LAPORAN PENDAHULUAN HIDROSEFALUS
Disusun Oleh : Taufik Fajar
PROGRAM STUDI PROFESI NERS STIKes MUHAMMADIYAH CIAMIS
2021
LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIDROSEFALUS
A. Definisi Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikelserebral, ruang subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi dan Yuliani, 2001).
2 Hidrosefalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intracranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan serebro spinal (Ngastiyah,2007).
Hidrosefalus merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif pada system ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan intrakranial, menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya liquor (Mualim, 2010)
B. Etiologi Hidrosefalus
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subarackhnoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya.
Penyumbatan aliran CSS yang sering terjadi pada bayi dan anak disebabkan oleh :
1. Kongenital : disebabkan gangguan perkembangan janin dalam rahim,atau infeksi intrauterine meliputi :
a. Stenosis aquaductus sylvi b. Spina bifida dan kranium bifida c. Syndrom Dandy-Walker
d. Kista arakhnoid dan anomali pembuluh darah
2. Didapat : disebabkan oleh infeksi, neoplasma, atau perdarahan a. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat penebalan jaringan piameter dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain.
Penyebab lain infeksi adalah toksoplasmosis.
b. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS.
Pada anak, penyeban terbanyak penyumbatan ventrikel IV / akuaduktus sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari cerebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
c. Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningfen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjakdi akibat organisasi dari darah itu sendiri.
C. Klasifikasi Hidrosefalus 1. Waktu pembentukan
a. Hidrosefalus congenital, yaitu hidrosefalus yang dialami sejak dalam kandungan dan berlanjut setelah dilahirkan
b. Hidrosefalus akuisita, yaitu hidrosefalus yang terjadi setelah bayi dilahirkan atau terjadi karena faktor lain setelah bayi dilahirkan (Harsono,2006).
2. Proses terbentuknya hidrosefalus
a. Hidrosefalus akut, yaitu hidrosefalus yang tejadi secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan absorbsi CSS (Cairan Serebrospinal)
b. Hidrosefalus kronik, yaitu Hidrosefalus yang terjadi setelah cairan CSS mengalami obstruksi beberapa minggu.
3. Sirkulasi Cairan Serebrospinal
a. Communicating, yaitu kondisi hidrosefalus dimana CSS masih bisa keluar dari ventrikel namun alirannya tersumbat setelah itu.
b. Non Communicating, yaitu kondisi hidrosefalus dimana sumbatan aliran CSS yang terjadi disalah satu atau lebih jalur sempit yang menghubungkan ventrikel- ventrikel otak.
4. Proses Penyakit
a. Acquired, yaitu hidrosefalus yang disebabkan oleh infeksi yang mengenai otak dan jaringan sekitarnya termasuk selaput pembungkus otak (meninges).
b. Ex-Vacuo, yaitu kerusakan otak yang disebabkan oleh stroke atau cederatraumatis yang mungkin menyebabkan penyempitan jaringan otak atauathrophy
D. Phatway Hidrosefalus
Nyeri akut
Produksi likuor berlebih
Peningkatan resistensi aliran likuor Penekanan tekanan sinus venosa
Penumpukan cairan serebrospinalis (CSS) dalam ventrikel otak secara aktif
Peningkatan TIK Desakan pada jaringan otak
Sakit dan nyeri kepala
HIDROSEFALUS
Desakan pada medulla oblongata
Gangguan mekanisme pengaturan/persarafan di
medulla oblongata
Nausea,vomitus
Anoreksia
Risiko defisit nutrisi
Desakan pada otak dan selaput meningen
Vasokontriksi pembuluh darah otak (arteri otak)
Gangguan aliran darah ke otak
Penurunan fungsi neurologis
Hipoksia serebral
Risiko perfusi serebral tidak efektif Tumbuh kembang
anak terganggu
Risiko gangguan perkembangan Pemasangan VP Shunt
Tindakan pembedahan
Risiko infeksi
E. Manifestasi Klinis Hidrosefalus
Manifestasi klinis Hidrosefalus dibagi menjadi 2 yaitu : anak dibawah usia 2 tahun, dan anak diatas usia 2 tahun.
1. Hidrosefalus dibawah usia 2 tahun
a. Sebelum usia 2 tahun yang lebih menonjol adalah pembesaran kepala.
b. Ubun-ubun besar melebar, terba tegang/menonjol dan tidak berdenyut.
c. Dahi nampak melebar dan kulit kepala tipis, tegap mengkilap dengan pelebaran vena-vena kulit kepala.
d. Tulang tengkorak tipis dengan sutura masih terbuka lebar cracked pot sign yakni bunyi seperti pot kembang yang retak pada perkusi.
e. Perubahan pada mata. Bola mata berotasi kebawah oleh karena ada tekanan dan penipisan tulang supra orbita. Sclera nampak diatas iris, sehingga iris seakan-akan seperti matahari yang akan terbenam
f. Strabismus divergens g. Nystagmus
h. Refleks pupil lambat
i. Atropi N II oleh karena kompensi ventrikel pada chiasma optikum j. Papil edema jarang, mungkin oleh sutura yang masih terbuka.
2. Hidrosefalus pada anak diatas usia 2 tahun.
Yang lebih menonjol disini ialah gejala-gejala peninggian tekanan intra kranial oleh karena pada usia ini ubun-ubun sudah tertutup
F. Pemeriksaan Penunjang Hidrosefalus 1. Pemeriksaan fisik
Pengukuran lingkaran kepala secara berkala. Pengukuran ini penting untuk melihat pembesaran kepala yang progresif atau lebih dari normal
2. Pemeriksaan cairan serebrospinal:
Analisa cairan serebrospinal pada hidrosefalus akibat perdarahan atau meningitis untuk mengetahui kadar protein dan menyingkirkan kemungkinan ada infeksi sisa 3. Pemeriksaan radiologi
a. X-ray kepala: tampak kranium yang membesar atau sutura yang melebar b. USG kepala: dilakukan bila ubun-ubun besar belum menutup.
c. CT Scan kepala: untuk mengetahui adanya pelebaran ventrikel dan sekaligus 5.
G. Pentalaksanaan Medis Hidrosefalus 1. Terapi Medikamentosa
Hidrosefalus dewngan progresivitas rendah dan tanpa obstruksi pada umumnya tidak memerlukan tindakan operasi. Dapat diberi asetazolamid dengan dosis 25 – 50 mg/kg BB. Pada keadaan akut dapat diberikan manitol. Diuretika dan kortikosteroid dapat diberikan meskipun hasilnya kurang memuaskan. Pembarian diamox atau furocemide juga dapat diberikan. Tanpa pengobatan “pada kasus didapat” dapat sembuh spontan ± 40 – 50 % kasus.
2. Pembedahan
Tujuannya untuk memperbaiki tempat produksi LCS dengan tempat absorbsi.
Misalnya Cysternostomy pada stenosis aquadustus. Dengan pembedahan juga dapat mengeluarkan LCS kedalam rongga cranial yang disebut :
a. Ventrikulo Peritorial Shunt b. Ventrikulo Adrial Shunt
Pemasangan pintasan dilakukan untuk mengalirkan cairan serebrospinal dari ventrikel otak ke atrium kanan atau ke rongga peritoneum yaitu pintasan ventrikuloatrial atau ventrikuloperitonial.
Pintasan terbuat dari bahan bahan silikon khusus, yang tidak menimbulkan raksi radang atau penolakan, sehingga dapat ditinggalkan di dalam tubuh untuk selamanya.
Penyulit terjadi pada 40-50%, terutama berupa infeksi, obstruksi, atau dislokasi.
Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi : 1. Penanganan sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorbsinya.
2. Penanganan alternatif (selain shunting)
Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi.
saat ini cara terbaik untuk malakukan perforasi dasar ventrikel dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik.
3. Operasi pemasangan “ pintas “ ( shunting )
Operasi pintas bertujuan mambuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas drainase. Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga
peritoneum. Biasanya cairan ceebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang ada hidrosefalus komunikans ada yang didrain rongga subarakhnoid lumbar. Ada 2 hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Infeksi pada shunt meningkatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian.
H. Komplikasi Hidrosefalus
1. Peningkatan tekanan intrakranial 2. Kerusakan otak
3. Infeksi : septikemia, endokarditis, infeksil uka, nefritis, meningitis, ventrikulitis, abses otak.
4. Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik.
5. Hematoma subdural, peritonitis, abses abdomen, perporasi organ dalam rongga abdomen, fistula, hernia, dan ileus.
6. Kematian
I. Pengkajian Keperawatan Hidrosefalus 1. Anamnesa
a. Riwayat penyakit / keluhan utama
Muntah, gelisah, nyeri kepala, lethargi, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.
b. Riwayat Perkembangan
Kelahiran : prematur. Lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir menangis keras atau tidak. Kekejangan : Mulut dan perubahan tingkah laku. Apakah pernah terjatuh dengan kepala terbentur.
2. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi :
Anak dapat melihat keatas atau tidak
Pembesaran kepala
Dahi menonjol dan mengkilat. Sertas pembuluh darah terlihat jelas b. Palpasi
Ukur lingkar kepala : Kepala semakin membesar
Fontanela : Keterlamabatan penutupan fontanela anterior sehingga fontanela tegang, keras dan sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
c. Pemeriksaan Mata
Akomodasi
Gerakan bola mata
2Luas lapang pandang
Konvergensi.
Didapatkan hasil : alis mata dan bulu mata keatas, tidak bisa melihat keatas
Stabismus, nystaqmus, atropi optic.
3. Observasi Tanda-Tanda Vital
Didapatkan data – data sebagai berikut : a. Peningkatan sistole tekanan darah b. Penurunan nadi / Bradicardia c. Peningkatan frekuensi pernapasan.
4. Diagnosa Klinis
Transimulasi kepala bayi yang akan menunjukkan tahap dan lokalisasi dari pengumpulan cairan banormal. ( Transsimulasi terang )
a. Perkusi tengkorak kepala bayi akan menghasilkan bunyi “ Crakedpot “ (Mercewen’s Sign
b. Opthalmoscopy : Edema Pupil.
c. CT Scan Memperlihatkan (non – invasive) type hidrocephalus dengan nalisisi komputer.
d. Radiologi : Ditemukan Pelebaran sutura, erosi tulang intra cranial.
J. Diagnosa Keperawatan Hidrosefalus
1. Risiko perfusi serebral tidak efektif yang dibuktikan oleh hidrosefalus 2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
3. Risiko infeksi yang dibujtikan oleh prosedur invasif
4. Risiko defisit nutrisi yang dibuktikan oleh nausea, vomiting
5. Risiko gangguan perkembangan yang dibuktikan oleh kerusakan otak
K. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
1 Resiko perfusi
serebral tidak efektif yang dibuktikan oleh hidrosefalus
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama .… x …. jam, diharapkan perfusi serebral efektif dengan kriteria hasil :
Perfusi Serebral
1. Tingkat kesadaran baik 2. Tekanan intrakranial normal 3. Tidak ada sakit kepala 4. Tidak gelisah
5. Nilai rata – rata tekanan darah normal 6. Reflek saraf normal
Manajemen Peningkatan Tekanan Intracranial 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK
2. Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK ( mis tekanan darah meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardi, pola napas ireguler, kesadaan menurun)
3. Monitor MAP (Mean Arterial Pressure) 4. Monitor CVP (Central Venous Pressure) 5. Monitor status pernapasan
6. Monitor intake dan output cairan
7. Monitor cairan serebro-spinalis (mis. Warna, konsistensi
8. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
9. Berikan posisi semi fowler 10. Hindari maneuver valsava 11. Cegah terjadinya kejang
12. Hindari pemeberian cairan IV hipotonik
13. Kolaborasi pemeberian diuretic osmosis, jika perlu 2 Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri
pencedera fisiologis selama …. x … jam, diharapkan tidak terjadi nyeri akut dengan kriteria hasil : Tingkat Nyeri
1. Tidak mengeluh nyeri 2. Tidak meringis
3. Tidak ada sikap protektif 4. Tidak gelisah
5. Frekuensi nadi normal 6. Pola nafas normal 7. Tekanan darah normal
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri 4. Monitor tanda – tanda vital
5. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis : TENS, hypnosis, akupresure, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat atau dingin, terapi bermain)
6. Fasilitasi istirahat dan tidur 7. Berikan analgetik jika perlu 3 Risiko infeksi yang
dibuktikan oleh prosedur invasif
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x … jam, diharapkan tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil:
Tingkat Infeksi 1. Tidak ada demam 2. Tidak ada kemerahan 3. Tidak ada nyeri 4. Tidak bengkak
5. Tidak ada cairan berbau busuk 6. Kadar sel darah putih normal 7. Kultur darah normal
Pencegahan Infeksi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik 2. Berikan perawatan kulit pada area edema
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
4. Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi 5. Monitor tanda tanda vital
6. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi 7. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
8. Kolaborasi pemberian imunisasi / antibiotik, jika perlu
8. Kultur area luka normal
9. Tanda – tanda vital dalam batas normal
4 Risiko defisit nutrisi Yang dibuktikan
oleh nausea,
vomiting
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x … jam, diharapkan masalah defisit nutrisi membaik dengan kriteria hasil:
Status Nutrisi
1. Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi
2. Perasaan cepat kenyang menurun 3. Berat badan meningkat
4. Indeks massa tubuh (IMT) meningkat 5. Frekuensi makan meningkat
6. Nafsu makan meningkat
Pemberian makanan parenteral
1. Identifikasi terapi yang diberikan sesuai untuk usia, kondisi, dosis, kecepatan, dan rute
2. Monitor nilai laboratorium (mis. BUN, kreatinin, gula darah, elektrolit, faat, hepar)
3. Monitor berat badan
4. Monitor jumlah cairan yang masuk dan keluar 5. Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering
6. Kolaborasi pemberian obat mual dan /atau muntah, jika perlu
5 Risiko gangguan perkembangan yang dibuktikan oleh kerusakan otak
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x … jam, diharapkan tidak terjadi gangguan tumbuh kembang dengan kriteria hasil :
Status Perkembangan
1. Keterampilan / prilaku sesuai usia 2. Mampu melakukan perawatan diri
Perawatan perkembangan
1. Identifikasi pencapaian tugas perkembangan anak
2. Identifikasi isyarat perilaku dan fisiologis yang ditunjukan bayi (mis. Lapar, tidak nyaman )
3. Minimalkan nyeri
4. Minimalkan kebisingan ruangan
5. Pertahankan lingkungan yang mendukung perkembangan
3. Respon social meningkat 4. Kontak mata meningkat
optimal
6. Motivasi anak berorientasi dengan anak lain
7. Sediakan aktivitas yang memotivasi anak berinteraksi dengan anak lainnya
8. Fasilitasi anak berbagi dan bergantian/bergilir 9. Pertahankan kenyamanan anak
10. Fasilitasi anak melatih keterampilan pemenuhan kebutuhan secara mandiri (mis. Makan, sikat gigi, cuci tangan, memakai baju)
11. Dukung partisipasi anak disekolah, ekstrakulikuler dan aktivitas komunitas
12. Rujuk untuk konseling , jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Mualim. 2010. Askep Hidrosefalus. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2019 http://mualimrezki./2010/12/askep-hydrocephalus.html
Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan BAyi dan Anak (untuk perawat dan bidan). Jakarta:
Salemba Medika.
Price,Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta:
EGC.
Riyadi. 2009. Asuhan Keperawatan pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu
Saharso. 2008. Hydrocephalus. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2019 http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=061214- sykj201.htm
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Definisi dan Indikator Diagnostik). Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Definisi dan Tindakan Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI
Vanneste JA. Diagnosis and management of normal-pressure hydrocephalus. J. Neurol, 2000 ; 247 : 52222