LAPORAN PRAKTIKUM
EVALUASI GIZI DALAM PENGOLAHAN ACARA I
EVALUASI KADAR VITAMIN C SARI BUAH
Disusun oleh:
KELOMPOK 1C
Aziza Jasmine (H0919023)
Belinda Sonata (H0919025)
Diinah Salwa Kamiilah (H0919037) Muhammad Naufal Salman (H0919068) Salsabila Dhia Khairunnisa (H0919091)
PROGRAM STUDI ILMU TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2022
ACARA I
EVALUASI KADAR VITAMIN C SARI BUAH A. Metodologi
1. Alat a. Alu b. Buret c. Corong d. Erlenmeyer e. Gelas beker f. Gelas ukur g. Kaca arloji h. Klem i. Labu ukur j. Mortar
k. Pengaduk kaca l. Pipet tetes m. Pipet ukur n. Propipet o. Spatula p. Statif 2. Bahan
a. Akuades b. Amilum 1%
c. Jambu biji d. Larutan I2 0,01 N
e. Padatan Natrium Tiosulfat f. Sampel Vitamin C
g. Tomat
3. Cara Kerja
B. Hasil dan Pembahasan
Titrasi iodometri adalah suatu proses tak langsung yang melibatkan iod, ion iodida berlebih ditambahkan kedalam suatu agen pengoksidasi, yang membebaskan iod dan kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 (Natrium Tiosulfat). Titrasi iodometri merupakan titrasi redoks. Banyaknya volume Natrium Tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan iodium yang dihasilkan sebagai titrat dan setara dengan banyaknya sampel (Nofiyenti, 2011). Prinsip dari titrasi iodimetri yaitu iodin mengadisi ikatan rangkap vitamin C pada atom karbon C nomor 2 dan 3, ikatan rangkap yang diadisi oleh iodin akan terputus menjadi ikatan tunggal. Jika seluruh vitamin C telah diadisi oleh iodin maka iodin yang menetes selanjutnya saat titrasi akan bereaksi dengan larutan indikator amilum membentuk iodamilum yang berwarna biru. Terbentuknya warna biru menunjukan bahwa proses titrasi telah selesai, karena seluruh vitamin C sudah diadisi oleh iodin sehingga volume iodin yang dibutuhkan saat Timbang 50 g hancuran buah masukkan ke dalam labu takar 100 ml
dan tambahkan aquades sampai tanda tera
Saring dengan kertas saring Whatman 41 untuk memisahkan filtratnya
Ambil 25 ml filtrat dan masukkan ke dalam erlenmeyer
Tambahkan 1 ml larutan amilum 1 % (soluble starch)
Titrasilah dengan I2 0,01 N
Gambar 1.1 Diagram Alir Penentuan Kadar Vitamin C pada Sari Buah
titrasi setara dengan jumlah vitamin C (Pertiwi, 2013 dalam Rahman dkk., 2015).
Langkah-langkah pengujian kadar vitamin C pada video referensi yang berjudul “Praktikum Biokimia Penentuan Kadar Vitamin C” diawali dengan persiapan praktikan dengan menggunakan APD (Alat Pelindung Diri). APD yang dipakai oleh praktikan terdiri atas jas lab, sarung tangan lateks serta masker. Setelah itu dilanjutkan dengan persiapan alat dan bahan. Alat yang dipakai dalam pengujian yaitu statif, klem, pipet ukur, propipet, pipet tetes, buret, spatula, erlenmeyer, mortar, alu, gelas beker, gelas ukur, kaca arloji, labu ukur, pengaduk kaca, neraca analitik dan corong. Sedangkan untuk bahan yang digunakan yaitu sampel vitamin C, padatan natrium tiosulfat, amilum 1%, akuades, kertas putih dan larutan I2. Kemudian langkah selanjutnya yaitu dilakukan penimbangan padatan natrium triosulfat menggunakan neraca analitik sebanyak 2468 mg, sebelum diambil ditunggu hingga massa konstan di dalam neraca. Padatan kemudian dilarutkan dalam sejumlah aquades menggunakan sendok spatula yang bersih dan dimaskukkan ke dalam labu ukur hingga tanda tera. Larutan kemudian ditutup menggunakan telunjuk jari dan digojok agar larutan homogen. Hal ini sesuai dengan teori dimana pembuatan larutan standar senyawa natrium tiosulfat (Na2S2O3) diawali dengan penimbangan kemudian dilanjutkan dengan pelarutan menggunakan aqua DM secukupnya. Lalu dimasukkan ke dalam labu ukur dan diencerkan hingga tanda batas (Pangastuti dkk., 2017). Langkah selanjutnya yaitu titrasi, dimana merupakan metode standarisasi larutan iodium (I2), dimulai dengan penuangan larutan iodium ke dalam gelas kimia, lalu pengisian buret dengan larutan iodium secara perlahan, pemasukkan larutan natrium tiosulfat ke dalam gelas kimia, pengambilan dengan pipet 10 ml larutan natrium tiosulfat dan pemasukkan ke dalam erlenmeyer, pengambilan 0,5 ml indikator amilum 1% dan pemasukkan ke dalam setiap erlenmeyer, kemudian dilakukan titrasi hingga larutan berubah warna menjadi biru.
Setelah titrasi berakhir, kemudian dilakukan pencatatan volume hasil
titrasi dengan melihat garis pada buret yang setara dengan meniskus pada larutan yang mengalami perubahan warna. Langkah titrasi tersebut sudah sesuai dengan teori, dimana pada teori disebutkan bahwa titrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat (Na2S2O3) dilakukan sampai larutan berwarna kuning. Kemudian ditambahkan larutan indikator sampai timbul warna biru, kemudian lanjutkan titrasi sampai warna biru hilang (Samsuar dkk., 2017). I2 dapat membentuk kompleks berwarna biru terhadap amilum. Bila indikator amilum digunakan dalam titrasi ini maka titik ekuivalen ditandai dengan hilangnya warna biru dari larutan. Indikator amilum sebaiknya ditambahkan sesaat sebelum titik ekivalen terjadi, yaitu ketika larutan yang dititrasi telah berubah menjadi kuning jerami. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kesalahan titrasi, sebab kompleks iod amilum tidak larut secara sempurna dalam pelarut air (Regina, 2008).
Langkah selanjutnya yaitu penentuan kadar vitamin C yang diawali dengan pembuatan larutan sampel vitamin C. Sampel vitamin C merk Protecol yang berupa pil ditimbang menggunakan neraca analitik.
Kemudian pil vitamin dihaluskan menggunakan mortar dan alu. Hasil sampel vitamin C yang telah dihaluskan kemudian ditimbang sebanyak 0,2 gram. Hasil timbangan kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia untuk dilarutkan dengan aquades. Sampel yang telah dilarutkan kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan ditambahkan aquades hingga tanda tera. Sisa akuades di pinggiran gelas di seka menggunakan tisu.
Selanjutnya labu ukur ditutup dengan jari telunjuk untuk kemudian digojog hingga homogen. Hal ini telah sesuai dengan teori, dimana dalam teori Wardani (2012) disebutkan bahwa, tahapan pembuatan larutan sampel vitamin C diawali dengan menghaluskan sampel. Kemudian dilakukan pengambilan sampel sebanyak 2 gram dan dilarutkan menggunakan aquades hingga tanda tera. Langkah terakhir adalah titrasi larutan sampel vitamin C dengan larutan iodium. Sampel vitamin C yang telah siap dimasukkan ke dalam 2 tabung erlemenyer masing-masing sebanyak 10 ml larutan. Kemudian ditambahkan indikator amilum 1%
sebanyak 0,5 ml ke dalam masing-masing erlemenyer. Tahapan berikutnya adalah titrasi larutan sampel dengan menggunakan larutan iodum (I2) hingga titik akhir reaksi. Titik akhir reaksi ditandai dengan adanya perubahan warna larutan menjadi biru. Ketika sudah mencapai titik akhir reaksi, amati dan catat volume hasil titrasi dengan melihat pada buret.
Langkah tersebut telah sesuai dengan teori mengenai prisnip titrasi iodometri, Dimana prinsip dari titrasi iodimetri yaitu iodin mengadisi ikatan rangkap vitamin C pada atom karbon C nomor 2 dan 3, ikatan rangkap yang diadisi oleh iodin akan terputus menjadi ikatan tunggal. Jika seluruh vitamin C telah diadisi oleh iodin maka iodin yang menetes selanjutnya saat titrasi akan bereaksi dengan larutan indikator amilum membentuk iodamilum yang berwarna biru. Terbentuknya warna biru menunjukan bahwa proses titrasi telah selesai, karena seluruh vitamin C sudah diadisi oleh iodin sehingga volume iodin yang dibutuhkan saat titrasi setara dengan jumlah vitamin C. Perlakuan titrasi ini harus segera dilakukan dengan cepat karena banyak faktor yang menyebabkan oksidasi vitamin C misalnya pada saat penyiapan sampel. Hal ini disebabkan karena vitamin C mudah bereaksi dengan O2 di udara menjadi asam dehidroaskorbat (Rahman dkk., 2015).
Tabel 1.1 Kadar Vitamin C Buah Jambu dan Tomat di Berbagai Perlakuan
Sampel Berat Sampel
(g)
Volume Iod (mL)
Kadar Vit. C (per 100 g)
Jambu biji segar 5 1,2 84,48%
Jambu biji refrigerant 15 menit 5 1,25 88,00%
Jambu biji freezer 15 menit 5,02 1,05 73,63%
Jambu biji blanching 5 menit 5 0,85 59,84%
Tomat segar 5,01 1,1 77,29%
Tomat refrigerant 15 menit 5,02 1,2 84,14%
Tomat freezer 15 menit 5,2 1,05 71,08%
Tomat blanching 5 menit 5 1 70,40%
Berdasarkan Tabel 1.1, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar vitamin C buah jambu dan tomat pada berbagai perlakuan. Pada sampel buah jambu segar memiliki kadar vitamin C sebesar 84,48%, jambu biji yang disimpan dalam refrigerant selama 15 menit memiliki kadar vitamin C sebesar 88,0%. Sedangkan untuk jambu biji yang disimpan pada freezer selama 15 menit, menghasilkan kadar vitamin C sebesar 73,63%. Sedangkan jambu biji dengan perlakuan blancing selama 5 menit memiliki kadar vitamin C sebesar 59,84%. Menurut Maliku (2019) kandungan vitamin C pada jambu biji (Psidium guajava L.) setiap 100 g sebesar 0,429 gram atau 42,9 mg. Urutan kadar vitamin C yang dihasilkan melalui percobaan, dari tertinggi hingga terendah secara berturut-turut adalah sampel jambu biiji refrigerant selama 15 menit dengan kadar 88,0%, jambu biji segar dengan kadar 84,48%, jambu biji freezer selama 15 menit dengan kadar 73,63%, dan kadar vitamin C terendah didapatkan dari sampel jambu biji blancing selama 5 menit dengan kadar 59,84%. Menurut Bron et al (2005) bahwa suhu dingin 10C di bawah 210C pada jambu biji mampu memperpanjang umur simpan, menghambat aktivitas enzim, dan mampu menekan laju respirasi. Laju respirasi yang rendah mampu menghambat penurunan kadar vitamin C dan menunda pemasakan pada buah. Hal ini menunjukkan kesesuaian antara hasil percobaan dengan penelitian yang ada bahwa kadar vitamin C jambu biji penurunannya lebih rendah dibandingkan jambu biji segar.
Begitu pula, pada jambu biji dengan perlakuan penyimpanan freezer selama 15 menit, penurunan kadar vitamin C nya lebih tinggi dibandingkan jambu biji segar sebab terjadinya freezing injury berupa rusaknya jaringan buah dan mempercepat hilangnya nutrisi larut air dalam buah (Tosun & Yucecan, 2008).
Sementara itu, pada sampel tomat yang disimpan di refrigerant selama 15 menit segar memiliki kadar vitamin C terbesar yaitu 84,14%, kemudian buah tomat segar memiliki kadar vitamin C sebesar 77,29%.
Pada buah tomat penyimpanan freezer selama 15 menit 71,08% dan kadar
vitamin C terendah diperoleh melalui proses blanching selama 5 menit yaitu 70,40%.
Menurut Valsikova et al (2017) menyatakan bahwa kadar vitamin C pada buah tomat segar adalah 12,89 mg/100 g untuk semi mature (setengah matang) dan 21,59 mg/100 g (matang). Pada tomat dengan perlakuan refrigerant 15 menit memiliki kadar vitamin C yang lebih tinggi dibandingkan dengan tomat dengan perlakuan freezer 15 menit. Hal ini sesuai dengan teori karena pada suhu rendah terjadi perlambatan kecepatan reaksi-reaksi metabolisme, dimana setiap penurunan suhu 80C kecepatan reaksi akan berkurang menjadi setengahnya. Sehingga proses respirasi yang mengubah vitamin C menjadi asam L-dehidroaskorbat dan selanjutnya berubah menjadi asam Ldiketogulonat terhambat (Rachmawati dkk., 2009). Sedangkan, sampel tomat dengan perlakuan freezer 15 menit mengalami penurunan kadar vitamin C yang lebih besar karena pada kondisi beku terjadi kerusakan jaringan yang cukup besar pada bahan.
Kerusakan tersebut disebabkan oleh terbentuknya lapisan es di dalam jaringan yang menyebabkan stabilitas vitamin C menurun (Safaryani dkk., 2007). Sementara itu, pada sampel tomat dengan perlakuan blanching 5 menit memiliki kadar vitamin C terendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang ada, karena perlakuan blanching menggunakan suhu yang tinggi, dimana molekul- molekul penyusun vitamin C akan terputus ikatannya sehingga vitamin C menjadi terurai atau rusak. Hal ini menyebabkan konsentrasi vitamin C pada tomat menurun. Semakin tinggi suhu maka konstanta kecepatan reaksi penurunan vitamin C akan semakin besar (Hok dkk., 2017).
C. Kesimpulan
Berdasarkan pada Praktikum Acara I “Evaluasi Kadar Vitamin C Sari Buah”, kesimpulan yang dapat diambil adalah proses yang dilakukan untuk mengukur kadar vitaman C pada sari buah adalah dengan melakukan titrasi iodimetri. Dari kedua sampel yang digunakan, kada vitamin C dari sampel jambu biji segar, refrigerant 15 menit, freezer 15
menit dan blanching 5 menit secara berutut-turut adalah 84,48%; 88,00%;
73,63% dan 59,84%. Untuk kadar vitaman C dari sampel tomat segar, refrigerant 15 menit, freezer 15 menit dan blanching 5 menit secara berutut-turut adalah 77,29%; 84,14%; 71,08% dan 70,40%.
DAFTAR PUSTAKA
Bron, I. U., R. V. Ribeiro, F. C. Cavalini, A. P. Jacomino, dan M. J. Trevisan.
2005. Temperature Related Changes in Respiration and Q10 Coefficient of Guava. Scientia Agricola 62(5):458- 463.
Hok, Kang Tuan, Wiwit Setyo, Wenny Irawaty, Felycia Edi Soetaredjo. 2017.
Pengaruh Suhu dan Waktu Pemanasan Terhadap Kandungan Vitamin A dan C pada Proses Pembuatan Pasta Tomat. Widya Teknik, 1(1) : 111- 120.
Maliku, R. M. (2019). PENETAPAN KADAR VITAMIN C PADA BUAH JAMBU BIJI MERAH (Psidium guajava L.) DENGAN METODE TITRASI NA-2, 6 DICHLOROPHENOL INDOPHENOL (DCIP). Media Farmasi, 13(2), 30-35.
Pangastuti, D. D., R. Djarot Sugiarso, K. S., dan Fredy K. 2017. Perbandingan Kondisi Optimum Pereduksi Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) dan Hidroksilamin Hidroklorida (NH2OH.HCl) pada Analisis Kadar Total Besi Secara Spektrofotometri UV-Vis. Jurnal Sains dan Seni ITS, 6 (1):
11-16.
Rachmawati, Rani, Made Ria Defiani dan Ni Luh Suriani. 2009. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Kandungan Vitamin C pada Cabai Rawit Putih (Capsium frutescens). Jurnal Biologi, 13(2) : 36-40.
Rahman, Nurdin., Ofika, Mairet dan Said, Irwan. 2015. Analisis Kadar Vitamin C Mangga Gadung (Mangifera sp.) dan Mangga Golek (Mangifera indica L.) Berdasarkan Tingkat Kematangan Dengan Menggunakan Metode Iodometri. Jurnal Akademika Kimia, 4 (1):33-57.
Regina, T. P. 2008. Titrasi Iodometri. Jurdik Kimia, 11 (20): 1-6.
Safaryani, Nurhayati, Sri Haryanti, dan Endah Dwi Hastuti. 2007. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Penurunan Kadar Vitamin C Brokoli (Brassica oleracea L). Buletin Anatomi dan Fisiologi, 15(2) : 39-45.
Samsuar., Febri, M., Merinda, S. 2017. Analysis of Chlorine (Cl2) as a Bleanching in The Seaweed Eucheuma cottonii Food Product in Lampung. Jurnal Farmasi Lampung, 6 (2): 13-22.
Tosun, B. N., & Yücecan, S. (2008). Influence of commercial freezing and storage on vitamin C content of some vegetables. International journal of food science & technology, 43(2), 316-321.
Valšíková-Frey, M., Komár, P., & Rehuš, M. (2017). The effect of varieties and degree of ripeness to vitamin C content in tomato fruits. Acta Horticulturae et Regiotecturae, 20(2), 44-48.
Wardani, L.A. 2012. Validasi Metode Analisis dan Penentuan Kadar Vitamin C pada Minuman Buah Kemasan dengan Spektrofotometri UV-Vis.
Skripsi. Universitas Indonesia.
LAMPIRAN PERHITUNGAN
Kadar VitaminC(%)=(vol x N)Iodin x BM VitaminC
valensi x berat sampel x fp x100 % 1. Jambu biji segar
Diketahui
Berat sampel = 5 g Volume Iodin = 1,2 mL
Kadar VitaminC(%)=(1,2x0,01)Iodin x176 2x5 x100
25 x100 %=84,48 %
2. Jambu biji refrigerant 15 menit Diketahui
Berat sampel = 5 g Volume Iodin = 1,25 mL
Kadar VitaminC(%)=(1,25x0,01)Iodin x176 2x5 x100
25 x100 %=88 %
3. Jambu biji freezer 15 menit Diketahui
Berat sampel = 5,02 g Volume Iodin = 1,05 mL
Kadar VitaminC(%)=(1,05x0,01)Iodin x176 2x5,02 x100
25 x100 %=73,63%
4. Jambu biji blanching 5 menit Diketahui
Berat sampel = 5 g Volume Iodin = 0,85 mL
Kadar VitaminC(%)=(0,85x0,01)Iodin x176 2x5 x100
25 x100 %=59,84 %
5. Tomat segar Diketahui
Berat sampel = 5,01 g Volume Iodin = 1,1 mL
Kadar VitaminC(%)=(1,1x0,01)Iodin x176 2x5,01 x100
25 x100 %=77,29 %
6. Tomat refrigerant 15 menit Diketahui
Berat sampel = 5,02 g Volume Iodin = 1,2 mL
Kadar VitaminC(%)=(1,2x0,01)Iodin x176 2x5,02 x100
25 x100 %=84,14 %
7. Tomat freezer 15 menit Diketahui
Berat sampel = 5,2 g Volume Iodin = 1,05 mL
Kadar VitaminC(%)=(1,05x0,01)Iodin x176 2x5,2 x100
25 x100 %=71,08 %
8. Tomat blanching 5 menit Diketahui
Berat sampel = 5 g Volume Iodin = 1 mL
Kadar VitaminC(%)=(0,85x0,01)Iodin x176 2x5 x100
25 x100 %=70,40 %