TAFSIR TABAWI
HAKIKAT ILMU PENGETAHUAN DALAM ALQUR’AN
Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Tarbawi Dosen Pengampu: Dr. Oyoh Bariah, M.Ag
Disusun oleh:
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG 2025
Mutiara Ayu Pratiwi 2310631110142
Pipih Muflihah 2310631110155
Rif’ah Fitri Rahmawati 2310631110166
A. Muqoddimah
Ilmu pengetahuan merupakan salah satu anugerah agung yang mendapatkan tempat istimewa dalam Al-Qur’an. Kitab suci umat Islam ini tidak hanya mengandung ajaran moral dan spiritual, tetapi juga mengangkat nilai dan kedudukan ilmu sebagai jalan menuju keimanan dan ketundukan kepada Sang Pencipta. Dalam Al-Qur’an, banyak ayat yang mengajak manusia untuk berpikir, merenung, dan mengkaji ciptaan Allah sebagai sarana mengenal-Nya lebih dekat.
Hakikat ilmu dalam Al-Qur’an tidak hanya terbatas pada pengetahuan yang bersifat empiris atau rasional, tetapi juga mencakup dimensi ilahiyah—ilmu yang menuntun manusia menuju kebenaran sejati dan kehidupan yang bermakna. Al-Qur’an mengajarkan bahwa ilmu sejati adalah yang melahirkan rasa takut kepada Allah (khashyah), sebagaimana firman-Nya dalam surah Fathir ayat 28: "Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama (orang-orang berilmu)."
Dengan memahami hakikat ilmu dalam Al-Qur’an, kita diajak untuk menempatkan ilmu sebagai sarana ibadah, bukan semata-mata untuk kepentingan duniawi. Ilmu yang benar adalah ilmu yang mendekatkan kita kepada Allah, bukan yang menjauhkan dari- Nya.
B. Teks Ayat dan Tarjemah
➢ Al-Mujadalah ayat 11
اَهُّيَآٰ ي
ََنْيِذَّلا ا ْٰٓوُنَم ا اَذِا
ََلْيِق
َْمُكَل ا ْوُحَّسَفَت
َ ِسِل جَمْلا ىِف ا ْوُحَسْفاَف
َِحَسْفَي
َُٰاللّ
َ ْمُكَل اَذِا َو
ََلْيِق
ا ْوُزُشْنا ا ْوُزُشْناَف
َِعَفْرَي
َُٰاللّ
ََنْيِذَّلا ا ْوُنَم ا
َ ْمُكْنِم
ََنْيِذَّلا َو اوُت ْوُا
ََمْلِعْلا
َ ت جَرَد
َُٰاللَّو اَمِب
ََن ْوُلَمْعَت
َ رْيِبَخ
١
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu
“Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Apabila dikatakan, “Berdirilah,” (kamu) berdirilah. Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.
➢ Thaha ayat 114
َ عَتَف
َُٰاللّ ىَل
َُكِلَمْلا
َ ُّقَحْلا
ََل َو
َْلَجْعَت
َِن ا ْرُقْلاِب
َْنِم
َِلْبَق
َْنَا ى ٰٓضْقُّي
ََكْيَلِا
َ هُيْح َو
َْلُق َو
َِ بَّر
َْيِنْد ِز اًمْلِع
١١٤
Artinya : Mahatinggi Allah, Raja yang sebenar-benarnya. Janganlah engkau (Nabi Muhammad) tergesa-gesa (membaca) Al-Qur’an sebelum selesai pewahyuannya kepadamu dan katakanlah, “Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu kepadaku.”
➢ An-Naml ayat 15
َْدَقَل َو اَنْيَت ا
ََد واَد
ََن مْيَلُس َو
َ اًمْلِع
ََلاَق َو
َُدْمَحْلا
َِٰ ِلِل
َْيِذَّلا اَنَلَّضَف ى لَع
َ رْيِثَك
َْنِ م
َِهِداَبِع
ََنْيِنِمْؤُمْلا
١٥
Artinya : Sungguh, Kami benar-benar telah menganugerahkan ilmu kepada Daud dan Sulaiman. Keduanya berkata, “Segala puji bagi Allah yang melebihkan kami daripada kebanyakan hamba-hamba-Nya yang mukmin.”
➢ Al-Qashash ayat 14
اَّمَل َو
ََلَب
َ هَّدُشَا ََغ
َٰٓى وَتْساَو
َُه نْيَت ا اًمْكُح
َ اًمْلِع َّو
ََكِل ذَك َو ى ِزْجَن
ََنْيِنِسْحُمْلا
١٤
Artinya : Setelah dia (Musa) dewasa dan sempurna akalnya, Kami menganugerahkan kepadanya hikmah dan pengetahuan. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebajikan.
C. Kajian Kosakata
عَفْرَي Derajat, kedudukan
ْن م ه داَب ع َني ن مْؤُمْلا
Dari hamba- hambanya yang beriman َني ذَّلا
اوُنَمآ Orang-orang yang beriman
َغَلَب
ُهَّدُشَأ kekuatan puncak fisik dan akalnya َني ذَّلا َو
اوُتوُأ َمْل عْلا
Orang-orang yangdiberi
ilmu
ى َوَتْسا َو
Sempurna بَّر
Tuhanku
ُهاَنْيَتآ Kami berikan kepadanya ي نْد ز Tambahkanlah
kepadaku
اًمْكُح kebijaksanaan اًمْل ع Ilmu اًمْل ع َو Dan ilmu
اَنَلَّضَف telah melebihkan
kami ىَلَع
ري ثَك atasbanyak
D. Asbabun Nuzul dan Munasabah Surat
• Asbabun Nuzul
a. Asbabun Nuzul Q.S Al-Mujadalah Ayat 11
Surat Al-Mujadalah berdasarkan riwayat, ayat ini diturunkan pada hari Jum’at ketika Nabi Muhammad berada di sebuah ruang kecil yang mana sedang berkumpul bersama dengan para pejuang Badr dalam suatu majlis untuk menawarkan daerah tertentu kepada para sahabatnya. Pada saat itu, datanglah beberapa orang ketika majlis sedang berlangsung seraya mengucapkan salam kepada Nabi Muhammad SAW. Orang-orang yang baru datang tersebut tidak mendapatkan tempat duduk sehingga mereka berdiri. Kemudian, Rasulullah menyuruh berdiri orang-orang yang lebih dulu duduk, sedang tamu-tamu itu (para pejuang Badr) disuruh duduk di tempat mereka. Orang-orang yang disuruh pindah tempat merasa tersinggung perasaannya. Dari sinilah surat Al- Mujadalah ayat 11 diturunkan sebagai perintah kepada kaum mukmin untuk mentaati perintah Rasulullah dan memberikan kesempatan duduk kepada sesama mukmin lainnya.
Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar, ia menuliskan tentang asbab nuzul surat Al-Mujadalah ayat 11 sebagai berikut:
Menurut suatu riwayat yang dibawakan oleh Muqatil bin Hubban, ayat ini turun pada hari Jum'at. Ketika itu Rasulullah s.a.w. duduk di ruang Shuffah, (yaitu ruang tempat berkumpul dan tempat tinggal sekali dari sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w. yang tidak mempunyai rumahtangga). Tempat itu agak sempit dan sahabat-sahabat dari Muhajirin dan Anshar telah berkumpul. Beberapa orang sahabat yang turut dalam peperangan Badar telah ada hadir dan kemudian datang pula yang lain. Mana yang datang mengucapkan salam kepada Rasulullah s.a.w. dan kepada orang-orang yang hadir lebih dahulu. Salam mereka dilawab orang yang telah hadir, tetapi mereka tidak bergeser dari tempat duduk mereka, sehingga orang-orang yang baru datang itu terpaksa berdiri terus. Melihat hal itu Rasulullah merasakan kurang senang, terutama karena di
antara yang baru datang itu adalah sahabat-sahabat yang mendapat penghargaan istimewa dari Allah, karena mereka turut dalam peperangan Badar.
Akhimya bersabdalah Rasulullah s.a.w. kepada sahabat-sahabat yang bukan ahli-ahli Badar; "Hai Fulan! Berdirilah engkau! Hai Fulan, engkau berdiri pulalah!" Lalu beliau suruh duduk ahli-ahli Badar yang masih berdiri itu. Tetapi yang disuruh berdiri itu ada yang wajahnya terbayang rasa kurang senang atas hal yang demikian dan orang munafik yang turut hadir mulailah membisikkan celaannya atas yang demikian seraya berkata; "ltu perbuatan yang tidak adil, Demi Allah!" Padahal ada orang dari semula telah duduk karena ingin mendekat dan mendengar, tiba-tiba dia disuruh berdiri dan tempatnya disuruh duduki kepada yang baru datang. Melihat yang demikian bersabdalah Rasulullah s.a.w.;
(Prof Dr. Hamka, 1999) "Dirahmati Allah seseorang yang melapangkan tempat buat saudaranya."
Adapun riwayat lain yang disampaikan oleh Ibnu Abbas, yang mana ayat tersebut turun berhubungan dengan Tsabit bin Qais bin Syammas yang mendapati majlis ilmu dalam keadaan ramai. Tsabit bin Qais bin Syammas ingin duduk didekat Rasulullah SAW dikarenakan pendengarannya kurang baik.
beberapa orang diantaranya memberi kelapangan Tsabit bin Qais bin Syammas untuk duduk didekat Rasulullah SAW, akan tetapi beberapa lainnya tidak memberinya tempat sehingga timbullah pertengkaran. Hal tersebut akhirnya disampaikanlah kepada Rasulullah, hingga turunlah ayat ini.
b. Asbabun Nuzul Q.S Thaha ayat 114
Diriwayatkan dari Ibnu Abi Hatim dan As Sudi bahwasanya jika malaikat Jibril menyampaikan wahyu kepada Rasulullah, beliau berusaha gigih untuk menghafal yang disampaikan hingga dia merasakan kesulitan untuk dapat segera menghafalnya. Maka Rasulullah SAW merasa khawatir jika Jibril telah naik, dirinya belum menghafalnya. Lalu turunlah ayat ini.
c. Asbabun Nuzul Q.S An-Naml ayat 15
Ilmu pengetahuan pada dasarnya berasal dari Allah SWT sesuai dengan firman dalam surat An Naml ayat 15, yang diberkan kepada nabi Daud dan
diwariskan kepada nabi Sulaiman kemudian dengan ilmu pengetahuan itu mereka membimbing manusia hidup sesuai yang diinginkan Allah SWT.
Sehingga nabi Sulaiman memiliki bala tentara meliputi manusia, jin dan hewan, bahkan para burung juga menjadi bala tentaranya. Sewaktu burung Hud- hud melewati negeri saba yang di dalamnya terdapat kerajaan yang dipimpin oleh seorang ratu yang menyembah matahari. Ketika burung Hud-hud melewati kerajaan ratu Bilqis nabi Sulaiman memeriksa barisan bala tentaranya, nabi Sulaiman tidak mendapati burung Hud-hud dibarisannya sehingga nabi Sulaiman ingin memberikan hukuman kepada burung Hud-hud. Sesampainya burung Hud-hud ke kerajaan nabi Sulaiman ia langsung memberitahukan apa yang telah dilihat olehnya sewaktu dalam perjalanan, lantas nabi Sulaiman tidak langsung percaya kepada burung Hud-hud dan langsung mengirimkan surat kepada ratu Bilqis untuk ingin mengetahui kebenaran info dari burung Hud-hud.
Adapun yang perlu kita perhatikan di dalam surat nabi Sulaiman adalah pembukaan isi suratnya yakni terdapat lafadz basmalah, yang merupakan lafadz yang apabila dibacakan diawal pekerjaan maka akan mendapati keberkahan dari Allah SWT.Sesampainya surat nabi Sulaiman ke ratu Bilgis, lantas ratu Bilqis membacanya dan mengumpulkan para pembesar kerajaan ratu Bilqis, untuk melakukan rapat dalam membicarakan isi dari surat nabi Sulaiman.
d. Asbabun Nuzul Q.S Al-Qashash ayat 14
Sebab-sebab diturunkan ayat ini pada saat itu terdapat sebuah raja yang kuat dan zalim pada saat itu. Dan pada saat itu juga musa lahir dalam golongan bani israil yaitu golongan yang hina oleh karena itu Musa dihanyautkan oleh ibunya ke sungai nil, dan ketika itu ditemukan ia oleh istri raja firaun dan musa dibawa ke istana Disana Musa dididik di bawah bimbingan dan penjagaan Allah SWT.
Pendidikan Musa dimulai di rumah Fir'aun di mana di dalamnya terdapat ahli pendidikan dan para pengajar. secara sederhana Fir'aun rnampu mengumpulkan para pakar pendidikan dan para cendekiawan.
Demikianlah hikmah Allah SWT berkehendak agar Musa terdidik di bawah pendidikan yang besar dan ditangani pakar-pakar pendidikan yang terlatih.
Ironisnya, hal ini terjadi di rumah musuhnya yang pada suatu hari nanti akan hancur di tangannya, sebagai bentuk pelaksanaan dari perintah Allah SWT.
Musa tumbuh di rumah Fir'aun. Beliau mempelajari ilmu hisab, ilmu bangunan, ilmu kimia, dan bahasa. Beliau tidur di bawah bimbingan agama.
Oleh karena itu, Musa tidak mendengar omongan kosong yang dikatakan oleh pendidik tentang ketuhanan Fir'aun. Jarang sekali ia mendengar bahwa Fir'aun adalah tuhan. Beliau pun menepis pernyataan dan anggapan ini. Beliau tinggal bersama Fir'aun di satu rumah. Beliau mengetahui lebih daripada orang lain bahwa Fir'aun hanya sekadar manusia biasa tetapi ia orang yang lalim.
Musa mengetahui bahwa ia bukanlah anak dari Fir'aun. Beliau adalah salah seorang dari Bani Israil. Beliau menyaksikan bagaimana pengawal-pengawal Fir'aun dan para pengikutnya menindas Bani Israil. Akhirnya, Musa tumbuh besar dan mencapai kekuatannya.
• Munasabah Surat / Ayat a. Surat Al Mujadialah ayat 11
Munasabah (penyebab turunnya) surat Al-Mujadilah ayat 11 adalah peristiwa di mana para sahabat, khususnya para sahabat yang berjihad dalam Perang Badar, datang ke majelis Rasulullah SAW. Mereka mengucap salam dan disambut, namun tidak diberikan tempat duduk. Rasulullah SAW kemudian memerintahkan para sahabat lain untuk berdiri dan memberikan tempat duduk mereka kepada para sahabat Badar.
Peristiwa ini kemudian menjadi latar belakang turunnya ayat 11 surat Al- Mujadilah, yang berbunyi: "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, 'Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,' maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, 'Berdirilah kamu,' maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan." Ayat ini menjelaskan tentang pentingnya menjaga adab dalam majelis, memberikan kelapangan bagi sesama, dan meninggikan derajat orang yang beriman dan berilmu. Ayat ini juga menekankan bahwa Allah SWT akan memberi kelapangan dan meninggikan derajat bagi mereka yang menjalankan perintah- Nya, seperti memberi tempat duduk dan berdiri ketika diminta.
b. Surat At-Thaha ayat 114
Ayat ini merupakan penutup dari surat Thaha yang berisi perintah agar Nabi Muhammad tidak terburu-buru dalam menerima dan membacakan wahyu Al- Qur'an sebelum wahyu itu selesai diturunkan. Ini menunjukkan kehati-hatian dan ketelitian dalam penyampaian wahyu agar tidak terjadi kesalahan atau kebingungan .
Secara asbabun nuzul (sebab turunnya ayat), ayat ini diturunkan karena Nabi Muhammad merasa berat dan tergesa-gesa menghafal wahyu yang dibawa oleh malaikat Jibril. Allah memerintahkan agar beliau tidak terburu-buru dan memohon tambahan ilmu kepada-Nya agar proses menerima wahyu berjalan dengan baik dan lancar .
Munasabah antara ayat ini dengan ayat sebelumnya dan sesudahnya adalah sebagai penegasan bahwa Allah adalah Maha Tinggi dan Raja yang sebenarnya, sehingga segala sesuatu harus dilakukan sesuai dengan ketetapan-Nya, termasuk dalam proses pewahyuan Al-Qur'an. Ayat ini ditutup dengan doa memohon ilmu, menandai pentingnya ilmu dan kesabaran dalam dakwah dan pengajaran Al-Qur'an .
Dalam konteks munasabah surat, ayat ini juga menguatkan tema surat Thaha yang tekanan kesabaran, keteguhan, dan ketundukan kepada Allah dalam menghadapi ujian dan tugas kenabian .
c. Surat An-Naml ayat 15
Apa yang diberikan Allah kepada nabi Daud dan nabi Sulaiman pada firman Allah dalam surat An Naml adalah ilmu. Salah satu ilmu yang Allah berikan kepada nabi Daud dan nabi Sulaiman ilmu yang dapat memahami bahasa hewan diantaranya dapat memahami semut dan burung mendengar perkataan semut di sebuah lembah, nabi Sulaiman seketika tersenyu ata tertawa seraya bersyukur atas nikmat yang Allah kepadanya. Berikan
Nabi Sulaiman juga mewarisi dari nabi Daud berupa kerajaan dan kekanyaan yang berlimpah. Sehingga nabi Sulaiman selalu bersyukur kepada Allah dan berbuat baik kepada orangtuanya, sesuai dengan di anjurkan dalam Islam, firman Allah dalam surat Al Isra 23 "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik
pada kedua orangtuamu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada kedanya perkatan 'ah' dan kamu janganlah membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Karima ucapan yang mulia" (QS. Al-Isra: 23). Dari firman Allah di atas dapat disumpulkan bahwa peserta didik haruslah berbakti kepada kedua orangtuanya supaya mendapatkan keberkahan ilmu tersebut. Berbakti kepada orangtu merupakan bentuk hasil dari ilmu yang diajarkan kepada anak didik. Ketika nabi Sulaiman memeriksa bala tentaranya ia mendapati burung hud-dud tidak di tempatnya, nabi Sulaiman langsung menanyakan keberadaan burung Hud-hud kepada balatentaranya sambil memberikan ancaman kepada burung Hud-hud.
Hal ini sama halnya dengan guru sebelum memulai pelajaran ada baiknya guru memeriksa muridnya sebelum memulai pelajaran.
d. Surat Al-Qashash ayat 14
Ayat ini menandai fase penting dalam kehidupan Nabi Musa, yaitu saat beliau mencapai kedewasaan fisik dan mental, yang menjadi syarat untuk menerima anugerah hikmah dan ilmu dari Allah, yakni kenabian dan pengetahuan agama .
Munasabah ayat ini dengan ayat sebelumnya adalah kelanjutan kisah perjalanan hidup Musa, yang sebelumnya menceritakan latar belakang dan situasi beliau sebelum menerima wahyu dan tugas kenabian. Ayat ini menjadi titik transisi dari masa persiapan menuju masa tugas kenabian .
Dengan anugerah hikmah dan ilmu yang diberikan, ayat ini juga menegaskan janji Allah untuk memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik, termasuk Musa atas ketaatannya. Ini menunjukkan hubungan sebab-akibat antara ketaatan dan pemberian ilmu serta hikmah dari Allah .
Munasabah ayat ini dengan ayat-ayat sesudahnya biasanya melanjutkan kisah Musa setelah menerima hikmah dan ilmu, termasuk peristiwa-peristiwa penting seperti pembunuhan orang Qibti dan mendokumentasikan ke Madyan,
yang menjadi bagian dari proses pengembangan diri dan persiapan dakwahnya .
Secara keseluruhan, ayat ini berfungsi sebagai penghubung yang menegaskan bahwa kedewasaan dan kesempurnaan akal adalah prasyarat penting untuk menerima wahyu dan hikmah, serta sebagai bentuk balasan bagi orang-orang beriman yang berbuat baik, yang menjadi tema sentral dalam surat Al-Qashash.
Singkatnya, munasabah Surat Al-Qashash ayat 14 adalah sebagai titik transisi yang menandakan pemberian hikmah dan ilmu kepada Musa setelah mencapai kedewasaan, menghubungkan kisah masa lalunya dengan tugas kenabian yang akan diembannya, serta menekankan prinsip balasan Allah kepada orang-orang yang berbuat baik
E. Analisis Tematik ( Dirasah Maudhiyah ) Hakikat Ilmu Pengetahuan dalam Alqur'an Surah Al Mujadalah ayat 11
Menurut Tafsir As-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di
اَهُّيَآٰ ي َنْي ذَّلا ا ْٰٓوُنَم ا اَذ ا َلْي ق ْمُكَل ا ْوُحَّسَفَت س ل جَمْلا ى ف
ا ْوُحَسْفاَف حَسْفَي
ُٰاللّ
ْمُكَل اَذ ا َو َلْي ق
ا ْوُزُشْنا ا ْوُزُشْناَف
عَفْرَي ُٰاللّ
َنْي ذَّلا ا ْوُنَم ا ْمُكْن م َنْي ذَّلا َو اوُت ْوُا َمْل عْلا ت ج َرَد ُٰاللّ َو اَم ب
َن ْوُلَمْعَت رْي بَخ
١
Menurut Tafsir As-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H, Ini adalah ajaran dari allah untuk para hambaNya yang beriman ketika mereka berada dalam majelis perkumpulan, yang sebagian dari mereka ada orang yang baru datang meminta agar tempat duduk diperluas. Termasuk bersopan santun dalam hal ini adalah dengan memberikan kelonggaran tempat baginya agar maksudnya bisa terpenuhi, bukan untuk mengganggu orang yang memberi kelonggaran tempat tersebut.
Maksud saudaranya pun terpenuhi tanpa harus terganggu. Balasan itu berdasarkan jenis amal. Siapa pun yang memberi kelonggaran, maka akan diberi kelonggaran oleh Allah, siapa pun yang memberi keleluasaan pada saudaranya, maka Allah akan memberinya keleluasaan. “Dan apabila dikatakan, ‘Berdirilah kamu’,” artinya berdirilah dari tempat
duduk kalian, karena adanya suatu keperluan mendesak, “maka berdirilah,” maksudnya segeralah berdiri agar kemaslahatan tercapai, karena melaksanakan hal seperti ini termasuk bagian dari ilmu dan iman. Allah akan mengangkat derajat orang yang berilmu dan beriman berdasarkan ilmu dan keimanan yang Allah berikan pada mereka.
“Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Masing-masing diberi balasan berdasarkan amalnya. Perbuatan baik akan dibalas baik dan perbuatan buruk akan dibalas buruk. Di dalam ayat ini terdapat penjelasan tentang keutamaan ilmu. Dan keindahan serta buah dari ilmu adalah dengan beradab dengan adab-adab ilmu serta menunaikan tuntutannya.
Tafsir Al-Misbah karya M Quraish Shihab
Dalam Tafsir Al-Misbah karya M Quraish Shihab menjelaskan bahwa kata (اوحسفت (tafassahu dan (اوحسفا (ifsahu berasal dari kata Fasaha yang artinya lapang, sedangkan kata (اوزشوا (unsyuzu berasal dari kata nusyuzu yaitu tempat tinggi. Pernyataan pada perintah tersebut awal mulanya beralih ketempat yang tinggi. Maksud dari kalimat tersebut adalah berpindah ke tempat lain untuk memberi kesempatan kepada yang lebih wajar duduk atau melakukan hal yang positif. Ada pun pemahaman lainnya yang dimaksud adalah berdirilah dari rumah Nabi, sebab bisa jadi Nabi mempunyai kepentingan lain dan harus segera dihadapi (Shihab, 2003).
Berkaitan dengan kata majlis dalam konteks Surat al-Mujadalah ayat 11 ialah tempat keberadaan secara mutlak baik itu tempat duduk, tempat berdiri bakan berbaring sekali pun. sebab, arah dan tujuan perintah dan tuntunan dalam Surat Al-Mujadalah ayat 11 yakni memberi kelapangan tempat yang layak, sewajarnya dengan mengalah kepada orang-orang yang dihormati atau yang lemah maupun orang tua bahkan kepada nonmuslim, maka sikap seperti ini wajar dan beradab bagi orang-orang yang berilmu (Shihab, 2003). Maksud kalimat “yang diberi pengetahuan” adalah meraka orang yang beriman dan menghiasi diri mereka dengan pengetahuan. Dalam ayat ini terbagi atas dua maksud kaum beriman, yaitu yang pertama, kaum yang sekedar hanya beriman dan beramal shaleh, sedangkan yang kedua, beriman, beramal saleh serta mempunyai pengetahuan. Kedua kelompok ini derajadnya menjadi tinggi dikarenakan nilai ilmu yang dimilikinya dan amal serta pengajarannya kepada yang lain melalui tulisan maupun lisaan serta memberi keteladanan (Shihab, 2002)
Pemaknaan akan ilmu yang dimaksud diatas adalah ilmu apaun yang bermanfaat bukan ilmu agama saja. Serta di dalam Al-Qur’an sendiri ilmu yang bukan ilmu agama juga menunjukkan bahwa ilmu tersebut menjadikan seseorang itu takut dan kagum
kepada Allah SWT, hingga membuat motivasi atau mendorong orang yang berilmu tersebut untuk mengimplementasikan pengetahuannya serta memanfaatkannya guna kepentingan hidup bersama tidak hanya diri sendiri tetapi untuk semua makhluk (Shihab, 2002).
Tafsir Al-Maraghi
Dalam Tafsir Al-Maraghi menurut Ahmad Maraghi disebutkan Surat Al-Mujadalah ayat 11 terdapat tiga hal yaitu: (1) para sahabat ketika berada pada majelis bersama Rasulullah SAW berkeinginan untuk dekat dengan Rasulullah dengan tujuan agar mudah mendengarkan nasehat, mereka berkeyakinan akan nasehatnya terdapat kebaikan dan keistimewaan yang agung. (2) adanya perintah untuk saling memberi kelapangan dalam majelis adar tidak ada desakan dan himpitan sehingga akan menciptakan suasana yang akrab diantara sesama orang yang berada di majelis. (3) setiap orang yang memberi kemudahan kepada sesame yang ingin menuju jalan kebaikan dan kedamaian, maka Allah akan memberikan kabaikan yang luas baik didunia maupun diakherat (Al-Maraghi, 1974).
Disampaikan dalam ayat ini bahwasanya barang siapa yang memberi kelapangan dalam menyampaikan hal-hal kebaikan kepada kaum muslimin, Allah SWT akan meninggikan derajat orang-orang mukmin sebagaimana mereka telah mentaati perintah-perintah-Nya, terlebih lagi bagi porang-orang yang berilmu, dengan derajat yang banyak dalam hal pahala dan tingkatan keridhaan.
Surah At Thaha Ayat 114
Menurut Tafsir As-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di
ىَل عَتَف ُٰاللّ
ُك لَمْلا ُّقَحْلا َل َو ْلَجْعَت ن ا ْرُقْلا ب ْن م
لْبَق ْنَا ى ٰٓضْقُّي َكْيَل ا هُيْح َو ْلُق َو بَّر ْي نْد ز
اًمْل ع
١
Menurut Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H, 114. Ketika Allah menyebutkan keputusan pembalasan pembalasanNYa pada para hambaNya dan ketetapan perintah agamaNya yang Allah turunkan di dalam KItabNya, -realita ini termasuk bagian dari implikasi kekuasaanNya-, Allah berfirman,
“Maka Maha Tinggi Allah,” maksudnya Mahabesar, berada di ketinggian, suci dari segala kekurangan dan kerusakan.3 “Raja”, yang kepemilikan kerajaan menjadi ciriNya, dan semua makhluk adalah budak-budakNya. Ketetapan hukum-hukum kekuasaan qadari maupun syar’iNya berlaku pada mereka. “Yang sebenar-benarnya,”
maksudnya wujudNya, kerajaanNYa, dan kesempurnaanNYa benar-benar haq. Sifat- sifat kesempurnaan tidaklah hakiki kecuali bagi Dzat Yang Memiliki keagungan.
Termasuk hal itu adalah kepemilikan kekuasaan. Sesungguhnya selainNYa dari kalangan makhluk, walaupun mempunyai kekuasaan pada waktu-waktu tertentu yang meliputi sebagian aspek, akan tetapi kekuasaannya adalah kekuasaan yang pendek, batil lagi akan sirna. Adapun (kekuasaaan) Allah, maka akan tersu eksisdan tidak musnah, karena Diia Raja, Yang Mahahidup, Maha menangani yang lain lagi Mahaagung. “Dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca al-Quran sebelum wahyunya disampaikan (secara sempurna) kepadamu,” maksudnya janganlah engkau bersegera untuk menangkap al-Quran ketika Jibril sedang membacakannya kepadamu. Bersabarlah sampai dia menuntaskannya. Jika sudah selesai, maka bacalah. Sesungguhnya Allah telah menjamin pengumpulannya bagimu di dadamu dan dalam bacaan al-Quranmu.
Seperti yang difirmankan Allah, "Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Qur'an karena hendak cepat-cepat (menguasai) nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.
Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah penjelasannya." (Al-Qiyamah:16-19). Ketika ketergesaan dan kesegeraan beliau untuk menerima wahyu menunjukkan kecintaan beliau yang utuh kepada ilmu dan keantusiasan untuk menguasainya, maka Allah memerintahkan beliau untuk meminta tambahan ilmu. Sesungguhnya ilmu itu baik, dan banyak kebaikan itu dituntut, kebaikan itu berasal dari Allah, dan jalan menuju ke sana adalah melalui ketekunan, kerinduan kepada ilmu, memohon dan meminta pertolongan kepadaNya serta duduk bersimpuh kepadaNya di setiap waktu. Bisa di ambil pelajaran dari ayat yang mulia ini, mengenai etika dalam menerima ilmu, bahwa orang yang mendengarkan ilmu seyogyanya perlahan-lahan dan bersabar, sampai pendikte dan pengajar selesai dari penjelasannya yang saling berkaitan. Jika ia sudah selesai darinya, pencari ilmu menanyakan (nya) bila dia punya pertanyaan. Janganlah dia bersegera bertanya dan memotong keterangan orang yang mengajar. Sesungguhnya sikap ini penyebab terhalangi (dari menguasai ilmu). Demikian juga orang yang ditanya, seharusnya ia meminta penjelasan lebih lanjut tentang pertanyaan penanya dan melacak maksudnya sebelum menjawab. Sesungguhnya sikap ini menjadi penyebab ketepatan dalam menjawab dengan benar.
Tafsir Al-Misbah oleh M. Quraish Shihab
Setelah menguraikan kebesaran Allah yang menurunkan Al-Qur’an sebagaimana dilukiskan oleh ayat-aya yang lalu, ayat ini menampik segala kekurangan dan prasangka buruk terhadap Allah Swt, dengan menyatakan, bahwa jika demikian itu sebagian yang dilakukan Allah swt, Maka Maha Tinggi Allah, ketinggian yang tidak terjangkau oleh nalar dan tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Dialah Maha Raja Yang Haq dan sebenar-benarnya “Yang tidak dapat disentuh kerajaan- Nya.”
Selanjutnya kehebatan tuntunan Al-Qur’an dan perintah Allah untuk selalu mengikutinya boleh jadi menjadikan beliau tergesa-gesa dan ingin memperolehnya sebanyak mungkin, maka Allah lanjutkan dengan menyatakan: Dan janganlah engkau tergesa-gesa membaca Al-Qur’an sebelum disempurnakan untukmu pewahyuannya oleh malaikat Jibril yang membawanya turun. Namun demikian engkau sangat wajar jika selalu mengharap lagi berusaha untuk memperoleh pengetahuan, karena itu Allah memerintahkan beliau berusaha dan berdoa dengan firman-Nya : Dan katakanlah : “Tuhan Pemelihara dan Pembimbing-ku, tambahkanlah kepada-kuilmubaik melalui wahyu-wahyu-Mu yang disampaikan oleh malaikat maupun melalui apa yang terbentang dari ciptaan-Mu di alam raya Tafsir Al-Maraghi oleh Ahmad Musthafa Al-Maraghi
Larangan kepada Nabi SAW untuk membaca Al-Qur'an dengan tergesa-gesa sebelum wahyu disempurnakan. Diriwayatkan bahwa nabi saw sangat ingin mengambil Al-Qur'an dari Jibril as, maka dia tergesa-gesa membacanya karena takut lupa sebelum Jibril menyempurnakannya. Maka, beliau dilarang berbuat demikian, dan dikatakan padanya, "Janganlah kamu tergesa-gesa membacanya sebelum disempurnakan mewahyukannya, agar kamu mengambilnya dengan mantap dan tenang. Dan berdoalah kepada Tuhanmu agar Dia menambah pemahaman dan pengetahuan."
ىَلاَعَتَف هَاللّ
هكِلَمْلا قَحْلا
Maha Suci Allah Yang Kuasa untuk memerintah dan melarang. Yang berhak untuk diharapkan janji-Nya dan ditakuti ancamanNya, yaitu yang tetap dan tidak berubah dari penurunan Al-Qur'an kepada mereka tidak mengenai tujuan yan untuk itu ia diturunkan, yaitu mereka meninggalkan perbuatan maksiat dan melakukan segala ketaatan.
Tidak diragukan lagi, ayat ini mengandung perintah untuk mengkaji Al-Qur'an, dan penjelasan bahwa segala anjuran dan larangannya adalah siasat Ilahiyah yang mengandung kemaslahatan dunia dan akhirat, hanya orang yang dibiarkan oleh Allahlah yang akan menyimpang daripadanya; dan bahwa janji serta ancaman yang dikandungnya bnar seluruhnya, tidak dicampuri dengan kebatilan; bahwa orang yang haq adalah orang yang mngikutinya, dan orang yang batil adalah orang yang berpaling dari memikirkan larangan-larangannya.
َل َو ْلَجْعَت ِنآ ْرهقْلاِب ْن ِم ِلْبَق ْنَأ ىَضْقهي َكْيَلِإ هههيْح َو
Janganlah kamu tergesa-gesa membacanya didalam hatimu sebelum Jibril selesai menyampaikannya kepadamu.
Diriwayatkan, apabila Jibril menyampaikan Al-Qur'an, nabi saw mengikutinya dengan mengucapkan setiap huruf dan kalimat, karena beliau khawatir tidak dapat menghafalnya. Maka beliau dilarang berbuat demikian, karena barangkali mengucapkan kalimat akan membuatnya lengah untuk mendengarkan kalimat berikutnya.
Ringkasan: dengarkanlah baik-baik dan diamlah ketika wahyu turun dengan mwmbawa Al-Qur'an kepadamu; hingga apabila malaikat selesai membacakannya, maka bacalah sesudahnya.
ْلهق َو ِ ب َر يِنْد ِز اًمْلِع
Mohonlah tambahan ilmu kepada Allah tanpa kamu tergesa-gesa membaca wahyu, karna apa yang diwahyukan kepadamu itu akan kekal.Tirmizi meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw berdoa:
َمههَللا يِنْعَفْلا اَمِب َلَع
،يِنَتْم يِنْمَلَع َو اَم
،يِنهعَفْنَي َو يِنْد ِز اًمْلِع
Ya Allah, berilah manfaat kepadaku dengan apa-apa yang Engkau ajarkan kepadaku, dan ajarkanlah aku apa-apa yang bermanfaat bagiku. Dan tambahkanlah ilmu kepadaku.Ibnu Mas'ud, apabila membaca ayat ini, maka dia berdoa:
مهللا يدر ًاناميإ اهقفو ًانيقيو ًامْلِع َو
"Ya Allah, berilah aku tambahan iman, pemahaman, keyakinan dan ilmu".
Tafsir Ibnu Katsir
ْلهق َو ِ ب َر يِنْد ِز اًمْلِع
"Dan katakanlah: Ya Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." Artinya, tambahkanlah ilmu kepada-ku dari sisi-Mu.
Ibnu 'Uyainah berkata: "Rasulullah Saw selalu bertambah ilmunya sampai hari kewafatannya." Sedangkan Ibnu Majah meriwayatkan, dari Abu Hurairah, ia menuturkan, Rasulullah Saw bersabda:
َمههَللا يِنْعَفْنا ِب اَم
،يِنَتْمَلَع يِنْمَلَع َو اَم
،يِنهعَفْنَي َو يِنْد ِز اًمْلِع َو هد ْمَحْلا َِ ِلِل ىَلَع ِ لهك لاَح
"Ya Allah, jadikanlah apa yang Engkau ajarkan kepadaku ilu bermanfaat bagiku, dan ajarkanlah apa yang bermanfaat bagiku serta tambahkanlah ilmu kepadaku. Segala puji bagi Allah atas segala keadaan."
Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, dan ia mengatakan, "hadits tersebut gharib dari sisi ini.
Surat An-Naml Ayat 15
Menurut Tafsir As-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di
ْدَقَل َو اَنْيَت ا َد واَد َن مْيَلُس َو اًمْل ع
َلاَق َو ُدْمَحْلا ٰ لِل ْي ذَّلا اَنَلَّضَف ى لَع رْي ثَك ْن م ه داَب ع
َنْي ن مْؤُمْلا
١٥
Menurut Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H, Allah mengingatkan di dalam al-qur’an ini dan memuji karuniaNya kepada Dawud dan putranya, sulaiman yaitu berupa ilmu pengetahuan yang luas lagi banyak, dengan bukti (ungkapan) nakirah, sebagimana Allah berfirman, “dan (ingatlah kisah) Dawud dan sulaiman, di waktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya. Dan kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu, maka kami telah memberikan pengertian kepada sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat), dan kepada masing- masing mereka telah kami berikan hikmah dan ilmu,” (al-anbiya:78-79) Dan keduanya pun berkata seraya bersyukur kepada tuhannya atas karuniaNya yang sangat besar, yaitu atas pengajaran untuk keduanya, “segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dari kebanyakan hamba-hambaNya yang beriman,” maka keduanya memuji Allah karena telah menjadikan keduanya termasuk orang-orang yang beriman, manusia yang mendapat kebahagiaan, dan mereka adalah orang-orang yang special. Sudah tidak ragu lagi bahwa orangorang yang beriman itu ada empat derajat, yaitu orang-orang shalih, lalu di atasnya adalah para syuhad’, dan di atasnya lagi adalah para shidiqqin dan yang plaing atas adalah para nabi. Dawud dan sulaiman adalah termasuk dalam kategori
elitnya para rasul, sekalipun mereka masih berada di bawah derajat (tingkatan) ulul azmi yang berjumlah lima rasul. Akan tetapi mereka tetap termasuk golongan para rasul yang paling utama lagi mulia; yaitu mereka yang dipuji oleh Allah di dalam al-qur’an dengan pujian yang amat besar. Maka dari itu mereka memuji Allah atas kedudukan yang mereka capai ini. Ini adalah tanda kebahagiaan seorang hamba, yaitu dia bersyukur kepada Allah atas berbagai nimatNya yang bersifat religi dan duniawi, dan kalau dia melihat (merasakan) bahwa seluruh nikmat adalah berasal dari Rabbnya, maka dia tidak akan berbangga diri karenanya dan tidak menjadi sombong dengannya, bahkan dia melihat bahwa kenimatan-kenikmatan tersebut sangat berhak untuk disyukuri sebanyak-banyaknya
Menurut Tafsir Al-Maraghi Ahmad Mustafa
Menurut Al-Maraghi, ilmu yang diberikan kepada Nabi Daud dan Nabi Sulaiman mencakup pengetahuan agama dan duniawi. Ilmu ini meliputi pemahaman tentang hukum, kebijaksanaan dalam memimpin, serta kemampuan dalam berbagai bidang seperti memahami bahasa burung dan makhluk lainnya. Anugerah ini menunjukkan keistimewaan mereka sebagai nabi dan pemimpin yang diberi kelebihan oleh Allah.
Termasuk pemahaman mendalam tentang hukum, pemerintahan, serta kemampuan memahami bahasa burung dan makhluk lainnya. Ilmu ini merupakan karunia khusus yang diberikan Allah kepada mereka berdua, menjadikan mereka unggul di antara banyak hamba-Nya yang beriman.
Al-Maraghi juga menekankan bahwa ungkapan syukur Nabi Daud dan Nabi Sulaiman menunjukkan kesadaran mereka akan nikmat ilmu tersebut, serta pengakuan bahwa keutamaan itu berasal dari Allah semata. Ini mencerminkan sikap tawadhu dan pengakuan atas kebesaran Allah dalam menganugerahkan ilmu kepada hamba-hamba- Nya.
Sikap syukur yang ditunjukkan oleh kedua nabi ini menjadi teladan bagi umat manusia. Mereka menyadari bahwa kelebihan yang dimiliki bukan semata-mata hasil usaha pribadi, melainkan karunia dari Allah. Oleh karena itu, mereka memuji Allah atas nikmat tersebut dan tidak bersikap sombong atau angkuh.
Ayat ini mengandung beberapa nilai pendidikan Islam yang penting, antara lain:
1. Syukur atas Nikmat Ilmu: Menunjukkan pentingnya bersyukur atas ilmu yang diberikan oleh Allah dan menggunakannya untuk kebaikan.
2. Kesadaran akan Karunia Allah: Menyadarkan bahwa segala kelebihan yang dimiliki adalah pemberian dari Allah, bukan semata-mata hasil usaha sendiri.
3. Keteladanan Nabi dalam Kepemimpinan: Menunjukkan bagaimana nabi sebagai pemimpin bersikap rendah hati dan bersyukur, menjadi contoh bagi umatnya.
4. Pentingnya Ilmu dalam Kehidupan: Menekankan bahwa ilmu adalah salah satu nikmat terbesar yang dapat membawa seseorang kepada kedudukan yang mulia di sisi Allah.
5. Dengan demikian, Surah An-Naml ayat 15 mengajarkan bahwa ilmu adalah karunia besar dari Allah yang harus disyukuri dan digunakan dengan bijak. Sikap Nabi Daud dan Nabi Sulaiman menjadi teladan dalam mensyukuri nikmat tersebut dan menggunakannya untuk kebaikan umat.
Surat Al-Qashash Ayat 14
Menurut Tafsir As-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di
اَّمَل َو َغَلَب هَّدُشَا ٰٓى وَتْسا َو ُه نْيَت ا
اًمْكُح اًمْل ع َّو َك ل ذَك َو ى زْجَن َنْي ن سْحُمْلا
١٤
Menurut Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H, “Dan setelah Musa cukup umur,” dia memiliki kekuatan, akal, dan kedewasaan.
Dan hal ini biasanya terjadi kira-kira pada usia 40 tahun, “dan sempurna,” maksudnya, semua permasalahan sudah menjadi sempurna, “Kami berikan kepadanya hikmah dan pengetahuan.” Maksudnya, hukum-hukum yang bisa dia gunakan untuk dapat mengetahui hukum-hukum syariat dan dapat memberikan keputusan diantara manusia, dan ilmu yang cukup banyak. “Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada orang- orang yang berbuat baik,” di dalam beribadah kepada Allah, berbuat baik kepada makhluk Allah. Allah memberi mereka ilmu dan hikmah menurut ihsan yang mereka miliki. Ia membuktikan kesempurnaan sifat ihsannya Nabi Musa.
Tafsir Al-Maraghi Ahmad Mustafa
Dalam Tafsir Al-Maraghi, Ahmad Mustafa Al-Maraghi menjelaskan beberapa poin penting dari ayat ini:
1) Makna “Balagha Asyuddahu wa Istawa”
Al-Maraghi menerangkan bahwa kalimat “balagha asyuddahu” berarti Nabi Musa telah mencapai usia kedewasaan yang sempurna — yaitu masa kuatnya fisik, akal, dan kematangan jiwa. Sedangkan “istawa” bermakna kesempurnaan pertumbuhan akal, jasmani, dan ruhani. Pada usia ini, Musa dianggap telah layak menerima tugas kenabian dan tanggung jawab besar.
2) Anugerah Hikmah dan Ilmu
Ketika Musa mencapai usia dewasa tersebut, Allah memberikan dua anugerah besar:
o Hukman (اًمْكهح): kebijaksanaan, kemampuan berhukum, membuat keputusan yang adil, memahami hukum-hukum syariat, dan menyelesaikan persoalan dengan benar.
o ‘Ilman (اًمْلِع): ilmu pengetahuan tentang agama, kehidupan, serta petunjuk Allah. Menurut Al-Maraghi, ini mencakup pengetahuan mendalam tentang hukum Allah, urusan umat, dan hal-hal duniawi yang penting bagi kepemimpinan seorang nabi.
Al-Maraghi menekankan bahwa anugerah ini bukan semata-mata hasil usaha Musa, melainkan karunia Allah atas ketakwaan dan kebaikan akhlaknya.
3) Balasan untuk Orang-Orang yang Berbuat Baik Di akhir ayat, Allah berfirman:
َو َكِلََٰذَك ي ِزْجَن َنيِنِسْحهمْلا
Artinya: “Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”Al-Maraghi menjelaskan bahwa ini adalah sunnatullah (ketetapan Allah) yang berlaku bagi siapa saja. Siapa pun yang melakukan kebaikan, menjaga diri dari maksiat, berusaha di jalan yang benar, dan selalu memperbaiki akhlaknya, pasti akan memperoleh balasan berupa keberkahan, ilmu, dan hikmah dari Allah.
F. HIKMAH-HIKMAH
1) Menjelaskan adab menghadiri majelis ilmu, yaitu berlapang-lapang memberi tempat bagi orang lain agar suasana majelis menjadi nyaman dan penuh persaudaraan .
2) Allah menjanjikan kelapangan dan kemudahan bagi orang yang berlapang- lapang dalam majelis, baik di dunia maupun akhirat
3) Mengajarkan kesabaran dan kehati-hatian dalam menerima wahyu, tidak tergesa-gesa agar proses penerimaan ilmu berjalan dengan baik.
4) Menegaskan keagungan Allah sebagai Raja yang sebenarnya, sehingga segala sesuatu harus dilakukan sesuai ketetapan-Nya.
5) Mendorong untuk selalu berdoa memohon tambahan ilmu kepada Allah, menandakan pentingnya ilmu dan kesabaran dalam dakwah dan pengajaran Al- Qur'an.
6) Mengajarkan kesabaran dan kehati-hatian dalam menerima wahyu, tidak tergesa-gesa agar proses penerimaan ilmu berjalan dengan baik.
7) Menegaskan keagungan Allah sebagai Raja yang sebenarnya, sehingga segala sesuatu harus dilakukan sesuai ketetapan-Nya.
8) Mendorong untuk selalu berdoa memohon tambahan ilmu kepada Allah, menandakan pentingnya ilmu dan kesabaran dalam dakwah dan pengajaran Al- Qur'an.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi, A. M. (2007). TAFSIR AL MAAGHI.
https://archive.org/details/tafseer_mraghi/mraghi19/page/n1/mode/1up
April, V. N., & Rahmawati, A. (2025). DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI. 5(1), 111–120.
Arum Sari, D. F. P., & Retnaningsih, D. A. (2023). Keutamaan Orang Berilmu Dalam Al- Qur’an Surat Al-Mujadalah Ayat 11. Tarbiya Islamica, 10(2), 118–129.
https://doi.org/10.37567/ti.v10i2.2252
Dan, A. A., & Hakikat, H. (2021). Ayat al-quran dan hadis hakikat ilmu. 2, 601–608.
Detikcom, T. H. (2020). Al Mujadalah Ayat 11 dan Pentingnya Ilmu.
https://news.detik.com/berita/d-5184447/al-mujadalah-ayat-11-dan-pentingnya-ilmu Keberhasilah, A. S., & Dalam, K. (2022). Nida’ Al - Qur’an, Vol. 20, No. 1, Tahun 2022
https://ejurnal.iiq.ac.id/index.php/nidaquran. 20(1), 39–50.
LINATU ZAHROH. (2015). INTEGRASI IMAN DAN ILMU PENGETAHUAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM (Kajian Q.S. al-Mujadalah Ayat 11, Q.S. al-Taubah Ayat 122, dan Q.S. al-Isra Ayat 36). Semarang: Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Kegurua, Universitas Islam Negeri Walisongo, 2015, 1.
Official, R. (2020). Hikmah Al-Mujadalah aya 11. https://brainly.co.id/tugas/32754436 Prayer, K. T. (2025). Analysis of the Al-Qur’an Surah Thaha Verse 114 : Gaining Knowledge
Through Prayer. 1(1), 9–16.
Riyadh, M. T. L. D. Q. –. (2020). TAFSIR WEB. https://tafsirweb.com/103111-daftar-urutan- surat-al-quran.html#arrow-down
Shihab, M. Q. (2008). 3.1 Al-Qur’an. 53–73.