• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI RIAU TAHUN 2015: FAKTOR FAKTOR PENYEBAB, DAMPAK DAN UPAYA-UPAYA PENANGGULANGANNYA

N/A
N/A
stefanie rachel putri sirait

Academic year: 2024

Membagikan "KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI RIAU TAHUN 2015: FAKTOR FAKTOR PENYEBAB, DAMPAK DAN UPAYA-UPAYA PENANGGULANGANNYA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

“KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI RIAU TAHUN 2015: FAKTOR- FAKTOR PENYEBAB, DAMPAK DAN UPAYA-UPAYA

PENANGGULANGANNYA”

Dosen Pengampu:Dra.Dewi Salindri M.Si

Disusun Oleh:

Stefanie Rachel Putri Sirait (210110301048)

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS JEMBER MARET 2023

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan Makalah ini tepat pada waktunya. Adapun pembahasan dari makalah Ini mengenai “KEBAKARAN HUTAN DI RIAU TAHUN 2015: FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB, DAMPAK DAN UPAYA-UPAYA PENANGGULANGANNYA”

Terima kasih saya sampaikan kepada Ibu Dra. Dewi Salindri, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Sejarah Kehutanan dan Konservasi yang telah memberikan arahan materi yang sangat bermanfaat dalam penyusunan tugas makalah ini. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas dari Dosen Pembimbing Sejarah Kehutanan dan Konservasi. Selain itu, juga bertujuan untuk memberikan tambahan wawasan bagi saya sebagai penulis dan bagi para pembaca.

Penyempurnaan Makalah ini dilakukan secara bertahap agar relevan dengan tuntutan perkembangan keilmuan. Untuk itu, saran dan kritik sangat diharapkan. Semoga Makalah ini dapat memberikan manfaat, khususnya bagi sivitas akademika di lingkungan Universitas Jember.

Jember, Maret 2023

Stefanie Rachel Putri Sirait Penulis

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... 2

DAFTAR ISI ... 3

BAB 1 ... 4

PENDAHULUAN ... 4

1.1 Latar Belakang ... 4

1.2 Rumusan Masalah ... 6

BAB 2 ... 7

PEMBAHASAN ... 7

2.1 Deskripsi dan Faktor-Faktor Penyebab Kebakaran Hutan di Riau Tahun 2015 ... 7

2.2 Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan di Riau tahun 2015... 9

2.3 Upaya dan Penanggulangan yang Dilakukan dalam Mengatasi Kebakaran di Riau tahun 2015... 14

BAB 3 ... 17

KESIMPULAN ... 17

DAFTAR PUSTAKA ... 19

(4)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan yang luas yang berisis sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang tidak dapat terpisahkan oleh satu sama lain.1 Hutan sangat berperan penting dalam kehidupan manusia dan hutan dijuluki sebagai paru-paru dunia dan terbukti bahwa hutan sangat penting.

Hutan di Indonesia tidak bisa terlepas kaitannya dengan kebakaran hutan dan lahan.

Kebakaran hutan dan lahan sering terjadi terutama pada lahan gambut.

Kebakaran hutan dan lahan gambut adalah kebakaran permukaan yang dimana api membakar material yang ada di atas permukaan, kemudian api menyebar secara tidak merata secara perlahan-lahan dibawah permukaan dengan membakar bahan organik gambut.Dalam perkembangannya, api akan menjalar secara vertikal maupun horizontal hingga membentuk kumpulan asap.2 Kebakaran hutan salah satu penyumbang emisi karbon sektor kehutanan.

Lahan gambut pada dasarnya juga menyimpan sumber karbon yang jika mengalami

1 Andrew Shandy Utama, Rizana. “Penegakan Hukum Terhadap Kebakaran Hutan di Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan” dalam Jurnal Selat, Vol. 8 No. 1/Oktober 2001, hlm. 109.

2 Risma Sari Setyaningrum., et al. "Dampak kebakaran hutan di Indonesia tahun 2015 dalam kehidupan masyarakat." Jurnal Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada (2018).

(5)

pembakaran maka akan memunculkan polusi karbon monoksida dan akan menimbulkan dampak yang merugikan bagi masyarakat bahkan negara-negara yang lain.

Faktor utama terjadinya kebakaran hutan secara umum ada 2 (dua), yakni pemicu kebakaran dan kondisi pendukung. Pemicu kebakaran berdasarkan faktor alam dapat berasal dari halilintar, lelehan lahar gunung api, dan juga gesekan ranting kering, tetapi kejadian yang ditimbulkan oleh beberapa faktor alam ini sangat jarang terjadi di Indonesia karena hutan di Indonesia memiliki tingkat kelembapan yang tinggi.3 Kebakaran hutan dan lahan Yang sering terjadi di Indonesia sebagian besar oleh ulah manusia atau unsur kesengajaan.

Kebakaran hutan merupakan bencana yang menjadi langganan setiap tahunnya di Provinsi Riau. Provinsi Riau menjadi salah satu provinsi yang sering terkena bencana kebakaran hutan. Ada banyak faktor yang menyebabkan kebakaran hutan di Riau, yaitu penebangan hutan besar-besaran untuk perkebunan, illegal logging, peraturan-peraturan dan lemahnya kapasitas dan peran instansi pemerintah pusat dan daerah yang belum sinkron.4

Dengan beberapa faktor yang menyebabkan kebakaran hutan, terutama di Provinsi Riau, sehingga penulis tertarik dalam mengkaji lebih jauh apa saja faktor penyebab, dampak dan juga upaya penanggulangan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap kebakaran hutan dan lahan di Riau tahun 2015.

3 Westi Utami., et al. “Pengurangan Resiko Kebakaran Hutan dan Lahan Melalui Pemetaan HGU dan Pengendalian Pertanahan (Studi Kasus Provinsi Riau)” dalam Jurnal Bhumi, Vol. 3 No.

2 November 2017, hlm. 234.

4 Miswar Pasai., “Dampak Kebakaran Hutan dan Penegakan Hukum” dalam Jurnal Pahlawan, Vol. 3 No. 1/2020, hlm. 38.

(6)

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa penyebab Kebakaran Hutan di Provinsi Riau pada tahun 2015?

2. Apa saja dampak yang ditimbulkan dari peristiwa Kebakaran Hutan di Provinsi Riau pada tahun 2015?

3. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam menanggulangi peristiwa Kebakaran Hutan di Provinsi Riau pada tahun 2015?

(7)

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Deskripsi dan Faktor-Faktor Penyebab Kebakaran Hutan di Riau Tahun 2015 Kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 yang juga cukup parah menunjukkan bahwa Indonesia telah abai terhadap permasalahan ini. Sumatera merupakan pulau yang memiliki lahan gambut terluas di Indonesia (6,5 juta ha) dengan sebaran gambut paling banyak berada di Provinsi Riau. Kebakaran hutan dan lahan di Riau terjadi pada bulan September-November 2015. Hal ini juga serupa dengan kebakaran hutan di tahun 1997 yang disebabkan oleh anomali iklim yaitu fenomena El-Nino di Samudera Pasifik yang menyebabkan terjadinya kekeringan di Indonesia.5

Konversi pengembangan perkebunan sawit menjadi penyebab dominan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Riau selama ini. Ekosistem gambut yang ada di Riau menjadi potensi utama kebakaran menjadi semakin parah. Lahan gambut diubah fungsinya menjadi areal perkebunan, dengan kondisi kering. Sifat lahan gambut jika terbakar akan sulit untuk dipadamkan, karena kedalamannya di bawah tanah bisa mencapai sepuluh meter. Kebakaran terus menerus mengindikasikan bahwa Pemerintah Provinsi Riau tidak mampu mengendalikan kebakaran hutan, terlihat dari efeknya yaitu kabut asap. Hal ini menunjukkan bahwa diperlukan sebuah kapabilitas yang baik untuk mengendalikan kebakaran hutan dan

5 Afid Nurkholis., et al. “Analisis Temporal Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia Tahun 1997 dan 2015 (Studi Kasus Provinsi Riau)” Laporan Penelitian pada Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta hlm. 7.

(8)

lahan penyebab kabut asap. Tentu hal ini tidak luput dari dukungan para stakeholder serta masyarakat Riau sendiri.6

Ada beberapa penyebab kebakaran hutan di Riau dan juga akar masalah mengapa kebakaran hutan dan lahan di Riau terus terjadi, antara lain:

1. Cuaca yang ekstrim,

2. Lahan gambut yang mudah terbakar,

3. Cara bercocok tanam penduduk dengan cara membakar.

4. Faktor dorongan ekonomi juga berdampak pada kebakaran hutan di Riau.

Pemanfaatan sumber daya alam yang dilakukan manusia seiring berjalannya waktu semakin melampaui batas normal, di mana manusia dalam konteks oknum-oknum tertentu yang tidak bertanggung jawab selalu merasa kurang terhadap apa yang telah didapatkan dan melakukan segala cara untuk mendapatkan semua hal yang diinginkan, bukan hal-hal yang dibutuhkan saja.

5. Pencegahan oleh aparat di tingkat bawah tidak optimal, 6. Pemadaman api kurang cepat dan efisien, dan

7. Penegakan hukum yang tidak bisa menyentuh master-mind pembakaran.

Dari poin-poin di atas dapat disimpulkan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan di Riau setiap tahunnya yang seolah-olah kebakaran tersebut menjadi langganan yang tidak kunjung hentinya. Yang harus berperan dalam melakukan pencegahan haruslah seluruh stake holders dan seluruh lapisan masyarakat di Riau. Mulai dari Pemerintah pusat sampai ke pemerintahan desa. Serta masyarakat harus mengambil peranannya masing-masing dalam mengatasi kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau.7

6 Geovani Meiwanda. “Kapabilitas Pemerintah Daerah Provinsi Riau: Hambatan dan Tantangan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan” dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 19 No. 3/2016, hlm. 251-252.

7Zainal. “Akar Permasalahan Kebakaran Hutan Serta Solusi Dalam Penyelesaiannya (Studi di Provinsi Riau)” dalam Prosiding Seminar Nasional Prodi Ilmu Pemerintahan Fisip Unikom, hlm.

271.

(9)

2.2 Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan di Riau tahun 2015

Kebakaran hutan dan lahan memberikan dampak dan juga kerugian yang dialami masyarakat adat sekitar hutan, negara tetangga maupun pemerintah. Akibat terjadinya kebakaran hutan di Riau tahun 2015 menyebabkan lahan terbakar seluas 2.643 ha menurut KLHK tahun 2016. Dampak dari kebakaran hutan dan lahan di Riau tahun 2015, yaitu:

1. Persepsi masyarakat luas

Masyarakat adat merupakan salah satu garda terdepan yang menjaga dan mempertahankan hutan di Indonesia. Dengan pengetahuan yang dimiliki, masyarakat adat telah mampu mengelola hutan secara lestari. Dengan dibuktikannya hasil dari analisis, yang menunjukkan 65,1% atau 4,4 juta Ha wilayah adat masih berupa hutan alam.8 Sangat disayangkan, beberapa pemberitaan di media justru menyudutkan masyarakat adat, atau setidaknya menyebut masyarakat adat sebagai aktor yang menimbulkan bencana asap di Indonesia. Salah satu media memberitakan bahwa pelaku pembakaran hutan dan lahan ini disebabkan oleh masyarakat yang mengelola limbah hasil pertanian tahun sebelumnya.9 Pemberitaan media yang berlebihan dan tidak sesuai fakta di lapangan menjadikan masyarakat adat sebagai salah satu tersangka utama dari peristiwa bencana polusi kabut asap sangatlah tidak relevan dengan fakta yang terjadi di lapangan. Justru masyarakat adat menjadi korban dari bencana polusi kabut asap. Masyarakat adat berada di antara kepungan asap dan mereka berjibaku berusaha sekuat kemampuan untuk menghalau api guna menyelamatkan kehidupan mereka.

8 Risma Sari Setyaningrum. "Dampak kebakaran hutan di Indonesia tahun 2015 dalam kehidupan masyarakat." Jurnal Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada (2018), hlm. 12.

9Ibid.,

(10)

2. Dampak Ekonomi Negara

Pemadaman lahan yang sangat susah untuk dilakukan, membuat anggaran yang dikeluarkan pemerintah semakin besar. Bahkan hujan buatan dengan pemberian garam pada awan yang diprediksi dapat terjadi pada wilayah yang terjadi kebakaran tidak sesuai target prediksi karena pengaruh faktor kecepatan angin dan iklim yang dengan mudah berganti secara tiba-tiba. Banyak kerugian ekonomi menyebabkan dampak tidak langsung, seperti terganggunya perjalanan udara, laut dan darat akibat asap. Dampak pada pertumbuhan pendapatan daerah akan sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan upaya pemerintah mengentaskan kemiskinan di wilayah- wilayah tersebut.10

3. Dampak Sosial-Budaya Masyarakat

kebakaran hutan gambut merupakan penyumbang pencemaran kabut asap yang paling besar. Kebakaran ini terutama akibat dari pembukaan lahan untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit. Dampak yang paling parah dirasakan oleh banyak pihak akibat pembakaran tersebut adalah polusi kabut asap yang mengganggu berbagai sendi kehidupan. Terganggunya aktivitas manusia akibat kebakaran hutan juga dapat mempengaruhi produktivitas dan penghasilan. Ketika asap menyebar, kegiatan perdagangan dan sekolah di wilayah sekitar kebakaran terpaksa dihentikan dan diliburkan. Hal ini melumpuhkan aktivitas ekonomi bagi banyak keluarga yang berpenghasilan rendah dan membahayakan mereka untuk lebih jatuh miskin.

Kerugian tersebut karena terhentinya segala macam aktivitas perekonomian selama beberapa waktu.11 Besar kerugian yang ditaksir mencapai lebih dari Rp 20 Triliun.

10 Ibid., hlm.14

11Ibid.,

(11)

Dampak lainnya yang ditimbulkan yaitu adanya kabut asap. Tabel 1 merupakan provinsi yang terkena dampak akibat kebakaran hutan dan lahan.

Tabel 1. Jumlah Kabupaten/Kota Terdampak Kabut Asap Per 23 November 2015

Sumber: Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan, Kementerian Kesehatan, 2015.

Pada tabel diatas Provinsi Riau menjadi urutan pertama di Pulau Sumatera sebagai penyumbang kabut asap paling banyak.

4. Dampak Kesehatan Masyarakat

Kabut asap yang disebabkan oleh pembakaran hutan dan lahan juga memberikan dampak serius terhadap kualitas hidup masyarakat adat yang diakibatkan oleh kebakaran hutan dan secara otomatis mengganggu aktivitas manusia sehari-hari.

Keterbatasan aktivitas di luar ruangan diakibatkan oleh terbatasnya jarak pandang akibat kabut asap. Lalu lintas pun juga terganggu dengan adanya kabut asap yang cukup tebal tersebut karena rawannya kecelakaan yang mungkin terjadi. mungkin terjadi. Dampak rendahnya jarak pandang juga menyebabkan lalu-lintas penerbangan

(12)

mengalami gangguan bahkan tidak melakukan penerbangan ke antar wilayah yang melintasi daerah yang terkena kebakaran hutan dan lahan.12

Berikut Tabel 2. Yaitu Jarak Pandang Pada tahun 2015

Sumber : Sistem Monitoring Karhutla di Indonesia oleh Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Bencana asap juga berdampak pada kesehatan masyarakat berupa penyakit yang berkaitan dengan saluran pernapasan, seperti Infeksi Saluran Napas Atas (ISPA), pneumonia, asma, iritasi mata, dan iritasi kulit. Polusi kabut asap yang berasal dari kebakaran hutan mengandung campuran gas, partikel dan bahan kimia akibat pembakaran yang tidak sempurna dari bahan-bahan organik yang ada pada hutan maupun lahan (sersah, sisa tumbuhan, dll). Campuran gas, partikel dan bahan kimia yang terkandung dalam kabut asap memberikan banyak dampak bagi kesehatan.

Dalam jangka cepat (akut), asap kebakaran hutan akan menyebabkan iritasi mata, hidung dan tenggorokan. Biasanya hal tersebut menimbulkan gejala berupa mata

12 Ibid., hlm. 15.

(13)

perih dan berair, hidung risih dan gatal serta radang tenggorokan yang dapat memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Dampak buruk tersebut mengancam kesehatan setiap orang, terutama bayi dan anak-anak yang mengalami kerentanan tinggi terpapar dan terjangkit penyakit kesehatan akibat kabut asap pembakaran hutan dan lahan. 13

Tabel 3. Kualitas Udara Tahun 2015

Sumber : Sistem Monitoring Karhutla di Indonesia oleh Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

5. Hubungan Bilateral dengan Negara Tetangga

Kebakaran Hutan dan lahan di Indonesia khususnya di Riau menjadi perhatian nasional maupun internasional, Masalah asap yang ditimbulkan bukan hanya masalah sepele tetapi merupakan masalah yang krusial. Asap bisa menjadi salah satu indikator pemahaman nilai etika dan indikator pada hukum yang berlaku. Dampak kebakaran

13 Ibid., hlm. 18

(14)

tidak hanya dirasakan oleh masyarakat Indonesia saja tetapi juga beberapa negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Kabut asap dengan bantuan angin dengan mudahnya terbang melenggang ke negara lain dan menjadi polusi udara lintas-batas.

Selain itu banyak aktivitas bisnis dan penerbangan yang turut dihentikan mengingat resiko yang mungkin terjadi karena adanya kabut asap akibat pembakaran hutan yang tidak sesuai aturan tersebut.14

2.3 Upaya dan Penanggulangan yang Dilakukan dalam Mengatasi Kebakaran di Riau tahun 2015

Pengendalian membutuhkan sistematika yang tersusun rapi untuk mencapai tujuan.

Pengendalian kebakaran hutan dan lahan sendiri dimulai dalam tiga tahapan yaitu pencegahan, penanggulangan (pemadaman) serta pemulihan sesuai cerminan yang terdapat dalam Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Riau yang kemudian disempurnakan dengan Peraturan Gubernur Riau Nomor 27 Tahun 2014 tentang Prosedur Tetap Pengendalian Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Riau.15

Tahapan yang dilakukan oleh jajaran Pemerintah Provinsi Riau hanya pada tahapan penanggulangan (pemadaman) kebakaran hutan dan lahan. Meskipun bentuk tim/organisasi yang terlibat dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan lengkap dengan tugas dan bidang satuan kerja, namun aksi yang dilakukan selalu terhenti pada agenda pemadaman.

Koordinator pelaksana pun ditujukan pada BPBD Provinsi Riau. Peraturan Gubernur yang

14 Ibid., hlm. 22

15 Geovani Meiwanda. “Kapabilitas Pemerintah Daerah Provinsi Riau: Hambatan dan Tantangan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan” dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 19 No. 3/2016, hlm.255.

(15)

diberlakukan sebagai pedoman pelaksanaan pun menekankan pada dampak kebakaran yaitu kabut asap.

Keselarasan kualitas sumber daya manusia yang mendukung suksesnya pengendalian belum memiliki standar antara provinsi dan kabupaten. Peralatan lengkap berada di Pekanbaru, sementara kebakaran hutan dan lahan berada di wilayah Kabupaten. Kurangnya upaya peningkatan yang dilakukan oleh Pemda Riau, pemahaman dasar dalam paragraf ini tidak berbicara jumlah tenaga yang memadamkan (tahap penanggulangan) saja, namun pengendalian yang dilakukan secara utuh. Perlu ada upaya peningkatan SDM, termasuk penajaman daya nalar, keterampilan, penguasaan ilmu serta teknologi.16

Ada beberapa upaya pencegahan yang dapat dilakukan, yaitu:

1. Pemerintah.

a. Penatagunaan lahan sesuai dengan peruntukan masing-masing.

b. Pengembangan sistem/teknik budidaya perkebunan dengan sistem produksi yang tidak rentan kebakaran.

c. Pengembangan sistem/status kepemilikan lahan secara jelas.

d. Pencegahan perubahan ekologi secara besar-besaran melalui pembatasan konversi lahan hutan.

e. Menyadarkan masyarakat akan pentingnya informasi iklim, bahaya kebakaran serta kerugian yang akan ditimbulkannya.

f. Sosialisasi penerapan teknik penyisipan lahan tanpa bakar (zero burning).

2. Perusahaan perkebunan

a. Melakukan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di beberapa lokasi dan disekitar areal usaha.

b. Melengkapi sarana dan prasarana serta personil regu pemadam kebakaran yang memadai.

16 Ibid., hlm. 256.

(16)

c. Membuat sekat bakar di sekeliling areal rawan kebakaran dan memasang berupa

sebuah papan peringatan bahaya kebakaran.

3. Masyarakat

a. Tidak melakukan pembakaran dalam penyiapan lahan

b. Menjaga dan mencegah serta menanggulangi terjadinya kebakaran dilingkungan tiap masing-masing dan sekitarnya

c. Melaporkan setiap kejadian kebakaran hutan dan lahan kepada pemerintah daerah setempat

Adapun cara untuk menekan kasus kebakaran hutan di Riau, yaitu dengan Meningkatkan Sosialisasi Kepada Masyarakat tentang Manfaat Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB). Ini merupakan suatu metode yang meniadakan penggunaan api dalam menyiapkan lahan atau penanaman kembali, sebagai pengganti api, maka difungsikan berupa alat berat untuk melaksanakan serangkaian kegiatan penyiapan lahan. Adapun manfaat dan PLTB adalah sebagai berikut: 17

1. Tidak menimbulkan polusi kabut asap, sehingga udara tetap bersih, 2. Dapat menurunkan kadar emisi gas rumah kaca

3. Memperbaiki bahan organik tanah, kadar air dan kesuburan tanah sehingga dapat menurunkan kebutuhan pupuk organik dan adanya resiko pencemaran air

4. Tidak bergantung pada kondisi cuaca

5. Menjamin kesinambungan secara ekonomi dan ekologi 6. Meningkatkan produktivitas tanaman

7. Biaya relatif seimbang dibandingkan dengan teknik burning.

17 Dinas Kehutanan dan perkebunan Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2015, dishutbun.rokanhulukab.go.id, diakses pada 28 Maret 2023.

(17)

BAB 3 KESIMPULAN

Hutan sangat berperan penting dalam kehidupan manusia dan hutan dijuluki sebagai paru-paru dunia dan terbukti bahwa hutan sangat penting. Hutan di Indonesia tidak bisa terlepas kaitannya dengan kebakaran hutan dan lahan. Kebakaran hutan dan lahan sering terjadi terutama pada lahan gambut. Kebakaran hutan dan lahan gambut adalah kebakaran permukaan yang dimana api membakar material yang ada di atas permukaan, kemudian api menyebar secara tidak merata secara perlahan-lahan dibawah permukaan dengan membakar bahan organik gambut.Dalam perkembangannya, api akan menjalar secara vertikal maupun horizontal hingga membentuk kumpulan asap.

Kebakaran hutan merupakan bencana yang menjadi langganan setiap tahunnya di Provinsi Riau. Provinsi Riau menjadi salah satu provinsi yang sering terkena bencana kebakaran hutan. Ada banyak faktor yang menyebabkan kebakaran hutan di Riau, yaitu penebangan hutan besar-besaran untuk perkebunan, illegal logging, peraturan-peraturan dan lemahnya kapasitas dan peran instansi pemerintah pusat dan daerah yang belum sinkron.

Tahapan yang dilakukan oleh jajaran Pemerintah Provinsi Riau hanya pada tahapan penanggulangan (pemadaman) kebakaran hutan dan lahan. Meskipun bentuk tim/organisasi yang terlibat dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan lengkap dengan tugas dan bidang satuan kerja, namun aksi yang dilakukan selalu terhenti pada agenda pemadaman.

Adapun upaya yang dapat dilakukan yaitu Meningkatkan Sosialisasi Kepada Masyarakat tentang Manfaat Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB), dengan cara: 1). Tidak menimbulkan polusi kabut asap, sehingga udara tetap bersih, 2). Dapat menurunkan kadar emisi gas rumah kaca, 3). Memperbaiki bahan organik tanah, kadar air dan kesuburan tanah

(18)

sehingga dapat menurunkan kebutuhan pupuk organik dan adanya resiko pencemaran air, 4).

Tidak bergantung pada kondisi cuaca, 5). Menjamin kesinambungan secara ekonomi dan ekologi 6). Meningkatkan produktivitas tanaman, 7). Biaya relatif seimbang dibandingkan dengan teknik burning.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

JURNAL:

Meiwanda, Geovani. "Kapabilitas Pemerintah Daerah Provinsi Riau: hambatan dan tantangan pengendalian kebakaran hutan dan lahan." Jurnal ilmu sosial dan ilmu politik 19.3 (2016): 251-263.

Nurkholis, Afid, et al. "Analisis temporal kebakaran hutan dan lahan di indonesia tahun 1997 dan 2015 (studi kasus Provinsi Riau)." (2018).

Pasai, Miswar. "Dampak kebakaran hutan dan penegakan hukum." Jurnal pahlawan 3.1 (2020): 36-46.

Septianingrum, R., et al. "Dampak kebakaran hutan di Indonesia tahun 2015 dalam kehidupan masyarakat." Jurnal Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada (2018).

Utama, Andrew Shandy, and Rizana Rizana. "Penegakan Hukum Terhadap Kebakaran Hutan Di Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan." Jurnal Selat 8.1 (2020): 108-120.

Utami, Westi, et al. "Pengurangan resiko kebakaran hutan dan lahan melalui pemetaan HGU dan pengendalian pertanahan (Studi Kasus Provinsi Riau)." BHUMI: Jurnal Agraria dan Pertanahan 3.2 (2017): 232-245.

Zainal. “Akar permasalahan Kebakaran Hutan Serta Solusi Dalam Penyelesainnya (Studi di Provinsi Riau).” Prosiding Seminar Nasional Prodi Ilmu Pemerintahan Fisip Unikom : 258-277.

(20)

INTERNET:

Dinas Kehutanan dan perkebunan Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2015, dishutbun.rokanhulukab.go.id, diakses pada 28 Maret 2023.

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan ini dititikberatkan pada analisis sebaran data titik panas sebaran, sebaran luasan kebakaran lahan dan hutan, dan tumpang susun hasil analisis tersebut

Penelitian ini mencoba menguraikan tentang analisis dan implementasi kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi Riau Terhadap Hutan dengan studi kasus Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun

Penelitian ini mencoba menguraikan tentang analisis dan implementasi kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi Riau Terhadap Hutan dengan studi kasus Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun

Dalam hal ini Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan ini diperuntukan untuk kepentingan bersama, karena permasalahan

melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan : a) yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan hutan. b) tanpa memiliki izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat diketahui bahwa kegiatan pemadaman kebakaran hutan yang dilakukan BKPH Sanca bersama masyarakat antara lain untuk

Kegiatan Patroli Terpadu Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan dengan target sasaran 731 desa di Indonesia di enam provinsi rawan kebakaran hutan dan lahan yaitu di provinsi

Estimasi Kehilangan Karbon Akibat Kebakaran Tahun 2018 Tutupan lahan Karbon ton/ha Semak Belukar 259,51 Perkebunan Dan Hutan Sekunder Muda 65,93 Hutan Sekenduer Sedang 7,70 Hutan