• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi Organisasi - Fathurrahman A

N/A
N/A
Fathurrahman Alfarizi

Academic year: 2024

Membagikan "Komunikasi Organisasi - Fathurrahman A"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

GAYA KOMUNIKASI ORGANISASI DAN PENERAPAN TEORI MOTIVASI MCCLELLAND DALAM ORGANISASI

Makalah

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Komunikasi Organisasi Yang Diampu oleh Drs. Nasarudin Siregar, M,Si

Disusun Oleh :

FATHURRAHMAN ALFARIZI (202310415306)

UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI OKTOBER 2024

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap rasa syukur kepada Allah Swt yang telah memberikan rahmat serta karunia kepada saya, sehingga saya mampu menyelesaikan makalah ini.

Penyusunan makalah ini dibuat sebagai bentuk kewajiban saya dalam membuat tugas mata kuliah Komunikasi Organisasi di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Bhayangkara Jakarta Raya.

Makalah ini dapat terselesaikan dengan adanyya bantuan dari berbagai pihak oleh karena itu saya ingin mengucapkan terimakaasih kepada :

1. Drs. Nasarudin Siregar M.Si sebgai dosen pengampu mata kuliah komunikasi organisasi.

2. Kepada kedua orang tua saya yang telah memberikan doa restu baik secara matrial maupun spiritual.

3. Teman teman yang telah memberikan dukungan secara langsung maupun tidak langsung

Dengan demikian makalah dengan judul Penerapan Teori Motivasi Mcclelland Dalam Organisasi ini dapat diselesaikan, Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga malah ini mampu bermanfaat bagi penulis khususnya maupun pembaca umumnya.

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... 2

DAFTAR ISI ... 3

BAB I ... 4

PENDAHULUAN ... 4

A. Latar Belakang ... 4

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penulisan ... 5

D. Manfaat Penulisan ... 5

BAB II ... 6

PENGERTIAN ... 6

A. Komunikasi ... 6

B. Komunikasi dalam Organisasi ... 7

C. Motivasi ... 9

D. Teori Motivasi Mcclelland ... 10

BAB III ... 12

PEMBAHASAN ... 12

A. Pentingnya Komunikasi dalam Organisasi ... 12

B. Penerapan Teori Motivasi Mcclelland dalam Organisasi ... 14

BAB IV ... 18

KESIMPULAN ... 18

A. Kesimpulan ... 18

B. Saran ... 18

DAFTAR PUSTAKA ... 19

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu kunci keberhasilan suatu organisasi adalah komunikasi yang efektif. Dalam situasi seperti ini, motivasi sangat penting untuk memastikan bahwa pesan yang disampaikan dapat dipahami dan diterima dengan baik oleh setiap anggota organisasi. Kemampuan komunikasi dikutip dari penelitian oleh Tankovic dkk. (2023) diidentifikasi sebagai salah satu faktor penting, dan hal ini telah dikonfirmasi oleh berbagai penelitian yang telah dilakukan hingga saat ini. Komunikasi juga dapat berupa suatu kegiatan dalam melibatkan penyampaian ide dan perasaan terhadap orang lain. Menurut Ibrahim dkk. (2022) pada dasarnya orang berkomunikasi karena kecenderungan ingin memengaruhi pemahaman, sikap, dan tindakan orang lain, terlepas dari kesepakatan mengenai suatu isu. Selain itu, komunikasi juga merupakan proses dua arah, yang berarti kedua pihak harus merespons setiap informasi yang telah disampaikan maupun diterima.

Penggunaan motivasi dalam organisasi tidak hanya berfokus pada penyampaian informasi, tetapi juga pada menciptakan lingkungan di mana para anggota dapat berinteraksi dengan baik satu sama lain. Sebagai manusia, Guillen (2020) dalam buku nya beranggapan bahwa melakukan apa yang perlu untuk mencapai hasil tertentu atau mendapatkan hal-hal yang kita anggap baik, penting, bermanfaat, atau memuaskan. Dalam setiap organisasi, seorang karyawan perlu mendapatkan motivasi yang cukup agar dapat bekerja dengan baik dan merasakan kepuasan kerja, Berbagai tokoh telah mengembangkan teori motivasi, termasuk Herzberg (1966), Maslow (1943), Aristoteles (abad ke-4 SM), McClelland (1961), Alderfer (1969), serta Ryan dan Deci (2001).

Dalam dunia yang semakin kompleks dan dinamis, organisasi menghadapi berbagai masalah komunikasi. Karyawan yang termotivasi lebih cenderung berkomunikasi dengan baik, berbagi ide, dan memberikan umpan balik yang bermanfaat. Komunikasi yang memotivasi tidak hanya meningkatkan produktivitas tetapi juga meningkatkan kepercayaan dan keterbukaan di antara anggota tim. Selain itu, komunikasi yang memotivasi dapat membantu dalam penyelesaian konflik dan menumbuhkan rasa kebersamaan di dalam organisasi. Terdapat dua aspek penting yang memengaruhi efektivitas komunikasi yang dikutip dari Asriadi (2020) dalam organisasi, yaitu: pertama, permasalahan dalam proses

(5)

pengolahan informasi, yang mencakup pemahaman pesan dan jumlah informasi; kedua, permasalahan dalam gaya komunikasi organisasi. Memahami kedua aspek ini penting tidak hanya bagi pemimpin dan manajer, tetapi juga bagi seluruh anggota organisasi. Kegagalan komunikasi perlu dipertimbangkan dalam proses komunikasi organisasi agar dapat diprediksi, dianalisis, dan diatasi jika terjadi.

Berdasarkan pemaparan di atas melalui makalah ini, penulis membahas mengenai pentingnya komunikasi dalam organisasi dan penerapan teori motivasi McClelland dalam organisasi, faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi, serta hambatan dalam penyampaian motivasi. Diharapkan, analisis ini dapat memberikan wawasan bagi rekan rekan semua terkait penerapan motivasi yang efektif untuk Organisasi.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang penulis jabarkan sebagai berikut :

1. Apa saja faktor yang menjadikan komunikasi penting dalam organisasi?

2. Bagaimana teori motivasi McClelland dapat diterapkan dalam konteks organisasi?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penelitian yang penulis jabarkan sebagai berikut :

1. Menjelaskan pentingnya komunikasi dalam mendukung efektivitas organisasi.

2. Menguraikan penerapan teori motivasi McClelland dalam meningkatkan motivasi di organisasi.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penelitian yang penulis harapkan sebagai berikut :

1. Memberikan pemahaman tentang pentingnya komunikasi yang efektif dalam organisasi.

2. Menjadi referensi bagi pemimpin dan manajer dalam memotivasi karyawan untuk meningkatkan produktivitas.

(6)

BAB II PENGERTIAN

A. Komunikasi

Secara teknis, komunikasi berperan penting dalam memastikan bahwa pesan dari pemimpin organisasi dapat tersampaikan dengan baik kepada masyarakat. Sebagai keterampilan pribadi yang krusial, khususnya bagi seorang pemimpin dalam hubungan interpersonal dan transaksi sosial, gaya komunikasi setiap individu pada dasarnya bersifat fleksibel, sulit diprediksi, dan bersifat relatif.

Menurut Hardianto dkk. (2017), komunikasi dapat diartikan sebagai suatu kata yang mengandung gagasan atau ide tersirat yang terkandung dalam kalimat yang utuh. Sementara itu, Hasmawati (2018) menjelaskan bahwa istilah "komunikasi" dalam bahasa Inggris berasal dari kata kerja "communicate," yang berarti: (1) saling berbagi pikiran, perasaan, atau informasi; (2) memberikan pemberitahuan; (3) mencapai kesepahaman; dan (4) membangun hubungan empati. Menurut Liliweri (2010), dalam kerangka teori komunikasi, gaya komunikasi tidak hanya digunakan untuk memahami cara kita berkomunikasi, tetapi juga teknik menyampaikan pesan melalui praktik bahasa. Berbagai gaya komunikasi telah dikemukakan oleh para ahli, seperti Heffner (1997), Norton (1983), serta Comstock dan Higgins (1997). Berikut pengertian dan rincian gaya komunikasi yang dikutip dari buku milik Liliweri (2010)

• Heffner (dalam Liliweri 2010) mengidentifikasi tiga gaya komunikasi utama yang berbeda dalam pendekatan mereka terhadap interaksi sosial. Gaya pasif adalah gaya komunikasi yang lebih mengutamakan kepentingan orang lain daripada dirinya sendiri, sering kali memberikan perhatian yang besar pada kebutuhan dan keinginan orang lain. Berbeda dengan itu, gaya tegas berfokus pada menjaga keseimbangan antara hak pribadi dan hak orang lain, sehingga komunikator dapat menyampaikan pesan dengan jelas tanpa mengesampingkan kepentingan orang lain. Sementara itu, gaya agresif cenderung memprioritaskan kepentingan pribadi tanpa memedulikan efeknya terhadap orang lain, sehingga dapat menimbulkan ketegangan dalam komunikasi.

• Norton (dalam Liliweri 2010) memperkenalkan lebih banyak variasi dalam gaya komunikasi dengan memperhatikan kepribadian dan suasana percakapan. Gaya

(7)

dominan digunakan oleh seseorang yang ingin mengendalikan situasi sosial, sedangkan gaya dramatis sering kali diadopsi oleh mereka yang ingin menghidupkan percakapan, menjadikannya lebih menarik. Gaya agresif dalam pandangan Norton adalah gaya komunikasi yang konfrontatif, di mana individu sering mengemukakan pendapat dan bahkan menantang pihak lain. Gaya animasi melibatkan penggunaan bahasa nonverbal untuk mengekspresikan pesan secara lebih hidup. Selain itu, gaya berkesan adalah gaya yang mampu meninggalkan kesan kuat pada pendengar sehingga pesan lebih mudah diingat, sedangkan gaya santai menyiratkan sikap tenang dan rileks dalam berbicara. Dalam gaya atentif, seseorang menunjukkan perhatian penuh dan simpati pada lawan bicara, sedangkan gaya terbuka menampilkan kejujuran dalam komunikasi. Gaya bersahabat menciptakan suasana positif dan hangat dalam interaksi, dan gaya yang tepat memastikan topik yang dibahas relevan dan akurat.

• Comstock dan Higgins (dalam Liliweri 2010) menggambarkan gaya komunikasi yang memperhitungkan orientasi sosial serta konteks tugas. Gaya kooperatif menyesuaikan keseimbangan antara hubungan sosial dan tujuan komunikasi. Di sisi lain, gaya prihatin adalah gaya yang bersahabat tetapi tetap mencerminkan kecemasan dan kepatuhan. Gaya sosial mencakup kombinasi gaya ekspresif, dominan, tepat, dan dramatis untuk menciptakan komunikasi yang lebih menyenangkan dan hidup. Akhirnya, gaya kompetitif mencerminkan keinginan untuk mendominasi percakapan dengan sering menyampaikan argumen dan tidak banyak terbuka terhadap topik-topik pribadi.

B. Komunikasi dalam Organisasi

Organisasi adalah kesatuan sosial yang terdiri dari sekelompok orang yang berinteraksi dengan pola tertentu, di mana setiap anggota memiliki fungsi dan tugas masing-masing.

Sebagai satu kesatuan, organisasi memiliki tujuan yang jelas serta batas-batas yang memisahkannya dari lingkungan sekitarnya. Lubis dan Husaini (1987) dalam Asriadi (2020) mendefinisikan organisasi sebagai suatu kelompok sosial dengan pola interaksi tertentu, di mana setiap anggota memiliki fungsi dan tugas masing-masing serta tujuan yang jelas, sehingga organisasi tersebut dapat dibedakan dari lingkungannya. Sedangkan definisi organisasi menurut Sutarto (1985) dalam (Asriadi, 2020) menyatakan bahwa organisasi adalah sistem yang terdiri dari individu-individu dalam kelompok yang saling memengaruhi

(8)

dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam hal ini bukan berarti suatu organisasi tidak dapat memiliki konflik-konflik tersendiri, Handoko (dalam(Permata dkk., 2021) menyebutkan lima jenis konflik dalam organisasi:

a) Konflik dalam diri individu: Muncul ketika individu mengalami ketidakpastian tentang tugas yang harus dikerjakan atau diberi tugas yang melebihi kapasitas dan tanggung jawabnya.

b) Konflik antar individu dalam organisasi yang sama: Sering timbul karena perbedaan pendapat atau konflik peran, seperti antara atasan dan bawahan.

c) Konflik antara individu dan kelompok: Terjadi ketika individu merasa tertekan untuk menyetujui keputusan kelompok yang mungkin tidak disepakati.

d) Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama: Terjadi akibat perselisihan antara kelompok-kelompok dalam organisasi mengenai suatu tujuan.

e) Konflik antar organisasi: Muncul dari persaingan ekonomi dan sistem ekonomi yang menyebabkan konflik antara satu organisasi dengan organisasi lainnya.

Kita dapat melihat bahwasannya komunikasi itu sendiri secara langsung maupun tidak langsung memiliki pengaruh tersendiri terhadap terjadinya konflik-konflik yang ada di dalam organisasi. Hal ini juga merujuk kepada jenis-jenis komunikasi dalam organisasi yang dipaparkan oleh Sumitro (2019) yang secara umum, membagi komunikasi dalam organisasi menjadi dua jenis utama:

1. Komunikasi Internal

a. Vertikal: Berjalan sesuai hierarki, baik dari atas ke bawah maupun sebaliknya.

Komunikasi ke bawah bertujuan memberikan arahan, informasi kebijakan, dan evaluasi kepada bawahan melalui memo, rapat, atau percakapan langsung.

Komunikasi ke atas melaporkan situasi di tingkat bawah, berupa laporan, ide, atau permintaan kepada manajemen sebagai umpan balik.

b. Horizontal/Lateral: Terjadi antara anggota dalam satu kelompok kerja atau departemen setara, untuk memfasilitasi koordinasi dan mempercepat penyelesaian masalah.

c. Diagonal: Melibatkan komunikasi antar-departemen lintas hierarki, terutama antara lini dan staf, untuk memberikan saran dan dukungan dalam memecahkan masalah.

2. Komunikasi Eksternal

(9)

a. Berfokus pada membangun hubungan yang baik antara manajemen dan pihak luar organisasi. Dilakukan melalui telepon, surat, atau media lainnya untuk mempertahankan reputasi organisasi di lingkungan eksternal.

Sumitro (2019) juga menekankan bahwasannya komunikasi organisasi ini juga memfasilitasi koordinasi yang efektif dalam kerjasama, baik dengan menyediakan data yang diperlukan untuk kerja tim maupun menjaga kesatuan arah dan tujuan organisasi.

C. Motivasi

Motivasi adalah kesediaan melakukan usaha tingkat tinggi guna mencapai sasaran organisasi

yang dikondisikan oleh individu (Harahap et al., 2022), Guillen (2020) dalam bukunya

memaparkan kerangka motivasi yang dibangun berdasarkan beberapa tokoh terkemuka.

Maslow memperkenalkan hierarki kebutuhan, di mana kebutuhan dasar harus terpenuhi sebelum mencapai aktualisasi diri dan membaginya berdasarkan kebutuhan tingkat rendah dan juga kebutuhan tingkat tinggi. Herzberg membedakan antara faktor pemotivasi dan pemelihara dalam kepuasan kerja dan membaginya berdasarkan unsur intrinsik dan ekstrinsik. Aristoteles, dengan perspektif klasik, melihat motivasi sebagai dorongan menuju kebaikan moral, kesenangan, atau kegunaan praktis. Aristoteles membedakan tiga jenis hal yang dapat dicintai: kebaikan moral (seperti keadilan), kebaikan yang menyenangkan (seperti kenikmatan), dan kebaikan yang bermanfaat (seperti belajar). Menurut pandangannya, tiga alasan utama untuk melakukan sesuatu adalah karena hal itu secara moral baik, menyenangkan, atau berguna secara praktis. McClelland berfokus pada kebutuhan akan pencapaian, kekuasaan, dan afiliasi sebagai pendorong utama perilaku. Sementara itu, Alderfer menyederhanakan hierarki Maslow menjadi tiga kebutuhan: eksistensi, keterhubungan, dan pertumbuhan. Ryan dan Deci mengembangkan teori motivasi intrinsik dan ekstrinsik dengan menekankan pentingnya kebutuhan otonomi, kompetensi, dan keterhubungan dalam mendukung motivasi. Maka dari itu Guillen (2020) Menyusun grafik sebagai berikut dalam rangka melihat motivasi dari berbagai kacamata penelitian terdahulu

(10)

Motivation in Organisation oleh Guillen (2020)

Sedangkan dalam temuannya, Sunarya (2022) mendefinisikan motivasi memiliki tiga aspek utama: dorongan internal dalam diri, yaitu kesiapan untuk bertindak karena kebutuhan fisik, kondisi lingkungan, atau kondisi mental seperti pikiran dan ingatan; perilaku yang muncul dan terfokus; serta tujuan atau "goal" yang ingin dicapai oleh perilaku tersebut.

D. Teori Motivasi Mcclelland

McClelland (dalam Ridha 2020) membahas motivasi berprestasi sebagai kebutuhan yang dikembangkan sejak kecil dan tumbuh dewasa, penting untuk mendorong seseorang mencapai pencapaian yang lebih tinggi. Ia menyebut tiga kebutuhan dasar yang mendasari motivasi, yaitu:

a) Kebutuhan Prestasi (nAch): Dorongan untuk mencapai target yang realistis dan memicu kreativitas. Individu dengan nAch tinggi termotivasi oleh keberhasilan pribadi daripada penghargaan eksternal, dan indikator utamanya adalah kemampuan dan kreativitas.

b) Kebutuhan Kekuasaan (nPow): Hasrat untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain. Seseorang dengan nPow tinggi cenderung bertanggung jawab, kompetitif, dan berorientasi pada status, yang dalam pendidikan dapat meningkatkan persaingan sehat. Indikatornya adalah aktualisasi diri dan kemampuan untuk mencapai tujuan dengan caranya sendiri.

(11)

c) Kebutuhan Afiliasi (nAff): Keinginan untuk memiliki hubungan sosial yang kuat dan positif. Seseorang dengan nAff tinggi mencari persahabatan, situasi kooperatif, dan hubungan dengan pengertian mendalam, terlihat jelas dalam interaksi sosial, seperti dalam pembelajaran kelompok. Indikatornya adalah gairah kerja dan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain.

Teori kebutuhan McClelland tersebut menyatakan bahwa pencapaian, kekuasaan/kekuatan dan hubungan merupakan tiga kebutuhan penting yang dapat membantu menjelaskan motivasi seseorang.

(12)

BAB III PEMBAHASAN

A. Pentingnya Komunikasi dalam Organisasi

Komunikasi dalam organisasi merupakan komponen esensial yang menjembatani alur informasi, koordinasi, dan interaksi antaranggota untuk mencapai tujuan bersama. Menurut Ibrahim dkk. (2022), komunikasi berfungsi tidak hanya untuk mengalirkan informasi (inform), tetapi juga untuk mengendalikan, menggabungkan, mengelola, membujuk, dan bersosialisasi, yang semuanya penting dalam membentuk dinamika organisasi yang efisien.

Dalam konteks ini, komunikasi memegang peran sentral dalam menghindari miskomunikasi yang dapat menimbulkan konflik dan dalam membangun kolaborasi yang baik di antara anggota organisasi (Ibrahim dkk., 2022).

Selanjutnya Lubis dan Husaini (dalam Asriadi 2020), mendefinisikan organisasi sebagai kelompok sosial dengan tujuan tertentu, di mana setiap anggotanya memiliki tugas dan fungsi masing-masing. Untuk memastikan bahwa seluruh individu bekerja selaras menuju tujuan tersebut, diperlukan komunikasi yang terstruktur dan efektif (Asriadi, 2020). Jenis-jenis komunikasi dalam organisasi, seperti komunikasi internal vertikal, horizontal, dan diagonal, serta komunikasi eksternal, membantu memperkuat koordinasi dan pemahaman antaranggota dalam satu organisasi. Dalam hal ini, komunikasi vertikal, baik dari atas ke bawah maupun sebaliknya, memungkinkan manajemen memberikan instruksi yang jelas, sementara komunikasi horizontal atau lateral mempercepat penyelesaian masalah dalam kelompok kerja yang setara. Komunikasi diagonal, di sisi lain, mendukung kerja sama lintas departemen yang lebih luas, khususnya dalam pengambilan keputusan. Sebagai Contoh kontekstual ketiga jenis komunikasi tersebut akan digambarkan sebagai berikut:

a) Komunikasi Vertikal

Dalam sebuah perusahaan, komunikasi vertikal yang efektif dari manajemen ke tim pelaksana sangat penting saat menjalankan proyek yang kompleks, seperti peluncuran perangkat lunak baru. Di awal proyek, manajemen memberikan instruksi detail terkait tujuan, alur kerja, dan tenggat waktu. Namun, jika terjadi miskomunikasi dari manajemen ke tim, seperti perubahan spesifikasi produk tanpa penjelasan jelas, anggota tim di lapangan bisa salah mengartikan prioritas tugas mereka. Selain itu, komunikasi dari bawah ke atas juga

(13)

krusial. Misalnya, jika tim pengembang menemukan kendala teknis yang menghambat kemajuan proyek, komunikasi vertikal ke manajemen dapat memberikan informasi penting untuk menyesuaikan jadwal atau mengalokasikan sumber daya tambahan. Dalam konteks ini, komunikasi vertikal yang baik membantu memastikan keselarasan antara rencana dan pelaksanaan, mengurangi risiko keterlambatan, serta mendorong penyelesaian proyek tepat waktu.

b) Komunikasi Horizontal

Dalam proses peluncuran produk baru, tim pemasaran, produksi, dan pengembangan harus berkolaborasi untuk mencapai hasil yang optimal. Di sinilah pentingnya komunikasi horizontal atau lateral, karena anggota tim dari berbagai departemen yang setara perlu saling berbagi informasi tanpa hambatan birokrasi. Misalnya, tim produksi perlu mendapatkan informasi terkini dari tim pengembangan mengenai spesifikasi produk untuk memastikan bahwa setiap aspek produk siap diluncurkan sesuai jadwal. Jika komunikasi antar-departemen terhambat, misalnya tim pemasaran tidak mengetahui perubahan terakhir dalam fitur produk dari tim pengembangan, hal ini dapat menyebabkan kesalahan informasi kepada konsumen atau klien. Oleh karena itu, komunikasi horizontal yang efisien membantu memastikan semua bagian perusahaan tetap terkoordinasi, mengurangi risiko kesalahan, dan mempercepat proses penyelesaian proyek.

c) Komunikasi Diagonal

Dalam perusahaan layanan pelanggan besar, misalnya, terdapat kebutuhan untuk memecahkan masalah pelanggan yang kompleks, yang sering kali melibatkan beberapa departemen. Ketika seorang agen layanan pelanggan menemukan masalah teknis yang terus muncul pada produk tertentu, ia perlu berkomunikasi dengan bagian teknis atau produksi.

Dengan adanya komunikasi diagonal, agen tersebut dapat langsung menghubungi teknisi atau supervisor dari departemen lain tanpa harus melalui rantai komunikasi hierarkis formal. Hal ini mempercepat respons dan penyelesaian masalah, yang pada gilirannya meningkatkan kepuasan pelanggan. Apabila komunikasi diagonal tidak dioptimalkan, laporan dari agen layanan pelanggan akan memerlukan waktu lebih lama untuk disampaikan ke departemen terkait, sehingga menghambat kecepatan penyelesaian masalah pelanggan.

Lebih lanjut, komunikasi juga memainkan peran penting dalam pengelolaan konflik organisasi. Handoko (dalam Permata dkk., 2021) mengidentifikasi bahwa komunikasi yang

(14)

tidak efektif dapat memicu berbagai jenis konflik, baik di antara individu, antarindividu dengan kelompok, maupun antarorganisasi. Dalam hal ini, komunikasi yang terbuka dan inklusif membantu mengurangi potensi konflik dengan memberikan ruang untuk menyampaikan aspirasi, mendengarkan, dan merespons kebutuhan setiap anggota organisasi secara tepat. Sebaliknya, komunikasi yang kurang efektif dapat menimbulkan miskomunikasi, yang pada akhirnya berpotensi menghambat produktivitas organisasi.

Seperti yang telah dibahas bahwasannya komunikasi dalam organisasi tidak hanya terbatas pada penyampaian pesan, tetapi juga mencakup penggunaan berbagai gaya komunikasi yang disesuaikan dengan situasi tertentu. Sebagai contoh, dikutip berdasarkan jenis dan definisi dari Liliweri (2010) gaya tegas lebih efektif dalam komunikasi antarindividu yang mengutamakan kejelasan pesan dan keseimbangan kepentingan pribadi serta pihak lain. Sementara itu, gaya bersahabat dapat menciptakan suasana positif dalam interaksi sosial, mendorong hubungan interpersonal yang lebih baik, dan meminimalkan potensi ketegangan Menurut studi-studi yang relevan, komunikasi yang baik dalam organisasi juga mendukung peningkatan performa kerja, koordinasi yang lebih efektif, dan loyalitas anggota organisasi (Tankovic dkk., 2023; Ibrahim dkk., 2022; Lestari dkk., 2022).

Oleh karena itu, penting bagi manajemen organisasi untuk memfasilitasi komunikasi yang terbuka, transparan, dan efektif guna memastikan bahwa semua anggota dapat bekerja dengan harmonis menuju tujuan bersama.

B. Penerapan Teori Motivasi Mcclelland dalam Organisasi

Pentingnya untuk membangun motivasi di ruang lingkup organisasi juga sama pentingnya dengan memahami seberapa penting komunikasi dalam organisasi itu sendiri. Penelitian lain dari (Lestari dkk., 2022; Meirinhos dkk., 2023) sendiri telah meneliti tentang pengaruh motivasi dan komunikasi besertaan dengan beberapa aspek lain dalam mempengaruhi performa karyawan di suatu perusahaan.

Menurut McClelland (dalam Purnomo, 2019), produktivitas seseorang dalam bekerja dipengaruhi oleh apa yang ia sebut sebagai "virus mental" yakni sebuah kondisi psikologis yang memotivasi individu untuk mencapai hasil optimal. Virus mental didasarkan terhadap tiga kebutuhan utama, yaitu kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk kekuasaan, dan kebutuhan untuk afiliasi, yang semuanya merupakan pendorong penting dalam perilaku seseorang.

(15)

a) Kebutuhan untuk Berprestasi: Kebutuhan ini muncul sebagai dorongan kuat untuk mengungguli orang lain atau mencapai standar kinerja tertentu. Orang dengan kebutuhan ini akan berusaha sekuat mungkin untuk meraih kesuksesan dan mencapai tujuan yang tinggi. Mereka sering menetapkan target yang menantang dan bekerja keras untuk mencapainya, menunjukkan komitmen yang tinggi terhadap keberhasilan pribadi.

b) Kebutuhan untuk Kekuasaan: Kebutuhan ini merujuk pada keinginan untuk memengaruhi dan mengarahkan perilaku orang lain tanpa perlu paksaan. Orang dengan kebutuhan kekuasaan yang tinggi menikmati peran di mana mereka dapat memberikan arahan, memimpin, dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Mereka sering kali memiliki motivasi untuk meraih posisi yang memungkinkan mereka membuat keputusan dan memengaruhi lingkungan sekitarnya.

c) Kebutuhan untuk Afiliasi: Ini adalah kebutuhan akan hubungan antarpribadi yang positif dan dekat. Individu dengan kebutuhan afiliasi tinggi menginginkan hubungan yang bersahabat, penuh kehangatan, dan saling pengertian. Mereka merasa lebih termotivasi dalam lingkungan yang kooperatif dan menghargai persahabatan serta kolaborasi dalam tim.

Sebenarnya teori motivasi McClelland menjabarkan pandangan mengenai pendorong utama motivasi individu dalam organisasi, yakni kebutuhan akan prestasi (nAch), kekuasaan (nPow), dan afiliasi (nAff). Setiap aspek dari teori ini memungkinkan organisasi untuk merancang strategi kepemimpinan dan budaya organisasi yang secara khusus mampu memenuhi beragam kebutuhan individu karyawan, sehingga memaksimalkan produktivitas dan keterlibatan mereka. Dalam lingkungan kerja yang dinamis dan kompetitif, memahami perbedaan kebutuhan motivasional karyawan menjadi semakin penting untuk mempertahankan karyawan yang berprestasi dan meningkatkan efektivitas organisasi secara keseluruhan

1. Kebutuhan Prestasi (nAch)

Individu dengan kebutuhan prestasi yang tinggi memiliki dorongan untuk mencapai standar yang tinggi dalam pekerjaan mereka dan sering kali menetapkan target yang menantang. Penelitian telah menunjukkan bahwa mereka cenderung memilih tugas yang berisiko sedang yang memungkinkan mereka menunjukkan keterampilan dan ketangguhan pribadi (McClelland dalam Ridha, 2020). Dalam penerapan praktis di organisasi, karyawan

(16)

berorientasi prestasi ini dapat diberdayakan melalui struktur penghargaan berbasis kinerja, misalnya bonus tahunan yang diberikan berdasarkan pencapaian sasaran yang terukur. Untuk mempertahankan motivasi jangka panjang, organisasi dapat mengimplementasikan sistem evaluasi kinerja berkelanjutan yang memungkinkan individu dengan nAch tinggi menerima umpan balik berkala terkait pencapaian mereka. Menurut Mudhofar (2021)faktor yang secara langsung dan signifikan mempengaruhi peningkatan kinerja organisasi publik adalah pencapaian kerja. Dalam penelitiannya, Mudhofar (2021) menyimpulkan bahwa pencapaian kerja memberikan kontribusi terbesar terhadap kinerja organisasi, di mana pencapaian kerja yang tinggi memerlukan sejumlah faktor pendukung, yaitu tunjangan kinerja dan motivasi.

Penelitian ini memberikan kontribusi praktis dalam pembuatan kebijakan bagi organisasi pemerintah untuk meningkatkan kinerja organisasi melalui pencapaian kerja. Tunjangan kinerja dan motivasi menjadi elemen penting dalam secara langsung meningkatkan pencapaian kerja karyawan sebagai media untuk meningkatkan kinerja organisasi.

2. Kebutuhan Kekuasaan (nPow)

Individu dengan kebutuhan kekuasaan tinggi cenderung memiliki keinginan kuat untuk memengaruhi dan memimpin orang lain, serta sering kali tertarik pada posisi yang memungkinkan mereka menunjukkan kemampuan kepemimpinan. Untuk karyawan dengan nPow tinggi, organisasi dapat memberikan peran strategis yang memungkinkan mereka memengaruhi arah dan kebijakan perusahaan, seperti dalam peran manajerial atau proyek lintas departemen. Memiliki nPow tinggi tidak hanya mendorong mereka untuk mengarahkan dan memberikan arahan kepada anggota tim lainnya, tetapi juga menumbuhkan kompetisi sehat yang bermanfaat untuk pertumbuhan organisasi (McClelland dalam Ridha, 2020;

Guillen, 2020). Sebagai tambahan, bagi karyawan dengan motivasi kekuasaan tinggi, organisasi dapat merancang program kepemimpinan dan pelatihan khusus untuk meningkatkan keterampilan manajerial dan kemampuan mengelola konflik, yang akan memperkuat posisi mereka sebagai pemimpin berpengaruh.

3. Kebutuhan Afiliasi (nAff)

Karyawan dengan nAff tinggi cenderung menginginkan hubungan sosial yang kuat dan kohesif dalam lingkungan kerja. Mereka sering kali mengutamakan kenyamanan dan keterhubungan sosial dalam pekerjaan mereka, dan sangat menghargai hubungan interpersonal yang positif. Dalam organisasi, penerapan nAff ini dapat dicapai dengan

(17)

menciptakan lingkungan kerja yang memperhatikan hubungan antarkaryawan melalui kebijakan yang mendukung kesejahteraan sosial, seperti kegiatan tim, sesi refleksi kelompok, atau forum diskusi di tempat kerja. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa karyawan dengan kebutuhan afiliasi tinggi bekerja lebih efektif dalam pengaturan kerja yang kooperatif dibandingkan kompetitif. Sebagai contoh ialah penelitian yang dilaksanakan oleh (Starc &

Fabjan, 2023) yang menyimpulkan bahwa staf keperawatan memiliki loyalitas organisasi yang tinggi, terutama terlihat dari kesediaan mereka membantu rekan kerja dan manajer serta keyakinan mereka terhadap perkembangan positif lembaga kesehatan tempat mereka bekerja.

Mereka sadar bahwa bekerja saat sakit dapat dianggap sebagai tindakan tidak bertanggung jawab terhadap rekan kerja dan pasien. Meski begitu, mereka tetap hadir meskipun kemampuan kerja mereka berkurang, karena mereka tidak ingin membebani rekan kerja.

Kondisi seperti itu meningkatkan kepuasan kerja dan produktivitas mereka, serta mengurangi risiko konflik interpersonal. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan ini, organisasi dapat mempromosikan budaya kerja kolaboratif yang mendorong partisipasi aktif dan interaksi sosial, seperti dalam proyek-proyek kerja tim atau komunitas internal. Misalnya, aktivitas kelompok berbasis minat, program mentoring, dan sesi pelatihan kolaboratif dapat memberikan dukungan emosional dan membangun keterikatan sosial yang lebih kuat di antara karyawan (Guillen, 2020). Selain itu, fasilitas seperti ruang istirahat yang nyaman atau acara sosial berkala dapat mendorong interaksi positif di luar lingkungan kerja formal.

Maka dari itu teori motivasi McClelland dapat diterapkan dalam organisasi dengan mengidentifikasi kebutuhan utama karyawan, yaitu kebutuhan akan prestasi, kekuasaan, dan afiliasi, untuk meningkatkan motivasi dan kinerja mereka. Dalam praktiknya, organisasi dapat memberi tanggung jawab atau proyek-proyek menantang kepada karyawan yang memiliki kebutuhan berprestasi tinggi, sehingga mereka terdorong untuk mencapai target yang lebih tinggi. Untuk karyawan yang memiliki kebutuhan kekuasaan, organisasi dapat menyediakan peran kepemimpinan atau posisi yang memungkinkan mereka memengaruhi keputusan, yang akan meningkatkan kepuasan mereka. Sementara itu, untuk karyawan dengan kebutuhan afiliasi, lingkungan kerja yang kolaboratif dan harmonis dapat diprioritaskan, menciptakan hubungan kerja yang positif dan mendukung. Dengan menyesuaikan peran dan lingkungan kerja sesuai dengan kebutuhan ini, organisasi dapat meningkatkan keterlibatan, produktivitas, dan loyalitas karyawan secara keseluruhan.

(18)

BAB IV KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Komunikasi yang efektif dalam organisasi memainkan peran penting dalam memastikan kelancaran alur informasi, koordinasi, dan interaksi antaranggota yang selaras dengan tujuan bersama. Dengan menggunakan komunikasi vertikal, horizontal, dan diagonal, organisasi dapat memastikan instruksi manajemen diterima dengan baik, memperkuat kolaborasi antar- departemen, dan mempercepat penyelesaian masalah lintas fungsi. Selain itu, komunikasi yang baik juga dapat mencegah miskomunikasi dan konflik, menciptakan lingkungan kerja yang lebih harmonis dan produktif. Oleh karena itu, manajemen yang efektif perlu mengedepankan komunikasi terbuka dan inklusif untuk mendukung keselarasan tujuan organisasi.

Penerapan teori motivasi McClelland dalam organisasi menunjukkan pentingnya pemahaman akan tiga kebutuhan dasar individu: prestasi, kekuasaan, dan afiliasi, yang memengaruhi motivasi serta kinerja karyawan. Dengan mengenali kebutuhan-kebutuhan ini, organisasi dapat mengalokasikan peran atau tanggung jawab yang sesuai, memberikan peluang kepemimpinan bagi mereka yang ingin memengaruhi, serta menciptakan lingkungan kolaboratif bagi individu yang menghargai hubungan interpersonal yang kuat. Pendekatan ini memungkinkan organisasi untuk meningkatkan keterlibatan, kepuasan kerja, dan produktivitas, karena setiap individu merasa kebutuhan motivasional mereka diperhatikan.

B. Saran

Agar komunikasi dan motivasi dalam organisasi dapat berjalan optimal, manajemen perlu memastikan adanya sistem komunikasi yang terbuka serta menyediakan pelatihan kepemimpinan yang dapat memenuhi kebutuhan karyawan yang beragam. Selain itu, organisasi sebaiknya secara berkala melakukan evaluasi terkait kepuasan kerja dan motivasi karyawan untuk memahami apakah kebutuhan mereka telah terpenuhi. Pendekatan ini akan membantu menciptakan lingkungan kerja yang dinamis dan inovatif, serta mempertahankan loyalitas dan produktivitas karyawan yang tinggi.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Asriadi, A. (2020). Komunikasi Efektif Dalam Organisasi. RETORIKA : Jurnal Kajian Komunikasi dan Penyiaran Islam, 2(1), 36–50. https://doi.org/10.47435/retorika.v2i1.358 Guillen, M. (2020). Motivation in Organisations. Dalam Motivation in Organisations.

https://doi.org/10.4324/9780429317293

Ibrahim, N. A. N., Abdul Rani, N. S., Jamri, M. H., Bakar, M. H., Abdul Wahab, S., Mahbob, M. H., & Kahar, N. (2022). The Importance of Non-Verbal Communication in Organizations.

International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, 12(6).

https://doi.org/10.6007/ijarbss/v12-i6/13901

Liliweri, A. (2010). Komunikasi Serba Ada Serba Makna. from https://books.google.co.id/books?id=MBZNDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=MBZN DwAAQBAJ&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwil3_ezkvbnAhUSxjgGHYW2DpgQ6AEINjAC#

v=onepage&q&f=false.

Meirinhos, G., Cardoso, A., Neves, M., Silva, R., & Rêgo, R. (2023). Leadership Styles, Motivation, Communication and Reward Systems in Business Performance. Journal of Risk and Financial Management, 16(2). https://doi.org/10.3390/jrfm16020070

Mudhofar, M. (2021). The Effect Of Performance Allowances On Motivation, Employees’

Work Achievement and Organizational Performance in Government Offices. Jurnal Administrasi Publik : Public Administration Journal, 11(1).

https://doi.org/10.31289/jap.v11i1.4963

Permata, A. Q., Lubis, K., & Ginting, R. (2021). Komunikasi Organisasi Dalam Manajemen Konflik. KomunikA, 17(1). https://doi.org/10.32734/komunika.v17i1.6805

Purnomo, A. K. (2019). Motivasi Kerja Karyawan Pada Ritel Modern Era Revolusi Industri 4.0 dikaitkan dengan Prestasi Kerja. MBIA, 18(2). https://doi.org/10.33557/mbia.v18i2.431 Ridha, M. (2020). Teori Motivasi Mcclelland dan Implikasinya dalam Pembelajaran PAI.

PALAPA, 8(1). https://doi.org/10.36088/palapa.v8i1.673

Starc, J., & Fabjan, T. R. (2023). Employee Affiliation and Presenteeism in Health-care Settings. Open Access Macedonian Journal of Medical Sciences, 11(E).

https://doi.org/10.3889/oamjms.2023.11654

(20)

Sumitro, S. (2019). Keuntungan Dan Kelemahan Dari Setiap Jenis Struktur Organisasi. Jurnal Informatika, 2(2). https://doi.org/10.36987/informatika.v2i2.198

Sunarya, F. R. (2022). Implementasi Teori Motivasi Frederick Herzberg Dalam Sebuah Organisasi. SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i, 9(3).

https://doi.org/10.15408/sjsbs.v9i3.25915

Tankovic, A. C, Kapeš, J., & Benazić, D. (2023). Measuring the importance of communication skills in tourism. Economic Research-Ekonomska Istrazivanja , 36(1).

https://doi.org/10.1080/1331677X.2022.2077790

Harahap, S. M., Rizki, J. W. S., & Siregar, E. Z. (2022). softcopy Strategi Komunikasi Organisasi. In Cybernetics: Journal Educational Research and Social Studies: Vol.

Volume 2 (Issue 1). http://repo.uinsyahada.ac.id/955/1/softcopy Strategi Komunikasi Organisasi.pdf

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian berdasarkan hasil uji regresi linier berganda dapat disimpulkan bahwa dari 4 variabel yaitu motivasi berprestasi (kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan

Kekuasaan, Konflik, Perilaku antar Kelompok Kekuasaan, Konflik, Perilaku antar Kelompok Teori Organisasi Formal, Birokrasi, Teknologi. Teori Organisasi Formal,

Selain pengaruh dari setiap item pada masing- masing variabel, penyebab variabel kebutuhan prestasi, kebutuhan kekuasaan, dan kebutuhan afiliasi secara parsial tidak

Selain pengaruh dari setiap item pada masing- masing variabel, penyebab variabel kebutuhan prestasi, kebutuhan kekuasaan, dan kebutuhan afiliasi secara parsial tidak

Perbedaan : Penelitian terdahulu menggunakan variabel Kebutuhan akan Prestasi, Kebutuhan akan Kekuasaan, dan Kebutuhan akan Afiliasi secara simultan terhadap

„ mendeskripsikan teori hirarki kebutuhan dan rekomendasinya untuk mendeskripsikan teori hirarki kebutuhan dan rekomendasinya untuk memperbaiki motivasi di dalam

David McClelland (Robbins, 2012 : 230) dalam teorinya Mc.Clelland’s Achievment Motivation Theory atau teori motivasi prestasi McClelland juga

Menurut McClelland (Wijono, 2012) terdapat tiga dimensi motivasi yakni: a) Motif kekuasaan (memberikan peran penting dalam meningkatkan sebuah organisasi). Motif kekuasaan