PENDAHULUAN
Rumusan Masalah
Batasan Masalah
Tujuan Penelitian
- Tujuan Umum
 - Tujuan Khusus
 
Berdasarkan latar belakang, bagaimana gambaran infeksi Soil Transmitted Helminths pada anak di sekitar TPA Kayu Gadang Sawahlunto? Mengetahui distribusi frekuensi infeksi kecacingan pada anak yang tinggal di sekitar TPA Kayu Gadang Sawahlunto berdasarkan jenis kelamin.
Manfaat Penelitian
- Manfaat Bagi Institusi
 - Manfaat Bagi Penulis
 - Manfaat Bagi Masyarakat
 
TINJAUAN PUSTAKA
- Soil Transmitted Helmints(STH)
 - Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)
 - Klasifikasi
 - Morfologi
 - Siklus Hidup
 - Patologi dan Gejala Klinis
 - Diagnosis dan Progonis
 - Epidemiologi
 - Pencegahan
 - Cacing Cambuk (Trichuris trichura)
 - Klasifikasi
 - Morfologi
 - Siklus Hidup
 - Patologi dan Gejala Klinis
 - Diagnosis
 - Epidemiologi
 - Pencegahan
 - Cacing Tambang (Necator americanus)
 - Klasifikasi
 - Morfologi
 - Siklus Hidup
 - Patologi dan Gelaja Klinis
 - Diagnosis
 - Epidemiologi
 - Pencegahan
 
Telur Ascaris lumbricoides berwarna putih kekuningan, badan bulat memanjang, kedua ujung runcing, bagian depan lebih tumpul dibandingkan bagian belakang. Telur Ascaris lumbricoides terdiri dari telur yang tidak dibuahi yang dapat ditelan tetapi tidak infektif, sedangkan telur yang dibuahi menjadi infektif setelah 18 hari, tergantung kondisi lingkungan. Setelah mencapai usus, larva dewasa berkembang menjadi cacing dewasa, cacing dewasa dapat hidup di dalam tubuh manusia selama 1 sampai 2 tahun (Sutanto, 2012).
Gejala yang dapat terjadi pada penderita cacingan atau larva dewasa, gangguan pada larva biasanya terjadi saat berada di paru-paru. Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa yaitu penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual, kehilangan nafsu makan, diare atau konstipasi. Prevalensi infeksi Ascaris lumbricoides cukup tinggi di Indonesia, tingginya kejadian Ascariasis disebabkan banyaknya telur dengan resistensi larva pada kondisi tanah yang mendukung.Parasit ini lebih banyak ditemukan pada tanah dengan kelembaban tinggi dan suhu 25°-30°C, sehingga sangat baik untuk perkembangan telur cacing terutama pada anak-anak, frekuensi antara 60-90%.
Morfologi cacing Trichuris trichiura jantan dewasa panjangnya sekitar 4 cm, bagian depan licin seperti cambuk, ekor berbentuk bulat, cacing betina dewasa panjang sekitar 5 cm, bagian depan licin seperti cambuk, ekor lurus dan ujungnya tumpul. Telur Trichuris trichiura berukuran sekitar 50 x 22 mikron, berbentuk seperti gubuk, berdinding tebal, kemudian telur akan matang setelah berumur 3-6 minggu, cacing betina bertelur banyak sekali setiap harinya. Dinding telur Trichuris trichiura merupakan kulit tebal dan halus yang terdiri dari dua lapisan berwarna kuning kecokelatan, pada kedua kutub telur dilengkapi dengan sumbat transparan, isi telur berbentuk butiran dan berwarna kuning (Prasetyo, 2013).
Telur yang keluar bersama feses adalah telur dalam keadaan belum matang dan tanpa embrio, sedangkan telur di dalam tanah berkembang menjadi 2 sel atau stadium lanjut kemudian menjadi telur berembrio, telur menjadi infeksius setelah 15 sampai 30 hari, setelah tertelan telur infeksius, telur akan masuk ke sistem pencernaan dan menetas di usus halus, dan mengeluarkan usus makanan di usus halus, larva akan keluar melalui feses. Cacing dewasa panjangnya sekitar 4 cm dan hidup di sekum dan akan menetap di usus besar dimana bagian anterior menginfiltrasi mukosa. Cacing betina dewasa bertelur 60 sampai 70 hari setelah infeksi dan akan bertelur sekitar 20.000 butir per hari.
Diagnosis umumnya ditegakkan dari pemeriksaan mikroskopis telur Trichuris trichiura menggunakan sampel feses, infeksi cacing cambuk dapat dengan mudah ditegakkan dengan ditemukannya telur pada feses (Prasetyo, 2013). Cacing Necator americanus dewasa berbentuk silinder dengan ujung depan melengkung tajam seperti huruf S, cacing jantan panjangnya 7-0 mm, sedangkan cacing betina panjangnya 9-11 mm. Telur Necator americanus berukuran 50-60 x 40-45 mikron, berbentuk lonjong, berdinding tipis, antara massa telur dan dinding telur terdapat ruang kosong (Sutanto, 2012).
Cacing dewasa hidup di usus halus dan menempel pada mukosa usus, gejala klinis yang mungkin terjadi antara lain anemia, hipoalbuminemia dan edema. Hal ini dikarenakan aktivitas anak-anak yang suka bermain di lingkungan yang tidak bersih dan terjangkit cacing tambang, Necator americanus juga sering menginfeksi para penambang.
METODE PENELITIAN
- Waktu dan tempat penelitian
 - Waktu Penelitian
 - Tempat Penelitian
 - Populasi dan Sampel
 - Populasi Penelitin
 - Sampel Penelitian
 - Persiapan Penelitian
 - Persiapan Alat
 - Persiapan Bahan dan Reagensia
 - Prosedur Penelitian
 - Prosedur Pengumpulan Sampel
 - Prosedur Pembuatan Eosin 2%
 - Prosedur Pemeriksaan Feses Secara Langsung dengan
 - Pengolahan dan Analisa Data
 
Setetes eosin 2% pada slide ditambahkan ke sejumlah kecil tinja dan cacing yang ditularkan melalui tanah dilihat menggunakan mikroskop. Pemeriksaan feses anak di RSUD Sawahlunto dianalisis dengan menggunakan metode penelitian deskriptif untuk mengetahui ada tidaknya telur soil-transmitted Helminths pada anak yang tinggal di sekitar TPA Kayu Gadang Sawahlunto. Tabel 4.1.1 di atas menunjukkan bahwa 5 anak terinfeksi Soil Transmitted Helminths dengan distribusi frekuensi 16,7%, dan 25 anak yang tidak terinfeksi Soil Transmitted Helminths dengan distribusi frekuensi 83,3%.
Dari tabel 4.1.2 diatas dapat disimpulkan bahwa dari total sampel 30 anak yang tinggal di sekitar TPA Kayu Gadang Sawahlunto yang diambil fesesnya didapatkan 5 anak positif terinfeksi cacing Soil Transmitted Helminths dengan distribusi frekuensi 16,7%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 3 anak terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides dengan distribusi frekuensi 10%, 2 anak terinfeksi Trichuris trichura dengan distribusi frekuensi 6,7%, 0 anak tidak terinfeksi cacing Necator americanus dengan distribusi frekuensi 0% dengan frekuensi pemancar Hel 0% dan tidak ada cacing yang terinfeksi 5%, dan distribusi entitas (83,3%). Dari tabel 4.1.3 di atas dapat disimpulkan bahwa dari total sampel sebanyak 30 anak yang tinggal di sekitar TPA Kayu Gadang Sawahlunto diambil fesesnya, 3 anak laki-laki dengan distribusi frekuensi 10%, dan 2 anak perempuan dengan distribusi frekuensi 6,7% ditemukan terinfeksi soil-transmitted helminth.
Infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah adalah infeksi yang disebabkan oleh nematoda usus, yang ditularkan melalui tanah atau lingkungan yang terkontaminasi. Cacing yang tergolong soil-transmitted helminths adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura) dan cacing tambang (Necator americanus) (Depkes RI, 2004). Infeksi cacing yang ditularkan dari tanah sering menyerang anak-anak yang bermain di lingkungan yang tercemar.Faktor yang sering muncul pada penyakit kecacingan adalah kebiasaan mencuci tangan sebelum makan, membersihkan kuku, menjaga toilet, tersedianya air bersih, tidak menggunakan sepatu, kebiasaan bermain di tanah.
Penentuan jenis cacing cacing yang ditularkan melalui pemeriksaan 30 sampel feses menggunakan mikroskop pada anak-anak yang tinggal di sekitar TPA Kayu Gadang Sawahlunto, lokasi TPA Kayu Gadang merupakan bekas kawasan pertambangan, di sekitar TPA terdapat perumahan yang dibangun oleh pemerintah untuk masyarakat kurang mampu. Hasil survei yang dilakukan terhadap 30 anak yang tinggal di sekitar TPA Kayu Gadang Sawahlunto menunjukkan bahwa hasil survei pada Tabel 4.1.1 menunjukkan bahwa 5 anak terinfeksi Soil Transmitted Helminths dengan distribusi frekuensi (16,7%), dan 25 anak yang tidak terinfeksi Soil Transmitted Helminths dengan distribusi 83% (83%). Tabel 4.1.3 menunjukkan bahwa 3 anak laki-laki dengan frekuensi (10%) dan 2 anak perempuan dengan frekuensi (6,7%) terinfeksi cacing Earth-Transmitted Helminths.
Persentase anak yang tinggal di sekitar TPA Kayu Gadang Sawahlunto yang terinfeksi cacing tanah adalah 5 anak dengan distribusi frekuensi (16,7%). Persentase anak di sekitar TPA Kayu Gadang Sawahlunto yang tidak terinfeksi cacing tanah adalah 25 anak dengan distribusi frekuensi (83,3%). Helminths Transmitted Soil worm species yang ditemukan adalah Ascaris lumbricoides dengan distribusi frekuensi 3 anak (10%), Trichuris trichiura dengan distribusi frekuensi 2 anak (6,7%), Necator americanus dengan distribusi frekuensi 0 (0%).
Proporsi anak di sekitar TPA Kayu Gadang Sawahlunto yang positif terinfeksi cacing tanah adalah 3 laki-laki dengan distribusi frekuensi 10% dan 2 perempuan dengan distribusi frekuensi 6,7%. HASIL PEMERIKSAAN TELUR CACING MENULAR PADA ANAK YANG TINGGAL DI SEKITAR TPA KAYU GADANG.