LAPORAN AKHIR
PRAKTIKUM TEKNOLOGI BENIH
Disusun Oleh:
Jhonatan Brizzy Sirait NIM: D1A022123
Kelas: N
Peminatan: Agronomi
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ir. Elis Kartika, M.Si.
Ir. Rinaldi, M.Si
JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2025
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan laporan akhir praktikum Teknologi Benih ini dengan baik. Praktikum ini memberikan kesempatan bagi kami untuk memahami lebih dalam tentang pengelolaan benih, serta meningkatkan keterampilan yang diperlukan dalam bidang ini. Kami berharap laporan ini dapat menjadi sumber informasi yang bermanfaat bagi pembaca serta memberikan wawasan yang lebih luas mengenai teknologi benih.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pengampu, Prof. Dr. Ir. Elis Kartika, M.Si. dan Ir. Rinaldi, M.Si., yang telah memberikan bimbingan serta arahan yang sangat berharga selama praktikum berlangsung. Kami juga berterima kasih kepada asisten dosen, Firman Sirait dan Siska Putrisina Tumanggor, yang telah memberikan dukungan dalam pelaksanaan praktikum serta membantu dalam pemahaman terkait teknologi benih. Berkat kerja sama dan bimbingan yang diberikan, praktikum ini dapat berjalan dengan baik dan memberikan pengalaman yang berarti bagi kami.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat terbuka terhadap kritik serta saran yang membangun demi penyempurnaan laporan ini ke depannya. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya serta menjadi bahan pembelajaran yang berguna dalam pengembangan ilmu teknologi benih.
Jambi, 01 Juni 2025
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
PRAKTIKUM I.STRUKTUR BENIH DAN BUAH MONOKOTIL SERTA DIKOTIL ... 1
I. PENDAHULUAN ... 2
1.1 Latar Belakang ... 2
1.2 Tujuan ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Morfologi Tumbuhan ... 4
2.1.1 Tanaman Dikotil ... 4
2.1.2 Tanaman Monokotil ... 4
2.2 Pengertian dan Fungsi Biji ... 5
III. METODOLOGI PRAKTIKUM ... 6
3.1 Tempat dan Waktu ... 6
3.2 Bahan dan Alat ... 6
3.3 Cara Kerja/Prosedur Kerja ... 6
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 7
4.1 Hasil ... 7
4.2 Pembahasan ... 10
V. PENUTUP ... 11
5.1 Kesimpulan ... 11
PRAKTIKUM II.TYPE PEMUNCULAN BIBIT DAN STRUKTUR BIBIT12 I. PENDAHULUAN ... 13
1.1 Latar Belakang ... 13
1.2 Tujuan ... 13
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 14
2.1 Pengertian Benih ... 14
2.2 Pengertian Perkecambahan ... 14
2.3 Tipe Perkecambahan... 14
III. METODOLOGI PRAKTIKUM ... 16
3.1 Tempat dan Waktu ... 16
3.2 Bahan dan Alat ... 16
3.3 Cara Kerja/Prosedur Kerja ... 16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17
4.1 Hasil ... 17
4.2 Pembahasan ... 17
V. PENUTUP ... 19
5.1 Kesimpulan ... 19
5.2 Saran ... 19
PRAKTIKUM III.PENGUJIAN KEMURNIAN BENIH ... 20
I. PENDAHULUAN ... 21
1.1 Latar Belakang ... 21
iii
1.2 Tujuan ... 22
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 23
2.1 Pengujian Kemurnian Benih ... 23
III. METODOLOGI PRAKTIKUM ... 24
3.1 Tempat dan Waktu ... 24
3.2 Bahan dan Alat ... 24
3.3 Cara Kerja/Prosedur Kerja ... 24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25
4.1 Hasil ... 25
4.2. Pembahasam ... 26
V. PENUTUP ... 27
5.1 Kesimpulan ... 27
5.2 Saran ... 27
PRAKTIKUM IV.PENGUKURAN KADAR AIR ... 28
I. PENDAHULUAN ... 29
1.1 Latar Belakang ... 29
1.2 Tujuan ... 29
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 30
III. METODOLOGI PRAKTIKUM ... 31
3.1 Tempat dan Waktu ... 31
3.2 Bahan dan Alat ... 31
3.3 Cara Kerja/Prosedur Kerja ... 31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
4.1 Hasil ... 32
4.2 Pembahasan ... 33
V. PENUTUP ... 34
5.1 Kesimpulan ... 34
5.2 Saran ... 34
PRAKTIKUM V.UJI DAYA BERKECAMBAH (SGT) ... 35
STANDARD GERMINATION TEST ... 35
I. PENDAHULUAN ... 36
1.1 Latar Belakang ... 36
1.2 Tujuan ... 37
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 38
III. METODOLOGI PRAKTIKUM ... 40
3.1 Tempat dan Waktu ... 40
3.2 Bahan dan Alat ... 40
3.3 Cara Kerja/Prosedur Kerja ... 40
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41
4.1 Hasil ... 41
4.2 Pembahasan ... 53
V. PENUTUP ... 54
5.1 Kesimpulan ... 54
5.2 Saran ... 54
PRAKTIKUM VI.UJI KECEPATAN BERKECAMBAH (IVT) ... 55
INDEX VVALUE TEXT ... 55
I. PENDAHULUAN ... 56
iv
1.1 Latar Belakang ... 56
1.2 Tujuan ... 57
2.1 Uji Kecepatan Berkecambah (IVT) ... 58
2.2. Kekuatan tumbuh benih, atau seed vigor ... 58
III. METODOLOGI PRAKTIKUM ... 60
3.1 Tempat dan Waktu ... 60
3.2 Bahan dan Alat ... 60
3.3 Cara Kerja/Prosedur Kerja ... 60
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 61
4.1 Hasil ... 61
4.2 Pembahasan ... 62
V. PENUTUP ... 64
5.1 Kesimpulan ... 64
5.2 Saran ... 64
PRAKTIKUM VII.UJI DAYA BERKECAMBAH/DAYA TUMBUH, KEKUATAN TUMBUH DAN KESEREMPAKAN DENGAN MEDIA TANAH DAN PASIR... 65
I. PENDAHULUAN ... 66
1.1 Latar Belakang ... 66
1.2 Tujuan ... 67
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 68
2.1 Uji Daya Berkecambah ... 68
2.1 Uji Kekuatan Tumbuh Benih ... 68
2.3 Uji Keserempakan Berkecambah ... 68
2.4 Media Pasir ... 68
2.5 Media Tanah... 69
III. METODOLOGI PRAKTIKUM ... 70
3.1 Tempat dan Waktu ... 70
3.2 Bahan dan Alat ... 70
3.3 Cara Kerja/Prosedur Kerja ... 70
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 71
4.1 Hasil ... 71
4.2 Pembahasan ... 74
4.2.1. Uji daya berkecambah ... 74
4.2.2. Uji Kekuatan Tumbuh Benih ... 74
4.2.3. Uji Keserempakan Berkecambah ... 75
V. PENUTUP ... 76
5.1 Kesimpulan ... 76
5.2 Saran ... 76
PRAKTIKUM VIII.UJI BERAT KERING KECAMBAH ... 77
I. PENDAHULUAN ... 78
1.1 Latar Belakang ... 78
1.2 Tujuan ... 79
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 80
2.1 Kekuatan Tumbuh Benih (Seed Vigor) ... 80
III. METODOLOGI PRAKTIKUM ... 82
3.1 Tempat dan Waktu ... 82
v
3.2 Bahan dan Alat ... 82
3.3 Cara Kerja/Prosedur Kerja ... 82
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 83
4.1 Hasil ... 83
4.2 Pembahsan ... 84
V. PENUTUP ... 85
5.1 Kesimpulan ... 85
5.2 Saran ... 85
PRAKTIKUM IX.UJI KEKUATAN TUMBUH BENIH TERHADAP KEKERINGAN... 86
I. PENDAHULUAN ... 87
1.1 Latar Belakang ... 87
1.2 Tujuan ... 88
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 89
2.1 Kekuatan Tumbuh Benih ... 89
2.2 Salinitas ... 89
III. METODOLOGI PRAKTIKUM ... 90
3.1 Tempat dan Waktu ... 90
3.2 Bahan dan Alat ... 90
3.3 Cara Kerja/Prosedur Kerja ... 90
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 91
4.1 Hasil ... 91
4.2 Pembahasan ... 92
V. PENUTUP ... 95
5.1 Kesimpulan ... 95
5.2 Saran ... 95
PRAKTIKUM X.PENGUJIAN KEKUATAN TUMBUH BENIH DENGAN MEDIA BATA MERAH ... 96
I. PENDAHULUAN ... 97
1.1 Latar Belakang ... 97
1.2 Tujuan ... 97
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 98
III. METODOLOGI PRAKTIKUM ... 99
3.1 Tempat dan Waktu ... 99
3.2 Bahan dan Alat ... 99
3.3 Cara Kerja/Prosedur Kerja ... 99
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 100
4.1 Hasil ... 100
V. PENUTUP ... 102
5.1 Kesimpulan ... 102
5.2 Saran ... 102
DAFTAR PUSTAKA ... 103
LAMPIRAN ... 107
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Hasil pengamatan struktur buah mokotil ... 7
Tabel 2. Hasil pengamatan struktur biji mokotil ... 7
Tabel 3. Hasil pengamatan Struktur buah Dikotil ... 8
Tabel 4. Hasil pengamatan struktur biji dikotil ... 9
Tabel 5. Tipe pemunculan bibit dan struktur bibit ... 17
Tabel 6. Hasil Uji Kemurnian Benih ... 25
Tabel 7. Hasil Pengamatan Pengukuran Kadar Air Benih ... 32
Tabel 8. Hasil Pengamatan SGT Kedelai Hari ke-1 (10 April 2025) ... 41
Tabel 9. Hasil Pengamatan SGT Kedelai Hari ke-2 (11 April 2025) ... 42
Tabel 10. Hasil Pengamatan SGT Kedelai Hari ke-3 (12 April 2025) ... 43
Tabel 11. Hasil Pengamatan SGT Kedelai Hari ke-4 (13 April 2025) ... 44
Tabel 12. Hasil Pengamatan SGT Kedelai Hari ke-5 (14 April 2025) ... 45
Tabel 13. Hasil Pengamatan SGT Kedelai Hari ke-5 (14 April 2025) ... 46
Tabel 14. Hasil Pengamatan SGT Jagung Hari ke-1 (10 April 2025) ... 47
Tabel 15. Hasil Pengamatan SGT Jagung Hari ke-2 (11 April 2025) ... 48
Tabel 16. Hasil Pengamatan SGT Jagung Hari ke-3 (12 April 2025) ... 49
Tabel 17. Hasil Pengamatan SGT Jagung Hari ke-4 (13 April 2025) ... 50
Tabel 18. Hasil Pengamatan SGT Jagung Hari ke-5 (14 April 2025) ... 51
Tabel 19. Hasil Pengamatan SGT Jagung Hari ke-6 (15 April 2025) ... 52
Tabel 20. Hasil uji kecepatan berkecambah Kedelai ... 61
Tabel 21. Hasil uji kecepatan berkecambah Jagung ... 61
Tabel 22. Hasil uji daya berkecambah/daya tumbuh benih ... 71
Tabel 23. Hasil uji kekuatan tumbuh benih... 72
Tabel 24. Hasil Pengamatan Keserempakan Tumbuh Benih (Jagung & Kedelai) 73 Tabel 25. Hasil uji berat kering kecambah ... 83
Tabel 26. Hasil Pengamatan Menggunakan 1M NaCl... 91
Tabel 27. Hasil Pengamatan Menggunakan 0,2M NaCl ... 91
Tabel 28. Hasil Pengamatan Menggunakan Aquades ... 92
Tabel 29. Hasil pengujian kekuatan tumbuh benih dengan media bata merah ... 100
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Struktur benih dan buah monokotil serta dikotil ... 107
Lampiran 2. Type pemunculan bibit dan struktur bibit ... 108
Lampiran 3. Pengujian Kemurnian Benih ... 109
Lampiran 4. Pengukuran Kadar Air ... 110
Lampiran 5. Uji daya berkecambah (SGT) Standard Germination Test ... 111
Lampiran 6. Uji kecepatan berkecambah (IVT) Index Value Text ... 112
Lampiran 7. Uji daya berkecambah/daya tumbuh, kekuatan tumbuh dan keserempakan dengan media tanah dan pasir... 113
Lampiran 8. Uji berat kering kecambah ... 114
Lampiran 9. Uji kekuatan tumbuh benih terhadap kekeringan ... 115
Lampiran 10. Pengujian kekuatan tumbuh benih dengan media bata merah ... 116
1
PRAKTIKUM I
STRUKTUR BENIH DAN BUAH MONOKOTIL SERTA
DIKOTIL
2
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangBenih merupakan bagian vital dalam siklus hidup tumbuhan karena berfungsi sebagai alat utama untuk memperbanyak dan mengembangkan tanaman baru.
Secara fisiologis, benih adalah biji yang telah mencapai kematangan fisiologis dan siap dipanen serta ditanam. Dari sudut pandang agronomi, benih bukan hanya sekadar biji, melainkan sarana produksi yang sangat menentukan keberhasilan budidaya tanaman dan hasil panen maksimal. Oleh karena itu, benih harus memiliki kualitas unggul, yang meliputi viabilitas tinggi (kemampuan berkecambah) dan vigor yang baik (kekuatan dan daya tahan tanaman) agar dapat tumbuh optimal di lapangan (Amalia, R., & Yusnita, Y, 2021).
Teknologi benih sebagai cabang ilmu mempelajari berbagai teknik dan metode untuk meningkatkan sifat genetik dan fisik benih. Kegiatan dalam teknologi benih mencakup pengembangan varietas unggul, produksi, pengolahan, penyimpanan, pengujian, dan sertifikasi benih. Dengan kemajuan teknologi ini, benih yang dihasilkan dapat memenuhi standar mutu sehingga mampu menghasilkan tanaman yang produktif dan tahan terhadap berbagai kondisi lingkungan. (Samah, E, 2024).
Tumbuhan berbiji (Spermatophyta) terbagi menjadi dua kelompok utama berdasarkan struktur benih dan buahnya, yaitu monokotil dan dikotil. Monokotil memiliki satu keping biji (kotiledon), sedangkan dikotil memiliki dua kotiledon.
Perbedaan ini memengaruhi cadangan makanan dalam benih monokotil menyimpan cadangan makanan terutama dalam endosperm, sedangkan dikotil menyimpannya di dalam kotiledon. Selain itu, struktur anatomi benih dan buah pada kedua kelompok ini berbeda, termasuk perbedaan pada sistem akar, pola daun, dan organ pelindung embrio seperti koleoptil dan koleorhiza pada monokotil yang tidak ditemukan pada dikotil. Perbedaan ini juga berimplikasi pada proses perkecambahan dan pertumbuhan awal tanaman (Salma Humairo, 2025).
Memahami struktur benih dan buah monokotil serta dikotil sangat penting dalam praktik agronomi dan bioteknologi karena berpengaruh pada teknik pembibitan, penyimpanan benih, serta pengelolaan tanaman. Pengetahuan ini mendukung pengembangan varietas unggul dan penerapan teknologi benih yang tepat guna meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan pertanian.
3 1.2 Tujuan
Adapun tujuan praktikum tersebut yaitu:
a. Mempelajari struktur benih dikotil dan monokotil b. Mempelajari struktur biji dan buah
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Morfologi Tumbuhan2.1.1 Tanaman Dikotil
Tanaman dikotil adalah tanaman yang berkeping dua, apabila pada suatu tumbuhan bijinya dibelah pada biji itu akan terdapat dua keping. Namun ada kalanya antara keping yang satu dengan yang lainnya tidak sama besar.
Tumbuhan dikotil memiliki sepasang daun yang dinamakan kotiledon.
Tumbuhan biji berkeping dua memiliki jenis akar yang berbeda dengan tumbuhan biji berkeping satu (monokotil). Tumbuhan biji berkeping dua memiliki tipe perakaran akar tunggang.
Ciri-ciri tumbuhan dikotil:
a. Berkambium dan memiliki akar tunggang b. Biji dibelah menjadi dua bagian
c. Memiliki daun tunggal dan majemuk
d. Tulang daun berbentuk menyirip dan menjari e. Memiliki kambium
Pada tumbuhan dikotil, terdapat kambium yang berfungsi sebagai titik tumbuh sekunder, yang menghasilkan xilem ke arah dalam dan floem ke arah luar. Batang dikotil memiliki ikatan pembuluh angkut yang berbeda antara batang muda dan batang tua. Pada batang muda, terdapat empelur, sementara pada batang tua, empelur tidak ditemukan (Sari, 2020).
2.1.2 Tanaman Monokotil
Tumbuhan monokotil merupakan tumbuhan yang berbiji satu atau berkeping satu. Tumbuhan biji berkeping satu memiliki jenis akar, akar serabut (Pratiwi, D & Rahmawati, 2021).
Ciri-ciri tumbuhan monokotil:
a. Memiliki biji tunggal atau berkeping Satu b. Memiliki daun halus dan bertulang sejajar
c. Memiliki batang tidak bercabang dan beruas-ruas d. Ujung batang dilindungi oleh koleoptil
e. Tidak mempunyai kambium pada batang
5 2.2 Pengertian dan Fungsi Biji
Biji merupakan bagian yang berasal dari bakal biji dan di dalamnya mengandung calon individu baru, yaitu lembaga. Biji (bahasa latin: semen) adalah bakal biji (ovulum) dari tumbuhan berbunga yang telah masak. Di dalam bakal biji terdapat embrio yang merupakan calon individu. Setiap embrio di dalam bakal biji terdiri atas akar, lembaga, daun lembaga, dan batang Lembaga. Akar lembaga (radikula), merupakan calon akar. Daun lembaga (kotiledon). merupakan daun pertama pada tumbuhan (Sari, 2020).
Biji berfungsi sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis sebelum duan sebenarnya terbentuk, berfungsi untuk menimbun makanan. Batang lembaga dibedakan menjadi ruas batang di atas daun lembaga dan ruas batang di bawah daun lembaga. Duan lembaga dan batang lembaga sering juga disebut plumula (puncak lembaga).
6
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Tempat dan WaktuPraktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 26 Februari 2025 pada pukul 08.00 – 10.00 WIB, dan bertempat di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Jambi.
3.2 Bahan dan Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah pisau, kamera, talenan, tisu dan alat tulis. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah buku gambar A4, buah dan biji yang tergolong dikotil dan monokotil, seperti buah papaya, pisang, jeruk, salak, cabe, kentang, jagung, padi, kakao, sawit,
3.3 Cara Kerja/Prosedur Kerja
Adapun cara kerja yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah:
a. Disiapkan alat-alat dan bahan-bahan yang akan digunakan
b. Dipotong bahan-bahan (buah papaya, pisang, jeruk, salak, cabe, kentang, jagung, padi, kakao, sawit,) secara melintang atau membujur.
c. Difoto hasil potongan (penampakan buah dna biji secara melintang atau membujur).
d. Digambar hasil potongan (penampakan buah dan biji secara melintang atau membujur) di buku gambar A4.
e. Diamati bagian-bagian yang terdapat pada buah dan biji dan diberi keterangan pada gambar.
7
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HasilTabel 1. Hasil pengamatan struktur buah mokotil
No Nama Gambar Keterangan Tekstur
1 Pepaya Carica papaya L
a. Sisik b. Kuncup c. Subang/
cakram d. Akar
Warna ungu, bentuknya bulat, Keras, kesat dan padat dan buahnya berlapis lapis
2 Pisang Musa paradisiaca
a. Epicap b. Mesocap c. Endocap d. Biji
Berwarna hijau saat belum matang dan berwarna kuning saat matang, bertekstur lembut saat matang, dimana biji terletak di bagian tengah dari daging buah, ada tiga baris yang berisi biji.
3 Sawit
Elaeis guineensis
a. Epicap b. Mesocap c. Endocap d. Biji
Berwarna merah saat belum matang dan berwarna oranye saat sudah matang, dimana biji terletak di bagian dalam.
Mesokapnya terdiri dari serah, dan untk endokapnya sangatlah keras
berwarna hitam.
Tabel 2. Hasil pengamatan struktur biji mokotil
No Nama Gambar Keterangan Tekstur
1 Padi
Oriza sativa
a. Embrio b. Kulit buah c. Endosperm
Berwarna hijau saat belum matang dan endospermnya masih berbentuk cairan dan berwarna putih, saat telah matang berwarna kuning dan endosperm nya sudah mengeras, di bagian atas biji terletak embrio bakal calon tanaman setelahnya, Kulitnya rapuh dan kering.
8 2 Jagung
Zea mays
a. Perikarp b. Edeosperm c. Kotiledom d. Coleoptile e. Coleorhiza f. Epicotyl
Saat belum matang berwarana hijau dan berada pada bonggol, biasany sangat banyak dan saat matang berwarna kuning dengan satuan bijinya terdapat tonjolan kecil di bagian bawah untuk menancap pada bonggol, dan biji keras dengan teksturnya.
3 Pinang Areca catechu
a. Epicap b. Mesocap c. Edosperm d. Embrio
Berwarna hijau saat belum matang dan oranye saat mtang, dimana berbentuk oval dan untuk mesokapnya berserat dan endokapnya lumayn keras dinama endospermnya keras sekali dan di bagian atasnya terdapat embrio.
Tabel 3. Hasil pengamatan Struktur buah Dikotil
No Nama Gambar Keterangan Tekstur
1 Jeruk
Citrus L.
a. Epicap b. Juice sats c. Mesocap d. Biji e. Segemen
Berwarna hijau saat belum matang dan berwarna kuning saat sudah matang, teksturnya halus dan lembut, dimana didalamnya terdapat segmen-segmen yang berisi jus nya dan juga pada bagian terngan terdapat rongga dan biji berletak di bagian tengan segemn tersebut biasanya terdiri dari 2 hingga 3 biji.
2 Kentang Solanum tuberosum
a. Periderm b. Perimedular d. Cincin paskular e. Pith f. Korteks
Kentang dalah umbi dari tumbuhan kentang dimana kentang berkembang biak menggunakan umbinya, berwarna coklat dan keras, terdapat bakal tunas pada umbinya, dan didalm
9 umbinya terdapat pembuluh yang banyak sekali
3
Kakao Theobroma
cacao
a. Eksokap b. Mesokap c. Endokap d. Biji e. Pulp f. Plasenta g. Funicle
Berwarna hijau saat belum matang dan berwarna kuning saat matang, bertekstur keras dan karas, didalamnya terdapat rongga yang di penuhi biji dan berbaris dengan 3 baris di selimuti plasenta berwarna putih dan berlendir, biji berwarna coklat dan berbentuk oval Tabel 4. Hasil pengamatan struktur biji dikotil
No Nama Gambar Keterangan Tekstur
1 Cabe
Capsicum SP.
a. Endosperm b. Kotiledon c. Radiscle d. Kulit biji e. Embrio f. Tudung akar
Buah berwarna hijau saat belum matang dan
berwarna merah saat sudah matang, didalam buah terdapat bebrapa baris biji dan terletak di bagian tengah, biji berwarna putih dan berbentuk oval dengan tekstur keras.
2 Kacang tanah Arachis hipogaea
a. Embrio b. Bakal tunas c. Kulit biji d. Endosperm e. Bakal akal
Kulit biji berwana kuning dan terdiri dari berapa ruas biji, biji berkentuk lonjong dan keras, dimana biji berwarna putih kekuningan.
3
Kakao Theobroma
cacao
a. Testa b. endosperm c. kotiledon d. plumula e. Radikula
Biji dilapisan dalamnya Warnanya putih
berbentuk elips dengan lapisan kulit biji
memiliki tekstur berkayu dan bijinya keras.
10 4.2 Pembahasan
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada struktur buah monokotil, seperti jagung, padi, pisang, bawang merah, sawit, dan pinang, kulit buahnya dapat terlihat terpisah-pisah dan dibedakan secara jelas. Sementara itu, pada struktur buah dikotil, seperti cabai, kakao, rambutan, dan jeruk, terdapat sistem perkecambahan dengan dua keping, sehingga letak pericarp-nya lebih spesifik dan sulit dibedakan secara visual.
Perbedaan struktur antara biji monokotil dan dikotil dapat diamati dari bentuk dan bagian-bagiannya. Pada biji monokotil, seperti jagung, hanya terdapat satu kotiledon yang sering disebut skutelum. Di sisi lain, biji dikotil, seperti kacang tanah, memiliki dua kotiledon yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan.
Selanjutnya, pada lapisan buah, buah monokotil, seperti pepaya, pisang, dan sawit, memiliki tiga lapisan utama: epikarp (kulit luar), mesokarp (daging buah), dan endokarp (lapisan terdalam yang melindungi biji). Pada buah dikotil, seperti jeruk, kakao, dan kentang, struktur ini juga ada, tetapi dengan variasi fungsi, seperti segmentasi pada jeruk dan rongga berisi biji pada kakao.
Terakhir, dalam hal tekstur dan kandungan, buah dikotil lebih bervariasi, seperti jeruk yang memiliki segmen berisi jus, kakao dengan biji berlapis lendir plasenta, dan rambutan yang memiliki biji dengan kulit berlapis yang memiliki tekstur seperti kayu.
11
V. PENUTUP
5.1 KesimpulanDari hasil pengamatan, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang jelas antara struktur buah monokotil dan dikotil. Buah monokotil memiliki kulit buah yang terpisah dan struktur biji dengan satu kotiledon. Sebaliknya pada dikotil menunjukkan sistem perkecambahan dengan dua keping dan struktur pericarp yang lebih kompleks. Selain itu, lapisan buah dan tekstur serta kandungan nutrisi pada keduanya juga bervariasi, di mana buah dikotil cenderung memiliki tekstur dan fungsi yang lebih beragam dibandingkan dengan buah monokotil.
5.2 Saran
Diharapkan agar praktikan lebih tertib selama praktikum dan tidak mengonsumsi buah yang akan digunakan sebagai sampel, meskipun mereka membawa sampel dalam jumlah yang lebih. Hal ini penting untuk menjaga keakuratan pengamatan dan hasil praktikan.
12
PRAKTIKUM II
TYPE PEMUNCULAN BIBIT DAN STRUKTUR BIBIT
13
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangPerkecambahan, yaitu proses munculnya plantula (tanaman kecil dari biji).
Embrio merupakan calon individu baru, terdapat di dalam biji. Jika suatu biji tanaman ditempatkan pada lingkungan yang menunjang dan memadai, biji tersebut akan berkecambah (Pramono, A., & Wulandari, S, 2020).
Benih sering disamakan dengan biji, tetapi terdapat perbedaan mendasar antara kedua istilah tersebut, yaitu fungsinya. Benih berfungsi sebagai alat perbanyakan generatif, sedangkan biji berfungsi sebagai bahan makanan. Benih adalah bagian dari tanaman yang menjadi cikal bakal tumbuhan baru dan memiliki ciri atau sifat seperti induknya. Benih memiliki beragam jenis, baik dalam bentuk, ukuran, maupun struktur bagiannya. Kualitas benih yang baik sangat penting agar tanaman baru yang dihasilkan sehat dan memiliki daya tumbuh optimal (Pramono, A., &
Wulandari, S, 2021).
Teknologi benih adalah ilmu yang mempelajari cara-cara untuk memperbaiki sifat genetik dan fisik dari benih. Teknologi ini mencakup berbagai kegiatan, seperti pengembangan varietas, penilaian dan pelepasan varietas, produksi benih, pengolahan, penyimpanan, serta sertifikasi benih.
Benih memiliki dua tipe perkecambahan, yaitu epigeal dan hipogeal. Pada tanaman dikotil, perkecambahan umumnya epigeal, di mana kotiledon terangkat ke atas permukaan tanah dan berperan dalam fotosintesis. Sementara itu, tanaman monokotil biasanya mengalami perkecambahan hipogeal, di mana kotiledon tetap berada di dalam tanah dan berfungsi sebagai cadangan makanan bagi pertumbuhan awal tanaman (Avivi, S., Munandar, D. E., & Wulandari, D, 2021).
Praktikum tersebut memberikan pemahaman mengenai tipe pemunculan bibit dan struktur bibit, yang merupakan aspek penting dalam perkecambahan dan pertumbuhan awal tanaman. Struktur benih terdiri dari cadangan makanan, kulit biji, epikotil, kotiledon, hipokotil, dan radikula, yang berperan dalam menentukan keberhasilan perkecambahan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum tersebut yaitu
a. Untuk melihat type pemunculan bibit yang epigeal dan hypogeal b. Untuk mengetahui struktur-struktur penting dari bibit
14
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian BenihBenih merupakan biji yang dipersiapkan untuk tanaman yang telah melalui proses seleksi sehingga diharapkan dapat tumbuh dengan baik untuk meningkatkan produksi. Proses pembentukan benih dimulai setelah fertilisasi, di mana sel telur dan sel sperma bertemu, menghasilkan zigot yang berkembang menjadi embrio.
Benih memiliki peran penting dalam siklus hidup tanaman, karena dari benih ini akan tumbuh individu baru ketika kondisi lingkungan mendukung. Kualitas benih sangat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman, sehingga pemilihan benih yang baik sangat diperlukan untuk mencapai produktivitas optimal (Dian Yustisia
& Arham, 2022).
Secara agronomi, benih juga dapat dikategorikan berdasarkan asal dan kualitasnya. Benih asli adalah benih yang dihasilkan dari tanaman induk yang berkualitas baik, sementara benih perbanyakan dan benih komersial adalah hasil dari proses pengembangbiakan yang lebih terencana. Menurut Kementerian Pertanian, benih yang baik harus memiliki daya tumbuh tinggi, bebas dari hama dan penyakit, serta memenuhi standar kualitas tertentu. Pemahaman tentang benih sangat penting bagi petani dan pengusaha pertanian dalam meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan produksi tanaman.
2.2 Pengertian Perkecambahan
Perkecambahan adalah proses di mana benih mengalami perubahan dari keadaan dorman menjadi aktif, yang ditandai dengan keluarnya embrio dari kulit biji dan mulai tumbuh menjadi tanaman muda. Proses ini melibatkan beberapa tahap, termasuk imbibisi, di mana benih menyerap air, diikuti oleh respirasi dan aktivasi enzim yang mendukung pertumbuhan. Faktor-faktor seperti suhu, kelembapan, oksigen, dan cahaya sangat mempengaruhi keberhasilan perkecambahan, sehingga penting untuk memahami kondisi optimal bagi setiap jenis benih (Pramono, A., & Wulandari, S, 2020).
2.3 Tipe Perkecambahan
Perkecambahan dapat dibedakan menjadi dua tipe utama yaitu hipogeal dan epigeal. Pada perkecambahan hipogeal, kotiledon tetap berada di bawah permukaan tanah. Contoh tanaman yang mengalami tipe ini adalah jagung. Keuntungan dari tipe ini adalah perlindungan kotiledon dari faktor lingkungan yang dapat
15 merugikan, serta memungkinkan akar dan batang tumbuh dengan lebih cepat tanpa gangguan (Rahmawati, S., & Nugroho, A, 2020).
Sebaliknya, pada perkecambahan epigeal, kotiledon terangkat ke atas permukaan tanah. Contoh dari tipe ini adalah kedelai. Dalam tipe ini, kotiledon dapat melakukan fotosintesis lebih awal, yang mendukung pertumbuhan tanaman muda. Perbedaan antara kedua tipe perkecambahan ini menunjukkan adaptasi tanaman terhadap lingkungan dan strategi reproduksinya untuk memastikan kelangsungan hidup spesies. (Rahmawati, S., & Nugroho, A, 2020).
16
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Tempat dan WaktuPraktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 05 Maret 2025 pada pukul 08.00 – 10.00 WIB, dan bertempat di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Jambi.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu Biji jagung, padi, kedelai, tanah top soil dan pasir.
Alat yang digunakan yaitu bak kecambah, penggaris, kertas label dan hand sprayer.
3.3 Cara Kerja/Prosedur Kerja
a. Sediakan bak perkecambahan lalu diisi dengan pasir dan tanah sampai ¾ dari tinggi bak perkecambahan
b. Buat lubang sebanyak 25 lubang sedalam 2,5-3 cm c. Kemudian benih dimasukkan kedalam lubang tanam
d. Setelah itu tutup lubang tanam dan siram dengan air menggunakan hand sprayer.
17 IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 5. Tipe pemunculan bibit dan struktur bibit
No Nama Tanaman Foto Keterangan
1 Kedelai (Glycine max L.) Epigeal
a. Plumula b. Kotiledon c. Epikotil d. Radikula
2 Jagung (Zea mays L.) Hypogeal
1. Daun pertama 2. Epikotil 3. Kotiledon 4. Akar primer 5. Akar tunggang
4.2 Pembahasan
Pengamatan yang dilakukan pada praktikum ini yaitu dengan mengamati setiap hari benih selama 5 hari. Hasil pengamatan biji tanaman dikotil berupa kedelai terdiri beberapa bagian yaitu Plumula, kotiledon, epikotil dan radikula. Sedangkan biji tanaman monokotil berupa jagung terdiri dari beberapa bagian yaitu Daun pertama, epikotil, kotiledon akar primer dan akar tunggang.
Perkecambahan adalah tahap awal perkembangan suatu tumbuhan khususnya tumbuhan berbiji. Dalam tahapan ini, embrio didalam biji yang semula berada pada kondisi dorman mengalami sejumlah perubahan fisologis yang menyebabkan biji berkembang menjadi tumbuhan muda. Tumbuhan muda ini dikenal sebagai kecambah.
18 Pada praktikum ini biji Kedelai dan jagung pada umur ke-3 sudah mulai menunjukkan perkecambahan. Hasil praktikum yang dilakukan menunjukkan bahwa tipe perkecambahan pada Kedelai yaitu Epigeal. Sedangkan pada biji Jagung termasuk tipe perkecambahan Hypogeal. Tipe perkecambahan epigeal adalah dimana munculnya radikal diikuti dengan memanjangnya hipokotil secara keseluruhan dan membawa serta kotiledon dan plumula ke atas permukaan tanah.
Sedangkan tipe hypogeal dimana munculnya radikal diikuti dengan pemanjangan plumula, hipokotil tidak memanjang ke atas permukaan tanah sedangkan kotiledon tetap berada di dalam kulit biji di bawah permukaan tanah.
Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisologi, dan biokimia. Biji yang berkecambah belum memiliki kemampuan untuk menyintesis cadangan makanan sendiri.
Kebutuhan karbohidrat didapatkan dari cadangan makanan (endosperma).
Umumnya cadangan makanan pada biji berupa amilum (pati). Pati tidak dapat ditransportasikan ke sel-sel lain, oleh karena itu pati harus diubah terlebih dahulu kedalam bentuk gula yang terlarut dalam air.
19
V. PENUTUP
5.1 KesimpulanDari hasil praktikum mengenai tipe pemunculan bibit dan struktur bibit, dapat disimpulkan bahwa biji kedelai (dikotil) menunjukkan tipe perkecambahan epigeal, di mana radikula dan kotiledon muncul ke permukaan tanah akibat pemanjangan hipokotil. Sebaliknya, biji jagung (monokotil) mengalami tipe perkecambahan hypogeal, di mana plumula memanjang tanpa hipokotil yang naik ke permukaan, sementara kotiledon tetap berada di dalam kulit biji. Proses perkecambahan ini mencerminkan perubahan morfologi dan fisiologi yang kompleks, di mana cadangan makanan dalam endosperma diubah dari pati menjadi gula terlarut guna mendukung pertumbuhan kecambah secara efektif.
5.2 Saran
Adapun saran yang bisa saya berikan yaitu para praktikan harus mampu memahami perbedaan antara tipe perkecambahan dikotil dan monokotil, serta memperhatikan faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi hasil perkecambahan.
20
PRAKTIKUM III
PENGUJIAN KEMURNIAN BENIH
21
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangNegara Indonesia adalah negara agraris yang begitu melimpah akan kekayaan alam dengan kondisi iklim yang sangat mendukung bagi pengembangan budidaya tanaman. Namun demikian, petani juga menyadari bahwa kondisi iklim dan cara bercocok tanam saja belum menjadi jaminan bahwa tanaman dapat berproduksi secara optimal dan kegiatan usaha tani yang dilakukan akan berhasil. Sehingga bagi petani. sebagai langkah awal di dalam usaha pembudidayaan tanaman perlu adanya penyiapan benih dengan kualitas yang baik. Wacana tentang kualitas benih mempunyai kaitan erat dengan viabilitas dan vigor benih (Anna tefa, 2017)
Pengujian Viabilitas dan Vigor Benih kaitan yang erat dengan viabilitas dan vigor benih. Kebutuhan benih yang semakin tinggi untuk kegiatan pertanian sehingga benih yang diproduksi harus lebih banyak dan harus berkualitas. Benih yang bersertifikat yang sudah diakui berdasarkan pengujian dengan berbagai syarat yang berlaku. Produksi benih tidak boleh asal produksi harus memerhatikan kemurnian dari benih tersebut. Mengingat pada saat dilapangan banyak komponen yang dapat terbawa dalam benih murni sehingga untuk memproduksi benih harus diuji terlebih dahulu kemurmiannya, agar komponen selain benih murni tidak ikut serta dalam benih (Pramono et al, 2020)
Status kesehatan benih menentukan kualitas benih yang pada akhirnya turut menentukan keberhasilan produksi tanaman. Kesehatan benih penting dijaga sejak dari proses produksi benih, pemasaran hingga sampai di tangan petani untuk ditanam. Dalam perannya sebagai bahan perbanyakan tanaman, benih merupakan pembawa pasif dan tempat bertahan hidup berbagai jasad renik yang baik. Oleh karena itu benih berperan penting dalam penyebaran pathogen tanaman dan insidensi penyakit di lapangan. Sebelum melakukan persemaian kita juga harus menguji benih terlebih dahulu.
Ada beberapa macam pengujian benih salah satunya adalah pengujian mutu fisik benih. Pengujian mutu fisik benih dapat dilakukan melalui analisis kemurnian benih. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan sampel yang mewakili beberapa benih yang kemudian dipisahkan antara kotoran dan benih tanaman lain untuk dihitung persentasenya dan dapat dihitung persentase kemurnian benihnya.
22 Pengujian benih sangat penting dalam menghasilkan benih yang berkualitas tinggi (Pramono, et al, 2020).
1.2 Tujuan
a. Untuk menentukan komposisi
b. Untuk mengetahui identitas macam spesies benih dan bagian-bagian kotoran benih dalam contoh kerja benih yang diuji.
23
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengujian Kemurnian BenihPengujian kemurnian benih adalah proses yang dilakukan untuk memisahkan tiga komponen utama benih: benih murni, benih dari tanaman lain, dan kotoran benih. Setelah pemisahan, presentase masing-masing komponen tersebut dihitung.
Menurut pengujian benih, sampel yang diuji dapat dipisahkan menjadi empat komponen, yaitu benih murni, benih dari spesies tanaman lain, benih gulma, dan kotoran benih (Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan, 2022).
Mutu benih dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu mutu genetik yang ditunjukkan oleh tingkat kemurnian benih, mutu fisiologis yang mencerminkan tingkat viabilitas benih, dan mutu fisik yang berkaitan dengan tingkat kebersihan benih. Pengujian terhadap mutu benih sangat penting dilakukan sebelum benih dilepas ke pasaran. Penggunaan benih bermutu dapat mengurangi risiko kegagalan usaha tani, karena benih tersebut bebas dari serangan hama dan penyakit serta mampu tumbuh dengan baik di kondisi lahan yang kurang menguntungkan (Pramono et al., 2020).
Ukuran benih menjadi faktor penting karena mencerminkan besarnya cadangan makanan dalam benih. Benih yang ringan tidak mengandung cadangan makanan yang cukup, sehingga pertumbuhan awal menjadi lemah, dan kecambah sulit beradaptasi dengan lingkungan. Pada varietas yang sama, benih dengan bobot lebih berat menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dan hasil biji yang lebih tinggi dibandingkan benih dengan bobot lebih ringan. Selain itu, benih berukuran besar cenderung berbunga lebih awal, meningkatkan jumlah cabang, serta ukuran polong dan jumlah biji per polong yang lebih besar (Hidayat & Wulandari, 2022).
Pentingnya pengujian mutu benih tidak hanya terbatas pada aspek pertanian, tetapi juga berdampak pada keberlanjutan lingkungan. Benih yang berkualitas baik berkontribusi pada keanekaragaman hayati dan kesehatan ekosistem. Dengan memilih benih yang tepat, petani dapat memastikan bahwa tanaman yang dihasilkan tidak hanya produktif, tetapi juga tahan terhadap perubahan iklim dan penyakit.
Oleh karena itu, investasi dalam pengujian mutu benih adalah langkah strategis untuk meningkatkan hasil pertanian yang berkelanjutan.
24
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Tempat dan WaktuPraktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 12 Maret 2025 pada pukul 08.00 – 10.00 WIB, dan bertempat di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Jambi.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan Benih kacang hijau. Alat yang digunakan yaitu Timbangan analitik, kantong plastik kecil / besar, meja analisa.
3.3 Cara Kerja/Prosedur Kerja
a. Timbang contoh kerja seberat 50 gram
b. Letakkan contoh kerja tersebut diatas meja analisa yang dilapisi dengan plastik.
c. Tentukan (pisahkan) komponen-komponen sebagai berikut:
1. Berat murni (pure seed), BM KB dalam %.
2. Kotoran benih (inert matter) KB dalam %.
3. Benih tanaman lain / varietas lain (other crop seed) B1 dalam %.
4. Benih rerumputan / gulma (weed seed), Br dalam %.
d. Timbang masing-masing komponen dan tentukan persentasenya.
Pengamatan dibuat dalam bentuk tabel. Agar hasil dari masing- masing komponen tersebut tidak tercecer, maka hasil pemisahan tersebut diletakkan didalam kantong plastik kecil.
25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HasilTabel 6. Hasil Uji Kemurnian Benih
Komponen benih BM (%) KB (%) BL (%) BR (%)
Kedelai U1 82,974% 0 17,026% 0
Kedelai U2 93,042% 0 6,958% 0
Padi U1 63,362% 0 36,638% 0
Padi U2 89,30% 1,74% 8,95% 0
Kacang Hijau U1 8,225% 0 41,775% 0
Kacang Hijau U2 5,976% 0 89,278% 0
Kacang Hijau U3 92,8% 0 7,2% 0
Perhitungan Kemurnian Benih Kelompok 5 Kacang Hijau U1 : BM = BM
BA X 100% KB = KB
BA X 100%
= 4.112
50 X 100% = 0
50 X 100%
= 8.225% = 0 %
BL = BL
BA X 100% BR = BR
BA X 100%
= 20.887
50 X 100% = 0
50 X 100%
= 41,775 % = 0%
26 4.2. Pembahasam
Berdasarkan hasil praktikum yang di dapatperhitungan pada Kacang Hijau U1 berdasarkan komponen struktur benih. Dari hasil pengamatan, diperoleh bahwa persentase benih murni (BM) sebesar 8,225%, yang menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil dari sampel benih yang merupakan benih asli kacang hijau yang layak tanam. Sementara itu, kotoran benih (KB) dan benih rusak (BR) tidak ditemukan sama sekali, yaitu 0%, yang berarti tidak ada benda asing maupun benih yang rusak dalam sampel tersebut. Namun, nilai benih lain (BL) sangat tinggi, yaitu 41,775%, yang menunjukkan adanya kontaminasi dari benih tanaman lain dalam jumlah besar. Komposisi ini menunjukkan bahwa kemurnian benih kacang hijau pada ulangan pertama sangat rendah dan tidak memenuhi standar kualitas benih yang baik. Rendahnya persentase benih murni dan tingginya persentase benih lain mengindikasikan perlunya seleksi dan pembersihan lebih lanjut agar benih tersebut layak untuk dibudidayakan.
27
V. PENUTUP
5.1 KesimpulanBerdasarkan hasil praktikum pengujian kemurnian benih pada Kacang Hijau U1, dapat disimpulkan bahwa tingkat kemurnian benih dalam sampel tersebut sangat rendah. Persentase benih murni hanya mencapai 8,225%, sementara kontaminasi dari benih tanaman lain sangat tinggi, yaitu 41,775%. Hal ini menunjukkan bahwa sampel belum memenuhi standar kualitas benih yang baik dan memerlukan seleksi serta pembersihan lebih lanjut. Meskipun tidak ditemukan kotoran benih maupun benih yang rusak, tingginya jumlah benih lain mengindikasikan perlunya peningkatan dalam proses pemurnian agar benih lebih layak untuk dibudidayakan. Jika tidak dilakukan tindakan lanjutan, kualitas hasil tanam dapat terpengaruh secara signifikan.
5.2 Saran
Saran yang bisa saya berikan yaitu para praktikan lebih memperhatikan secara cermat saat memilah benih murni dan benih lain. Kesalahan dalam identifikasi dapat berdampak pada keakuratan hasil.
28
PRAKTIKUM IV
PENGUKURAN KADAR AIR
29
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangBenih adalah biji tanaman yang dapat tumbuh menjadi tanaman muda (bibit), kemudian berkembang menjadi tanaman dewasa yang menghasilkan bunga.
Setelah terjadi penyerbukan, bunga akan berkembang menjadi buah atau polong, yang kemudian menghasilkan biji baru. Benih juga dapat diartikan sebagai ovulum yang telah matang, terdiri dari embrio tanaman, jaringan cadangan makanan, dan selubung pelindung yang berbentuk vegetatif. Benih dapat berasal dari biji yang dikecambahkan, atau dari bagian tanaman lain seperti umbi, stek batang, stek daun, dan stek pucuk, yang kemudian dikembangkan menjadi tanaman dewasa (Lestari, P., & Wijaya, F, 2019).
Benih murni adalah varietas dari suatu spesies yang telah dinyatakan oleh pengirim atau ditentukan melalui uji laboratorium. Benih murni mencakup benih yang matang dan utuh, serta benih yang berukuran kecil, mengkerut, atau belum matang. Selain itu, benih yang telah berkecambah sebelum diuji dan pecahan benih yang lebih besar dari separuh ukuran benih asli juga dapat dikategorikan sebagai benih murni, asalkan dapat dipastikan bahwa pecahan tersebut berasal dari spesies yang dimaksud (Suryandari, E., & Ratnasari, D, 2020).
Pengujian kemurnian benih bertujuan untuk mengetahui komposisi suatu sampel, tingkat kemurnian, dan identitasnya, yang mencerminkan kualitas benih dalam suatu lot berdasarkan berat komponen pengujian. Dalam pengujian kemurnian, sampel benih dipisahkan menjadi benih murni, biji tanaman lain, dan kotoran benih. Untuk memastikan hasil yang akurat, pengujian harus dilakukan pada sampel yang benar-benar mewakili lot benih yang diuji. Oleh karena itu, pengambilan sampel benih harus dilakukan dengan metode yang tepat. Pengujian kemurnian genetik benih sangat penting untuk menjamin kualitas benih yang tinggi dan sesuai dengan standar yang berlaku.
1.2 Tujuan
Mempelajari du acara pengukuran kadar air benih dengan metode langsung dan tidak langsung.
30
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kadar air benih adalah jumlah air yang terkandung dalam benih, dinyatakan dalam persentase terhadap berat awal contoh benih. Penetapan kadar air sangat penting dilakukan sebelum benih disimpan, karena kadar air yang terlalu tinggi dapat mempercepat penurunan viabilitas benih akibat peningkatan aktivitas enzim dan respirasi, serta meningkatkan risiko serangan hama dan penyakit selama penyimpanan. Sebaliknya, kadar air yang terlalu rendah juga dapat merusak embrio benih, sehingga diperlukan kadar air optimum, umumnya antara 6%–8% untuk sebagian besar jenis benih. (Putra, I. G. N., & Kusuma, A, 2021).
Metode yang umum digunakan dalam praktikum pengukuran kadar air benih adalah metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung, seperti metode oven, dilakukan dengan mengukur penurunan berat benih akibat penguapan air selama proses pemanasan pada suhu tertentu. Prinsip kerja metode ini adalah membandingkan berat basah benih sebelum dioven dengan berat kering setelah dioven, kemudian menghitung persentase kadar air berdasarkan rumus tertentu.
Metode ini diakui sebagai standar internasional oleh International Seed Testing Association (ISTA) meskipun memiliki keterbatasan, seperti kemungkinan ikut menguapnya senyawa lain selain air. (Sugiantari, 2017)
Selain metode oven, terdapat juga metode tidak langsung menggunakan alat seperti moisture tester. Metode ini mengukur kadar air tanpa harus mengeluarkan air dari benih, melainkan dengan memanfaatkan hambatan listrik yang dikorelasikan dengan kadar air benih. Penggunaan moisture tester menawarkan hasil yang lebih cepat dan praktis, namun tetap memerlukan kalibrasi agar hasilnya akurat dan dapat dibandingkan dengan metode oven. Dalam praktikum, kedua metode ini sering dibandingkan untuk menilai keakuratan dan efisiensi masing- masing metode (Fahroji & Hendri, 2016).
Pengujian kadar air benih dalam praktikum tidak hanya bertujuan untuk mengetahui besaran kadar air, tetapi juga melatih mahasiswa agar memahami prosedur kerja laboratorium, penggunaan alat, dan interpretasi hasil pengujian.
Langkah-langkah praktikum biasanya meliputi persiapan alat dan bahan, penimbangan awal, proses pengovenan atau pengukuran dengan moisture tester, hingga penimbangan akhir dan perhitungan kadar air.
31
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Tempat dan WaktuPraktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 12 Maret 2025 pada pukul 08.00 – 10.00 WIB, dan bertempat di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Jambi.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu Benih kedelai, kacang hijau, padi, jagung. Alat yang digunakan yaitu oven, moisture tester, timbangan analitik, OGA digital Model TD-5, kertas stensil, kertas label, dan alat tulis.
3.3 Cara Kerja/Prosedur Kerja
a. Kadar air benih diukur dengan alat pengukur kadar air benih, yaitu moisture tester dan OGA Digital TD-5. sebelum kadar air benih ditentukan terlebih dahulu alat dikaliberasikan. Berat contoh kerja disesuaikan dengan kebutuhan alat yang digunakan, bck diambil secara random. Setelah itu catat hasil pengamatannya. percobaan diulang 3 kali.
b. Ambil 50 biji kedelai secara acak. Kemudian tentukan kadar airnya dengan oven pada suhu 1050 C selama 1 x 24 jam. Percobaan diulang tiga kali.
Untuk mengukur kadar air benih dengan metoda oven digunakan rumus sebagai berikut:
Berat basah−Berat kering
Berat kering x 100%
c. Mana metode langsung dan tidak langsung pada pelaksanaan praktikum ini.
d. Metode mana yang paling baik menurut saudara, berikam alasannya.
32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HasilTabel 7. Hasil Pengamatan Pengukuran Kadar Air Benih
Nama Benih
Kadar Air Benih
Rata- rata (%)
Keterangan Metode yang Digunakan
Ulangan
1 2
Kedelai 1,77 7,39 4,58 Langsung (Oven)
7,5 7,3 7,4 Tidak Langsung (Moisture Taster) Kacang
Hijau
9,3 1,26 5,28 Langsung (Oven)
7 7 7 Tidak Langsung (Moisture Taster)
Padi
1,10 8,09 4,59 Langsung (Oven)
7 7 7 Tidak Langsung (Moisture Taster)
jagung 0,4 0,4 0,4 Langsung (Oven)
5 5 5 Tidak Langsung (Moisture Taster)
Perhitungan Kadar Air Benih Pada Kelompok 5 ulangan 2 yaitu padi :
Berat Basah−Berat Kering
Berat Kering X 100%
= 7,549−7,396
7,396 X 100%
= 0,063
7,396 x 100%
= 0,008518117901568 x 100%
= 0,85%
33 4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum yang di dapat, kadar air benih yang diukur dengan metode langsung (oven) dan metode tidak langsung (Moisture Tester) menunjukkan variasi hasil yang cukup signifikan. Pada pengujian kadar air benih kelompok 5, ditemukan benih kedelai memiliki kadar air rata-rata 4,583% menggunakan metode langsung dan 7,4% menggunakan metode tidak langsung Kemudian untuk benih jagung ditemukan bahwa benih jagung memiliki kadar air terendah, yaitu 0,4%
dengan metode langsung dan 5% dengan metode tidak langsung. Sementara itu, benih kedelai memiliki kadar air rata-rata 4,583% menggunakan metode langsung dan 7,4% menggunakan metode tidak langsung. Kacang hijau memiliki kadar air 5,82% (langsung) dan 7,0% (tidak langsung). Sedangkan benih padi menunjukkan kadar air sebesar 5,004% (langsung) dan 7,0% (tidak langsung).
Perbedaan hasil tersebut mengindikasikan bahwa nilai kadar air benih dapat bervariasi tergantung pada metode pengukuran yang digunakan. Metode langsung, seperti oven, bekerja dengan prinsip menguapkan seluruh kandungan air dalam benih melalui pemanasan pada suhu dan waktu tertentu. Proses ini menghilangkan air yang terikat bebas maupun yang berada dalam struktur benih secara menyeluruh, sehingga metode ini dianggap lebih akurat dan biasanya menghasilkan nilai kadar air yang lebih rendah.
Sebaliknya, metode tidak langsung menggunakan Moisture Tester yang mengukur kadar air berdasarkan konduktivitas listrik yang dipengaruhi oleh kelembapan dalam benih. Alat ini memberikan hasil yang cepat dan praktis, namun hasil pengukuran dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti kelembapan udara sekitar, yang dapat memengaruhi tingkat konduktivitas dan menyebabkan nilai kadar air yang diperoleh tidak sepenuhnya mencerminkan kandungan air sebenarnya dalam benih.
34
V. PENUTUP
5.1 KesimpulanBerdasarkan hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa metode pengukuran kadar air benih menggunakan metode langsung (oven) dan metode tidak langsung (Moisture Tester) menghasilkan nilai yang berbeda signifikan. Metode oven memberikan hasil yang lebih akurat dan nilai kadar air yang cenderung lebih rendah karena proses penguapan air yang menyeluruh, sedangkan Moisture Tester memberikan hasil yang lebih cepat dan praktis namun rentan dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti kelembapan udara. Oleh karena itu, pemilihan metode pengujian kadar air harus disesuaikan dengan kebutuhan, di mana metode oven lebih cocok untuk pengujian yang memerlukan ketelitian tinggi, sementara Moisture Tester lebih sesuai untuk pengujian cepat dengan toleransi presisi yang sedikit lebih rendah.
5.2 Saran
Saat menggunakan metode oven,praktikan perlu memperhatikan kestabilan suhu dan waktu pengeringan agar proses penguapan air berjalan optimal dan hasil kadar air lebih akurat. Untuk metode Moisture Tester, lakukan pengukuran di lingkungan dengan kelembapan relatif rendah dan stabil untuk meminimalkan pengaruh faktor eksternal terhadap hasil pengukuran
35
PRAKTIKUM V
UJI DAYA BERKECAMBAH (SGT)
STANDARD GERMINATION TEST
36
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangPerkecambahan benih merupakan tahap awal dalam siklus hidup tanaman yang sangat menentukan keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan tanaman selanjutnya. Proses ini melibatkan berbagai faktor fisiologis yang kompleks, seperti penyerapan air, aktivitas enzim, serta metabolisme energi yang berperan dalam pemecahan cadangan makanan dalam benih. Oleh karena itu, pengujian daya berkecambah atau Standard Germination Test (SGT) menjadi parameter penting dalam menilai kualitas benih sebelum ditanam. Pengujian ini memberikan gambaran tentang viabilitas benih dan memungkinkan petani maupun industri benih untuk memastikan bahwa benih yang digunakan memiliki potensi tumbuh yang tinggi serta mampu berkembang menjadi tanaman yang sehat dan produktif (Rahmawati, S., & Nugroho, A, 2020).
Metode Standard Germination Test (SGT) umumnya dilakukan dengan menempatkan benih dalam kondisi optimal untuk perkecambahan, seperti kelembapan yang cukup, suhu yang sesuai, dan pencahayaan yang diperlukan.
Pengamatan dilakukan untuk menentukan persentase benih yang berhasil berkecambah dalam waktu tertentu. Faktor lingkungan seperti suhu, kadar air, dan oksigen menjadi aspek krusial yang mempengaruhi keberhasilan perkecambahan.
Selain itu, karakteristik fisiologis dan genetik dari benih itu sendiri juga berkontribusi terhadap hasil akhir pengujian. Oleh karena itu, pengujian SGT tidak hanya berguna bagi produsen benih, tetapi juga bagi peneliti dan agronom yang ingin memahami lebih dalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih dalam berbagai kondisi.
Daya berkecambah merupakan indikator utama yang digunakan untuk menilai mutu benih. Benih dengan viabilitas tinggi memiliki potensi tumbuh yang baik dan dapat menghasilkan tanaman dengan vigor yang tinggi, sehingga memberikan manfaat dalam produksi pertanian. Sebaliknya, benih dengan viabilitas rendah dapat menyebabkan penurunan hasil panen, meningkatkan risiko kegagalan pertumbuhan, serta menimbulkan kerugian ekonomis bagi petani. Oleh karena itu, pengujian daya berkecambah menjadi langkah penting dalam memastikan bahwa benih yang digunakan memenuhi standar mutu yang diharapkan. Selain itu, pengujian ini juga dapat membantu dalam seleksi benih sebelum dilakukan
37 penyimpanan atau distribusi, sehingga hanya benih dengan kualitas terbaik yang dapat digunakan untuk budidaya (Syaranamual, et al, 2024).
Dalam praktiknya, Standard Germination Test (SGT) dilakukan dengan metode sederhana tetapi memiliki standar yang jelas dan sistematis. Teknik ini telah digunakan secara luas dalam penelitian benih serta dalam industri perbenihan untuk menentukan persentase perkecambahan sebagai ukuran utama dalam pengujian mutu benih. Hasil dari pengujian ini memberikan data yang dapat digunakan untuk menentukan strategi perbaikan kualitas benih, baik melalui perlakuan benih sebelum tanam maupun melalui pemilihan varietas yang lebih unggul. Dengan demikian, penerapan metode ini sangat penting dalam mendukung keberlanjutan pertanian serta meningkatkan produktivitas tanaman dengan memanfaatkan benih yang berkualitas tinggi.
1.2 Tujuan
a. Menentukan presentase dari perkecambahan benih
b. Untuk menentukan daya perkecambahan benih (seed viability).
38
II. TINJAUAN PUSTAKA
Perkecambahan benih merupakan tahapan penting dalam siklus hidup tanaman yang menandai dimulainya proses pertumbuhan. Secara fisiologis, perkecambahan terjadi ketika benih menyerap air (imbibisi), yang kemudian mengaktifkan enzim- enzim metabolik untuk menghidrolisis cadangan makanan dalam kotiledon atau endosperm. Tahapan ini sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu dan kelembapan. Kondisi lingkungan yang optimal sangat berperan dalam meningkatkan kecepatan dan persentase perkecambahan Pratama, (Mustika, R., &
Yuniarti, S, 2021).
Standard Germination Test (SGT) merupakan metode yang umum digunakan untuk mengevaluasi daya berkecambah suatu benih. Metode ini dilakukan dengan menempatkan benih dalam kondisi yang mendukung perkecambahan, baik pada media kertas, tanah, maupun substrat lain yang sesuai. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hendrawan dan Prasetyo (2022), metode SGT menunjukkan akurasi tinggi dalam menentukan persentase benih yang berkecambah, yang menjadi indikator utama viabilitas benih. Pengujian ini umumnya dilakukan dengan pengamatan visual terhadap perkembangan radikula dan hipokotil selama periode tertentu, sehingga memberikan gambaran tentang potensi benih untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.
Selain faktor lingkungan, viabilitas benih juga dipengaruhi oleh umur benih serta metode penyimpanannya. Studi yang dilakukan oleh Santoso et al. (2023) mengungkapkan bahwa benih yang telah disimpan dalam kondisi yang tidak sesuai, seperti suhu tinggi dan kelembapan berlebihan, mengalami penurunan viabilitas yang signifikan. Hal ini dikarenakan terjadinya degradasi enzim dan membran sel yang menghambat proses imbibisi saat benih ditanam. Oleh karena itu, penerapan metode penyimpanan yang baik, seperti penyimpanan dalam wadah kedap udara dan pada suhu rendah, menjadi faktor penting dalam menjaga kualitas benih agar tetap memiliki daya berkecambah yang tinggi.
Metode uji perkecambahan juga dapat dipengaruhi oleh perlakuan awal terhadap benih sebelum dilakukan pengujian. Menurut Rahman dan Irawan (2024), perlakuan seperti skarifikasi, stratifikasi, dan priming dapat meningkatkan viabilitas benih secara signifikan. Skarifikasi dilakukan dengan mengikis atau
39 melukai bagian luar benih yang memiliki lapisan keras untuk mempercepat imbibisi air, sedangkan stratifikasi dilakukan dengan memberikan perlakuan suhu dingin untuk menghilangkan dormansi benih sebelum ditanam. Priming, yang merupakan teknik perendaman benih dalam larutan tertentu, dapat mempercepat proses metabolisme dalam benih, sehingga menghasilkan perkecambahan yang lebih cepat dan seragam.
Uji daya berkecambah dengan Standard Germination Test (SGT) merupakan metode yang sangat penting dalam menilai mutu benih sebelum digunakan dalam budidaya. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa faktor lingkungan, metode penyimpanan, perlakuan awal, serta penggunaan teknologi modern berkontribusi terhadap hasil pengujian daya berkecambah. Dengan adanya uji ini, baik petani maupun industri perbenihan dapat memastikan bahwa benih yang digunakan memiliki kualitas yang optimal dan mampu mendukung produktivitas tanaman secara maksimal.
40
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Tempat dan WaktuPraktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 09 April 2025 pada pukul 08.00 – 10.00 WIB, dan bertempat di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Jambi.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu benih jagung dan kedelai, sedangkan alat yang digunakan yaitu media kertas, plastik, germinator, pinset,kertas label dan handsprayer.
3.3 Cara Kerja/Prosedur Kerja
a. Letakkan kertas substrat (3 lembar) yang telah dibasah diatas meja kerja.
b. Ambil dua lembar substrat kertas tersebut dan tanam diatas nya 50 benih dengan pinset dengan jarak tanam yang tidak berdeketan dengan satu sama lainnya.
c. Tutup substrat yang sudah ditanami dengan lembaran lembaran substrat yang satu lagi (yang lain) dan gulung (metode uji UKDp).
d. Masukkan kedalam germinator.
e. Lakukan penyiraman setiap harinya dengan menggunakan handsprayer.
41
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HasilTabel 8. Hasil Pengamatan SGT Kedelai Hari ke-1 (10 April 2025) Ulangan
Daya Berkecambah
(%)
Kecambah Normal
Kecambah Abnormal
Benih
Mati Dokumentasi
1 20% 5 0 0
2 28% 7 0 0
3 28% 7 0 0
4 4 % 1 0 0
5 36% 9 0 0
6 24% 6 0 0
7 48% 12 0 0
42 Tabel 9. Hasil Pengamatan SGT Kedelai Hari ke-2 (11 April 2025)
Ulangan
Daya Berkecambah
(SGT)
Kecambah Normal
Kecambah Abnormal
Benih
Mati Dokumentasi
1 100% 25 0 0
2 88% 22 0 0
3 100% 25 0 0
4 84% 21 0 0
5 84% 21 0 0
6 96% 24 0 0
7 96% 24 0 0
43 Tabel 10. Hasil Pengamatan SGT Kedelai Hari ke-3 (12 April 2025)
Ulangan
Daya Berkecambah
(SGT)
Kecambah Normal
Kecambah Abnormal
Benih
Mati Dokumentasi
1 88% 22 2 1
2 92% 23 2 0
3 72% 18 7 0
4 92% 23 2 0
5 84% 21 2 2
6 48% 12 5 0
7 80% 20 4 1
44 Tabel 11. Hasil Pengamatan SGT Kedelai Hari ke-4 (13 April 2025)
Ulangan
Daya Berkecambah
(SGT)
Kecambah Normal
Kecambah Abnormal
Benih
Mati Dokumentasi
1 88% 22 2 1
2 92% 23 2 0
3 80% 20 5 0
4 68% 17 8 0
5 84% 21 2 2
6 64% 16 9 0
7 76% 19 5 1
45 Tabel 12. Hasil Pengamatan SGT Kedelai Hari ke-5 (14 April 2025)
Ulangan
Daya Berkecambah
(SGT)
Kecambah Normal
Kecambah Abnormal
Benih
Mati Dokumentasi
1 88% 22 2 1
2 92% 23 1 1
3 80% 20 5 0
4 68% 17 8 0
5 84% 21 2 2
6 72% 18 7 0
7 76% 19 5 1
46 Tabel 13. Hasil Pengamatan SGT Kedelai Hari ke-5 (14 April 2025)
Ulangan
Daya Berkecambah
(SGT)
Kecambah Normal
Kecambah Abnormal
Benih
Mati Dokumentasi
1 88% 22 2 1
2 92% 23 1 1
3 80% 20 5 0
4 80% 20 5 0
5 84% 21 2 2
6 76% 19 6 0
7 76% 19 5 1
47 Tabel 14. Hasil Pengamatan SGT Jagung Hari ke-1 (10 April 2025)
Ulangan
Daya Berkecambah
(SGT)
Kecambah Normal
Kecambah Abnormal
Benih
Mati Dokumentasi
1 20% 5 0 0
2 12% 3 0 0
3 12% 3 0 0
4 12% 3 0 0
5 0% 0