• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengenalan terhadap Filsuf Islam Austria

N/A
N/A
M. Ziadatan Mustafid UIN Mataram

Academic year: 2024

Membagikan " Pengenalan terhadap Filsuf Islam Austria"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PEMIKIRAN IGNAZ GOLDZIHER

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi

Tugas Perkuliahan Pemikiran Hadist Orientalis

Dosen Pengampu: Aidul Fitriawan, M.A

Oleh

Ratna Kusumayanti : 210601007 M. Ziadatan Mustafid : 210601030

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDY AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM 2023

(2)

ii

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillahi Robbil‘Alami, Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam.

Atas segala karunia nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Pemikiran Ignaz Goldziher” ini tepat waktu. Disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pemikiran Hadits Orientalis yang diampu oleh Bapak Aidul Fitriawan, M.A.

Makalah ini berisi pemikiran Ignaz Goldziher terhadap islam, biografi kehidupannya serta latar belakang pemikirannya. Tidak lupa disertai kritik tokoh-tokoh lain terhadap pemikiran ignaz Goldziher tersebut.

Makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya tidak lepas dari bantuan, dukungan dan motivasi dari berbagai pihak. Terutama kepada Bapak Aidul Fitriawan,M.A dan teman-teman seperjuangan untuk itu penulis ucapkan terima kasih.

Akhirul kalam penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.

Besar harapan penulis agar pembaca berkenan memberikan umpan balik berupa kritik dan saran yang membangun.

Wassalamualaikum wr.wb

Mataram, 19 Oktober 2023

Penulis

(3)

iii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 LATAR BELAKANG ... 1

1.2 RUMUSAN MASALAH ... 2

1.3 TUJUAN PEMBAHASAN ... 2

BAB II PEMBAHASAN ... 3

2.1 BIOGRAFI IGNAZ GOLDZIHER... 3

2.2 PEMIKIRAN IGNAZ GOLDZIHER ... 5

2.3 KRITIK PEMIKIRAN IGNAZ GOLDZIHER ... 10

BAB III PENUTUP ... 18

3.1 KESIMPULAN ... 18

3.2 SARAN ... 18

DAFTAR PUSTAKA ... iv

(4)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Dalam sejarah khususnya islam telah banyak dihasilkan penelitian tentang orientalisme, bahkan dalam perkembangan pemikiran saat ini tema orientalisme semakin relevan untuk diangkat kembali , karena pada masa ini semakin berkembang dengan mengadopsi pandangan mereka. Orientalis sendiri memiliki kacamata tersendiri dalam memandang islam, dimana tujuan nya tak lain adalah untuk menggoyahkan pegangan umat islam. Sosok orientalis sendiri seringkali menganggap rendah ajaran islam lantaran dari sifat kebenciannya yang merupakan warisan akibat kekalahan di pihak kristen dalam perang salib. Hal inilah yang menyebabkan lahirnya nama-nama orientalis dengan mentalitas tinggi dalam memerangi islam salah satunya adalah ignaz goldziher.

Ignaz Goldziher merupakan pemikir orientalis dari kalangan sarjana Barat non muslim pada abad ke- 19 yang terkenal, terutama dalam bidang kajian kritik hadits dan sunnah. Goldziher mendefinisikan hadis sebagai sebuah berita yang hanya berlaku bagi suatu kelompok yang menganut spiritualitas. Sedangkan sunnah diartikan bersama tradisi serta adat istiadat yang tersedia saat masa sebelum kedatangan Islam, dan berkelanjutan diikuti oleh generasi berikutnya. Hadis dicirikan dengan kabar dari mulut ke mulut Nabi SAW, sedangkan sunnah yang umum digunakan oleh umat Islam dulu, mengacu pada masalah hukum atau masalah agama, terlepas dari kepercayaan, baik secara lisan ataupun perbuatan.

Secara garis besar ignaz goldziher meragukan keorisinilan dan keontetitasan hadits, dengan menggunakan metodologi kritik historis. Sehingga jelas bahwa ignaz goldziher telah mengkaji hadis dengan landasan pemikiran mentah-mentah. Pandangan ini tentunya membuat kegelisahan bagi sarjana Muslim, karena sudah menjadi kesepakatan bahwa hadits adalah sumber hukum Islam kedua. Untuk menjawab keraguan tersebut beberapa tokoh melakukan kritik terhadap pemikirannya. Oleh karenanya penulis akan membahas tentang pemikiran Ignaz Goldziher terkait keotentikan hadits dan kritik tokoh-tokoh terhadap pemikirannya tersebut.

(5)

2 1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Biografi Ignaz Goldziher?

2. Bagaimana Pemikiran Ignaz Goldziher Terhadap Islam?

3. Bagaimana Sikap dan Tanggapan Tokoh Lain Mengenai Pemikiran Ignaz Goldziher?

1.3 TUJUAN PEMBAHASAN

1. Mengetahui Biografi Ignaz Goldziher.

2. Mengetahui Pemikiran Ignaz Goldziher Terhadap Islam.

3. Mengetahui Sikap dan Tanggapan Tokoh Lain Mengenai Pemikiran Ignaz Goldziher.

(6)

3 BAB II PEMBAHASAN 2.1 BIOGRAFI IGNAZ GOLDZIHER

Sebagai keturunan Yahudi dari keluarga terpandang, Ignaz Goldziher lahir di Hongari pada tanggal 22 Juni 1850.1 Ia memiliki pengaruh besar bagi masyarakat sekitarnya. Kecerdasan dan ketekunannya menjadikan dirinya mahir dalam membaca Bible dalam bahasa Ibrani sejak umur lima tahun. Bahkan, masih tergolong mudah bagi anak sejawatnya untuk mampu membuat karya dan mempublikasikannya dengan doa-doa Ibrani dan asal usulnya.2 Kemudian ia memulai pendidikannya di Universitas Budapest dan dilanjukan lagi ke Universitas Leipzig, Jerman. Atas keseriusannya di bawah bimbingan Profesor Orientalisme, Flesser. ia meraih gelar Doctor pada tahun 1870 dengan karya “Penafsir Taurat yang Berasal dari Tokoh Yahudi Abad Tengah”.3 Ia mempublikasikan hasil studi pertamanya mengenai asal-usul serta klasifikasi doa Ibrani

“The Origins and Classification of the Hebrew Prayer”.4

Tepatnya pada tahun 1872, Goldziher berkesempatan mendapatkan tugas selama satu tahun di Cairo, Suriah, dan Palestina untuk memperdalam ilmu Timur Tengah.

Universitas al-Azhar menjadi salah satu tempat pengembangan pengetahuannya dalam studi ilmu Islam. Sesekali Goldziher juga menyempatkan waktunya ke Palestina dan Mesir untuk membandingkan keilmuannya. Sehingga sangat jelas akan ketekunan Goldziher dalam mencoba memahami apa yang menjadi kajian orang Timur. Saat ia berkelana ke beberapa negara timur tersebut, Ia menggunakan nama samaran, yaitu Ignaz Al-Makhyar (Ignaz dari Hungaria) serta ia menganggap dirinya adalah seorang Muslim.

Alasan ia menggunakan nama tersebut, agar ia bisa masuk dan belajar di Universitas Al- Azhar, menariknya Ia menjadi non-Muslim pertama yang belajar disana. Kegigihan serta teguhnya Goldziher mengenyam pendidikannya di Universitas al- Azhar melahirkan

1Ignaz Goldziher, Pengantar Teologi dan HukumIslam, terj. Hesri Setiawan (Jakarta: INIS, 1991), hlm. 3

2Cucu Setiawati, "Kajian Orientalis Ignaz Goldziher Tentang Hadits dan Sunnah", Journal of Qur’ᾱn and Hadith Studies’, 7,2 (2018), hlm. 4

3Inama Anusantari, "Perspektif Orientalis Dalam Mengkaji Hadits Dan Bantahan Kaum Muslim:

Perspektif Ignaz Goldziher, Joseph Franz Schacht Dan Mustafa Azami," Riwayah: Jurnal Studi Hadis (2020), hlm. 113

4Pahrudin, 2021

(7)

4

hasil. Goldziher berhasil menjadi salah satu murid penerus al-Azhar, seperti Syaikh Maḥfūẓ al-Maghrībī, Syaikh al-Asmāwī, Syaikh Sakkā‟ dan sejumlah Syaikh al-Azhar lainnya.

Setelah menyelesaikan ekspedisinya ke beberapa Negara Timur tersebut, Glodziher memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya Hongaria untuk menekankan pentingnya kajian peradaban Arab (Islam). Kemudian dirinya dinobatkan sebagai Profesor studi bahasa saat itu. Karya-karyanya yang membahas Islam pun terus ia kembangkan dan disebar luaskan dengan berbagai bahasa, salah satunya ke dalam bahasa Jerman. Sebab pemikiran dan kritiknya akan Islam, ia menjadi sangat terkenal dan berpengaruh terhadap tokoh orientalis.5

Tahun 1900, Goldziher sudah mengajar dalam filsafat Yahudi di Jewish Seminary Budapest lalu diangkat menjadi Guru Besar pada salah satu bidang studi yaitu Bahasa Semith di Universitas Budapest sekitar tahun 1904-an, ia mendapatkan julukan ahli di ilmu studi Kesusastraan dari Universitas Cambridge dan meraih gelas LL, dari Universitas Aberdeen di Skotlandia. Ia menutup usia di umurnya yang ke-71 tahun pada tanggal 13 November 1921.

Karya tulisnya sebagian besar membahas masalah-masalah keislaman yang banyak diplubisir dalam bahasa Jerman, Inggris dan Perancis, sebagian karyanya ada juga yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, dan yang paling berpengaruh dari karya tulisnya adalah buku Muhammadanische Studien, dimana ia menjadi sumber rujukan utama dalam penelitian Hadis di Barat, bahkan bukunya menjadi “kitab suci” di kalangan orientalis.6 Golziher telah banyak menghasilkan banyak karya dalam berbagai bidang, baik akidah, fikih, tafsir, hadis, maupun sastra. Hasil karya kreatifnya ini antara lain:7

1. Muhammedanisnche Studien (Studi Pengikut Muhammad, 2 jilid, 1889- 1890)

2. Vorlesungen Uber den Islam (Introduction to Islamic Theology and Law) 3. Muslim Studies

4. Methology Among The Hebrews And Its Historical Development

5Ibid

6Mustofa Yaqub, Kritik Hadits, hlm. 8

7Zainuddin, “Persoalan Otentisitas Hadits,” hlm. 271

(8)

5

5. On The History of Grammar Among The Arabs

6. Zahiris: Their Doctrine and Their History, a Contribution diterbitkan pada tahun 1884.

7. Short History of Classical Arabic Literature

8. Le Dogme et Les Lois de L’Islam (The Principle of Law is Islam) 9. Etudes Sur La Tradition Islamique, dan karya-karya tulis lainnya.

10. Die Riechtungen der islamischen Koranauslegung (Mazhab-mazhab Tafsir dalam Islam, Leiden, 1920)

2.2 PEMIKIRAN IGNAZ GOLDZIHER 1. Islam lahir di Madinah

Agama Islam lahir di Madinah ketika Nabi Muhammad hijrah,8 Ignaz mengatakan bahwa aspek histroris Islam mulai terbentuk di Madinah karena wahyu-wahyu yang disampaikan Muhammad ketika di Makkah belum cukup membentuk definisi Islam meskipun dalam bentuk yang kecil. Di Madinah inilah Islam menjadi sebuah institusi yang memiliki tujuan dan latar belakang jelas, di sinilah bentuk pertama dari masyarakat Islam, hukum, dan tatanan politik Islam mulai muncul, dengan demikian keterangan hijrah dalam sejarah Islam menjadi isyarat penting dalam perkembangan masyarakat Islam.9

2. Islam mengambil pelajaran dari agama sebelumnya10

Pendapat Ignaz bahwa dalam praktik-praktik keagamaan Islam telah menyalin kegiatan ritual orang Yahudi dan Kristen, seperti: cara bersujud, pembacaan dengan sujud syukur, perintah hijab, puasa dan tindak amal lainnya.

Pendekatan Historical Criticism yang diterapkan oleh Ignaz Goldziher dalam bukunya memengaruhi pemikirannya dalam mempelajari Islam. Oleh karena itu, dia menyimpulkan bahwa ajaran Islam memiliki kesamaan dengan ritual agama- agama lain di luar Islam. Hal ini dianggap sebagai upaya plagiasi terhadap ajaran sebelumnya.

8 Ignác Goldziher dan Bernard Lewis, Introduction to Islamic Theology and Law, Modern Classics in Near Eastern Studies (Princeton, N.J: Princeton University Press, 1981), hlm. 26

9 Ghajali Rahman, “Kontribusi Peradaban Islam pada dunia,” Jurnal Syntax Transformation, Vol.

2, No. 10: 1408.

10 Ibid, hlm. 26.

(9)

6

3. Al-Qur’an merupakan karangan Nabi Muhammad11

Menurut anggapan Ignaz dalam evaluasi historisnya ia menganggap isi wahyu didalam Al-Qur’an merupakan gabungan elektik dari ide agama lain, Al- qur’an yang selama ini didakwahkan Nabi hanya sebagai umpan agar masyarakat Arab memeluk Islam, Al-Qur'an adalah ciptaan Muhammad bersama dengan sekelompok cendekiawan ahli kitab yang telah mempercayainya. Antonius Walaeus beranggapan Al-Qur’an adalah kitab suci yang hanya berisi tentang segala pemikiran yang bertentangan dengan kehidupan dan semesta.

4. Kodifikasi Hadis

Diskursus tentang otentisitas hadis merupakan salah satu hal yang sangat krusial dan kontroversial karena perbedaan dengan alquran yang telah mendapatkan garansi. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam ayatnya yang berbunyi:

َن ْوُظِف ٰحَل ٗهَل اَّنِا َو َرْكِ ذلا اَنْل َّزَن ُنْحَن اَّنِا

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9)

Goldziher, sebagai orientalis yang kritis, tak lupa menyoroti point ini dengan menganggap negatif keberadaan hadis. Walaupun dia dikenal lebih skeptis dari pada Alois Sprenger (kritikus hadis pertama kali) dengan karyanya Uber Das Traditionsweser Bei Dai Arabern (1856) dan Sir William Munir dengan karyanya Life of Mahomet, namun dalam beberapa hal, Goldziher mampu memberikan penilaian seputar eksistensi dan validitas hadis.12

Goldziher menyimpulkan bahwa sebagian besar hadis merupakan akibat dari perkembangan Islam secara religious, historis, dan sosial selama dua abad pertama. Hadis-hadis itu tidak dianggap sebagai dokumen sejarah pertumbuhan Islam, tetapi lebih sebagai refleksi dari berbagai kecenderungan yang ada dalam masyarakat Islam selama tahap-tahap perkembangannya.

Dengan demikian, menurut Goldziher, tidak hanya hukum dan adat kebiasaan, tetapi juga doktrin politik dan teologi pun mengambil bentuk dalam

11Ibid, hlm. 22

12 Mustofa Yaqub, Kritik Hadits, hlm. 273.

(10)

7

hadis. Apa saja yang dihasilkan Islam sendiri atau dipinjam dari unsur luar diberi tempat dalam hadis. Bahkan beberapa bagian, baik dari perjanjian lama maupun perjanjian baru, kata-kata dari rabi, kutipan dari Injil Aporki, doktrin para filsuf Yunani, ditampilkan kembali dan dinyatakan sebagai sabda-sabda Nabi.13 Dapat disimpulkan bahwa pandangan-pandangan Goldziher tentang hadis adalah sebagai berikut:

1) Sebagian besar hadis merupakan hasil perkembangan Islam di bidang politik dan sosial.

2) Para sahabat dan tabi’in berperan dalam pemalsuan hadis.

3) Rentang waktu dan jarak yang jauh dari masa Rasulullah SAW. membuka peluang bagi para tokoh berbagai aliran untuk membuat hadis dengan tujuan memperkuat aliran mereka. Bahkan, tidak ada satu pun aliran baik yang bersifat teoritis maupun praktis, yang tidak mengukuhkan pendapatnya dengan hadis-hadis yang tampaknya asli dalam bidang Aqidah, Fiqih, atau politik.

4) Sudut pandang para kritikus dari kalangan umat Islam berbeda dengan sudut pandang para kritikus asing (non-muslim) yang tidak menerima kebenaran banyak hadis yang diakui benar oleh umat Islam.

5) Ia menggambarkan enam kitab hadis sebagai himpunan berbagai macam hadis yang tercecer, yang oleh para penghimpunnya dinilai sebagai hadis shahih.14

5. Kritik Matan

Goldziher mengakui bahwa kritik hadis sebenarnya telah dilakukan sejak dahulu, namun menurutnya kritik-kritik tersebut tidak dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, hal itu karena metode yang digunakannya lemah. Para ulama terdahulu, menurut Goldziher lebih banyak menggunakan kritik sanad dan mengabaikan kritik matan. Dan kritik semacam ini, menurut Goldziher hanya mampu mengeluarkan sebagian hadis palsu saja.

13Ali, Teori Common Link G.H.A. Juynboll: Melacak Akar Kesejarahan Hadits, h.34-35.

14Muhammad, Hadis Nabi Sebelum Dibukukan, hlm.299-301.

(11)

8

Goldziher kemudian menawarkan metode kritik baru yaitu kritik pada matan. Menurutnya kritik matan hadis itu mencakup berbagai aspek seperti politik, sains, sosio, kultural, dll. Sebenarnya para ulama’ telah melakukan kritik matan tersebut, namun yang dimaksud Goldziher adalah kritik matan yang mencakup berbagai aspek seperti politik, sains, sosio kultural dan sebagainya.

Goldziher menyatakan bahwa redaksi hadits yang diriwayatkan oleh perawi- perawi hadis dinilai tidak akurat, karena mereka lebih menitikberatkan pada aspek makna hadis sehingga para ahli bahasa merasa enggan menerima periwayatan hadis disebabkan susunan bahasanya tergantung pada pendapat perawinya.15

Metode ahli hadis dinilai lemah oleh orang-orang orientalis dan orang-orang yang sependapat dengan mereka, karena itu mereka menolak metode itu dan membuat metode sendiri yang kemudian dikenal dengan dengan metode “metode kritik matan hadis”.16 Salah satu kritiknya antara lain ia alamatkan kepada Bukhari. Menurutnya pemilik kitab Shahih ini hanya melakukan kritik sanad dan mengabaikan kritik matan. Akibatnya setelah dilakukan penelitian oleh Goldziher, salah satu hadis yang ada dalam sahihnya itu ternyata palsu. Hadis yang dimaksud adalah hadis yang diriwayatkan oleh al-Zuhri yang berbunyi:

“Tidak diperintahkan pergi kecuali menuju tiga masjid, Masjid Al-Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid Al-Aqsa.”

Menurut Goldziher hadis ini merupakan pesanan Abdul Malik bin Marwan, seorang khalifah dari Dinasti Umayyah di Damaskus yang merasa khawatir apabila Abdullah ibn Zubair, yang memproklamirkan sebagai seorang khalifah di Makkah, mengambil kesempatan dengan menyuruh orang-orang Syam yang melakukan ibadah haji di Makkah untuk berbaiat kepadanya. Karenanya, Abdul Malik berusaha agar orang-orang Syam tidak lagi pergi ke Makkah, tetapi cukup hanya pergi ke Qubah al-Shakhra di Al-Quds yang pada saat itu berada pada wilayah Syam. Untuk itulah ia memerintahkan Al-Zuhri untuk membuat hadis sebagaimana di atas.17

15 Zainuddin, M.Z,“Persoalan Otentisitas Hadits Cara Sujud Tangan Dahulu,” hlm. 283.

16 Azami M.M, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, hlm. 608.

17Azami M.M, Dirasah fi al-Hadits an-Nabawi wa Tarikh Tadwinih, hlm. 457

(12)

9

Menurutnya ‘Abd Al-Malik bin Marwan merasa khawatir apabila orang- orang Syam yang pergi haji ke Mekkah itu melakukan baiat kepada ‘Abdullah bin al-Zubair. Karena itu ia berusaha agar orang-orang dapat melakukan haji di Qubah al-Shakhra di Qudus (Jerussalem) sebagai ganti dari pergi haji ke Mekkah.18

Hal ini dapat disimpulkan bahwa, menurut Goldziher, hadis itu adalah buatan ulama’ (Al-Zuhri) meski ia ada dalam kitab sahih Bukhari. Menurut Yaqub, dengan pendapatnya itu tidak terlalu sulit untuk diidentifikasi bahwa Goldziher bertujuan untuk meruntuhkan kepercayaan umat Islam terhadap Imam Bukhari yang kredibilitasnya telah diakui kaum Muslimin, sehingga pada akhirnya semua kitab hadis dalam sahihnya tidak dipakai lagi oleh kaum muslimin. Kemudian setelah Bukhari, maka imam-imam hadis pun akan ia bantai satu persatu, sehingga hilanglah hadis dari peredaran dan hilang pula salah satu pilar agama Islam.

6. Qira’at dalam pandangan Ignaz Goldziher

Pendapat Goldziher tentang Qirā’āt adalah pandangannya terhadap ilmu Qirā’āt dan standarisasi Qirā’āt yang dimasukkan dalam Muṣḥaf ‘Uthmānī.

Goldziher berargumen bahwa al-Qur`an dan Qirā’āt lahir dari teks. Padahal sesunguhnya teks-lah yang lahir dari al-Qur`an. Goldziher memiliki pemahaman demikian karena adanya adopsi studi kritik Bible yang ia terapkan pada al-Qur`an, sehingga ia menganggap al-Qur`an sama dengan Bible, lahir dari teks. Lebih lanjut, Goldziher menganggap bahwa al-Qur`an dibaca berdasarkan teksnya, sehingga ia boleh semena-mena berspekulasi terkait suatu bacaan. ia juga menganggap teks adalah segala-galanya sehingga suatu bacaan tersebut mesti disesuaikan dengan mengikuti teks.

Goldziher tidak menganggap bahwasannya para ulama menyusun ilmu Qirā’āt berdasarkan Isnād yang benar-benar diteliti kevalid-an Qirā’āt tersebut.

Penelitiannya tentang Qirā’āt mengantarkannya pada asumsi, Qirā’āt dapat dibaca dengan lahjah manapun sesuai dengan keinginan pembaca. Ia mendasarkan argumennya pada karakteristik teks arab kuno yang sepi dengan tanda baca, baik

18Azami M.M, Hadis Nabawi.., hlm. 608.

(13)

10

titik ataupun syakal. Menurutnya, perbedaan Qirā’āt dalam al-Qur`an bersumber dari karakteristik penulisan bahasa Arab kuno yang tidak memiliki titik dan harakat, sehingga berimplikasi pada bacaan yang tidak sama.19

2.3 KRITIK PEMIKIRAN IGNAZ GOLDZIHER

❖ Kritik Imam Maraghi Terhadap Pemikiran Ignaz

Mengenai pemikiran Ignaz tentang lahirnya islam di Madinah, imam Maraghi memberikan argumentasinya bahwa Makkah merupakan tempat pertama kali Rasulullah saw mendakwahkan Islam kepada masyarakat, meskipun awal pergerakannya masih sembunyi-sembunyi dan hanya sebatas kepada kerabat terdekat. Namun setelah melalui kurang lebih 13 tahun perjalanan dakwah Nabi tidak banyak progresif yang didapati Nabi, lalu akhirnya beliau memutuskan untuk hijrah ke Madinah, di tempat inilah Nabi banyak mendapatkan dukungan dari kaum Anshor dan peradaban Islam berkembang sangat pesat. Hal inilah yang menyebabkan Ignaz beranggapan Madinah menjadi tempat lahirnya Islam, sebab Makkah tidak cukup mendefisikann Islam.

Tercatat dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, bahwa Aisyah ra berkata, “Wahyu yang diterima Rasulullah dimulai dengan suatu mimpi yang benar (al-rukyah al-shadiqah). Dalam mimpi itu beliau menglihat cahaya terang laksana fajar menyingsing di pagi hari….” Surah Al-'Alaq termasuk dalam kelompok surat Makiyah karena diturunkan di kota Makkah sebelum Nabi hijrah ke Madinah. Surat Al-‘Alaq tersebut merupakan kelompok surat makiyah karena turun dikota Makkah sebelum Nabi hijrah ke Madinah, diturunkannya wahyu tersebut menjadi isyarat bahwasannya Nabi resmi diangkat menjadi utusan Allah, maka dari keterangan diatas dapat diambil kesimpulan jika pasca diterimanya wahyu tersebut Nabi mulai mengemban risalah dalam mendakwahkan Islam dan sejak saat itulah Islam lahir di Makkah dengan ditunjuknya manusia mulia sebagai Nabi akhir zaman.

Selanjutnya menanggapi pemikiran Ignaz bahwa islam mengambil pelajaran dari agama sebelumnya. Al-maraghi memberi tanggapan melalui tafsirnya terhadap

19 Ignaz Goldziher, Mażāhib at-Tafsīr al-Islāmī, terj. „Abdul Halīm an-Najjār (Kairo: Maktabah al-Khanji, 1955), hlm. 8-9.

(14)

11

firma Allah, Qs. As-Shura: 13. bahwasannya Allah mensyariatkan kepada umat manusia untuk mengikuti ajaran para nabi-nabi tersebut, karena setiap nabi diperintahkan dengan satu perintah yang sama, maksudnya adalah perintah memperkuat agama Islam dengan mengimplementasikan hukum dan peraturan yang sama, meskipun berbeda jangka waktu. Ini mencakup kepercayaan pada Allah, hari akhir, malaikat, dan melakukan tindakan baik lainnya. Ayat ini menegaskan jika semua ajaran agama samawi bersumber dari Allah Yang Maha Sempurna.

Penafsiran ayat ini menjelaskan rangkaian agama yang didahului dengan kemunculan Kristen setelah Yahudi, sedangkan Islam datang sesudah Kristen.

Kebenaran dalam runtunan sejarah telah memberikan sinyal bahwa tiga agama besar di bumi ini memiliki korelasi yang tidak dapat dipisahkan dari riwayat sejarah, Merujuk pada pandangan Arkoun tentang wahyu yang disampaikan kepada umat Yahudi, Kristen, dan Islam melalui para manusia terpilih, atau yang dikenal sebagai Nabi, mereka dihormati seperti Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan Nabi Isa. Setiap rasul memiliki tanggung jawab untuk memberikan syari'at yang baru, sedangkan nabi lain hanya diutus untuk menyampaikan syari'at nabi sebelumnya. Ini adalah keistimewaan Nabi Muhammad sebagai penutup para nabi dan bertugas untuk mengintegrasikan seluruh syari'at dari zaman Nabi Adam hingga syari'at terakhir yang diterima oleh para nabi. Berdasarkan pengertian diatas, artinya agama para nabi terdahulu ialah Islam meskipun syari’at yang diterimanya berbeda karena sesuai dengan keadaan umatnya. Namun, di akhir zaman umat Yahudi dan Kristen menolak kenabian Nabi Muhammad.

Sesuai dengan uraian diatas, Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad bukanlah ajaran yang datang terakhir dengan mengadopsi dari ajaran agama-agama sebelumnya, eksistensi Yahudi dan Kristen merupakan teologi yang berasal dari nabi-nabi utusan Allah, yakni Nabi Musa dan Nabi Isa, dimana menyakini atau mengimani Nabi merupakan ajaran Islam yang masuk menjadi salah satu rukun iman.

Kemudian terkait pemikiran Ignaz bahwa Al-Qur’an merupakan karangan Nabi Muhammad, Imam Maraghi memberi argumen melalui firman Allah Swt, QS.

Al-Hijr ayat 9:

َن ْوُظِف ٰحَل ٗهَل اَّنِا َو َرْكِ ذلا اَنْل َّزَن ُنْحَن اَّنِا

(15)

12

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya.”

Surah ini diturunkan berkaitan dengan tindakan orang-orang yang tidak beriman yang menghina Nabi Muhammad dan menolak dengan keras argumen mereka dalam menolak Al-Qur'an. kemudian Allah membantah perilaku mereka

“perolokkan kalian sama sekali tidak akan membahayakan, maka katakanlah pada orang gila itu, Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an maka Kami pula-lah yang akan memeliharanya”. Lalu, saat menelaah al-Qur'an Goldziher menyatakan, "Tidak ada karya hukum yang diakui oleh kelompok agama sebagai teks yang diwahyukan, dimana pada awal penyebarannya, teks tersebut datang dalam bentuk tidak teratur dan tidak dapat dipercayai isinya. Kemudian beliau menguatkan argumennya dengan menambahkan firman Al-Qur’an Qs. Al-Baqarah: 23:

اَّمِ م ٍبْي َر ْيِف ْمُتْنُك ْنِا َو ْمُتْنُك ْنِا ِ هاللّٰ ِن ْوُد ْنِ م ْمُكَءۤاَدَهُش ا ْوُعْدا َو ۖ ٖهِلْثِ م ْنِ م ٍة َر ْوُسِب ا ْوُتْأَف اَنِدْبَع ىٰلَع اَنْل َّزَن

َنْيِقِد ٰص Jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang apa (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Nabi Muhammad), buatlah satu surah yang semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.

Dalam ayat ini Allah meminta kepada orang-orang yang meragukan kemukjizatan Al-Qur’an dan kerasulan Nabi Muhammad untuk menciptakan yang serupa dengan Al-Qur’an meskipun hanya surat yang pendek, jika memang benar anggapan mereka bahwa Al-Qur’an itu datang dari Nabi Muhammad maka barang tentu tidak sulit bagi mereka untuk membuat yang semisal dengan Al-Qur’an.

Menurut Imam Maraghi bahwa orang-orang tersebut merupakan ahli pada bidang balaghah dan fasahah, sebab ketika itu nilai sastra dalam pandangan mereka merupakan suatu kebanggaan yang tinggi, dengan kepandaian sastra mereka tersebut sebenarnya sudah menjadi bukti yang mencolok karena Nabi seorang ummy yang tidak memiliki kepandaian apapun dalam hal menulis atau membaca apalagi bidang sastra.

(16)

13

❖ Kritik Muhammad Musthafa Azami Terhadap Pemikiran Ignaz

Pertama, Ignaz beranggapan bahwa, Hadits merupakan produk kreasi kaum muslimin belakang, karena kodifikasi Hadits baru terjadi setelah beberapa abad dari masa hidup Nabi. Namun hal ini dibantah oleh Muhammad Musthafa Azami bahwa, Sebelum kedatangan Islam, masyarakat Arab sudah lama dalam keadaan maju dan berkebudayaan, ketika para sahabat lebih mengandalkan hapalan mereka, bukan berarti tradisi tulis menulis tidak ada sama sekali di lingkungan mereka, karena banyak bukti-bukti sejarah yang mendukung adanya tradisi tulis menulis di awal Islam ini. Jadi, sejak masa pra-Islam, tradisi tulisanpun sudah banyak dikenal dalam bahasa Arab, terutama dikalangan penya’ir, walaupun harus diakui mereka lebih membanggakan kekuatan hafalan dan menganggap tabu tradisi tulisan ini,20 bahkan ketabuan itu juga berimbas pada penulisan Hadits yang berlanjut pada priode Tabi’in yang telah menjadi fenomena umum.

Bukti lain adanya tradisi tulis-menulis ini adalah bahwa di sekitar Nabi Muhammad Saw, terdapat 40 penulis wahyu yang setiap saat siaga dalam melakukan penulisan.21 Ada juga Sa’ad ‘Abdullah Ibn ‘Auf yang memiliki kumpulan Hadits dari tulisan tangan sendiri.22 Bahkan Muhammad Musthafa Azami telah memaparkan secara rinci tentang bukti adanya tradisi tulis-menulis pada awal Islam.23 Menurutnya, beberapa sahabat yang telah melakukan tradisi penulisan Hadits, misalnya Ummu al-Mu’min Aisyah, Abdullah bin Abbas, Jabir bin Abdullah, Abdullah bun Umar bin al-‘Asy, Umar bin Khatabb dan Ali bin Abi Thalib.24 Namun kesadaran kaum muslimin untuk menulis ini baru mencuat ke permukaan setelah terinspirasi oleh kebijaksaan Umar Bin Abdul Aziz, yang pada priode inilah, pentingnya penulisan Hadis Nabi Muhammad SAW baru terasa.

Fenomena ini juga diperkuat oleh pernyataan orientalis lainnya, seperti Fuad Seizgin, yang telah memberi ulasan tentang problem autentisitas Hadits.

20Muhammad ‘Ajaj al-Khatib, op.cit., hlm. 140.

21Manna’ Khalil al-Qattan, Mabahis fi ‘ulum al-Qur’an, (Dar a-Fikr, Bairut, 1978), hlm. 66.

22Subhi Shalih, ‘Ulum al-Hadis wa Musthalhuhu, Terj, Tim Pustaka Firdaus, (Jakarta, Pustaka Firdaus, 2007), hlm. 24.

23M.M Azami, Kritik Hadis, op.cit. hlm.123.

24Muhammad Musthafa Azami, Kritik Hadis, ibid., hlm. 31-32.

(17)

14

Menurutnya, di samping tradisi oral Hadits, sebenarnya juga telah terjadi tradisi tulis- menulis Hadits pada zaman Nabi Muhammad, kendatipun para sahabat sangat kuat hafalannya.25

Kedua, Ignaz goldziher menganggap bahwa Hadits yang disandarkan pada Nabi Muhammad Saw dan para sahabat yang terhimpun dalam kumpulan Hadits- Hadits klasik bukan merupakan laporan yang autentik, tetapi merupakan refleksi doktrinal dari perkembangan politik sejak dua abad pertama sepeninggal Nabi Muhammad SAW. Hal itu dibantah oleh Muhammad Musthafa Azami bahwa, sejak awal munculnya Islam, Nabi Muhammad memegang hak yang progratif keagamaan setelah Allah Swt, terbukti dengan dijadikannya beliau sebagai tempat rujukan dari masalah-masalah yang muncul di kalangan para sahabat dengan berbagai sabda dan perbuatannya, yaitu Hadits. Dengan begitu, walaupun penulisan dan pengkodifikasian Hadits baru dilakukan jauh dari kehidupan Nabi Muhammad Saw, bukan berarti autentisitas dan validitas Hadits menjadi suatu yang diragukan, karena ulama belakangan berupaya supaya serius dalam melakukan verifikasi, terbukti dengan banyak karya yang memuat kritik, baik dari segi sanad maupun matannya sebagai upaya membentengi Hadits-Hadits palsu.

Pada pertengahan abad kedua Hijriyah, perhatian ulama lebih banyak tercurahkan pada penghimpunan Hadits-Hadits Nabi di luar fatwa sahabat tabi’in dalam bentuk musnad. Adapun kitab yang pertama adalah karya Abu Daud dan Musnad Ahmad Bin Hanbal. Penyusunan ini terus berlanjut dengan tersesunnya kitab

“Kutub al-Sittah”, sementara pada generasi berikutnya bersifat men- Menjarah dan men-Ta’dilkan kitab-kitab yang telah ada. Sebab itulah, maka pelarangan penulisan Hadits sebagaimana yang dipaparkan oleh Ignaz Goldziher di atas bukanlah karena pengadopsian aturan agama-agama terdahulu.

Perlu diketahui, bahwa Ignaz mempunyai semangat yang sangat luar biasa dalam mencari titik kelemahan ajaran Islam, terutama berkaitan dengan Hadits. Ia menjadikan Hadits Abu Sa’id al-Khudri sebagai dasar pijakan pelarangan penulisan

25Stetmen ini di kutip dari Abdul Mustaqim, “Teori Sistem Isnad dan Orientalis Hadis menurut perspektif Muhammad Musthafa Azam,” dalam Fazlur Rahman dkk, Wacana Studi Hadis Kontenporer, (Yogyakarta, Tiara Wacana, 2002), hlm. 56.

(18)

15

Hadits atau Hadits Abu Hurairah sebagai dasar pijakan pembolehan penulisan Hadits. Namun sayang, Ignaz Goldziher menyikapi kedua Hadits ini sebagai sesuatu yang kenyataannya saling bertentangan. Padahal menurut ilmu Hadits, kedua Hadits di atas dapat dikompromikan, yaitu menggabungkan atau mentarjih keduanya, sebagaimana metode yang telah diterapkan oleh Yusuf Qordhawi.26 Dan Muhammmad Ajjaj A’Khatib ataupun ulama-ulama lain yang intens dalam ilmu Hadits. Berangkat dari riwayat yang kontradiktif tersebut, maka Muhammad Ajjaj

‘Al-Khatib menawarkan solusinya dengan metode sebagai berikut:

1) Bahwasanya Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri adalah tergolong Hadits yang mauquf , sehingga tidak dapat dijadikan Hujjah.

2) Dengan Metode al-Jama’u wa al-taufiq, larangan penulisan Hadits berlaku khusus, yaitu apabila Hadits ditulis dalam shahifah yang sama, sehingga ditakutkan akan terjjadi Iltibas (bercampurnya al-Qur’an dan al-Hadits). Jadi, jika dilihat dari mafhum mukhalafahnya, apabila Ilat tersebut tidak ada, maka larangan tersebut tidak berlaku lagi.

3) Larangan penulisan Hadits ini berlaku lagi bagi para penghafal Hadits yang sudah diketahui kwalitas hafalannya, sehingga ditakutkan mereka akan tergantung pada teks-teks tertulis. Sebaliknya, penulisan Hadits ini tetap berlaku bagi para sahabat yang tidak mampu menghafal dengan baik.

4) Larangan penulisan Hadits ini bersifat umum, akan tetapi ada kekhususan bagi mereka yang mahir dengan tradisi membaca dan menulis, sehingga tidak ada kesalahan dalam menulis, seperti kasusnya Abdullah bin ‘Umar bin ‘Ash.

Jadi, penulisan Hadits ini sebenarnya sudah ada sejak abad ke 1 H dan bahkan tidak ada perselisihan (kontradiksi) sampai akhir abad itu.

Ketiga, Ignaz goldziher beranggapan bahwa tradisi penulisan Hadits sebenarnya merupakan pengadopsian dari gagasan-gagasan besar agama Yahudi yang didalamnya ada larangan atas penulisan aturan-aturan agama. Hal ini dibantah

26Yusuf Qordhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi, terj. Muhammad al-Baqir, Cet. IV (Bandung: Penerbit Kharisma, 1999), hlm. 117.

(19)

16

oleh Muhammad Musthafa Azami bahwa Alasan Ignaz Goldziher di atas sangat tidak resentatif, tidak jujur dan terkesan sangat mengada-ada. Kalaupun Nabi Muhammad Saw mendapatkan pengetahuannya dari orang Yahudi dan Kristen, bukan berarti Nabi Muhammad Saw menjiplak gagasan Yahudi. Jika pada kenyataannya ada guru yang mengajari Nabi Muhammad Saw tentang ajaran- ajaran Yahudi, tentunya guru tersebut akan menggugat bahkan menolak mentah- mentah Hadits Nabi Muhammad Saw itu.

Keempat, Ignaz Goldziher menyatakan bahwa redaksi/matan Hadits yang diriwayatkan oleh perawi-perawi Hadits dinilai tidak akurat, karena mereka lebih menitik beratkan pada aspek makna Hadits sehingga para ahli bahasa merasa enggan menerima periwayatan Hadits disebabkan susunan bahasanya tergantung pada pendapat perawinya, hal ini dibantah oleh Muhammad Musthafa Azami bahwa Tuduhan Ignaz Goldziher terhadap perawi Hadits sangat tidak beralasan, karena pada kenyataannya tradisi periwayatan Hadits terbagi menjadi dua, yaitu periwayatan bi al-lafdzi dan periwayatan bi al-Ma’na. jenis periwayatan yang kedua yang telah disorot oleh Ignaz Goldziher dengan argumennya bahwa perawi Hadits yang menggunakan tradisi periwayatan bi al-Ma’na dicurigai telah meriwayatkan lafadz- lafadz yang dengan sengaja disembunyikan, sehingga redaksinya menjadi tidak akurat. Padahal, adanya tradisi periwayatan bi al-Ma’na ini dikarenakan sahabat Nabi Muhammad Saw tidak ingat betul lafadz aslinya. Dan yang terpenting bagi sahabat Nabi adalah mengetahui isinya atau matan yang terkandung di dalamnya.

Di samping itu, tradisi ini tidak dikecam oleh Nabi Muhammad Saw, mengingat redaksi Hadits bukanlah al-Qur’an yang tidak boleh diubah susunan bahasa dan maknanya, baik itu dengan mengganti lafadz-lafadz yang muradif (sinonim) yang tidak terlalu perlu mengetahui isinya, berbeda dengan al-Qur’an sebab merupakan mu’jizat dari Allah yang tidak mungkin dirubah.27 Seperti para ulama klasik sudah menggunakan metode kritik matan. Hanya saja apa yang dimaksud dengan kritik matan oleh Ignaz itu berbeda dengan metoda kritik matan yang dipakai oleh ulama. Menurutnya, kritik matan Hadits itu mencakup aspek,

27Fathur Rahman, Ikhtisar Mushthalahlah al-Hadis, Cet I, (Bandung, PT al-Ma’rifah), hlm.21.

(20)

17

seperti politik sains, sosio kulturral dan lain-lain. Ia mencontohkan sebuah Hadits yang terdapat dalam kitab Shahih Bukhori. dimana menurutnya, al-Bukhari hanya melakukan kritik sanad dan tidak melakukan kritik matan, sehingga setelah dilakukan kritik matan oleh Ignaz, Hadits itu tarnyata palsu.

Untuk memperoleh otentitas Hadits, menurut Muhammad Mustafa Azami, maka seseorang harus melakukan kritik Hadits. Menurutnya, kritik Hadits sejauh menyangkut nash atau dokumen terdapat beberapa metode. Namun hampir semua metode tersebut dapat dimasukkan dalam kategori perbandingan atau cross reference.

Dengan mengumpulkan semua bahan yang berkaitan atau katakanlah semua Hadits yang berkaitan, membandingkannya dengan cermat satu sama lain, orang akan menilai keakuratan para ulama’. Dalam hal ini sebagaimana dikutip Muhammad Musthafa Azami, Ibn Mubarak pernah berkata:

“Untuk mencapai pernyataan yang otentik, orang perlu membandingkan kata- kata para ulama’ satu dengan yang lain”.

Menurut Muhammad Musthafa Azami, untuk memperoleh otentitas Hadits, maka seseorang harus melakukan kritik Hadits baik itu menyangkut sanad Hadits maupun matannya.

(21)

18 BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN

Ignaz Goldziher yang dijuluki sebagai guru besar orientalis menulis sebuah buku yang berisi pendapat nya seputar Islam, mulai dari keraguannya terhadap Al-Qur’an, keraguannya mengenai kesempurnaan Islam, Sunnah nabi yang tidak pas dijadikan pedoman umat Islam, agama Islam lahir di Madinah karena dianggap dakwah Nabi ketika di Makkah tidak cukup mendefisikan Islam yang seharusnya menurut pemikiran Ignaz, Agama Islam yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad dianggap sebagai agama yang mengambil konsep dari ajaran agama sebelumnya, dan lain-lain. Menurut beberapa tokoh salah satunya adalah Imam Maraghi, segala sesuatu yang telah Allah turunkan kepada Nabi Muhammad, baik itu Al-qur’an maupun kesempurnaan Islam, merupakan petunjuk dan jalan lurus bagi umat Muslim agar terhindar dari kesesatan dunia.

Pemikiran dari Ignaz Goldziher ini dia mengkritik hadits dan kritik matan. Adapun untuk pandangan-pandangan Goldziher tentang hadis adalah sebagai berikut: Sebagian besar hadis merupakan hasil perkembangan Islam di bidang politik dan sosial, Para sahabat dan tabi’in berperan dalam pemalsuan hadis, Rentang waktu dan jarak yang jauh dari masa Rasulullah SAW. membuka peluang bagi para tokoh berbagai aliran untuk membuat hadis dengan tujuan memperkuat aliran mereka. Bahkan, tidak ada satu pun aliran baik yang bersifat teoritis maupun praktis, yang tidak mengukuhkan pendapatnya dengan hadis-hadis yang tampaknya asli dalam bidang Aqidah, Fiqih, atau politik, Sudut pandang para kritikus dari kalangan umat Islam berbeda dengan sudut pandang para kritikus asing (non-muslim) yang tidak menerima kebenaran banyak hadis yang diakui benar oleh umat Islam dan Ia menggambarkan enam kitab hadis sebagai himpunan berbagai macam hadis yang tercecer, yang oleh para penghimpunnya dinilai sebagai hadis shahih.

3.2 SARAN

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang penulis miliki, baik dari tulisan maupun bahasan yang penulis sajikan, oleh karena itu mohon masukan berupa kritik dan saran yang membangun agar penulis bisa membuat makalah lebih baik lagi.

(22)

19

Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan menjadi wawasan kita dalam memahami lebih dalam mengenai pemikiran Ignaz Goldziher mengenai islam.

(23)

iv DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mustaqim, (2002). “Teori Sistem Isnad dan Orientalis Hadis menurut perspektif Muhammad Musthafa Azam,” dalam Fazlur Rahman dkk, Wacana Studi Hadis Kontenporer. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Albab, Muhammad Ulul. (2021). Menyoal Koneksitas Kritik Hadits Ignaz Goldziher Dan Joseph Schacht. An-Nisa': Journal of Gender Studies. Vol. 14, No. 1. April 2021.

Cucu Setiawati.(2018). "Kajian Orientalis Ignaz Goldziher Tentang Hadits dan Sunnah".

Journal of Qur’ᾱn and Hadith Studies’. Vol. 7, No. 2.

Daud Rasyid. (2014). Pembaruan Islam Dan Orientalisme Dalam Sorotan. Depok: CV.

Hilal Media Group.

Fathur Rahman. Ikhtisar Mushthalahlah al-Hadis. Bandung: PT al-Ma’rifah.

Ignaz Goldziher. (1991). Pengantar Teologi dan Hukum Islam (Hesri Setiawan,Terjemahan). Jakarta: INIS.

Inama Anusantari. (2020). "Perspektif Orientalis Dalam Mengkaji Hadits Dan Bantahan Kaum Muslim: Perspektif Ignaz Goldziher, Joseph Franz Schacht Dan Mustafa Azami," Riwayah: Jurnal Studi Hadis. Vol. 6, No. 1.

Kasumawati, Devi. (2017). Teori Common Link Gha Juynboll: Melacak Otoritas Sejarah Hadits Nabi. Al-Risalah. Vol. 13, No. 2.

Lutfia, Nurul Naffa, et al. (2022). Pemikiran Orientalis Ignaz Goldziher terhadap Hadis dan Sunnah. Alhamra Jurnal Studi Islam. Vol. 13, No.2. Agustus, 2022.

Manna’ Khalil al-Qattan. (1978). Mabahis fi ‘ulum al-Qur’an. Bairut: Dar a-Fikr.

Muhammad Mushthafa Al-A’zhami. (1992). Dirasah fi al-Hadits an-Nabawi wa Tarikh Tadwinih. Al Maktabah al islami.

(24)

v

Rasyid Daud. (2014). Pembaruan Islam Dan Orientalisme Dalam Sorotan. Depok: CV Hilal Media Group.

Satriani, S. (2010). Kritik Muhammad Mustahafa Azami Terhadap Pemikiran Ignaz Goldziher Tentang Kritik Matan Hadits. Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Subhi Shalih. (2007). ‘Ulum al-Hadis wa Musthalhuhu, Terj, Tim Pustaka Firdaus.

Jakarta: Pustaka Firdaus.

Syarifuddin, S., & Rosyid, M. Z. (2019). Persoalan Otentitas Hadis Perspektif Ignaz Golziher. Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan. Vol. 3, No.

2, Juli- Des 2019.

Yusuf Qordhawi. (1999). Bagaimana Memahami Hadis Nabi. (Muhammad al-Baqir, Terjemahan). Bandung: Penerbit Kharisma.

Zainuddin, M. Z. (2015). Otentisitas Hadits Cara Sujud Tangan Dahulu. Al-Ulum Jurnal Pemikiran dan Penelitian ke Islaman. Vol. 2, No. 1.

Fitria Apriyani, Muhammad Nur Amin, dkk. Kritik Al-Maraghi Atas Pendapat Ignaz Goldziher Dalam Buku Introduction To Islamic Theology And Law. Tajdid. Vol.

22, No. 1, Januari-Juni 2023.

Referensi

Dokumen terkait

Kedua , pemikiran H.O.S Tjokroaminoto tentang Sosialisme Islam tahun 1924 adalah sosialisme yang dijiwai semangat keislaman, sedangkan pemikirannya mengenai Islam makrifat

Dokumen ini membahas tentang latar belakang pendidikan kewarganegaraan di

Makalah ini membahas tentang latar belakang dan pembahasan materi yang akan dipaparkan dalam makalah

Sebagai penghargaan kepada segenap akademisi yang telah mempresentasikan pemikiran-pemikirannya dalam national conference tersebut, makalah-makalahnya kami terbitkan dalam bentuk

Makalah ini membahas tentang sistem politik Islam dan demokrasi dalam

Makalah ini membahas tentang filsafat pendidikan

Makalah ini membahas konsep Ketuhanan dalam

Makalah ini membahas tentang teologi dalam