kenari, rotan, dan pohon mangga. Berikut rumus yang digunakan pada metode multiplier effect.
Paraf Dosen Pembimbing:
3.4.2.1 Nilai Guna
Nilai guna terdiri dari nilai guna langsung (direct use) dan nilai guna tidak langsung (indirect use). Nilai guna langsung merupakan nilai dari manfaat yang dapat langsung diambil dari Sumber Daya Hutan. Pada Hutan Desa Tamangil, nilai guna langsung yang didapat berupa kayu dan non kayu (tanaman sagu, rotan, dan mangga).
Perhitungan nilai ekonomi kayu dapat dihitung menggunakan rumus berikut (Rused, 2009) :
NK = R x Hk Dimana :
NK = Nilai Ekonomi Kayu (Rp / tahun)
R = Perumbuhan volume rata-rata per tahun (m³/tahun) Hk = Harga Kayu (Rp / m³)
Sedangkan untuk nilai guna tidak langsung pada Hutan Desa Tamangil terdiri dari nilai serapan karbon dan nilai penyedia air baku dengan jasa penyerap air.
Perhitungan nilai ekonomi penyerapan karbon pada Hutan Desa Tamangil digunakan rumus dan standar sebagai berikut (Anjani dan Harini, 2016).
NEC = LH x Ipc x PC x NT Dimana :
NEC : Nilai Ekonomi Karbon (Rp / tahun) LH : Luas Hutan Desa Tamangil (Ha)
IpC : Indeks Penyerapan Karbon (ton/Ha/tahun) NT : Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar (Rp/ton) 1. 1 ton karbon bernilai 10 US$ (Itto & Frim, 1994)
2. 1 m³ biomassa = 0,28 ton karbon (Roslan & Woon, 1993) 3. 1 US$ = Rp 15.552 (Bank Indonesia per Januari 2024)
Perhitungan nilai ekonomi penyedia air baku dengan serapan air dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Muthmainnah dan Tahnur, 2018).
NRA = Tsa x PA Dimana :
NRA : Nilai Resapan Air (Rp / tahun) Tsa : Volume Resapan Air (m³) PA : Harga Air (Rp / m³)
3.4.2.2 Nilai Pilihan
Nilai manfaat pilihan dari Hutan Desa Tamangil dengan pendekatan metode benefit transfer dengan mengadopsi nilai manfaat keanekaragaman hayati. Kemudian nilain tersebut digunakan untuk menilai keanekaragaman hayati di kawasan Hutan Desa Tamangil. Menurut Wildayana (1999), menjelaskan bahwa manfaat keanekaragaman hayati untuk hutan sekunder adalah sebesar US$ 32,5 Ha/tahun. Nilai tersebut merupakan nilai tahun 1993, dengan inflasi sebesar 5,57 persen. Nilai didapat dengan mengalikan nilai diatas dengan luas Hutan Desa Tamangil.
3.4.2.3 Nilai Warisan Hutan Desa Tamangil
Nilai Warisan Hutan Desa Tamangil dihitung menggunakan pendekatan nilai Willingness to Pay yang merupakan analisis untuk menghitung seberapa besar masyarakat ingin mengeluarkan biaya untuk membayar jasa lingkungan dari Hutan Desa Tamangil. Untuk mendapat nilai warisan pada Hutan Desa Tamangil mengalikan nilai WTP yang diperoleh dengan jumlah Kepala Keluarga yang ada di Desa Tamangil.
Paraf Dosen Pembimbing:
3.4.2.4 Total Nilai Ekonomi
Nilai yang dihitung untuk total nilai ekonomi adalah nilai guna langsung, nilai guna tidak langsung, nilai pilihan, dan nilai warisan. Nilai – nilai tersebut merupakan hasil perhitungan dari produk ekonomi dan jasa Hutan Desa Tamangil. Berikut merupakan rumus dari perhitungan Total Nilai Ekonomi.
Total Nilai Ekonomi : Nilai Guna Langsung + Nilai Guna Tidak Langsung + Nilai Pilihan + Nilai Keberadaan
3.4.3 Analisis Dampak Manfaat dari Keberadaan Hutan Desa Tamangil Analisis dampak manfaat dari keberadaan Hutan Desa Tamangil di perhitungkan dengan menggunakan metode multiplier effect. Sebelum menggunakan metode tersebut, terlebih dahulu dilakukan pendataan kegiatan ekonomi dari hasil hutan non kayu. Kegiatan ekonomi yang terdapat di Hutan Desa Tamangil, yaitu kegiatan ekonomi dari tanaman sagu, pohon kenari, rotan, dan pohon mangga. Berikut rumus yang digunakan pada metode multiplier effect.
Paraf Dosen Pembimbing: