• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH

N/A
N/A
Zaid Alfarizi

Academic year: 2024

Membagikan " KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH "

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

BERITA DAERAH

KOTA TANGERANG SELATAN

No. 20,2022 PEMERINTAH KOTA TANGERANG SELATAN.

Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah.

PROVINSI BANTEN

PERATURAN WALI KOTA TANGERANG SELATAN

NOMOR 20 TAHUN 2022 TENTANG

KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALI KOTA TANGERANG SELATAN,

Menimbang : a. bahwa Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah telah ditetapkan dengan Peraturan Wali Kota Tangerang Selatan Nomor 10 Tahun 2014 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah sebagaimana telah

diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Wali Kota Tangerang Selatan Nomor 45 Tahun 2018

tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Wali Kota Nomor 10 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Akuntansi

Pemerintah Daerah;

b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 9 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah, telah mencabut Lampiran III dan Lampiran IV Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2013 tentang Penerapan Standar Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah, sehingga Peraturan Wali Kota sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu diganti;

c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 197 ayat (4)

Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah, kebijakan akuntansi pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Wali Kota;

SALINAN

(2)

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Wali Kota tentang

Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang–Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);

5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

6. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Provinsi

Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 188, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4935);

7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang–Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);

(3)

8. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4890);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5165);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533), sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah

Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 142);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 42);

12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2013 tentang Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Pada Pemerintah Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1425);

13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1447);

14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1781);

(4)

15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pembukuan, Inventarisasi, Dan Pelaporan Barang Milik Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1076);

16. Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan

Susunan Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kota Tangerang Selatan Tahun 2016 Nomor 8,

Tambahan Lembaran Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 72) sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas

Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kota Tangerang Selatan Tahun 2022 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 128);

17. Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah (Lembaran Daerah Kota Tangerang Selatan Tahun 2022 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 129);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN WALI KOTA TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH.

Pasal 1

Dalam Peraturan Wali Kota ini yang dimaksud dengan:

1. Daerah adalah Kota Tangerang Selatan.

2. Pemerintah Daerah adalah Wali Kota sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

3. Wali Kota adalah Wali Kota Tangerang Selatan.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat Daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

5. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang serta segala bentuk kekayaan yang dapat dijadikan milik Daerah berhubung dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.

(5)

6. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

7. Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,

pertanggungjawaban dan pengawasan Keuangan Daerah.

8. Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat SKPKD adalah unsur penunjang Urusan Pemerintahan pada Pemerintah Daerah yang melaksanakan Pengelolaan Keuangan Daerah.

9. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD adalah kepala SKPKD yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum daerah.

10. Bendahara Umum Daerah, yang selanjutnya disingkat BUD adalah PPKD yang bertindak dalam kapasitas sebagai BUD.

11. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah unsur perangkat daerah pada Pemerintah Daerah yang melaksanakan Urusan Pemerintahan daerah.

12. Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh Wali Kota untuk menampung seluruh Penerimaan Daerah dan membayar seluruh Pengeluaran Daerah pada bank yang ditetapkan.

13. Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 56 ayat (3) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

14. Akuntansi adalah proses identifikasi, pencatatan, pengukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran transaksi dan kejadian keuangan, penyajian laporan serta penginterpretasian atas hasilnya.

15. Standar Akuntansi Pemerintahan yang selanjutnya disingkat SAP adalah prinsip Akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan Laporan Keuangan pemerintah.

16. Kebijakan Akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.

(6)

17. Periode Pelaporan adalah periode satu siklus Akuntansi untuk menghasilkan Laporan Keuangan.

18. Entitas Akuntansi adalah unit pemerintah pengguna anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan Akuntansi dan menyusun Laporan Keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan.

19. Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih Entitas Akuntansi atau Entitas Pelaporan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa Laporan Keuangan.

20. Bagan Akun Standar yang selanjutnya disingkat BAS adalah daftar kodefikasi dan klasifikasi terkait transaksi keuangan yang disusun secara sistematis sebagai pedoman dalam pelaksanaan anggaran dan pelaporan keuangan Pemerintah Daerah.

21. Basis Akrual adalah basis Akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat terjadi atau kejadiannya tanpa memperhatikan apakah kas dan setara kas diterima atau dibayar.

22. Basis Kas adalah basis Akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas dan setara kas diterima atau dibayar.

23. Pengakuan adalah proses penetapan terpenuhinya kriteria pencatatan suatu kejadian atau peristiwa dalam catatan akuntansi sehingga akan menjadi bagian yang melengkapi unsur aset, kewajiban, ekuitas, pendapatan-LRA, belanja, pembiayaan, pendapatan-LO dan beban, sebagaimana akan termuat pada Laporan Keuangan entitas pelaporan yang bersangkutan.

24. Pengukuran adalah proses penetapan nilai uang untuk mengakui dan memasukkan setiap pos dalam Laporan Keuangan.

25. Pengungkapan adalah laporan keuangan yang menyajikan secara lengkap informasi yang dibutuhkan oleh pengguna.

26. Penyesuaian adalah transaksi penyesuaian pada akhir periode untuk mengakui pos-pos seperti persediaan, piutang, utang dan yang lain yang berkaitan dengan adanya perbedaan waktu pencatatan dan yang belum dicatat pada saat transaksi berjalan atau pada periode yang berjalan.

27. Koreksi adalah tindakan pembetulan secara akuntansi agar akun/pos yang tersaji dalam Laporan Keuangan entitas menjadi sesuai dengan yang seharusnya.

(7)

28. Laporan Realisasi Anggaran yang selanjutnya disingkat LRA adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan-LRA, belanja, transfer, surplus/defisit-LRA, pembiayaan, dan sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran, yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode pelaporan.

29. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih yang selanjutnya disingkat LPSAL adalah laporan yang menyajikan informasi kenaikan dan penurunan SAL tahun pelaporan yang terdiri dari SAL awal, penggunaan SiLPA/SiKPA, koreksi dan SAL akhir.

30. Laporan Operasional yang selanjutnya disingkat LO adalah laporan yang menyajikan informasi mengenai seluruh kegiatan operasional keuangan Entitas Pelaporan yang tercermin dalam pendapatan-LO, beban dan surplus/defisit operasional dari suatu Entitas Pelaporan yang penyajiannya disandingkan dengan periode sebelumnya.

31. Laporan Perubahan Ekuitas yang selanjutnya disingkat LPE adalah laporan yang menyajikan informasi mengenai perubahan ekuitas yang terdiri dari ekuitas awal, surplus/defisit-LO, koreksi dan ekuitas akhir.

32. Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan suatu Entitas Pelaporan mengenai aset, utang dan ekuitas pada tanggal tertentu.

33. Laporan Arus Kas yang selanjutnya disingkat LAK adalah laporan yang menyajikan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama satu periode Akuntansi, serta saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan.

34. Catatan atas Laporan Keuangan yang selanjutnya disingkat CaLK adalah laporan yang menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam LRA, LPSAL, LO, LPE, Neraca dan LAK dalam rangka pengungkapan yang memadai.

35. Pendapatan-LRA adalah penerimaan oleh Bendahara Umum Daerah atau oleh entitas akuntansi/pelaporan yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.

36. Belanja adalah semua pengeluaran oleh Bendahara Umum Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.

37. Transfer LRA adalah penerimaan atau pengeluaran uang oleh suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil.

(8)

38. Pembiayaan adalah setiap penerimaan/pengeluaran yang tidak berpengaruh pada kekayaan bersih entitas yang perlu dibayar kembali dan/atau akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun tahun- tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.

39. Pendapatan-LO adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.

40. Beban adalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.

41. Transfer LO adalah hak penerimaan atau kewajiban pengeluaran uang dari/oleh suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil.

42. Pos Luar Biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yang terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa, tidak diharapkan sering atau rutin terjadi, dan berada di luar kendali atau pengaruh entitas bersangkutan.

43. Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh Pemerintah Daerah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.

44. Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi Pemerintah Daerah.

45. Ekuitas adalah kekayaan bersih Pemerintah Daerah yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban Pemerintah Daerah.

Pasal 2

Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah bertujuan untuk:

a. memberikan pedoman bagi Entitas Akuntansi dan Entitas Pelaporan dalam penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah; dan

b. memberikan pedoman dalam pelaksanaan Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah.

(9)

Pasal 3

(1) Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah memuat penjelasan atas unsur Laporan Keuangan yang berfungsi sebagai panduan dalam penyajian pelaporan keuangan dan mengatur definisi, Pengakuan, Pengukuran, penilaian dan/atau Pengungkapan transaksi atau peristiwa.

(2) Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan SAP.

Pasal 4

(1) Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah disusun dengan sistematika:

a. BAB I : Pendahuluan Kebijakan Akuntansi;

b. BAB II : Penyajian Laporan Keuangan;

c. BAB III : Kebijakan LRA;

d. BAB IV : Kebijakan LPSAL;

e. BAB V : Kebijakan LO;

f. BAB VI : Kebijakan LPE;

g. BAB VII : Kebijakan Neraca;

h. BAB VIII : Kebijakan LAK;

i. BAB IX : Kebijakan Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Operasi yang tidak dilanjutkan; dan

j. BAB X : Kebijakan Catatan atas Laporan Keuangan.

(2) Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Wali Kota ini.

Pasal 5

Pada saat Peraturan Wali Kota ini mulai berlaku, Laporan Keuangan tahun anggaran 2021 yang telah dan sedang disusun sebelum berlakunya Peraturan Wali Kota ini dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Wali Kota ini.

Pasal 6

Pada saat Peraturan Wali Kota ini mulai berlaku, Peraturan Wali Kota Tangerang Selatan Nomor 10 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah (Berita Daerah Kota Tangerang Selatan Tahun 2014 Nomor 10) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Wali Kota Tangerang Selatan Nomor 45 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Wali Kota Nomor 10 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah (Berita Daerah Kota Tangerang Selatan Tahun 2018 Nomor 45) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

(10)
(11)

PERATURAN WALI KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 20 TAHUN 2022

TENTANG

KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH

BAB I

PENDAHULUAN KEBIJAKAN AKUNTANSI A. LATAR BELAKANG DAN DASAR HUKUM

Berdasarkan Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Gubernur/Bupati/

Wali Kota menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan daerah.

Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Standar akuntansi pemerintahan disusun oleh suatu komite standar yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan.

Pada Tahun 2005, Pemerintah telah menetapkan Standar

Akuntansi Pemerintahan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan,

yang berlaku untuk Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam rangka menyusun laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD dalam bentuk Laporan Keuangan. SAP ini menganut basis kas menuju akrual (cash towards accrual) yaitu basis kas untuk pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja, dan basis akrual untuk pengakuan dan pengukuran aset, kewajiban, dan Ekuitas.

(12)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 Pasal 36 Bab X Ketentuan Peralihan, mengamanatkan bahwa pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual harus dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun. Hal ini berarti bahwa dalam LKPD tahun 2008 seluruh entitas akuntansi harus sudah mengakui pendapatan dan belanja secara akrual.

Dalam perkembangannya dan berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat, implementasi akuntansi berbasis akrual ditunda pelaksanaannya hingga tahun 2015. Hal ini dituangkan dalam Undang-Undang Pertanggungjawaban APBN yang

ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan

Berbasis Akrual. Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang

merupakan pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005, implementasi basis akrual telah mendapatkan landasan teknis pelaksanaannya yang tertuang dalam Lampiran I tentang Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual yang harus dilaksanakan

selambat-lambatnya tahun 2015, hal ini diperkuat dalam Pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 tahun 2013 tentang

Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah. Berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan maka Pemerintah Daerah perlu menetapkan kebijakan akuntansi berbasis akrual yang akan menjadi acuan dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah.

Selanjutnya berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan

Daerah Pasal 3 huruf c dan d, mengamanatkan untuk menetapkan Peraturan Kepala Daerah yang mengatur mengenai kebijakan akuntansi pemerintah daerah dan Peraturan Kepala Daerah yang mengatur

mengenai sistem akuntansi pemerintah daerah paling lambat tahun 2022, hal ini merupakan implikasi dari terbitnya Peraturan

Pemerintah Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 90 tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah.

(13)

B. TUJUAN DAN RUANG LINGKUP 1. Tujuan

Kebijakan Akuntansi bertujuan memberikan pedoman bagi entitas akuntansi dan Entitas Pelaporan pada Pemerintah Daerah dalam menyusun dan menyajikan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah untuk tujuan umum (general purpose financial statement) dalam rangka meningkatkan keterbandingan Laporan Keuangan terhadap anggaran, antar periode maupun antar entitas serta dalam rangka memenuhi kebutuhan informasi dan kepentingan sebagian besar pengguna Laporan Keuangan (stakeholders) serta bertujuan untuk memberikan pedoman dalam pelaksanaan sistem dan prosedur akuntansi Pemerintah Daerah.

2. Ruang Lingkup

Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah disusun dalam rangka

penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual di lingkungan Pemerintah Daerah yang menjelaskan definisi, dasar

pengakuan, pengukuran, dan pelaporan atas unsur/komponen Laporan Keuangan serta penyajiannya dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, dikecualikan dari Kebijakan Akuntansi yang ditetapkan dalam Peraturan Wali Kota ini yakni penyusunan Laporan Keuangan untuk Badan Layanan Umum Daerah selaku Entitas Pelaporan yang diatur dalam Peraturan Wali Kota tersendiri.

C. ACUAN PENYUSUNAN

Penyusunan Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah didasarkan pada:

1. Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan, Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan dan Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan.

2. Buletin Teknis dan produk Komite Standar Akuntansi Pemerintah lainnya.

3. Peraturan, ketentuan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan.

4. Peraturan perundang-undangan yang relevan dengan Laporan Keuangan.

(14)

D. GAMBARAN KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH

Kebijakan akuntansi ini mengatur tentang prinsip-prinsip penyelenggaraan akuntansi dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan Pemerintah Daerah yang dilaksanakan melalui Sistem Akuntansi Pemerintahan Daerah. Kebijakan akuntansi disusun berdasarkan prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintahan yang berlaku umum.

Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan dimaksudkan sebagai pedoman bagi pembuat standar dalam menyusun standar, penyelenggara akuntansi dan pelaporan keuangan dalam melakukan kegiatannya, serta pengguna Laporan Keuangan dalam memahami Laporan Keuangan yang disajikan.

Basis akuntansi yang digunakan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah adalah basis akrual. Dalam basis akrual ini, pendapatan diakui pada saat hak untuk memperoleh pendapatan telah terpenuhi walaupun kas belum diterima di Rekening Kas Umum Daerah dan beban diakui pada saat kewajiban yang mengakibatkan penurunan nilai kekayaan bersih telah terpenuhi walaupun kas belum dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Daerah. Namun demikian, basis kas masih digunakan dalam rangka penyusunan LRA sepanjang dokumen anggaran disusun berdasarkan basis kas.

(15)

BAB II

PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN A. TUJUAN LAPORAN KEUANGAN

Tujuan umum Laporan Keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, saldo anggaran lebih, arus kas, hasil operasi, dan perubahan Ekuitas Entitas Pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya dan untuk menunjukkan akuntabilitas Entitas Pelaporan atas sumber daya yang dikelola.

Informasi yang disajikan dalam Laporan Keuangan diantaranya adalah informasi mengenai:

1. posisi sumber daya ekonomi, Kewajiban, dan Ekuitas Entitas Pelaporan dan perubahannya;

2. sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya ekonomi;

3. ketaatan realisasi terhadap anggaran yang ditetapkan;

4. cara Entitas Pelaporan mendanai aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya;

5. potensi Pemerintah Daerah untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan pemerintahan;

6. evaluasi kemampuan Entitas Pelaporan dalam mendanai aktivitasnya;

7. indikasi sumber daya yang telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan anggaran; dan

8. indikasi apakah sumber daya diperoleh dan digunakan sesuai dengan ketentuan, termasuk batas anggaran yang ditetapkan oleh DPRD.

B. TANGGUNG JAWAB PELAPORAN KEUANGAN 1. Entitas Pelaporan

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah selaku Entitas Pelaporan disusun oleh SKPKD berupa Laporan Keuangan konsolidasi dari Laporan Keuangan SKPD dan Laporan Keuangan PPKD.

2. Entitas Akuntansi

Laporan Keuangan pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran selaku entitas akuntansi disusun oleh masing-masing SKPD dan PPKD.

(16)

C. ASUMSI DASAR

Asumsi dasar dalam pelaporan keuangan di lingkungan Pemerintah Daerah adalah anggapan yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan agar standar akuntansi dapat diterapkan, yang terdiri dari:

1. Asumsi Kemandirian Entitas

Asumsi kemandirian entitas, berarti bahwa:

a. setiap unit organisasi dianggap sebagai unit yang mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan Laporan Keuangan sehingga tidak terjadi kekacauan antar unit instansi pemerintah dalam pelaporan keuangan.

b. adanya kewenangan entitas untuk menyusun anggaran dan melaksanakannya dengan tanggung jawab penuh.

c. entitas bertanggung jawab atas pengelolaan Aset dan sumber daya untuk kepentingan yurisdiksi tugas pokoknya, termasuk atas kehilangan atau kerusakan Aset dan sumber daya dimaksud, utang-piutang yang terjadi akibat keputusan entitas, serta terlaksana atau tidak terlaksananya program yang telah ditetapkan.

2. Asumsi Kesinambungan Entitas

Laporan Keuangan disusun dengan asumsi bahwa Entitas Pelaporan akan berlanjut keberadaannya dan tidak direncanakan akan dilikuidasi dalam jangka pendek.

3. Asumsi Keterukuran Dalam Satuan Uang

Laporan keuangan harus menyajikan setiap kegiatan yang diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang agar dapat dilakukan analisis dan pengukuran dalam Akuntansi.

D. KARAKTERISTIK KUALITATIF LAPORAN KEUANGAN

Karakteristik kualitatif Laporan Keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Terdapat 4 (empat) karakteristik yang merupakan prasyarat normatif yang diperlukan agar Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki:

(17)

1. Relevan

Laporan Keuangan disebut relevan jika informasi yang termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan

membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini, dan memprediksi masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka dimasa lalu.

Dengan demikian, informasi Laporan Keuangan yang relevan dapat dihubungkan dengan maksud penggunaannya. Informasi yang relevan memenuhi karakterisitik:

a. memiliki manfaat umpan balik (feedback value)

Informasi memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau mengoreksi ekspektasi mereka di masa lalu.

b. memiliki manfaat prediktif (predictive value)

Informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa yang akan datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa kini.

c. tepat waktu

Informasi disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan berguna dalam pengambilan keputusan.

d. lengkap

Informasi Akuntansi Keuangan pemerintah disajikan secara lengkap dan jelas, mencakup semua informasi Akuntansi yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dengan memperhatikan kendala yang ada.

2. Andal

Informasi dalam Laporan Keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi. Informasi yang andal memenuhi karakteristik:

a. Penyajian Jujur

Informasi menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan.

b. Dapat Diverifikasi (verifiability)

Informasi yang disajikan dalam Laporan Keuangan dapat diuji, dan jika pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya tetap menunjukkan simpulan yang tidak berbeda jauh.

c. Netralitas

Informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak pada kebutuhan pihak tertentu.

(18)

3. Dapat Dibandingkan

Laporan Keuangan dapat dibandingkan secara internal dan eksternal. Perbandingan secara internal dapat dilakukan jika suatu

entitas menerapkan Kebijakan Akuntansi yang sama dari tahun ke tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas

yang diperbandingkan menerapkan Kebijakan Akuntansi yang sama.

4. Dapat Dipahami

Laporan Keuangan harus dapat dipahami oleh pengguna yang memiliki pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan operasi Entitas Pelaporan dan memiliki kemauan untuk mempelajari informasi yang dimaksud.

E. PRINSIP AKUNTANSI

Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan dimaksudkan sebagai ketentuan yang dipahami dan ditaati oleh pembuat standar dalam menyusun standar, penyelenggara akuntansi dan pelaporan keuangan dalam melakukan kegiatannya, serta pengguna Laporan Keuangan dalam memahami Laporan Keuangan yang disajikan. Prinsip Akuntansi sebagai berikut:.

1. Basis Akuntansi

Basis Akuntansi yang digunakan adalah Basis Akrual, sedangkan LRA mengikuti basis yang digunakan pada proses penganggaran.

2. Nilai Historis

Nilai historis yaitu nilai sumber daya yang diserahkan atau kewajiban yang timbul untuk memperoleh Aset atau jasa. Nilai historis lebih dapat diandalkan daripada penilaian yang lain karena lebih obyektif

dan dapat diverifikasi. Dalam hal tidak terdapat nilai historis, dapat digunakan nilai wajar Aset atau kewajiban terkait.

3. Realisasi

Bagi Pemerintah Daerah, pendapatan basis kas yang tersedia yang telah diotorisasikan melalui anggaran pemerintah suatu periode Akuntansi akan digunakan untuk membayar Utang dan Belanja dalam periode tersebut. Mengingat LRA masih merupakan laporan yang wajib disusun, maka pendapatan atau belanja basis kas diakui setelah diotorisasi melalui anggaran dan telah menambah atau mengurangi kas.

(19)

4. Substansi Mengungguli Bentuk Formal

Suatu transaksi akan dilaporkan berdasarkan dampak ekonomisnya dibanding kondisi formalnya. Seperti transaksi belanja barang yang ternyata digunakan untuk membeli barang modal, maka Aset yang diperoleh akan dibukukan sebagai aset tetap. Kondisi transaksi tersebut secara formal adalah belanja barang tetapi substansinya adalah dicatat sebagai aset tetap.

5. Periodisitas

Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan Entitas Pelaporan perlu dibagi menjadi Periode Pelaporan sehingga kinerja entitas dapat diukur dan dibandingkan serta ditentukannya posisi sumber daya yang dimiliki. Periode utama yang digunakan sebagai Periode Pelaporan adalah 1 (satu) tahun anggaran, namun dapat pula digunakan periode yang lebih pendek dari 1 (satu) tahun anggaran bila diperlukan. Oleh karena itu, meskipun Laporan Keuangan Pemerintah Daerah diterbitkan dalam periode 1 (satu) tahun, Laporan Keuangan interim dapat diterbitkan untuk periode 1 (satu) bulan, triwulan atau semester.

6. Konsistensi

Perlakuan Akuntansi yang sama diterapkan pada kejadian yang serupa dari periode ke periode oleh suatu Entitas Pelaporan (prinsip konsistensi internal). Hal ini tidak berarti bahwa tidak boleh terjadi perubahan dari satu metode Akuntansi ke metode Akuntansi yang lain. Metode Akuntansi yang dipakai dapat diubah dengan syarat bahwa metode yang baru mampu memberikan informasi yang lebih baik dibanding metode yang lama. Pengaruh atas perubahan penerapan metode ini diungkapkan dalam CaLK.

7. Pengungkapan Penuh (Full Disclosure)

Laporan keuangan harus menyajikan informasi yang dibutuhkan oleh pengguna secara lengkap. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna Laporan Keuangan dapat ditempatkan pada lembar muka (on the face) Laporan Keuangan atau CaLK.

(20)

8. Wajar

Dalam rangka penyajian Laporan Keuangan secara wajar, faktor pertimbangan sehat diperlukan bagi penyusun Laporan Keuangan ketika menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan tertentu.

Ketidakpastian seperti itu diakui dengan mengungkapkan hakikat serta tingkatnya dengan menggunakan pertimbangan sehat dalam penyusunan Laporan Keuangan. Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian pada saat melakukan prakiraan dalam kondisi ketidakpastian sehingga Aset atau pendapatan tidak dinyatakan terlalu tinggi dan kewajiban tidak dinyatakan terlalu rendah agar Laporan Keuangan menjadi tetap netral dan andal.

F. KENDALA INFORMASI

Kendala informasi Akuntansi dan Laporan Keuangan merupakan setiap keadaan yang tidak memungkinkan terwujudnya kondisi yang ideal dalam mewujudkan informasi Akuntansi dan Laporan Keuangan yang relevan dan andal, meliputi:

1. Materialitas

Informasi dipandang material jika kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna yang diambil atas dasar Laporan Keuangan.

2. Pertimbangan Biaya dan Manfaat

Manfaat yang dihasilkan informasi seharusnya melebihi biaya penyusunannya. Oleh karena itu, Laporan Keuangan pemerintah tidak semestinya menyajikan segala informasi yang manfaatnya lebih kecil dari biaya penyusunannya.

3. Keseimbangan Antar Karakteristik Kualitatif

Keseimbangan antar karakteristik kualitatif merupakan masalah pertimbangan profesional untuk mencapai suatu keseimbangan yang tepat di antara berbagai tujuan normatif yang diharapkan dipenuhi oleh Laporan Keuangan pemerintah.

(21)

G. KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN

Komponen yang terdapat dalam satu set Laporan Keuangan terdiri dari laporan pelaksanaan anggaran (budgetary reports), laporan finansial (financial report), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) Satu set Laporan Keuangan terdiri atas:

Laporan Pelaksanaan Anggaran(budgetary report), berupa:

1. LRA; dan 2. LPSAL.

Laporan Finansial (financial report), berupa:

1. LO;

2. LPE;

3. Neraca; dan 4. LAK.

Satu set Laporan Keuangan tersebut merupakan lembar muka (on the face) Laporan Keuangan, kecuali CaLK. Entitas Pelaporan maupun entitas akuntansi menyusun Laporan Keuangan tersebut, kecuali LPSAL dan LAK, hanya disusun oleh Entitas Pelaporan.

1. LAPORAN REALISASI ANGGARAN (LRA)

LRA merupakan komponen Laporan Keuangan yang menyediakan informasi mengenai realisasi pendapatan-LRA, belanja, transfer, surplus/defisit-LRA dan pembiayaan dari suatu Entitas Pelaporan yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya.

Informasi tersebut berguna bagi para pengguna laporan dalam mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber-sumber daya ekonomi, akuntabilitas dan ketaatan Entitas Pelaporan terhadap anggaran.

2. LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH (LPSAL)

LPSAL merupakan komponen Laporan Keuangan yang menyajikan secara komparatif dengan periode sebelumnya pos Saldo Anggaran Lebih awal, Penggunaan Saldo Anggaran Lebih, Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran tahun berjalan, Koreksi Kesalahan Pembukuan Tahun Sebelumnya dan Saldo Anggaran Lebih Akhir.

3. LAPORAN OPERASIONAL

Laporan finansial mencakup laporan operasional yang menyajikan pos Pendapatan-LO dari kegiatan operasional, Beban dari kegiatan operasional, Surplus/defisit dari Kegiatan Non Operasional, Pos luar biasa dan Surplus/Defisit-LO.

(22)

4. LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS

LPE merupakan komponen Laporan Keuangan yang menyajikan sekurang-kurangnya pos-pos Ekuitas awal, surplus/defisit-LO pada periode bersangkutan, koreksi-koreksi yang langsung menambah/mengurangi Ekuitas dan Ekuitas akhir.

5. NERACA

Neraca merupakan komponen Laporan Keuangan yang menggambarkan posisi keuangan suatu Entitas Pelaporan mengenai aset, kewajiban dan Ekuitas pada tanggal tertentu.

a. Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh Pemerintah Daerah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber- sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.

b. Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi Pemerintah Daerah.

c. Ekuitas adalah kekayaan bersih Pemerintah Daerah yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban Pemerintah Daerah.

Neraca menyajikan secara komparatif dengan periode sebelumnya pos-pos berikut:

a. Kas dan Setara Kas;

b. Investasi Jangka Pendek;

c. Piutang Pajak dan Bukan Pajak;

d. Persediaan;

e. Investasi Jangka Panjang;

f. Aset Tetap;

g. Kewajiban Jangka Pendek;

h. Kewajiban Jangka Panjang; dan i. Ekuitas.

Pos-pos lainnya dapat disajikan dalam Neraca jika Standar Akuntansi Pemerintahan mensyaratkan atau jika penyajian demikian perlu untuk menyajikan secara wajar posisi keuangan suatu Entitas Pelaporan.

(23)

6. LAPORAN ARUS KAS

Laporan Arus Kas adalah komponen Laporan Keuangan yang menyajikan informasi penerimaan dan pengeluaran kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi, pendanaan dan transitoris.

7. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

CaLK merupakan komponen Laporan Keuangan yang meliputi penjelasan, daftar rincian dan/atau analisis atas Laporan Keuangan dan pos-pos yang disajikan dalam LRA, LPSAL, Neraca, LO, LAK, dan LPE. Termasuk pula dalam CaLK adalah penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian wajar Laporan Keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan/atau komitmen-komitmen lainnya.

Catatan atas Laporan Keuangan disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas harus mempunyai referensi silang dengan informasi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

H. PENGAKUAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN

Pengakuan dalam akuntansi adalah proses penetapan terpenuhinya kriteria pencatatan suatu kejadian atau peristiwa dalam catatan akuntansi sehingga akan menjadi bagian yang melengkapi unsur pendapatan-LRA, belanja, pembiayaan, pendapatan-LO, beban, aset, kewajiban dan Ekuitas, sebagaimana akan termuat pada Laporan Keuangan Entitas Pelaporan yang bersangkutan. Pengakuan diwujudkan dalam pencatatan jumlah uang terhadap pos Laporan Keuangan yang terpengaruh oleh kejadian atau peristiwa terkait. Kriteria minimum yang perlu dipenuhi oleh suatu kejadian atau peristiwa untuk diakui sebagai transaksi, yaitu:

1. terdapat kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan kejadian atau peristiwa tersebut akan mengalir ke luar dari atau masuk ke dalam Entitas Pelaporan yang bersangkutan; dan 2. kejadian atau peristiwa tersebut mempunyai nilai atau biaya yang

dapat diukur atau dapat diestimasi dengan andal.

(24)

I. PENGUKURAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN

Pengukuran adalah proses penetapan nilai uang untuk mengakui dan memasukkan setiap pos dalam Laporan Keuangan. Pengukuran terhadap transaksi penerimaan/pengeluaran kas yang dilakukan sekaligus di muka menggunakan revenue/expense approach.

J. KOREKSI

Koreksi adalah tindakan pembetulan secara akuntansi agar akun/pos yang tersaji dalam Laporan Keuangan entitas menjadi sesuai dengan yang seharusnya.

K. PENERBITAN LAPORAN KEUANGAN

Laporan keuangan dianggap sudah diterbitkan apabila sudah ditetapkan dengan peraturan daerah.

(25)

BAB III

KEBIJAKAN LAPORAN REALISASI ANGGARAN A. TUJUAN

Kebijakan LRA bertujuan menetapkan perlakuan Akuntansi Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Daerah dalam rangka memenuhi tujuan akuntabilitas sebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundang- undangan, LRA memberikan informasi realisasi dan anggaran Entitas Pelaporan serta perbandingannya yang menunjukkan tingkat ketercapaian target-target yang telah disepakati antara legislatif dan eksekutif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

B. STRUKTUR LRA

LRA menyajikan informasi realisasi pendapatan-LRA, belanja, transfer, surplus/defisit-LRA, pembiayaan dan SiLPA/SiKPA yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode.

LRA mencakup pos-pos sebagai berikut:

1. Pendapatan Daerah 2. Belanja Daerah 3. Surplus/Defisit-LRA 4. Pembiayaan Daerah

5. Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA / SiKPA).

Pos, judul, dan sub jumlah lainnya dapat disajikan dalam LRA apabila diwajibkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi atau apabila penyajian tersebut diperlukan untuk menyajikan LRA secara wajar.

C. AKUNTANSI ANGGARAN

Apabila diperlukan dalam rangka memenuhi keperluan Akuntansi Anggaran maka digunakan akun Estimasi Pendapatan, Estimasi Penerimaan Pembiayaan, Apropriasi Belanja, Apropriasi Pengeluaran Pembiayaan, Estimasi Perubahan SAL.

Akuntansi anggaran merupakan teknik pertanggungjawaban dan pengendalian manajemen yang digunakan untuk membantu pengelolaan pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan.

(26)

D. AKUNTANSI PENDAPATAN DAERAH 1. Definisi

Pendapatan Daerah adalah semua penerimaan oleh Bendahara Umum Daerah atau yang diberi kewenangan atas penerimaan, yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak Pemerintah Daerah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh Pemerintah Daerah.

2. Klasifikasi dan Jenis Pendapatan Daerah

Pendapatan Daerah dibagi dalam klasifikasi sebagai berikut:

a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

PAD terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan dan Lain-Lain PAD Yang Sah.

b. Pendapatan Transfer

Pendapatan Transfer terdiri dari Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat dan Pendapatan Transfer Antar Daerah.

c. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah

Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah terdiri dari Pendapatan Hibah, Dana Darurat dan Lain-lain Pendapatan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.

Untuk jenis, objek, rincian dan sub rincian masing-masing klasifikasi Pendapatan Daerah mempedomani Peraturan Wali Kota Tangerang Selatan yang mengatur mengenai Kode Rekening.

3. Pengakuan

Pendapatan Daerah diakui saat:

a. Kas diterima di RKUD.

b. Kas diterima oleh bendahara penerimaan, termasuk penerimaan yang hingga tanggal pelaporan belum disetorkan ke RKUD.

c. Kas diterima oleh SKPD dan langsung digunakan oleh SKPD tersebut tanpa disetor ke RKUD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, setelah entitas penerima melaporkan atau mendapat pengesahan dari BUD untuk diakui sebagai Pendapatan Daerah.

d. Penerimaan Kas yang berasal dari hibah langsung yang digunakan untuk mendanai pengeluaran entitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, setelah entitas penerima melaporkan atau mendapat pengesahan dari BUD untuk diakui sebagai Pendapatan Daerah.

(27)

e. Penerimaan Kas yang diterima entitas lain di luar entitas pemerintah berdasarkan otoritas yang diberikan oleh BUD, dan BUD mengakuinya sebagai pendapatan Daerah.

4. Pengukuran

Pendapatan Daerah dicatat berdasarkan asas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto tanpa mengkompensasikannya terlebih dahulu dengan pengeluaran untuk mendapatkan pendapatan tersebut. Asas bruto dapat dikecualikan jika besaran pengurang (biaya) terhadap Pendapatan Daerah bruto bersifat variabel terhadap pendapatan dimaksud dan tidak dapat dianggarkan terlebih dahulu dikarenakan prosesnya yang belum selesai.

a. Pajak Daerah disajikan sebesar penerimaan pajak daerah pada RKUD, bendahara penerimaan atau pihak yang diberi otorisasi oleh BUD untuk menerima setoran pajak daerah.

b. Retribusi Daerah disajikan sebesar penerimaan retribusi daerah pada RKUD, bendahara penerimaan atau pihak yang diberi otorisasi oleh BUD untuk menerima setoran retribusi daerah.

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan disajikan sebesar bagian laba atas penyertaan modal pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), bagian laba atas modal pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat yang diterima pada RKUD.

d. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) Yang Sah disajikan antara lain sebesar hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan, hasil selisih lebih tukar menukar aset daerah yang tidak dipisahkan, hasil pemanfaatan aset daerah yang tidak dipisahkan, hasil kerja sama daerah, jasa giro, hasil pengelolaan dana bergulir, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, penerimaan komisi, potongan atau bentuk lain, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak daerah, pendapatan denda retribusi daerah, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengembalian, pendapatan BLUD, pendapatan denda pemanfaatan aset daerah yang tidak dipisahkan, pendapatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), pendapatan hasil pengelolaan dana bergulir, pendapatan berdasarkan putusan pengadilan (inkracht), pendapatan denda atas pelanggaran peraturan daerah atau pendapatan zakat, infaq, shadaqah dan wakaf.

(28)

e. Pendapatan Transfer disajikan sebesar penerimaan transfer pada RKUD yang berasal dari pendapatan transfer pemerintah pusat atau pendapatan transfer antar daerah sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan.

f. Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah disajikan sebesar penerimaan pada RKUD yang berasal dari pendapatan hibah, dana darurat atau lain-lain pendapatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5. Penyajian

Pendapatan Daerah disajikan pada Laporan Realisasi Anggaran sesuai klasifikasi dalam Peraturan Wali Kota Tangerang Selatan yang mengatur mengenai Kode Rekening.

E. AKUNTANSI BELANJA DAERAH 1. Definisi

Belanja Daerah merupakan semua pengeluaran oleh BUD atau pihak yang diberi kewenangan untuk melakukan pengeluaran belanja, yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh Pemerintah Daerah.

2. Klasifikasi dan Jenis Belanja Daerah

Belanja Daerah dibagi dalam klasifikasi sebagai berikut:

a. Belanja Operasi

Belanja Operasi terdiri dari Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, Belanja Bunga, Belanja Subsidi, Belanja Hibah, dan Belanja Bantuan Sosial.

b. Belanja Modal

Belanja Modal terdiri dari Belanja Modal Aset Tetap dan Aset Lainnya. Belanja Modal Tetap terdiri dari Belanja Modal Tanah, Belanja Modal Peralatan dan Mesin, Belanja Modal Gedung dan Bangunan, Belanja Modal Jalan, Jaringan dan Irigasi serta Belanja Modal Aset Tetap Lainnya.

c. Belanja Tidak Terduga d. Belanja Transfer

Belanja Transfer merupakan Belanja Bantuan Keuangan.

Untuk jenis, objek, rincian dan sub rincian masing-masing klasifikasi Belanja Daerah mempedomani Peraturan Wali Kota Tangerang Selatan yang mengatur mengenai Kode Rekening.

(29)

3. Pengakuan

a. Belanja diakui saat terjadi pengeluaran dari RKUD.

b. Khusus untuk pengeluaran melalui Bendahara Pengeluaran SKPD, pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh BUD.

c. Untuk pengeluaran belanja yang dibiayai dari pendapatan yang langsung diterima oleh SKPD sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, diakui sepanjang belanja tersebut dilaporkan atau mendapat pengesahan dari BUD.

d. Untuk pengakuan Belanja Modal juga harus memenuhi ketentuan sebagai pengeluaran yang:

1) digunakan untuk memperoleh atau menambah nilai buku Aset Tetap atau Aset Lainnya. Penambahan nilai buku aset tetap atau aset lainnya tersebut di antaranya berupa belanja yang menyebabkan penambahan kuantitas/volume, masa manfaat, fungsi dan kapasitas aset tersebut;

2) khusus untuk Aset tetap harus memenuhi ketentuan sebagaimana dijelaskan pada pembahasan mengenai pengakuan Aset Tetap.

4. Pengukuran

Belanja diukur berdasarkan jumlah pengeluaran kas yang keluar dari Rekening Kas Umum Daerah atau Rekening Bendahara Pengeluaran atau Rekening lain sesuai ketentuan perundang-undangan, berdasarkan azas bruto.

Nilai uang untuk dimasukkan sebagai jumlah akun Belanja adalah sebesar nilai yang tercantum dalam dokumen pencairan dana.

a. Belanja pegawai disajikan sebesar pengeluaran berupa gaji dan

tunjangan ASN, tambahan penghasilan ASN, tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan objektif lainnya ASN,

belanja gaji dan tunjangan DPRD, belanja gaji dan tunjangan KDH/WKDH dan belanja penerimaan lainnya Pimpinan DPRD.

b. Belanja barang dan jasa disajikan sebesar pengeluaran untuk memperoleh barang dan/atau jasa yang tidak masuk dalam kategori belanja untuk perolehan aset/belanja modal. Termasuk kategori belanja barang dan jasa antara belanja barang, belanja jasa, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dinas dan belanja uang dan/atau jasa untuk diberikan kepada pihak ketiga/pihak lain/masyarakat. Pengukuran belanja barang dan jasa mencakup harga beli dan biaya pendukungnya.

(30)

c. Belanja bunga disajikan sebesar pengeluaran untuk pembayaran bunga (interest) atas pokok pinjaman (principal outstanding) yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman jangka pendek atau jangka panjang berdasarkan tarif yang sudah ditentukan (interest rate), termasuk denda yang merupakan pembayaran imbalan bunga atas kelalaian Pemerintah Daerah membayar kembali pengembalian kelebihan pajak (restitusi). Pembayaran bunga tersebut dipisahkan dari pembayaran pokok pinjaman yang dicatat sebagai pengeluaran pembiayaan.

d. Belanja subsidi disajikan sebesar pengeluaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga tertentu yang bertujuan untuk membantu biaya produksi agar harga jual produk/jasa yang dihasilkan dapat dijangkau oleh masyarakat.

e. Belanja hibah disajikan sebesar pengeluaran yang didasarkan pada perjanjian hibah daerah yang merupakan pemberian uang/barang/jasa dari Pemerintah Daerah kepada Entitas Pelaporan lain, kelompok masyarakat, badan, lembaga dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat.

f. Belanja bantuan sosial disajikan sebesar pengeluaran yang merupakan pemberian bantuan berupa uang/barang dari pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial.

g. Belanja modal disajikan sebesar pengeluaran Pemerintah Daerah untuk pengadaan atau penambahan nilai aset tetap dan aset lainnya sesuai kriteria kedua jenis aset tersebut. Dalam pengukuran belanja modal termasuk harga beli dan biaya pendukungnya seperti biaya konsultan perencanaan atau konsultan pengawasan serta biaya-biaya yang terkait dengan perolehan aset tetap atau aset lainnya tersebut. Biaya pemeliharaan yang memberikan kemanfaatan lebih dari 1 (satu) tahun atau meningkatkan kapasitas/volume Aset dan memenuhi batas minimal kapitalisasi harus diakui sebagai belanja modal dan menambah nilai Aset di Neraca (dikapitalisasi).

(31)

h. Belanja Tidak Terduga disajikan sebesar pengeluaran untuk kebutuhan tanggap darurat bencana, penanggulangan bencana alam dan bencana sosial, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun sebelumnya atau belanja lain sesuai ketentuan perundang-undangan.

i. Belanja Bantuan Keuangan disajikan sebesar pengeluaran yang diberikan kepada daerah lain dalam rangka kerja sama daerah, pemerataan peningkatan kemampuan keuangan dan/atau tujuan tertentu lainnya yang memberikan manfaat bagi pemberi dan/atau penerima bantuan keuangan.

5. Penyajian

Belanja Daerah disajikan pada Laporan Realisasi Anggaran sesuai klasifikasi dalam Peraturan Wali Kota Tangerang Selatan yang mengatur mengenai Kode Rekening.

F. AKUNTANSI SURPLUS/DEFISIT-LRA

Surplus-LRA adalah selisih lebih antara Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah selama satu periode pelaporan. Defisit-LRA adalah selisih kurang antara Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah selama satu periode pelaporan. Selisih antara Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos Surplus/Defisit-LRA.

G. AKUNTANSI PEMBIAYAAN 1. Definisi

Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar kembali atau akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran.

(32)

2. Klasifikasi dan Jenis Pembiayaan Daerah

Pembiayaan Daerah dibagi dalam klasifikasi sebagai berikut:

a. Penerimaan Pembiayaan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Daerah antara lain berasal dari penerimaan sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya, pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali pemberian pinjaman daerah, penerimaan pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Pengeluaran Pembiayaan adalah semua pengeluaran Rekening Kas Umum Daerah antara lain pembentukan dana cadangan, penyertaan modal daerah, pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo, pemberian pinjaman daerah, pengeluaran pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Pengakuan

a. Penerimaan pembiayaan diakui pada saat diterima pada Rekening Kas Umum Daerah.

b. Pengeluaran pembiayaan diakui pada saat dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Daerah.

Interpretasi terhadap Pengakuan Penerimaan Pembiayaan yang diterima pada Rekening Kas Umum Daerah dan Pengeluaran Pembiayaan yang dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Daerah mengikuti pengaturan sebagaimana IPSAP Nomor 03.

4. Pengukuran

Pembiayaan disajikan sebesar nilai rupiah dari nilai sekarang kas yang diterima atau yang akan dikeluarkan kembali dan nilai sekarang kas yang dikeluarkan atau yang akan diterima kembali. Pembiayaan yang diukur dengan mata uang asing dikonversi ke mata uang rupiah berdasarkan nilai tukar (kurs tengah Bank Indonesia) pada tanggal transaksi pembiayaan.

5. Penyajian

Pembiayaan Daerah disajikan pada Laporan Realisasi Anggaran sesuai klasifikasi dalam Peraturan Wali Kota Tangerang Selatan yang mengatur mengenai Kode Rekening. Selisih lebih/kurang antara penerimaan dan pengeluaran pembiayaan selama satu periode pelaporan dicatat dalam Pembiayaan Neto.

(33)

H. AKUNTANSI SISA LEBIH/KURANG PEMBIAYAAN ANGGARAN (SILPA/SIKPA)

1. SiLPA/SiKPA merupakan selisih lebih/kurang antara realisasi Pendapatan-LRA dan Belanja, serta penerimaan dan pengeluaran Pembiayaan selama 1 (satu) Periode Pelaporan.

2. SiLPA/SiKPA sebagaimana dimaksud angka 1 disajikan dalam Laporan Realisasi Anggraan (LRA) sebagai selisih lebih/kurang antara realisasi pendapatan, belanja, penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.

3. SiLPA/SiKPA sebagaimana dimaksud angka 1 ditambah/dikurangi dengan koreksi Pendapatan/Belanja/Pembiayaan disajikan dalam LPSAL sebagai penambah/pengurang saldo awal SAL sehingga diperoleh saldo akhir SAL.

(34)

BAB IV

KEBIJAKAN LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH A. TUJUAN

Kebijakan LPSAL bertujuan untuk menetapkan perlakuan Akuntansi LPSAL Pemerintah Daerah dalam rangka memenuhi tujuan akuntabilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

LPSAL memberikan informasi secara komparatif dengan periode sebelumnya pos Saldo Anggaran Lebih awal, Penggunaan Saldo Anggaran Lebih, Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran tahun berjalan, Koreksi Kesalahan Pembukuan Tahun Sebelumnya, dan Saldo Anggaran Lebih Akhir.

B. STRUKTUR LPSAL

LPSAL merupakan laporan yang disusun hanya oleh Entitas Pelaporan dengan mengkonsolidasikan SiLPA/SiKPA Entitas Akuntansi pada akhir Periode Pelaporan. Saldo Anggaran Lebih (SAL) menggambarkan akumulasi SiLPA/SiKPA tahun anggaran sebelumnya dan tahun berjalan beserta penyesuaian lain yang diperkenankan yang tersedia untuk digunakan sebagai pembiayaan anggaran. LPSAL menyajikan secara komparatif dengan periode sebelumnya pos-pos berikut:

1. SAL (awal), adalah SAL akhir tanggal pelaporan periode sebelum Periode Pelaporan;

2. Penggunaan SAL, adalah bagian dari SAL (awal) yang digunakan sebagai penerimaan pembiayaan selama periode pelaporan; dan 3. Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran Tahun Berjalan yaitu

selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran yang terdapat pada LRA Periode Pelaporan.

4. Koreksi pada SiLPA/SiKPA akibat kesalahan pembukuan tahun sebelumnya, berupa koreksi yang berasal dari:

a. Koreksi atas penerimaan Pendapatan-LRA yang terjadi pada periode sebelumnya apabila Laporan Keuangan periode tersebut sudah diterbitkan yang sifatnya tidak berulang (non-recurring).

b. Koreksi kesalahan atas pengeluaran belanja (sehingga mengakibatkan pengurangan kas) yang tidak berulang yang terjadi pada periode sebelumnya, apabila Laporan Keuangan periode tersebut sudah diterbitkan.

c. Koreksi kesalahan atas penerimaan dan pengeluaran pembiayaan yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya apabila Laporan Keuangan periode tersebut sudah diterbitkan dan menambah maupun mengurangi posisi kas.

5. SAL (akhir), saldo ini akan menjadi SAL (awal) periode berikutnya.

(35)

BAB V

KEBIJAKAN LAPORAN OPERASIONAL A. TUJUAN

Kebijakan LO bertujuan untuk menetapkan perlakuan Akuntansi LO Pemerintah Daerah dalam rangka memenuhi tujuan akuntabilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

B. STRUKTUR LO

Laporan Operasional menyediakan informasi mengenai seluruh kegiatan operasional keuangan Pemerintah Daerah yang tercerminkan dalam pendapatan-LO, beban, dan surplus/defisit operasional yang penyajiannya disandingkan dengan periode sebelumnya.

Struktur LO mencakup pos sebagai berikut:

Kegiatan Operasional:

1. Pendapatan Daerah-LO 2. Beban Daerah

3. Surplus/Defisit dari Kegiatan Operasional-LO Kegiatan Non operasional:

1. Surplus Penjualan/Pertukaran/Pelepasan Aset Non Lancar-LO 2. Surplus Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang-LO

3. Defisit Penjualan/Pertukaran/Pelepasan Aset Non Lancar-LO 4. Defisit Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang-LO

5. Surplus/Defisit dari Kegiatan NonOperasional-LO Surplus/Defisit Sebelum Pos Luar Biasa

Pos Luar Biasa

1. Pendapatan Luar Biasa 2. Beban Luar Biasa Surplus/Defisit-LO

Pos, judul, dan sub jumlah lainnya dapat disajikan dalam LO apabila diwajibkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi atau apabila penyajian tersebut diperlukan untuk menyajikan LO secara wajar.

(36)

C. AKUNTANSI PENDAPATAN DAERAH-LO 1. Definisi

Pendapatan Daerah-LO adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah Ekuitas dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali.

2. Klasifikasi dan Jenis Pendapatan Daerah-LO

Pendapatan Daerah-LO dibagi dalam klasifikasi sebagai berikut:

a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)-LO terdiri dari:

1) Pajak Daerah-LO;

2) Retribusi Daerah-LO;

3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan-LO;

dan

4) Lain-Lain PAD Yang Sah-LO.

b. Pendapatan Transfer-LO terdiri dari:

1) Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat-LO;

a) Dana Perimbangan-LO; dan b) Dana Insentif Daerah (DID)-LO.

2) Pendapatan Transfer Antar Daerah-LO;

a) Pendapatan Bagi Hasil-LO; dan b) Bantuan Keuangan-LO.

c. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah-LO terdiri dari:

1) Pendapatan Hibah-LO;

2) Dana Darurat-LO; dan

3) Lain-lain Pendapatan sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan-LO.

d. Surplus Non Operasional-LO terdiri dari:

1) Surplus Penjualan/Pertukaran/Pelepasan Aset Non Lancar- LO; dan

2) Surplus Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang-LO.

3. Pengakuan

Pendapatan Daerah-LO diakui saat:

a. Telah timbulnya hak untuk menagih pendapatan yang realizable dan measurable, baik karena perintah peraturan perundang- undangan maupun atas pelayanan yang telah diberikan; dan b. Pendapatan telah direalisasi, yaitu adanya aliran masuk sumber

daya ekonomi.

(37)

4. Pengukuran

Pendapatan Daerah-LO dicatat berdasarkan asas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, tanpa dikompensasikan langsung dengan pengeluarannya. Asas bruto dapat dikecualikan jika besaran pengurang (biaya) terhadap Pendapatan-LO bruto bersifat variabel terhadap pendapatan dimaksud dan tidak dapat diestimasikan terlebih dahulu dikarenakan proses belum selesai. Pengukuran untuk komponen Pendapatan-LO di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Pajak Daerah-LO disajikan sebesar hak atau realisasi penerimaan Pajak Daerah pada RKUD, Bendahara Penerimaan, atau pihak yang diberi otorisasi oleh BUD untuk menerima setoran pajak daerah.

b. Retribusi Daerah-LO disajikan sebesar hak atau realisasi penerimaan Retribusi Daerah pada RKUD, bendahara penerimaan, atau pihak yang diberi otorisasi oleh BUD, untuk menerima setoran retribusi daerah.

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan-LO disajikan sebesar hak atau realisasi penerimaan pada RKUD atas:

1) bagian laba atas penyertaan modal pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN);

2) bagian laba atas modal pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); atau

3) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.

d. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) Yang Sah-LO disajikan antara lain sebesar hak atau realisasi penerimaan pada RKUD, bendahara penerimaan, atau pihak yang diberi otorisasi oleh BUD atas:

1) hasil penjualan/hasil selisih lebih tukar menukar/hasil pemanfaatan barang milik daerah yang tidak dipisahkan;

2) hasil kerja sama daerah;

3) jasa giro;

4) hasil pengelolaan dana bergulir;

5) pendapatan bunga;

6) penerimaan atas tuntutan ganti kerugian Keuangan Daerah;

7) penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain;

(38)

8) penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;

9) pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan;

10) pendapatan denda pajak daerah;

11) pendapatan denda retribusi daerah;

12) pendapatan hasil eksekusi atas jaminan;

13) pendapatan dari pengembalian;

14) pendapatan blud;

15) pendapatan denda pemanfaatan barang milik daerah yang tidak dipisahkan;

16) pendapatan dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP);

17) pendapatan berdasarkan putusan pengadilan;

18) pendapatan denda atas pelanggaran peraturan daerah; atau 19) pendapatan zakat, infaq, shadaqah dan wakaf.

e. Pendapatan Transfer-LO disajikan sebesar hak atau realisasi penerimaan pada RKUD atas transfer dari Entitas Pelaporan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

f. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah-LO disajikan sebagai berikut:

1) pendapatan hibah disajikan:

a) sebesar hak atau realisasi penerimaan pada RKUD;

b) Pendapatan Hibah dalam bentuk barang/jasa/surat berharga yang menyertakan nilai hibah, dicatat sebesar nilai barang/jasa dan/atau surat berharga yang diterima berdasarkan BAST atau dokumen yang dipersamakan;

Dalam hal Pendapatan hibah dalam bentuk barang/jasa/surat berharga yang tidak menyertakan nilai hibah, pengukuran dilakukan:

a) menurut biayanya;

b) menurut harga pasar;

c) menurut perkiraan/taksiran harga wajar berdasarkan hasil penilaian; atau

d) Apabila pengukuran atas pendapatan hibah dalam bentuk barang/jasa/surat berharga yang tidak menyertakan nilai hibah tidak dapat dilakukan oleh ke dua metode di atas, maka hibah dalam bentuk barang/jasa cukup diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

(39)

2) dana darurat disajikan sebesar hak atau realisasi penerimaan pada RKUD.

3) lain-lain pendapatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan disajikan sebesar hak atau realisasi penerimaan pada RKUD.

5. Penyajian

Pendapatan Daerah-LO disajikan pada Laporan Operasional sesuai klasifikasi dalam Peraturan Wali Kota Tangerang Selatan yang mengatur mengenai Kode Rekening.

D. AKUNTANSI BEBAN DAERAH 1. Definisi

Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam Periode Pelaporan yang menurunkan Ekuitas, dapat berupa pengeluaran atau konsumsi Aset atau timbulnya kewajiban.

2. Klasifikasi dan Jenis Beban Daerah-LO

Beban Daerah-LO dibagi dalam klasifikasi sebagai berikut:

a. Beban Operasi terdiri dari:

1) Beban Pegawai;

2) Beban Barang dan Jasa;

3) Beban Bunga;

4) Beban Subsidi;

5) Beban Hibah;

6) Beban Bantuan Sosial; dan 7) Beban Penyisihan Piutang.

b. Beban Penyusutan dan Amortisasi terdiri dari:

1) Beban Penyusutan Peralatan dan Mesin;

2) Beban Penyusutan Gedung dan Bangunan;

3) Beban Penyusutan Jalan, Jaringan dan Irigasi;

4) Beban Penyusutan Aset Tetap Lainnya;

5) Beban Penyusutan Aset Lainnya; dan 6) Beban Amortisasi Aset Tidak Berwujud.

c. Beban Transfer merupakan Beban Bantuan Keuangan.

d. Beban Tidak Terduga.

e. Defisit Non Operasional-LO terdiri dari:

1) Defisit Penjualan/Pertukaran/Pelepasan Aset Non Lancar- LO; dan

2) Defisit Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang-LO.

Referensi

Dokumen terkait

Aset Tetap adalah Barang Milik Daerah berupa aset berwujud yang memiliki dan atau dikuasai Pemerintah Daerah yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun,

Besar kemungkinan bahwa manfaat keekonomisan di masa yang akan datang yang berkaitan dengan aset tersebut akan mengalir dalam perusahaan; untuk dapat menilai apakah

Penyusutan BMN berupa Penyusutan Aset Tetap menurut Permenkeu 1/PMK.06/2013 adalah penyesuaian nilai sehubungan dengan penurunan kapasitas dan manfaat dari suatu

Neraca menyajikan informasi mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas koperasi pada waktu tertentu. Pengakuan aset diakui dalam neraca jika kemungkinan manfaat

Aset Tetap adalah Barang Milik Daerah berupa aset berwujud yang memiliki dan/atau dikuasai Pemerintah Daerah yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, mempunyai

Tri Putra Sejati Makassar dalam perlakuan aset tetapnya diketahui bahwa pengakuan aset tetap terjadi jika dan hanya jika kemungkinan besar aset yang dimiliki memberikan manfaat ekonomi

Tinjauan atas Pengakuan dan Klasifikasi Aset Tetap KPPBC TMP C Kantor Pos Pasar Baru PSAP Nomor 07 tentang Aset Tetap paragraf 15 menyatakan bahwa aset tetap diakui pada saat manfaat

AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH Teori, Konsep dan Aplikasi 153 13.2 Akuntansi Aset Tetap 13.2.1 Definisi Aset Tetap Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih