MANAJEMEN KEPALA SEKOLAH DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA RELIGIUS DI SMK NEGERI 1 KOPANG
Oleh :
ISKANDAR SUKMANA 190403018
Tesis Ini Ditulis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Mendapatkan Gelar Magister Pendidikan
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
2021
ii MANAJEMEN KEPALA SEKOLAH DALAM PENGEMBANGAN
BUDAYA RELIGIUS DI SMK NEGERI 1 KOPANG
Pembimbing :
PEMBIMBING I : Dr. Muh. Iwan Fitriani, M. Pd.
PEMBIMBING II : Dr. H. Subki, M. Pd.
Oleh :
ISKANDAR SUKMANA 190403018
Tesis Ini Ditulis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Mendapatkan Gelar Magister Pendidikan
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
2021
iii
v
vi Manajemen Kepala Sekolah dalam Pengembangan Budaya Religius
di SMK Negeri 1 Kopang Oleh :
Iskandar Sukmana NIM 190403018
ABSTRAK
Banyak Faktor yang berperan dalam memajukan sekolah, salah satu faktor penting yang berperan adalah adanya kerjasama yang aktif dari seluruh komunitas di sekolah tersebut, terutama peran kepala sekolah dalam membangun budaya atau kultur sekolah yang kondusif melalui pengembangan budaya religius. Kepala sekolah memiliki andil dan peran terbesar, juga karena salah satu tugas dan fungsinya sebagai manajer, kebijakan-kebijakan kepala sekolah tersebut dibuat dan dilaksanakan oleh segenap warga sekolah. Penelitian ini terfokus pada (1) Bentuk-bentuk budaya religius di SMK Negeri 1 Kopang (2) Bagaimana Strategi kepala sekolah dalam pengembangan budaya religious di SMK Negeri 1 Kopang (3) Bagaimana implikasi pengembangan budaya religius terhadap siswa-siswi di SMK Negeri 1 Kopang.
Penilitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terstruktur, observasi, dan dokumentasi. Data dianalisis dengan model interaktif yang terdiri dari data reduction, data display, dan verification. Pengecekan keabsahan data dilakukan dengan meningkatkan ketekunan pengamatan dan triangulasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Bentuk-bentuk budaya religious yaitu dengan mengeluarkan dan menetapkan kebijakan untuk menyelenggarakan kegiatan keagamaan antara lain: (a) Kegiatan sholat dhuha dan gema Al-Qurán, (b) Doá bersama, (c) Sholat dhuhur berjamaáh, (d) Kegiatan Imtaq, (e) Kegiatan PHBI, dan (f) menciptakan suasana religius. (2) Strategi kepala sekolah dalam pengembangan budaya religius yaitu dengan cara (a) Mengeluarkan dan menetapkan kebijakan tentang budaya religius, (b) Rapat sosialisasi budaya religius dengan wali murid, (c) Penentuan dan penetapan orientasi budaya religius, (d) Wahana pendidikan agama. (3) Implikasi pengembangan budaya religius terhadap siswa-siswi diantaranya: (a) Sikap religius individu dan sosial, (b) Sikap kepemimpinan dan kemandirian, (c) Aktif dalam kegiatan agama, (d) Disiplin, (e) Bersemangat dalam mempelajari ilmu agama.
Kata Kunci: Manajemen Kepala Sekolah, Pengembangan Budaya Religius
vii MOTTO
ك ب أ سا ج خأ أ يخ ٱ
ف ع ع
ٱ ٱ ۚ ا ٗ يخ ا بٰ ٱ هأ اء هل ٱ ب ه ث كأ
ٱ قسٰ
Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh kepada yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Sebagian di antara mereka ada orang-orang yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik. – (Q.S Ali Imran: 110)
viii PERSEMBAHAN
Segala Puji Bagi Allah Rabb semua mahluknya, puji syukur kehadirat Allah SWT, tesis ini saya persembahkan kepada orang yang saya cintai :
Bapak dan ibuku tercinta (bapak H. Nurdin dan ibunda Zahrah) yang telah menyekolahkan saya dari jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi.
Istimewa untuk mertua, Istri dan anak tersayang yang telah memberikan dukungan dan semangat untuk menyelesaikan pendidikan di pasca sarjana UIN Mataram Semua sahabat di program studi manajemen pendidikan islam UIN Mataram yang telah membersamai perkuliahan dari awal sampai akhir, semoga semua ilmu yang kita dapatkan bermanfaat dan diberikan keberkahan oleh Allah SWT. Aamiin ya
Robbal aalamiin.
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Dzat Yang Maha Esa, Dzat Yang Maha Agung, Dzat Yang Maha Sempurna, yang telah melimpahkan karunia-Nya kepada penulis sehingga sampai saat ini penulis masih diberikan kesehatan dan keafiatan, sehingga penulis mampu menyelesaikan tesis yang berjudul “Manajemen Kepala Sekolah dalam Pengembangan Budaya Religius di SMK Negeri 1 Kopang” dengan baik. Sholawat serta Salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW. Yang telah membimbing kita dalam kebenaran. Allahumma Sholli A‟ala Muhammad.
Selama proses penyusunan tesis ini banyak pihak yang telah membantu dalam menyelesaikannya. Penulis sampaikan terimakasih dan penghargaan yang sebesar- besarnya dengan ucapan jazakumullah ahsanul jaza’, khususnya kepada :
1. Prof. Dr. H. Mutawalli, M. Ag., selaku Rektor Universitas Islam Negeri Mataram.
2. Prof. Dr. Suprapto, M. Ag., selaku Direktur Pascasarjana Universitas Islam Negeri Mataram.
3. Dr. Muh. Iwan Fitriani, M. Pd., selaku Ketua Program Studi Manajemen Pendidikan Islam, Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Mataram, sekaligus Pembimbing I. Yang telah memberikan bimbingan, kritik, saran dan mengayomi penulis selama studi dan penyusunan tesis.
4. Dr. H. Subki, M. Pd., selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, kritik, saran, dan koreksinya dalam penulisan tesis.
5. Semua staff pengajar atau dosen dan semua staff Tata Usaha Pasca sarjana universitas Islam Negeri Mataram, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan wawasan keilmuan dan kemudahan sealama menyelesaikan studi.
x 6. Semua keluarga besar SMK Negeri 1 Kopang Kecamatan Kopang Kabupaten Lombok Tengah, NTB yaitu Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Guru, Staff Tata Usaha dan Siswa serta semua pihak yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan informasi dalam penelitian ini.
7. Kedua orang tua, yang senantiasa memberikan kasih sayang terbaiknya, motivasi, dan terutama doá yang tak pernah henti, sehingga menjadi dorongan bagi penulis dalam menyesaikan studi.
8. Teman-teman Pasca sarjana universitas Islam Negeri Mataram, khususnya pada Program Studi Manajemen Pendidikan Islam Kelas B angkatan 2019 yang telah memberikan banyak pengalaman berharga selama masa studi.
Kopang, April 2021 Penulis
Iskandar Sukmana
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii
PERNYATAAN KEASLIANKARYA ... iv
ABSTRAK ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL DAN BAGAN ... xii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Konteks Penelitian ... 1
B. Fokus Penelitian ... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
1. Tujuan Penelitian ... 6
2. Manfaat Penelitian ... 8
D. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 9
E. Kerangka Teori... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 15
A. Pengertian Manajemen Kepala Sekolah ... 15
1. Pengertian Manajemen ... 15
2. Pengertian Kepala Sekolah ... 16
3. Tugas dan Fungsi Kepala Sekolah ... 17
B. Konsep Budaya Religius di Sekolah ... 24
1. Pengertian Budaya ... 24
2. Pengertian Religius ... 26
3. Budaya Religius di Sekolah ... 28
xii C. Manajemen Kepala Sekolah dalam Pengembangan Budaya
Religius di Sekolah ... 34
1. Bentuk-bentuk Budaya Religius yang di kembangkan oleh Kepala Sekolah di SMK Negeri 1 Kopang ... 34
2. Model Kepala Sekolah dalam Pengembangan Budaya Religius di Sekolah ... 40
3. Implikasi pengembangan Budaya Religius terhadap Siswa-Siswi di Sekolah ... 42
D. Kerangka Berfikir ... 44
BAB III METODE PENELITIAN ... 47
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 47
B. Kehadiran Peneliti ... 48
C. Latar Penelitian ... 49
D. Data dan Sumber Data ... 49
E. Metode Pengumpulan Data ... 50
F. Teknik Analisis Data ... 53
G. Pengecekan Keabsahan Data ... 55
BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ... 58
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 58
1. Latar Belakang dan Sejarah Berdirinya SMK Negeri 1 Kopang ... 58
2. Landasan Hukum ... 59
3. Visi, Misi dan Tujuan Sekolah ... 60
4. Profil Sekolah ... 61
5. Struktur Organisasi Sekolah ... 66
6. Sarana dan Prasarana ... 67
B. Manajemen Kepala Sekolah dalam Pengembangan Budaya Religius di Sekolah ... 68
xiii 1. Langkah-Langkah Kepala Sekolah dalam Pengembangan
Budaya Religius di SMK Negeri 1 Kopang ... 68
2. Model Kepala Sekolah dalam Pengembangan Budaya Religius di SMKN 1 Kopang ... 82
3. Implikasi Pengembangan Budaya Religius terhadap Siswa-siswi di SMKN 1 Kopang ... 88
BAB V PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN ... 97
A. Bentuk PengembanganBudaya Religius di SMK Negeri 1 Kopang ... 97
B. Strategi Kepala Sekolah dalam Pengembangan Budaya Religius di SMK Negeri 1 Kopang ... 102
C. Implikasi Pengembangan Budaya Religius Terhadap Siswa-Siswi di SMK Negeri 1 Kopang ... 107
BAB VI PENUTUP ... 112
A. Kesimpulan ... 112
B. Saran ... 113 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL DAN BAGAN
Tabel 1.1 Persamaan dan Perbedaan Penelitian dengan
Penelitian Sebelumnya ... 9
Bagan 2.1 Kerangka Berfikir ... 46
Tabel 4.1 Profil Sekolah ... 61
Bagan 4.2 Struktur Organisasi ... 66
Tabel 4.3 Sarana dan Prasarana Sekolah ... 67
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian
Pendidikan adalah sebuah proses (a process) dan bukan sebuah akhir (an end). Bila pendidikan dianggap sebagai sebuah proses, maka pendidikan harus mempertimbangkan “awal/bidayah” dan “akhir/nihayah” dalam memformulasikan prosesnya.1
Saat ini, berbagai tantangan tengah menghiasi dunia pendidikan, seperti adanya tuntutan dari masyarakat akan keadilan, perlakuan secara demokratis, manusia dan bijak serta adanya penjajahan budaya. Budaya barat yang masuk ke indonesia bersifat hedonisme yang mengakibatkan masyarakat tidak memiliki budi pekerti dan norma agama karena tidak memberikan kontribusi secara duniawi dan materi.2
Moral remaja terutama pelajar dan mahasiswa merupakan masalah umum yang sampai saat ini belum mampu terselesaikan. Beberapa persoalan dikalangan pemuda dan pemudi yang kerap terjadi, adalah mudah diprovokasi, mudah terpengaruh budaya asing, emosi dan seks bebas.
Diantara mereka sudah jarang menghormati guru dan orang tua. Persoalan
1 Mohamad Iwan Fitriani, “Membumikan Filsafat Pendidikan Islam,telaah konsep,problem, dan aktualisasinya dalam pendidikan Islam” (Lombok: Pustaka Lombok, 2019), 85.
2 Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam Isu-isu Kontemporer tentang Pendidikan Islam (Jakarta: Rajawali Pres, 2012) , 185.
2 moral tersebut menunjukkan kepribadian dan jati diri anak bangsa mulai terancam. 3
Sebagian masyarakat menganggap bahwa kasus yang dihadapi para pelajar dan mahasiswa tersebut disebabkan oleh kegagalan internalisasi pendidikan agama karena pendidikan agama yang diajarkan di sekolah masih kurang efektif. Moral anak bangsa pada masa yang akan datang masih dikhawatirkan 4
Mochtar dan Muhaimin mengatakan bahwa penyebab kegagalan pendidikan agama adalah karena praktik pendidikannya hanya memperhatikan kognitif saja dan mengabaikan afektif sehingga pengetahuan agama dan pengamalannya tidak seimbang. Akibatnya, pribadi yang bermoral tidak mampu dibentuk, padahal pendidikan moral merupakan inti dari pendidikan agama. 5 Melihat hal tersebut, sebagian masyarakat mengkritik bahwa pendidikan agama di sekolah telah gagal dalam membentuk karakter siswa dengan nilai agama. 6 Dunia pendidikan telah banyak meluluskan generasi intelektual dengan skill yang dimiliki namun, tidak tidak mampu berintegritas dalam lingkungan keluarga, masyarakat dan negara.
3 Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam: Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), 1.
4 Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, Pemberdayaan Pengembangan Kurikulum hingga redefinisi Islamisasi (Bandung: Nuansa, 2003), 23.
5 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010), 23.
6 Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah : Upaya mengembangkan PAI dari Teori ke Aksi, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), 65.
3 Melihat pentingnya pendidikan agama dalam kehidupan dan adanya pengaruh negatif terhadap generasi muda, maka kegiatan pendidikan harus mampu memberikan bekal pendidikan sesuai amanat UU terkait Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 Bab II pasal tiga yang menyatakan bahwa pendidikan berfungsi untuk membentuk karakter dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan kompetensi peserta didik supaya menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak, berilmu, cerdas, kreatif dan demokratis serta bertanggung jawab.7
Problema dunia pendidikan saat ini menjadi tantangan bagi pendidikan islam dalam mencapai tujuan pendidikan. Muhaimin mengatakan bahwa dalam membentuk peserta didik yang beriman dan bertaqwa, tidak cukup dengan hanya mengandalkan jam pelajaran agama saja, namun perlu adanya bimbingan baik didalam kelas maupun di luar kelas selain jam pelajaran.
Kerjasama yang baik antara warga sekolah dan tenaga kependidikan juga sangat dibutuhkan dalam mencapai tujuan tersebut. 8
Para pakar praktisi cukup termotivasi untuk mengkaji secara sistematis sistem pendidikan yang tengah terpuruk. Diantara solusinya adalah melakukan pengembangan agama di sekolah. Muhaimin mengatakan bahwa pengembangan budaya religi memiliki asas yang kuat baik secara norma
7 Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003.
8 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum,59.
4 maupun konstitusional sehingga sekolah tidak dapat menghindar dari usaha tersebut. Arti pengembangan budaya agama di sekolah adalah cara mengembangangkan agama sebagai landasan nilai, sikap dan akhlak warga sekolah itu sendiri.9
Peran aktif warga sekolah, terutama kepala sekolah merupakan faktor penting dalam mengembangkan budaya agama karena kepala sekolah adalah pemegang kebijakan yang akan dilaksanakan oleh segenap warga sekolah.
Peran guru dan kepala sekolah serta peraturan yang diterapkan di sekolah sangat penting untuk menciptakan kondisi lingkungan yang dapat merangsang tumbuhnya prilaku islami dalam setiap aspek kehidupan. Nilai agama harus ditanamkan dan dipraktikkan sehingga dapat mempengaruhi pribadi siswa dan mampu membentuk akhlak islami.
Peran sentral kepala sekolah sebagai pimpinan sangat urgen terhadap keberhasilan pendidikan di sekolah. Kepala sekolah selaku pimpinan berperan memberikan bimbingan, arahan, motivator, pengemudi organisasi, pembangun komunikasi yang baik antara warga sekolah dengan lingkungan sekitar dan lainnya. 10
9 Beny Prasetya, “Pengembangan Budaya Religius di Sekolah,” Jurnal Edukasi, Vol. 2, No. 1 (Juni, 2014), 476.
10 Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen, Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), 96.
5 Kepala sekolah sebagai pemegang kunci keberhasilan dalam mengimlementasikan manajemen pendidikan. Sebagai pimpinan, kepala sekolah harus responsif terhadap tantangan masa depan dan membawa perubahan ke arah yang lebih baik dengan memberdayakan potensi yang dimiliki tenaga pendidikan dan kependidikan serta seluruh warga sekolah dalam mencapai pembelajaran yang produktif dan berkualitas. 11
Terkait upaya menciptakan budaya religius di sekolah, peran kepala sekolah diharapkan mampu berperan sebagai inovator dan pengembang budaya religius tersebut dengan mengaplikasikan ajaran agama terhadap peserta didik. Kepala sekolah harus mampu menciptakan pembiasaan terhadap warga sekolahnya untuk menerapkan ajaran agama.
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Kopang sebagai salah satu sekolah yang menerapkan program budaya religius kepada siswa dan siswinya selama ini namun belum menerapkannya secara optimal. Ada beberapaprogram yang sdh rutin dilakukan seperti IMTAQ pada hari jumat, pembiasaan budaya 3S (senyum, salam, sapa), sedekah jumat. Pembiasaan seperti ini sedapat mungkin harus dikelola dengan bagus agar menjadi kebiasaan yang baik bagi siswa dan siswi.
Berdasarkan permasalahan yang tersebut di atas, peneliti tertarik mengkaji lebih spesifik tentang Manajemen Kepala Sekolah Dalam
11 E. Mulyasa, Manajemen & Kepemimpinan Kepala Sekolah (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2013), 18.
6 Pengembangan Budaya Religius di SMK Negeri 1 Kopang (Studi Kasus di SMK Negeri 1 Kopang Kecamatan Kopang Kabupaten Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat)
B. Fokus Penelitian
1. Apa bentukbudaya religius yang dikembangkan oleh kepala sekolah di SMK Negeri 1 Kopang ?
2. Bagaimana strategi kepala sekolah dalam pengembangan budaya religius di SMK Negeri 1 Kopang ?
3. Bagaimana implikasi budaya religius terhadap siswa-siswi di SMK Negeri 1 Kopang ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisisbentuk budaya religiusyang
dikembangkan di SMK Negeri 1 Kopang.
2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis strategikepala sekolah dalam pengembangan budaya religius di SMK Negeri 1 Kopang.
3. menganalisa implikasi budaya religius terhadap siswa-siswi di SMK Negeri 1 Kopang
7 2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada semua pihak baik secara teoritis maupun praktis
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan apat memberikan informasi dan menambah khazanah ilmu terkait manajemen pemimpin dalam penidikan islam serta penelitian ini dapat didimanfaatkan sebagai acuan dan referensi bagi peneliti selanjutnya.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pandangan dan pemikiran baru bagi praktisi pendidikan dalam mengimplementasikan pengembangangan budaya religius di sekolah.
Selalu itu, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan bagi kepala sekolah untuk mengelola pendidikan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan islam.
D. Kajian Pustaka
Setelah peneliti menelaah beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian tentang manajemen kepala sekolah dalam hubungannya dengan pengembangan buaya religius, peneliti menemukan beberapa penelitian yang dapat dijadikan sebagai acuan dari penelitian ini. Adapun penelitian terdahulu yang menjadi bahan kajian pustaka dalam tesis ini, antara lain :
8 1. Disertasi oleh Muhamad Makki (2017) yang berjudul “Manajemen Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Budaya Religius di SMAN 1 Praya Lombok Tengah”. Penelitiannya membahas tentang strategi dan manajemen pendidikan dalam upaya membangun internalisasi nilai-nilai Islam dan bentuk internalisasi nilai islam dalam membangun manajemen pendidikan di SMAN 1Praya.
2. Disertasi oleh Asmaun Sahlan (2009) yang berjudul “Pengembangan PAI dalam Mewujudkan Budaya Religius Sekolah, studi multikasus di SMAN 1, SMAN 3 dan SMA Shalahuddin Malang”. Penelitiannya membahas tentang strategi pengembangan PAI dalam Mewujudkan Budaya Religius di sekolah.12
3. Jurnal oleh Rina Setyaningsih dan Subiyantoro (2017) yang berjudul
“Kebijakan Internalisasi Nilai-nilai Islam dalam Pembentukan Kultur
Religius Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta kampus 3”.
Penelitiannya membahas tentang rumus kebijakan, strategi, proses perwujudan budaya religi dan evaluasi kebijakan internalisasi nilai religi..13
4. Jurnal oleh Mamlukhah (2014) yang berjudul “Strategi Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di
12 Asmaun Sahlan, “Pengembangan PAI dalam Mewujudkan Budaya Religius Sekolah” Studi Multikasus di SMA 1, SMAN 3 dan SMA Shalahuddin,” Disertasi, Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2009.
13 Rina Setyaningsih dan Subiyantoro, “Kebijakan Internalisasi Nilai-nilai Islam dalam Pembentukan Kultur Religius Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Kampus 3,”
Edukasi, Vol. 12, No. 1 (Februari 2017).
9 MA Al Amiriyah Blokagung Tegalsari Banyuwangi”. Penelitiannya bertujuan untuk menganalisis permasalahan yang timbul di sekolah MA Al Amiriyah Blok agung Tegalsari Banyuwangi sebagai masukan bagi kepala sekolah untuk menyusun strategi dalam meningkatkan mutu pembelajaran PAI.14
5. Tesis oleh Yunita Noor „Azizah (2015) yang berjudul “Implementasi Pendidikan Karakter dalam Budaya Religius, studi multikasus di SMP Negeri 10 Samarinda dan SMP IT Cordova Samarinda”. Penelitiannya membahas tentang planning, implementasi, dan evaluasi pendidikan karakter dalam budaya religius.15
Beberapa penelitian tersebut memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan sekarang ini, seperti yang terlihat pada tabel berkut :
Tabel 1.1
14 Mamlukhah, “Strategi Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di MA Al Amiriyah Blokagung Tegalsari Banyuwagi,” Darussalam, Vol.
VI, No. 1 (September, 2014).
15 Yunita Noor „Azizah, “Implementasi Pendidikan Karakter dalam Budaya Religius, Studi Multikasus di SMP Negeri 10 Samarinda dan SMP IT Cordova,” Tesis, Malang: UIN Maliki Malang, 2015.
N
o. Nama Letak
kesamaan Letak perbedaan Fokus Penelitian 1. Tesis,
Muhamad Makki,2017
Inernalisasi nilai religi di sekolah
Manajemen pendidikan
1. Konsep Budaya Religius dan bentuk- bentuk budaya religius
10 Ketertarikan peneliti terhadap kelima penelitian terahulu tersebut diatas adalah tema yang membahas manajemen dan strategi terkait internalisasi bilai agama dan pengembangan budaya religius yang diterapkan di sekolah. sedangkan dalam penelitian sekarang, peneliti lebih fokus pada bagaimana strategi kepala sekolah dalam upaya pengembangan budaya religious, di SMK Negeri 1 Kopang, bagaimana model Manajemen kepala sekolah dalam pengembangan budaya religius di SMK Negeri 1 Kopang serta bagaimana implikasi pengembangan budaya religius terhadap siswa-siswi di SMK Negeri 1 Kopang. R55566
2. Disertasi, Asmaun Sahlan, 2009.
Realisasi budaya religius
Metode
pengembangan PAI
2. Strategi kepala sekolah dalam pengembangan budaya religious dari perencanaan, pelaksanaan, pengorganisasian dan evaluasinya.
3. Implikasi
pengembangan budaya religius terhadap siswa- siswi, baik prestasi maupun perilaku toleransi dengan guru dan siswa lainnya.
3 Rina
Setyaningsih.
Jurnal, 2017.
Internalisasi Nilai-nilai Agama
membahas latar belakang
perumusan kebijakan internalisasi nilai-nilai Islam di Lembaga Pengembangan Studi Islam (LPSI)
4. Jurnal, Mamlukhah, 2014.
Strategi Kepala Sekolah.
menganalisis masalah yang timbul di sekolah 5. Tesis,Yunita
Noor „Azizah, 2015.
Membahas budaya religius
Implementasi pendidikan karakter dalam budaya religius (Multikasus)
11 E. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan konsep penelitian yang terapat dalam judul penelitian. Istilah yang terdapat dalam penelitian sangat penting untuk dijelaskan sehingga dapat memahami kajian yang ingin difokuskan dalam penelitian. Di antara istilah yang perlu definisi, adalah sebagai berikut :
1. Manajemen merupakan seperangkat prinsip yang berkaitan dengan fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian, dan penerapan prinsip-prinsip ini dalam memanfaatkan sumber daya fisik, keuangan, manusia, dan informasi secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi.
2. Kepala sekolah merupakan tenaga fungsional yang bertugas sebagai pimpinan di sekolah
3. Budaya religius merupakan kebiasaan warga sekolah dalam mengamalkan ajaran agama secara kontinyu dalam kehidupan.
4. Manajemen kepala sekolah dalam mengembangkan budaya religius di sekolah yaitu seperangkat prinsip yang berkaitan dengan fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian serta penerapan dalam merealisasikan budaya religius di sekolah.
15 BAB II
LANDASAN TEORI A. Manajemen Kepala Sekolah
1. Definisi Manajemen
Secara semantis, kata manajemen yang sering digunakan adalah kata kerja to manage. yang berarti mengurus, mengatur, mengemudikan, mengendalikan, menangani, mengelola, menyelenggarakan, menjalankan, melaksanakan, dan memimpin. Kata manajemen berasal dari Bahasa latin, yaitu mano yang berarti tangan, menjadi manus berarti bekerja berkali-kali dengan menggunakan tangan, ditambah imbuhan agere yang berarti melakukan sesuatu, sehingga menjadi managiare yang berarti melakukan sesuatu berkali-kali dengan menggunakan tangan tangan.
1
Kamus Webster’s New Coligiate Dictionary menjelaskan bahwa kata manage berasal dari Bahasa Italia managgio dari kata managgiare yang selanjutanya kata ini berasal dari Bahasa Latin manus yang berarti tangan (hand). Kata manage dalam kamus tersebut diberi arti membimbing dan mengawasi, memperlakukan dengan saksama, mengurus perniagaan atau urusan-urusan mencapai urusan tertentu, mencapai tujuan
1Ukas, maman,Manajemen, konsep, prinsip dan aplikasi (Bandung : Agnini Bandung, 2004),1.
16 tertentu.2 Dalam Bahasa Perancis, kata manage berarti tindakan untuk membimbing atau memimpin. Manager berarti berarti pembina yang melakukan tindakan pengendalian, bimbingan, dan pengarahan dari sebuah rumah tangga dengan berbuat ekonomis hingga mencapai tujuan.
Pengertian rumah tangga di sini adalah luas yaitu mencakup rumah tangga perusahaan, rumah tangga pemerintah dan lain-lain.3
Secara terminologis George R Terry menyebutkan bahwa,
”management is a distict consisting of planning, organizing and controling performed to determine and accomplish stated objectives by the use of human being and other resources” (terry, 1997) . Manajemen adalah suatu proses yang khas terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya. 4
Berdasarkan beberapa definisi strategi tersebut diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen yaitu usaha me-manage (mengatur) organisasi utnuk mencapai tujuan yang ditetapkan secara efektif, efisien dan produktif. Efektif berarti mampu mencapai tujuan dengan baik, sedangkan efisien berarti melakukan sesuatu dengan benar.
2. Pengertian Kepala Sekolah
2Sukarna, Dasar-Dasar Manajemen (Bandung: Bandar Maju,1992), 1
3Imam, Ara Hidayat, Education Manajemen, 2
4George Terry, Priciples of management. Homewood Illinois , Richard D. Irwin Inc.1997
17 Kepala sekolah berasal dari dua kata yaitu kepala dan sekolah.
Kepala dapat diartikan ketua atau pimpinan, sedangkan sekolah adalah sebuah lembaga dimana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran.
Menurut Wahjosumidjo kepala sekolah adalah seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas memimpin sekolah yang menjadi tempat berinteraksi antara guru dan siswa.5
Jadi, kepala sekolah yaitu seorang yang dipercaya memimpin sekolah sebagai tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Dalam hal ini, kepala sekolah memegang kendali terhadap kualitas pendidikan dan pencapaian mutu pendidikan.
3. Tugas dan Fungsi Kepala Sekolah
Kepala sekolah selaku pemimpin dalam lembaga pendidikan, diharapkan mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik. warga sekolah yang terdapat dalam instansi pendidikan seperti guru, pegawai , siswa, pemerintah dan masyarakat berharap kepala sekolah dapat menjalankan tugas secara efektif dan maksimal untuk mewujudkan visi,misi dan tujuan sekolah serta memperhatikan pengembangan individu dan organisasi.
Kepala sekolah adalah salah satu unsur pendidikan berperan penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. sebagaimana disebutkan
5 Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010), 83
18 dalam E. Mulayasa bahwa hubungan antara mutu kepala sekolah dengan berbagai aspek kehidupan sekolah, iklim budaya sekolah, dan kenakalan peserta didik sangat erat. Oleh karena itu, kepala sekolah mengemban tanggung jawab terhadap manajemen pendidikan secara mikro, yang langsung berkaitan dengan proses pembelajaran di sekolah.6
Kepala sekolah yang baik adalah kepala sekolah yang mampu mengelola sekolah dengan baik dan memiliki konsep masa depan sekolah yang dipimpinnya.7 Kepala sekolah adalah pengelola yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dalam sebuah lembaga pendidikan.8
Kepala sekolah sebagai jantung sekolah karena kesuksesan lembaga ada dalam kebijakan yang dibuatnya. Oleh karena itu, ia harus mampu merealisasikan tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Ia harus mampu melihat perubahan dan masa depan yang lebih baik. Kepala sekolah adalah seorang guru, tenaga administrasi, leader, dan pengawas yang diharapkan mampu membawa sekolah menjadi lebih baik.9
6 E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional dalam konteks Menyukseskan MBS dan KBK (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), 24-25.
7 Sulistiorini, Manajemen Pendidikan Islam (Surabaya: Elkaf, 2006), hlm. 134
8 E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional dalam konteks Menyukseskan MBS dan KBK, 97
9 Marno dan Triyo Supriyatno, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam (Bandung:
Refika Aditama. 2008), 33
19 Kepala sekolah sangat berperan dalam mengembangkan sekolah baik sebagai pemimpin inividu, pembelajaran dan pendanaan.10 Sebagai pemimpin, kepala sekolah harus mampu mengorganisir semuanya dengan baik sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan sesuai harapan.
Kepala sekolah bertanggung jawab dan bertugas untuk membuat planning, mengorganisasi, mengontrol dan mengevaluasi semua kegiatan di sekolah baik dalam kegiatan belajar, mengembangkan nilai agama, mengembangkan kualitas guru, administrasi perlengkapan, keuangan, \ perpustakaan dan hubungan dengan masyarakat.11 Sedangkan tugas utama kepala sekolah yaitu mengkondisikan, memegang kendali kegiatan kelompok, lembaga pendidikan dan sebagai komunikator dalam kelompok.12
Sebagai pemimpin, kepala sekolah memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut :
a. Merencanakan dan menetapkan sekolah sebagai lembaga pendidikan dengan merumuskan visi, misi, tujuan dan strategi pencapaian.
b. Mengorganisasikan sekolah dengan membuat struktur organisasi dan menetapkan staf dengan tugas dan fungsi msing-masing.
10 Rasmiyanto, Kepemimpinan Kepala Sekolah Berwawasan Visioner-transformatif dalam Ottonomi Pendidikan (Malang: EL-Harakah, 2003), 19.
11 Baharuddin, Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), 29.
12 Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pedoman Penyelenggaraan Administrasi Pendidikan Sekolah (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), 94.
20 c. Menggerakkan staf dengan memberikan motivasi kepada staf baik
internal maupun eksternal
d. Mensupervisi dan membina semua warga sekolah.
e. Melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil pendidikan serta memberikan solusi baik secara analitis sistematis maupun kreatif dan menghindari konflik.13
Sedangkan tugas dan fungsi kepala sekolah secara garis besarnya, adalah sebagai berikut :
a. Kepala Sekolah sebagai educator (pendidik)
Dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik, kepala sekolah harus mampu memilih strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolahnya. Menciptakan iklim yang kondusif, memberikan dorongan kepada warga sekolah, memberikan dorongan kepada seluruh tenaga kependidikan, serta melaksanakan model pembelajaran yang menarik. Dalam peranan sebagai pendidik, kepala sekolah harus berusaha menanamkan, memajukan, dan meningkatkan sedikitmya empat macam nilai yaitu pembinaan mental, moral, fisik, dan artistic bagi para guru dan staf di lingkungan kepemimpinannya.14
13 Hari Sudrajat, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, (Bandung: Cipta Cekas Grafika, 2004), 112
14 E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional dalam konteks Menyukseskan MBS dan KBK., 99
21 b. Kepala Sekolah sebagai manager (manajer)
Dalam hal ini, kepala sekolah berperan memanajemen sekolah karena tujuan sekolah berhasil dicapai sangat terpengaruh pada manajemen kepala sekolah. Diantara fungsi manajemen kepala sekolah adalah merencanakan, mengorganisasi, menggerakkan dan mengawasi.15
c. Kepala Sekolah selaku administrator
Sebagai administrator, kepala sekolah bertugas merencanakan, pengorganisasian, mengarahkan, mengkoordinasi dan mengawasi berbagai aspek penunjang pendidikan, seperti: kurikulum, siswa, kantor, kepegawaian, perlengkapan, keuangan, dan perpustakaan.
Selain itu, kepala sekolah harus mampu melakukan pengelolaan pengajaran, kepegawaian, kesiswaan, sarana dan prasarana, keuangan dan pengelolaan hubungan masyarakat.16
d. Kepala Sekolah sebagai supervisor (pengawas)
Ketika berperan sebagai supervisor, kepala sekolah bertugas melakukan supervisi terhadap pekerjaan tenaga kependidikan yang diimpelementasikan dengan kemampuan menyusun dan melaksanakan program supervisi. Kemampuan menyusun program supervisi pendidikan diimpelementasikan dengan menyusun program supervisi
15Abdullah Munir, Menjadi Kepala Sekolah Efektif, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), 16
16Imam Machali dan Ara Hidayat, The Handbook Of Education Management (Jakarta:
Kencana Prenada media Group, 2016), 110
22 kelas, pengembangan program supervisi untuk kegiatan kependidikan, ekstrakurikuler, mengembangkan program supervisi perpustakaan, laboratorium dan ujian.
Supervisi akademik terhadap guru ditujukan untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran termasuk menstimulus, mengkoordinasi dan membimbing secara berkelanjutan pertumbuhan guru-guru secara lebih efektif dalam tercapainya tujuan pendidikan.17
e. Kepala Sekolah sebagai leader (pemimpin)
Kepala sekolah sebagai leader harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas. Kepemimpinan yang efektif harus mengedepankan keterampilan kepemimpinan, meningkatkan kualitas kepemimpinan. Oleh sebab itu kepemimpinan pemimpin secara efektif merupakan kunci untuk menjadi seorang manajer yang efektif.
Inti dari kepemimpinan adalah kepengikutan, kemauan orang lain atau bawahan untuk mengikuti keinginan pemimpin. Jika tidak ada pengikut, maka tidak ada pula pemimpin. Kepribadian, pengetahuan tentang tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan, dan kemampuan berkomunikasi merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh kepala sekolah sebagai
17Syaiful Sagala, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, 117
23 pemimpin. Kepribadian kepala sekolah yang berperan sebagai pemimpin, terlihat pada sifat jujur, percaya diri, bertanggung jawab, berani mengambil keputusan dan resiko, berjiwa besar, emosi stabil dan mampu menjadi tauladan. 18
f. Kepala sekolah selaku inovator
Dalam peran ini, kepala sekolah diharapkan mempunyai metode jitu dalam menciptakan keharmonisan dalam hubungan dengan lingkungan, mencari dan menemukan ide baru, mengintegrasikan kegiatan, menjadi panutan bagi seluruh warga sekolah serta mampu berinovasi dalam model pembelajaran19
g. Selaku motivator
Sebagai motivator, harus mempunyai strategi tepat untuk memotivasi seluruh warga sekolah sesuai tugas dan fungsinya.
Lingkungan fisik yang baik, lingkungan kerja yang nyaman, pemberian reward dan penyediaan fasilitas belajar menjadi faktor munculnya motivasi belajar.20 Sebagai pimpinan formal dalam instansi pendidikan, kepala sekolah senantiasa berperan sebagai pendidik, pengelola, tenaga administrasi, pengawas, pemimpin dan pendukung.
B. Konsep Budaya Religius di Sekolah
18 E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Professional, dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK., 115
19 Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah,118
20 Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah, 120
24 1. Definisi Budaya
Budaya diartikan sebagai totalitas pola perilaku, kesenian, kepercayaan, kelembagaan, dan semua produk karya dan pemikiran manusia yang menunjukkan keadaan masyarakat atau penduduk yang ditransmisikan bersama.21 Dalam KBBI, budaya diartikan sebagai pikiran, adat istiadat yang sudah berkembang yang telah menjadi kebiasaan yang sulit dirubah.22
Dalam kehidupan, budaya disamakan dengan tradisi. Dalam hal ini, tradisi merupakan perilaku masyarakat yang sudah menjadi kebiasaan.
Adanya internalisasi budaya menjadikan nilai budaya dapat bertahan lama.
Internalisasi merupakan suatu proses tumbuhnya nilai budaya pada diri seseorang. Terdapat beberapa metode untuk menanamkan nilai budaya yaitu pendidikan, pengarahan, indoktrinasi, dan sebagainya.23
Menurut Edgar H. Schein dalam bukunya Abdul Rahmat, definisi budaya adalah A pattern of shared basic assumptions that the group learned as it solved is problems of external adaptation and internal intergration, that has worked well enough to be considered valid and,
21 Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah : Upaya mengembangkan PAI dari Teori ke Aksi, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), 149
22 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: PT.
Balai Pustaka, 1991), 149
23 Muhammad Fathurrohman, “Pengembangan Budaya Religius dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan,” Jurnal Ta’alum, Vol. 4, No. 01, (Juni, 2016), 23-24
25 therefore, tobe taught to new members as the correct way to perceive, think and feel in relation to these ptoblems.24
Asmaun Sahlan berpendapat bahwa minimal budaya memiliki tiga wujud yaitu : pertama, kompleks gagasan, nilai dan norma. Kedua, kompleks kegiatan manusia di tengah masyarakat. ketiga, kreatifitas manusia.25 Koentjaraningrat mengatakan bahwa kebudayaan memiliki tujuh unsur universal. pertama, sistem dan upacara keagamaan. Kedua, sistem dan organisasi kemasyarakatan. Ketiga, pengetahuan. Keempat, bahasa. Kelima, kesenian. Keenam, sistem pencaharian hidup. ketujuh, sistem tekhnologi dan peralatan.26
Dalam organisasi atau instansi pendidikan, budaya dapat diartikan sebagai pertama, sistem nilai yaitu keyakinan dan tujuan yang ingin dicapai oleh anggota organisasi yang dapat membentuk karakter walaupun telah mengalami pergantian anggota pengurus. Tumbuhnya semangat belajar, menjaga dan mencintai kebersihan serta mendahulukan kerja sama dan nilai luhur merupakan sebuah budaya dalam lembaga pendidikan. Kedua, budaya merupakan aturan sikap dan tingkah laku yang biasa digunakan setiap hari sebagai warisan dari anggota lama kepada anggota baru. Di sekolah, perilaku ini dapat berupa ketekunan
24Abdul Rahmat, Syaiful Kadir ,Kepemimpinan Pendidikan dan Budaya Mutu (Yogyakarta:
Zahir Publishing, 2017), 7
25 Sahlan, Mewujudkan Budaya, 71
26 Sahlan, Mewujudkan Budaya , 72
26 belajar, menjaga kebersihan, bertutur kata dan berbagai perilaku baik lainnya.27
Oleh karena itu, budaya dapat diartikan sebagai sebuah gagasan, tindakan atau pandangan hidup dalam bentuk norma atau kebiasaan yang bersumber pada hasil cipta, karya dan karsa suara masyarakat atau sekelompok orang berupa tradisi yang berpengaruh pada sikap atau perilaku individu atau masyarakat.
2. Definisi Religius
Religius merupakan sikap dan perbuatan taat menjalankan syariat agama dan bertoleransi dengan pemeluk agama lain.28 Religius atau religiusitas dimaknai dengan luasnya pengetahuan, kuatnya keyakinan, besarnya keinginan melaksanakan ibadah dan kaidah dan dalamnya pengahayatan terhadap agama. Makna religiusitas bagi muslim adalah seberapa luas pengetahuan, keyakinan, pengamalan dan internalisasi ajaran Islam.29
Menurut islam, religius merupakan ajaran agama yang dijalankan secara menyeluruh (kaffah).30 Religiusitas seseorang diimpelementasikan dalam berbagai aspek kehidupan. Kegiatan keagamaan bukan hanya
27 J.p. Kotter & J. L. Heskett, Dampak Budaya Terhadap Kinerja, terjemahan oleh Benyamin Molan (Jakarta: Prenhallindo, 1992), hlm. 5
28 Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter berbasis Al-Quran, (Jakarta: Rajawali Press, 2012).
Hl. xi
29 Fuad Nashori dan Rachmi Diana Muchrram, Mengembangkan Kretivitas dalam Perspektif Islam, (Jogjakarta: Menara Kudus, 2002), hlm. 71
30 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam (Bandung: Rosadakarya, 2001), hlm. 297.
27 dilaksanakan pada saat melaksanakan aktivitas lain yangdi dorong oleh kekuatan supranatural. Bukan hanya terkait kegiatan yang terlihat dan oleh mata, akan tetapi juga termasuk kegiatan yang tidak terlihat dan terjadi dalam hati seseorang. Oleh karena itu, religiusitas seseorang meliputi berbagai macam aspek dan dimensi. Oleh karena itu, agama merupakan sistem dengan banyak dimensi.31
Agama bukan semata kegiatan ritual seperti sholat dan membaca do‟a, akan tetapi agama mencakup seluruh tingkah laku manusia yang terpuji, yang dilakukan untuk memperoleh ridho Allah. Agama mencakup keseluruhan tingkah laku kehidupan manusia yang berakhlak atas dasar keimanan dan bertanggung jawab pada hari akhir.32
Religiusitas terdiri dari aqidah, ibadah, amal, akhlak (ihsan) dan pengetahuan. Aqidah berhubungan dengan iman kepada Allah, malaikat, rasul, dan sebagainya. Ibadah berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan Allah. Amal berkaitan tindakan seseorang. Sedangkan ihsan menunjukkan semangat seseorang mendekatkan diri kepada Allah karena Ihsan adalah bagian dari akhlak.
Bila akhlak baik, maka seseorang bertindak secara optimal sehingga mendapatkan berbagai pengalaman dan internalisasi keagamaan. Selain
31 Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, Psikologi Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), 50
32 Zakaria Firdausi, “Pengaruh Pendidikan Islam dan Budaya Religius Sekolah Terhadap Kecerdasan Emosional dan Spritual Siswa,”Jurnal Al-Hikmah, Vol. 5 No. 2 (Oktober, 2017), 50
28 keempat hal tersebut di atas terdapat hal penting lainnya yang harus diketahui bahwa religiusitas Islam adalah pengetahuan akan keagamaan.33 3. Budaya religius di Sekolah
Budaya religius adalah cara berfikir dan bersikap berdasarkan agama.34 Nilai religiusitas dalam islam yaitu menjalankan ajaran agama secara menyeluruh (kaffah). Glock dan Stark yang dikutip Muhaimin mengatakan bahwa dimensi religiusitas ada 5 macam, seperti berikut :
a. Dimensi keyakinan berupa harapan yang menjadikan seseorang teguh pada sebuah keyakinan.
b. .Dimensi praktik agama, berupa komitmen dalam melakukan kegiatan ibadah dan kegiatan lain
c. Dimensi pengalaman, berupa memperhatikan fakta yang mengungkap bahwa semua agama mengandung harapan tertentu.
d. Dimensi pengetahuan agama , berupa harapan terhadap orang religius memiliki pengetahuan terkait keyakinan, ritus, kitab suci dan tradisi.
e. Dimensi pengalaman, berupa identifikasi akibat keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman dan pengetahuan seseorang.35
Budaya religius dalam konsep islam difahami dari ajaran islam bahwa adanya perintah bagi setiap orang untuk menjalankan ajaran agama
33 Fuad Nashori dan Rachmi Muchrram, Mengembangakan Kreativitas dalam Perspektif Islam.,305
34 Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah., 75
35 Muahaimin, Paradigma Pendidikan Islma.,293-294
29 secara kaffah, sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur‟an surat al- Baqarah ayat 208:
ي ٱا يأٰٓي ا اء
ا خ دٱ يف
س ٱ ٰ طخ ا ع َ ٗ فٓاك
ۚ ٰط يش ٱ ٞ ي ٞ دع هۥ
٢
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan jangan kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhanya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.36
Lingkungan belajar di sekolah harus menciptakan keadaan lingkungan yang saling menghargai dengan pemeluk agama lain sehingga tumbuh pemahaman akan kemajemukan agama yang dipelajari dan mengamalkannya, saling hormat menghormati dan sebagainya.37
Dalam konsep pendidikan islam, religius bersifat vertikal dan horizontal. Vertikal berupa hablun min allah, seperti shalat, dzikir, puasa, khatmul Qur‟an dan lain sebagainya. Sedangkan horizontal berupa hablun min an-nas serta hubungan manusia dengan alam sekitar.38 Muhaimin berpendapat bahwa lingkungan religius yang bersifat vertical, berupa
36 QS. Al-Baqarah (2): 208
37 Mustafa Rembangy, Pendidikan Transformatif Penguatan Kritis Merumuskan Pendidikan di Tengah Pusaran Arus Globalisasi, (Yogyakarta: Teras, 2010)
38 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi., 61
30 kegiatan shalat berjama‟ah, puasa sunnah, do‟a bersama, berkomitmen terhadap moral force di sekolah. 39
Sedangkan lingkungan religius yang bersifat horizontal mendukung sekolah sebagai lembaga sosial. Jika dikaitkan dengan hubungan antara pimpinan dengan karyawan, maka dibutuhkan ketaatan dan loyalitas para guru terhadap kepala sekolah dan siswa terhadap guru. Hubungan profesional perlu menciptakan hubungan yang rasional dan dinamis antar sesama guru dan sama-sama bertujuan meningkatkan kualitas sekolah.
Hubungan dengan alam sekitar berupa membangun hubungan yang berkomitmen menjaga fasilitas dan melestarikan lingkungan sekolah.40 menciptakan suasana religius di sekolah dapat berpengaruh terhadap sikap dan tingkah laku warga sekolah. 41
Pada hakikatnya, budaya religious di sekolah dapat terlihat pada akhlak dan sikap warga sekolah. Jika agama menjadi sebuah tradisi dan budaya di sekolah, maka sadar maupun tidak, warga sekolah telah mengikuti tradisi yang telah tertanam dan telah menjalankan ajaran agama.42
39 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi., 62
40 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum ,63
41 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum , 61
42 Sahlan, Mewujudkan Budaya, 77
31 Muhaimin berpendapat bahwa tempat dapat mempengaruhi suasana religius yang ingin diwujudkan.43 Menciptakan suasana religius adalah menciptakan suasana sekolah yang bernilai dan bersikap religius. Hal ini dapat dilakukan dengan kepemimpinan, skenario penciptaan suasana religius, tempat ibadah dan dukungan masyarakat.44
Dari segi pembelajaran, menerapkan nilai religius di sekolah bukanlah semata tugas guru agama, akan tetapi menjadi tugas guru mata pelajaran lain juga dengan melakukan pembiasaan bagi warga sekolah.
Ahli antropologi melihat bahwa agama merupakan bagian inti dari sistem nilai kebudayaan masyarakat dan mengontrol anggota masyarakat supaya konsisten dalam menjalani kehidupan sesuai nilai kebudayaan dan ajarannya.45 Sekolah menerapkan pembiasaan dalam menerapkan nilai religi karena agama merupakan acuan moral masyarakat. pembiasaan tersebut dapat dilakukan dalam proses pembelajaran dalam kelas dan di luar kelas.
Implementasi budaya religius di sekolah memiliki landasan kuat baik secara normatif maupun konstitusional, sehingga tidak ada alasan untuk menghindar dari upaya tersebut.46 Oleh karena itu, patut diadakannya pendidikan agama yang diimplementasikan dalam penerapan
43 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam.,305
44 Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah., 129
45 Ishomuddin, Pengantar Sosiologi Agama, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), 50
46 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran, Upaya Reaktualisasi Pendidikan Islam, (Malang: LK2p, 2009), 23
32 budaya religius di berbagai jenjang pendidikan. Budaya religius sangat penting diterapkan karena mampu mempengaruhi sikap, karakter dan tindakan secara tidak langsung.
Diantara kegiatan yang dilakukan peserta didik dalam upaya menciptakan budaya religius di sekolah, yaitu : membaca al-Qur‟an, menghafal surat yasin, sholat dhuhur berjama‟ah, sholat dhuha, jujur, taat kepada guru, rutin mengadakan istigitsah dan lain sebagainya. 47
Implementasi budaya religius terlihat pada 2 hal:
a. Budaya religius sebagai orientasi moral
Moral merupakan ketertarikan jiwa menjalankan aturan yang ditetapkan, baik agama, budaya masyarakat atau tradisi berfikir ilmiah.
Ketertarikan berpengaruh pada ketertarikan sikap dalam menjalani kehidupan, aturan dalam memutuskan pilihan serta menetapkan tindakan.
Ketertarikan menjalani hidup sesuai aturan agama dapat membentuk sikap dalam mengatasi masalah. Akhlak yang berpijak pada agama akan lebih berorientasi pada kewajiban beragama.
Sedangakan Segala tindakan berdasarkan aturan agama akan menimbulkan rasa tanggung jawab kepada Allah SWT.
47 Jamal Ma‟mur Asmani, Buku Panduan Internlisasi Pendidikan Karakter di Sekolah, (Jokyakarta: DIVA Press, 2011), 167
33 Budaya religius terbentuk dari ketertarikan menjalankan aturan agama sehingga dijadikan sebagai pedoman pertama dalam berakhlak..48
a. Budaya religius sebagai internalisasi terhadap nilai agama
Internalisasi adalah memasukkan nilai agama sepenuhnya ke dalam hati sehingga bertindak berdasarkan agama. Internalisasi agama dimulai dari memahami ajaran agama kemudian menyadari akan pentingnya agama sehingga bersemangat menagmalkannya dalam kehidupan.
Dari segi isi, agama terdiri dari seperangkat ajaran berupa perangkat nilai kehidupan yang harus dijalani oleh para pengikutnya dalam menjalani kehidupan. Inilah yang disebut dengan nilai agama.
Oleh karena itu nilai-nilai agama merupakan seperangkat standar kebenaran dan kebaikan.
Nilai-nilai agama adalah nilai luhur yang ditransfer dan diadopsi ke dalam diri. Oleh karena itu, seberapa banyak dan seberapa jauh nilai-nilai agama bisa mempengaruhi dan membentuk sikap serta perilaku seseorang sangat tergantung pada diri orang tersebut. Oleh sebab itu, berbagai aspek terkait agama perlu dikaji secara spesifik,
48 Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam: Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), 9-10
34 sehingga dapat memberikan pemahaman keagamaan yang komprehensif.49
C. Manajemen Kepala Sekolah dalam Upaya Pengembangan Budaya Religius di Sekolah
1. Bentuk Budaya Religius yang dikembangkan oleh Kepala Sekolah di SMK Negeri 1 Kopang
Untuk membudayakan nilai-nilai religius dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain yaitu melalui kebijakan kepala sekolah, proses kegiatan belajar mengajar, kegiatan ekskul dan tradisi serta konsistennya perilaku warga sekolah. 50
Dalam upaya menciptakan budaya religius, Tafsir dalam Sahlan berpendapat bahwa kepala sekolah menggunakan beberapa strategi untuk mengembangkan budaya religius, di antaranya yaitu, dengan cara memberikan teladan dan hal yang positif, menegakkan disiplin, me motivasi, memberikan reward secara psikologis, memberi sangsi supaya disiplin, pembiasaan menerapkan nilai agama yang dapat mempengaruhi pertumbuhan anak.51
Muhaimin berpendapat bahwa budaya religius di sekolah dapat diciptakan melalui upaya pembiasaan, menjadi panutan, dan pendekatan
49 Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam: Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim, 10-11
50 Sahlan, Mewujudkan Budaya, 77
51 Sahlan, Mewujudkan Budaya,84
35 persuasif dengan cara membujuk dan memberikan alasan yang baik sehingga meyakinkan warga sekolah terutama siswa.52
Teladan dalam KBBI diartikan sebagai yaitu perbuatan atau sifat yang layak ditiru atau baik untuk dicontoh. Dalam memberikan didikan kepada peserta didik, guru memberikan pemahaman atau penjelasan tentang bagaimana Allah SWT mendidik Nabi Muhammad SAW, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Ahzab : 21
س يف اك دق لٱ
سح سأ ا ج ي اك ٞ
اًرْيِثَك َ هٰ َرَكَذ َو َر ِخٰ ْْا َم ْوَيْلا َو لٱ
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”53
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi Nabi Muhammad SAW bersabda :
ق ا ي اس ج ي ب قأ ي حأ
َخأ ساحأ اي
“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan yang paling dekat denganku tempatnya pada hari kiamat adalah yang terbaik akhlaknya diantara kalian” (HR At-Tirmidzi 2018).
52Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi., 64
53 QS. Al-Ahzab (33): 21
36 Sedangkan Koentjaraningrat yang dikutip oleh Muhaimin, mengungkap strategi yang digunakan dalam upaya mengembangkan budaya religius di sekolah.
a. Tataran nilai yang di anut
Dalam tataran tersebut, perlu merumuskan secara demokratis terkait nilai religius yang disepakati dan penting untuk dikembangkan di sekolah. Selanjutnya, membangun komitmen dan loyalitas bersama antara semua warga sekolah terhadap nilai-nilai yang telah disepakati.
Nilai tersebut berupa nilai yang berhubungan dengan Tuhan dan nilai yang berhubungan dengan sesama manusia.54
b. Tataran Praktik keseharian
Tataran praktik dapat terlihat melalui sikap dan prilaku dalam kehidupan. Dibutuhkan beberapa tahapan sebelum dikembangkan di sekolah, yaitu pertama, mensosialisasikan nilai religius yang telah disepakati kepada warga sekolah . Kedua, menetapkan tindakan rencana mingguan atau bulanan untuk merealisasikan nilai religius yang telah disepakati dan disosialisasikan. Ketiga, memberikan reward kepada warga sekolah yang berprestasi baik guru, pegawai maupun peserta didik.55
c. Tataran simbol budaya
54 Muhaimin, Pemikiran dan Akulturasi Pengembangan Pendidikan Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), 135
55 Sahlan, Mewujudkan Budaya, 85
37 Tataran ini dilakukan dengan merubah hal yang non atau kurang religius menjadi bersifat religius, seperti merubah cara berpakaian dengan konsep islami, pemajangan kreatifitas siswa, motto islami dan sebagainya.56
Diantara strategi yang dapat dilakukan untuk membudayakan nilai religius di sekolah yaitu, melalui:
a. Power Strategi
Power strategi adalah pembudayaan agama di sekolah dengan menggunakan kekuasaan melalui people‟s power yaitu kepala sekolah.
ini menunjukkan bahwa peran kepala sekolah sangat penting dalam melakukan perubahan. Kewenangan kepala sekolah dapat mengkondisikan sekolah untuk menciptakan budaya religius.
Strategi tersebut dilakukan melalui perintah atau larangan.
Peraturan sekolah akan membentuk sanksi dan reward pada warga sekolah sehingga warga sekolah secara tidak sadar akan membentuk suatu budaya, yang bila diarahkan ke religius akan tercipta budaya religius.
b. Strategi Persuasif
Strategi Persuasif dilakukan dengan membentuk image warga sekolah. Strategi ini dilakukan melalui pembiasaan, menjadi panutan,
56 Muhaimin, Pemikiran dan Akulturasi, 136
38 dan pendekatan persuasive seperti pembiasaan membaca al-Qur‟an atau menghafal surah yasin
c. Normative reduactive
Normative reduactive yaitu aturan yang berlaku di masyarakat.
melalui pendidikan. Norma dibarengi pendidikan dengan merubah gaya berfikir warga seolah dari gaya lama menjadi gaya baru. Dalam lembaga pendidikan, jika norma dihubungkan dengan pendidikan, maka budaya religius dapat terbentuk.
Strategi persuasif dan normative reduactive dapat dijalankan melalui pembiasaan, keteladanan dan pendekatan persuasif atau mengajak warga sekolah secara halus dengan alasan dan prospek yang baik sehingga dapat meyakinkan mereka.57 Seperti mengajak untuk sholat berjamaah dengan menggambarkan pahala sholat berjama‟ah dan hal-hal positif yang bisa diperoleh dari sholat berjamaah.
Diantara langkah-langkah merealisasikan budaya religius, yaitu : a. Pembentukan suasana religius
Langkah ini dibentuk dengan cara menciptakan kondisi sekolah yang bernilai dan berperilaku religious yang dapat dijalankan melalui kepemimpinan, menciptakan suasana religius, tempat ibadah, dan dukungan warga masyarakat.
b. Internalisasi nilai religius
57 Muhaimin, Pemikiran dan Akulturasi, 137-138
39 Langkah ini dilakukan dengan cara memberikan pemahaman agama kepada siswa, terutama mengenai tanggung jawab manusia sebagai pemimpin yang bersikap arif dan bijaksana.
c. Keteladanan
Keteladanan termasuk faktor wajib yang harus dimiliki guru.
Keteladanan berproses dari pendidikan yang panjang, mulai dari pengayaan materi, pengamatan, penghayatan, eksperimen, katahanan, hingga konsistensi.58 Sikap teladan berupa tindakan yang patut dicontoh, seperti menghormati orang yang lebih tua, bertutur kata yang santun, mengenakan pakaian muslim atau muslimah, mengucap salam dan menyapa. Allah SWT berfirman dalam QS. Mumtahanah : 6 terkait keteladanan :
ا ج ي اك ٞ سح سأ يف اك دق ۚ خٓ ۡٱ ي ٱ لٱ
ف ي لٱ
ه ى غ ٱ
دي ح ٱ Artinya : “Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) hari kemudian, dan Barangsiapa yang berpaling, Maka sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.59
58 Asmani, Buku Panduan Internlisasi,75
59 QS. Al-Mumtahanah (60): 6.
40 d. Pembiasaan
Dalam mendidik secara islami, pembiasaan sangat penting dilakukan karena peserta didik akan terbiasa mengamalkan ajaran atau aturan agama yang telah diterapkan sekolah baik secara individual maupun kelompok dalam kehidupannya sehari-hari sehingga tercipta budaya religius di sekolah.
Melalui strategi pembiasaan, dengan sendirinya akan terbentuk karakter dan akhlak peserta didik. Moral yang baik akan menghiasi kepribadian yang baik pula. Begitu pula sebaliknya, akhlak buruk akan membentuk kepribadian yang buruk pula. Berakhlak, bukan hanya sebagai pelengkap iman, taqwa dan intelektualitas saja, akan tetapi terpadu dalam ketiga hal tersebut. Jadi, akhlak merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah pendidikan sekaligus memelihara buah atau hasil ari pendidikan tersebut.60
2. Model Kepala Sekolah dalam Upaya Mengembangkan Budaya Religius.
Model merupakan sesuatu yang di anggap benar namun bersifat kondisional. Oleh Karena itu, model penciptaan suasana religius dipengaruhi oleh suasana tempat model tersebut yang akan diterapkan dengan penerapan nilai-nilai yang mendasarinya.
60 Mujamil Qomar, Kesadaran Pendidikan Sebuah Penentu Keberhasilan Pendidikan (Jokyakarta: Ar-Ruzz Media. 2012), 129