KONTRIBUSI SELF ESTEEM TERHADAP KECANDUAN GAME ONLINE Rizka Heni
UIN Ar-Raniry Banda Aceh
Co-Author: [email protected] – 081377025464
Info Artikel
Masuk : 28/08/2023
Revisi : 18/09/2023
Diterima : 20/09/2023
Alamat Jurnal
https://ojs.uniska- bjm.ac.id/index.php/A N-NUR/index
Jurnal Mahasiswa BK An-Nur : Berbeda, Bermakna, Mulia disseminated below https://creativecommons.
org/licenses/by/4.0/
Abstract : Being addicted to online game is a kind detrimental behavior that could harm oneself. Such addiction is influenced by various factros, two of which are self esteem. This research aims to describe: (1) self esteem of the students of SMA Pertiwi 1 Padang, (2) students’ addiction to online games at SMA Pertiwi 1 Padang, (4) the contribution of self esteem toward the students’ addiction to online games, (5) the contribution of self esteem toward the students’ addiction to online games, This research applied quantitative approach and correlational technique. The population of the research was all of students registered in the second semester of Academic Year 2016/2017. By using purposive sampling technique, 243 students were chosen as the samples. The instrument of the research were inventory Self esteem (CFSE-2), the scale of addiction online games (KGO), and the scale self control (SC) by of Likert model. The data obtained were analyzed by using simple and multiple regression technique. The results of the research reveal that,: (1) the students’ self esteem could be categorized as “midle”, (2) the students’ self control and addiction to online games could be classified as “adequate”, (3) the students’ self esteem gives significant contribution (11 %). The implication of the research findings could be regarded as an input for the Guidance and Counseling teachers in designing guidance and counseling program for the the students.
Keywords: Self Esteem; Addiction to Online Games
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi seakan tidak pernah berhenti untuk menghasilkan produk-produk teknologi yang tidak terhitung jumlahnya.
Teknologi memberikan manfaat dan kemudahan bagi setiap individu, yakni di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, kesehatan, dan hiburan. Salah satu produk teknologi komunikasi yang setiap waktu terus berkembang dan sangat digemari di kalangan remaja adalah game online. Keberadaan game online sebagai salah satu produk teknologi komunikasi yang memiliki manfaat sebagai hiburan tentu saja sudah tidak asing lagi.
Game itu sendiri merupakan permainan yang memerlukan petualangan, pengaturan strategi, simulasi dan permainan peran yang memiliki aturan main, sehingga membuat pemain merasa senang, karena dalam permainan game ada kalah dan ada menang, serta mendapat kepuasan yang dapat diakses oleh banyak pemain yang dihubungkan dengan internet, melalui komputer, laptop, handphone dan tab.
Game online adalah sebuah permainan yang dimainkan dalam suatu jaringan local area network (LAN) game dengan fasilitas online via internet menawarkan fasilitas yang lebih baik dibandingkan dengan game offline, karena para pemain bisa berkomunikasi dan berinteraksi dengan pemain lain dari seluruh penjuru dunia melalui media chatting. Pada umumnya, game online memiliki kelebihan daripada game offline, dimana permainan game online tidak hanya bisa bermain dengan orang-orang yang berada di sebelahnya saja, namun juga bisa bermain dengan beberapa pemain yang berada di lokasi yang berbeda.
Game online termasuk salah satu permainan yang menguras emosi dan memerlukan waktu yang lama dalam menggunakannya. Griffiths (2009:39) menjelaskan “Game online pada hakikatnya merupakan permainan yang difokuskan pada online dan semua hal yang ada di dunia nyata terlupakan sehingga akan kehilangan rasa sensibilitas terhadap waktu. Hal inilah beberapa di antaranya yang menjadi dampak negatif game online terhadap gamer”.
Hadirnya game online di Indonesia disambut hangat terutama di kalangan remaja, dan anak-anak. Hasil Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJI) menemukan adanya peningkatan pengguna internet, terutama jika dibandingkan dengan hasil riset APJI mengenai hal yang sama di tahun 2012. Penelitian mengenai profil pengguna internet di Indonesia tahun 2012 adalah 23,24%. Sementara survei di tahun 2014 menunjukkan penetrasi pengguna internet di Indonesia adalah 34,9%. Banyak alasan dalam mengakses internet. Salah satunya adalah untuk hiburan atau bersenang-senang dengan peesentase sebesar 32,6%, dan aktivitas bermain game online persentase sebesar 10,1%.
Selanjutnya salah seorang pakar adiksi video game di Amerika dari Nowingham Trent University Tahun 2013, Mark Griffiths mengungkapkan hasil penelitiannya, pada anak usia awal belasan tahun hampir sepertiganya bermain game setiap hari, yang lebih mengkhawatirkan sekitar 7% nya bermain paling sedikit 30 jam perminggu. Betapa besar dampak jangka panjang dari kegiatan yang menghabiskan waktu luang lebih dari 30 jam perminggu, yaitu pada perkembangan aspek pendidikan, kesehatan dan sosial remaja bahkan game yang telah menjadi industri bernilai miliyaran dollar.
Senada dengan pengadapat di atas, Young & Abreu (2011) menemukan sebuah studi di Finlandia bahwa kecanduan game terjadi pada anak umur 12 dan 18 tahun serta menunjukkan 4,7% anak perempuan dan 5,3% anak laki-laki yang bermain game online. di Korea Selatan
siswa menghabiskan rata-rata 23 jam perminggu dan ini sama dengan negara lainnya dimana kecanduan game online sangat populer dikalangan anak atau remaja (dalam Price, 2011).
Hasil penelitian Griffiths (2004) menyatakan pemain game online pada remaja laki-laki 93,2%, dan dewasa laki-laki 79,6%, serta remaja perempuan 6,8%, dan dewasa perempuan 20,4%. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa remaja laki-laki lebih banyak mengakses game online dan yang paling sedikit adalah remaja perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa tidak hanya remaja saja yang bisa mengalami kecanduan bermain game online, akan tetapi orang dewasa kemungkinan dapat mengalaminya. Sejumlah hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja lebih rentan dan sering bermain game online dibanding orang dewasa (Lemmens &
Bushman 2009).
Suler (2004) menyatakan pengguna game dapat digolongkan menjadi dua golongan.
Pertama, pengguna game secara sehat, artinya golongan ini mampu memadukan kehidupan nyata dengan cyberspace. Kedua, pengguna game yang menggunakan internet secara tidak sehat yang memisahkan kehidupan nyata dengan dunia cyberspace di mana aktivitas cyberspace menjadi dunia tersendiri.
Masalah baru akan timbul jika durasi (lamanya waktu yang dipakai untuk sekali bermain game online) dan frekuensi (tingkat seringnya main game online) mulai berlebihan. Bermain game online tidak lagi menjadi sarana untuk memenuhi kebutuhan namun memuaskan keinginan-keinginan yang tidak terkendali, misalnya; bermain game online bernuansa judi dengan tagihan uang, bermain hingga laurt malam, mengabaikan makan, minum, olahraga, dan kebutuhan hidup lainnya serta membohongi orangtua.
Selanjuntnya, Griffiths (2003:3) menjelaskan “Adanya masalah yang muncul dari aktivitas bermain game online yang berlebihan, di antaranya kurang peduli terhadap kegiatan sosial, kehilangan kontrol atas waktu, serta menurunnya prestasi akademik, relasi sosial, finansial, kesehatan, dan fungsi-fungsi kehidupan lain yang penting”. Selain itu penggunaan game online yang berlebihan juga bisa dikatakan sebagai kecanduan game online, berbagai dampak dapat timbul dari kecanduan game online, di antaranya adalah adanya kemungkinan gangguan kesehatan pada pecandu game online yang dilihat dari segi fisik, yaitu: penyakit punggung, kehilangan waktu tidur malam yang berdampak pada mata, jarang berolahraga dapat menimbulkan kondisi fisik yang lemah, dan obesitas. Jika dilihat dari segi psikis game online juga banyak memberikan dampak negatif, yaitu sulit berkosentrasi dan depresi dari sistem kekebalan. Individu lebih sering merasakan perasaan sedih, kesepian, marah, malu, takut untuk keluar, berada dalam situasi konflik keluarga yang tinggi, dan memiliki self esteem yang rendah. Hal ini mempengaruhi hubungan dengan orang lain. Pecandu juga kesulitan membedakan antara permainan atau fantasi dan realita.
Karakteristik individu kecanduan game online dijelaskan oleh Yee (dalam Karapetas, Zygours & Fotis, 20014:12).
Addict behavior is also characterized by a tendency to hide the excessive internet use required to cover their gaming need. A vicious circle of insincerity is created.
Students lie to parents that they are studying employees lie to employers that they are working and friends seek for excuses to isolate themselves in front of a computer screen and become alienated from previously interesting activities.
Maksud dari pendapat tersebut, perilaku kecanduan juga ditandai dengan kecenderungan untuk menyembunyikan penggunaan internet yang berlebihan, membohongi orangtua, teman-
teman serta mencari alasan untuk mengisolasi diri di depan layar komputer dan menjadi terasing dari kegiatan sebelumnya.
Berdasarkan fenomena di lapangan yang peneliti temui pada saat PLBK di SMA Pertiwi 1 Padang, pada bulan Januari-Mei 2016, terlihat adanya perilakupelajar yang bermain game online dengan karakteristik seperti: membolos, kedapatan di warung internet (warnet) pada saat jam pelajaran berlangsung, berbohong dengan menggunakan uang Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) untuk bermain game, siswa cenderung tidak ikut ekstrakurikuler dan memilih untuk bermain game online, berdasarkan data awal, siswa sanggup menghabiskan waktu bermain game 3-5 jam dalam sehari, bahkan bisa menghabiskan waktu seharian di warnet. Adanya fakta tersebut merupakan salah satu ketertarikan peneliti untukmelihat lebih dalam dan mencoba mencari beberapa faktor yang mendasari kenyamanan individu bermain game online di warnet dan handphone.
Selanjutnya, hal tersebut diperkuat melaluiwawancara dengan Guru BK kelas X dan XI menyatakan bahwa individu yang nyamanbermain game online di warnet merupakan bentuk pengalihan rasa kesepian di rumah, dikarenakan kedua orangtua sibuk bekerja, sehingga tidak bisa menolak ajakan dari teman untuk bermain game online, maka kedua hal tersebut yang mendasarimunculnya kecanduan (addiction) pada siswa.
Persoalan-persoalan yang timbul diakibatkan dari penggunaan game online juga diungkapkan dari hasil wawancara yang dilaksanakan pada bulan Maret 2016, pada salah satu siswa yang bernama CF (nama samaran) kelas X SMA Pertiwi 1 Padang. Ditemukan permasalahan bahwa dari hasil rekapitulasi absen terdapat 25 absen selama bulan Februari dan Maret, dengan alasan CF merasa malas pergi ke sekolah karena sekolah masuk siang, dan CF tidak bisa menolak ajakan teman untuk berkumpul dan bermain game online.
Fenomena yang terjadi di lapangan sesuai data dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Tahun 2015 di Padang, menunjukkan pada bulan Januari ada 50 orang siswa dan Februari ada 25 orang siswa yang tertangkap di warnet. Mantan Kabid Damkar Badan Penanggulangan Bencana Pemadam Kebakaran menyatakan kegiatan yang dilakukan oleh siswa di warnet, yaitu: bermain game online, main domino, dan main kertas ceki (Hidayat, 2015).
Berdasarkan penjelasan di atas, Detria (2013) menjelaskan faktor yang mempengaruhi seseorang bermain game online, yaitu: faktor internal dan eskternal. Faktor internal yang menyebabkan terjadinya kecanduan terhadap game online, antara lain: (1) kurangnya self control dalam diri, sehingga kurang mampu mengantisipasi dampak negatif yang timbul dari bermain game online secara berlebihan, (2) keinginan yang kuat dari diri remaja untuk memperoleh nilai yang tinggi dalam game online, karena game online dirancang sedemikian rupa agar gamer semakin penasaran dan semakin ingin memperoleh nilai yang lebih tinggi, (3) rasa bosan yang dirasakan remaja ketika berada di rumah atau di sekolah, dan (4) ketidakmampuan mengatur prioritas untuk mengerjakan aktivitas penting lainnya.
Faktor-faktor eksternal adalah faktor dari luar individu yang terbagi menjadi dua faktor, faktor sosial meliputi faktor manusia lain baik hadir secara langsung atau tidak langsung dan faktor non sosial. Adapun penyebab terjadinya kecanduan bermain game online pada remaja, antara lain: (1) lingkungan yang kurang terkontrol, karena melihat teman-temannya yang lain banyak yang bermain game online, (2) kurang memiliki hubungan sosial yang baik, sehingga remaja memilih alternatif bermain game sebagai aktivitas yang menyenangkan, dan (3) harapan orangtua yang melambung terhadap anaknya untuk mengikuti berbagai kegiatan seperti kursus-
kursus sehingga kebutuhan primer anak, seperti kebersamaan, bermain dengan keluarga menjadi terlupakan.
Selanjutnya hasil penelitian Steinfiled, Ellison & Lampe (2007) menyatakan bahwa remaja dengan harga diri rendah cenderung menghabiskan lebih banyak waktu dibidang situs jaringan sosial dibandingkan dengan harga diri yang lebih tinggi. Pendapat di atas, didukung oleh hasil penelitian Young (dalam Bahrainian, Alizadeh, Raeisoon, Gorji, & Khazaee, 2014:86) menjelaskan.
Self-esteem has emerged as a factor associated with game online use and problematic Internet use. In addcition, research on self-esteem and use of the Internet includes studies examining adolescents’ use of some social networking sites and its association with their self-esteem. These studies have shown that ado- lescents with low self-esteem tend to spend more time on social networking sites than those with higher self- esteem.
Maksud dari pendapat di atas, faktor yang mempengaruhi kecanduan game online adalah self esteem yang rendah karena dalam permainan game online individu diharuskan membentuk dan memainkan suatu karakter dari level kecil hingga menjadi level besar, kuat dan terkenal, sehingga terbentuknya identitas yang ideal sesuai dengan yang diinginkan.
Remaja yang memiliki harga diri rendah cenderung merasa bahwa dirinya tidak mampu dan tidak berharga, cenderung tidak berani untuk mencari tantangan baru dalam hidupnya.
Remaja yang memiliki harga diri rendah inilah yang lebih rentan untuk berperilaku negatif, bentuk perilaku negatif remaja tersebut bermacam-macam salah satu dari bentuk tingkahlaku yang dilakukan ialah melarikan diri ke dunia game online.
Selain self esteem, faktor lain yang juga mempengaruhi kecanduan game online salah satunya adalah self control. Individu yang tidak bisa mengontrol diri akan menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti dijelaskan oleh DeLisi & Berg (2006:156).
Persons with low self-control prefer immediate gratification of their desires, pursue simple tasks rather than activities that require tenacity, value physical rather than verbal or cognitive experiences, enjoy quick returns on long-term commitments such as marriage or occupational/educa-tional careers, are generally employed in low-skilled versus intellectual endeavors, and are self-centered, insensitive, and unconcerned with the feelings of others.
Permasalahan siswa yang kecanduan game online di sekolah memerlukan sebuah upaya bantuan yakni layanan bimbingan dan konseling. Layanan bimbingan dan konseling diperlukan dalam rangka melakukan upaya kuratif terkait masalah pribadi siswa dan sosial. Untuk menciptakan lingkungan yang kondusif, interaksi pendidikan yang akrab, mengembangkan sistem pemahaman diri, dan sikap-sikap yang positif, serta penyesuaian terhadap perubahan teknologi sehingga potensinya dapat berkembang secara optimal dari pencapaian tujuan pendidikan. Prayitno (2014:145-146) menjelaskan “Bahwa guru BK berfungsi memberikan pelayanan yang bersifat pemahaman, pencegahan, pengentasan, pemeliharaan, dan pengembangan serta advokasi”.
Berdasarkan fenomena yang peneliti peroleh, ada indikasi bahwa self esteem yang rendah akan mempengaruhi kecanduan game online.
METODE
Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Menurut Lehman (dalam Yusuf, 2014:62) “Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang mendeskripsikan secara sistematis, aktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat populasi tertentu, atau mencoba menggambarkan fenomena secara detail”. Penelitian ini juga menggunakan metode korelasional yang bertujuan untuk menguji analisis peramalan nilai kontribusi atau pengaruh dua variabel bebas terhadap suatu variabel terikat untuk membuktikan hubungan kausal.
Menurut Ary, Jacobs, & Razavich (dalam Albone, Nawi, & Khairani, 2009:69) “Pendekatan korelasional yaitu pendekatan yang dirancang untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (dependent variable) dan variabel terikat (independent variable)”.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini berusaha untuk menjelaskan kejadian yang ada secara mendetail, sistematis dan apa adanya sesuai dengan fakta yang ada di lapangan dan setelah itu dicari kontribusi antara self esteem (X1), self control (X2), dan kecanduan game online (Y).
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data
Berdasarkan verifikasi terhadap data penelitian, seluruh data yang diperoleh dari hasil pengadministrasian instrumen mencukupi jumlah sampel yaitu sebanyak 243 responden. Data penelitian ini meliputi self esteem (X1), self control (X2), dan kecanduan game online (Y).
Berikut dikemukakan deskripsi data hasil penelitian. Adapun deskripsi dari hasil pengolahan data penelitian, yaitu sebagai berikut.
Deskripsi Self Esteem (X1)
Secara keseluruhan, jumlah butir pernyataan inventory self esteem siswa sebanyak 40 butir item. Rentang skor 1-2, skor tertinggi adala 38, dan skor terendah adalah 0. Dengan menggunakan rumus interval yang telah dijelaskan, kategorisasi skala self esteem dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Self Esteem (X1) Berdasarakan Kategori (n=243)
Interval Skor Kategori F %
≥30 Sangat Tinggi 0 0
27-29 Tinggi 4 1,13
20-26 Sedang 74 30,2
14-19 Rendah 118 48,2
≤13 Sangat Rendah 47 19,2
Total 243 100
Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa sebagian self esteem siswa di SMA Pertiwi 1 Padang berada pada kategori rendah, yaitu 48,2%. Selanjutnya, secara rinci deskripsi self esteem berdasarkan indikator dapat dilihat pada Tabel 14 berikut.
Tabel 2. Deskripsi Self Esteem (X1) Berdasarkan Indikator (n=243)
Keterangan:
Max = skor tertinggi ∑ = jumlah Ket = keterangan Min = skor terendah Mean = rata-rata S = sedang Sd = standar deviasi % = persentase R = rendah
Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan self esteem siswa berada pada kategori sedang dengan persentase sebesar 52,58%, secara kategori self esteem diperoleh dari general self esteem (persepsi menyeluruh individu tentang bagaimana ia menilai dirinya), sosial self esteem (persepsi individu tentang dirinya berkenaan kualitas hubungannya dengan orang lain), dan personal self esteem (persepsi individu berkaitan dengan hal-hal yang bersifat personal), berada pada kategori sedang dan pada indikator personal self esteem berada pada kategori rendah, secara kontekstual harus berada pada kategori tinggi. Pencapaian ini belum merupakan pencapaian yang ideal, untuk itu perlu ditingkatkan lagi.
Deskripsi Data Kecanduan Game Online
Secara keseluruhan, jumlah butir pernyataan variabel kecanduan game online sebanyak 50, rentang skor 1-5, skor tertinggi adalah 250, dan skor terendah 50. Dengan menggunakan rumus interval yang telah dijelaskan, kategorisasi skala kecanduan game online dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecanduan Game Online (Y) Berdasarkan Kategori (n=243)
Interval Skor Kategori F %
≥210 Sangat Tinggi 6 2
170 Tinggi 61 25
130 Sedang 117 48
90 Rendah 41 17
≤89 Sangat Rendah 19 8
Total 243 100
Berdasarkan Tabel 3, memperlihatkan bahwa sebagian besar kecanduan game online siswa berada pada kategori sedang yaitu 48%. Selanjutnya, secara rinci deskripsi kecanduan game online siswa berdasarkan indikator dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Deskripsi Kecanduan Game Online (Y) Berdasarkan Indikator (n= 243)
Keterangan :
Max = skor tertinggi ∑ = jumlah % = persentase Min = skor terendah Mean = rata-rata Sd = standar deviasi ket = keterangan S = sedang
Berdasarkan Tabel 4, memperlihatkan bahwa secara keseluruhan kecanduan game online siswa berada pada kategori sedang. Secara kategori aspek salience (bermain game online menjadi aktivitas penting sehingga mendominasi pikiran, perasaan dan tingkahlaku), tolerance (proses yang menuntut untuk melakukan suatu aktivitas secara terus menerus), mood modification (merasa senang ketika bermain game online), withdrawal (perasaan tidak menyenangkan ketika tidak bermain game online), relapse and reinstatement (kecenderungan untuk kembali pada aktivitas bermain game online meskipun sudah lama berhenti), conflict (pertentangan yang muncul dari teman dan lingkungan), dan problem (kecenderungan bermasalah dengan sekolah, pekerjaan, dan sosial). Pencapaian skor berada pada kategori sedang, pada hakikatnya hasil skor harus berada pada kategori rendah, pencapaian ini belum ideal untuk itu perlu direndahkan lagi.
Pengujian Persyaratan Analisis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis regresi, persyaratan yang harus dipenuhi untuk analisis regresi adalah sebagai berikut.
Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan metode Kolmogorov-Smirnov dengan taraf signifikansi ≥0,05 berarti bahwa data berdistribusi normal.
a) Jika P-value <0,05 berarti populasi berdistribusi tidak normal.
b) Jika P-value ≥0,05 berarti populasi berdistribusi normal.
Hasil penelitian uji normalitas setiap variabel tersebut dapat dilihat pada Tabel 19 hasil pengolahan SPSS versi 20.0.
Tabel 5. Hasil Uji Normalitas X1 , dan Y
One-sample Kolmogrov-Smirnov Test Self Esteem
X1
Kecanduan game online Y
N 243 243
Asymp.
Sig.(2tailed)
0,208 0,189
Keterangan Normal Normal
Berdasarkan tabel 5 di atas, dapat memperlihatkan hasil uji normalitas data self esteem (X1) dengan nilai sig. 0,208 > 0,05, kecanduan game online (Y) dengan nilai sig 0,189 > 0,05, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data ketiga variabel tersebut berdistribusi normal.
Hal ini menunjukkan bahwa salah satu syarat untuk analisis regresi terpenuhi.
Pengujian Hipotesis Penelitian
Setelah uji persyaratan analisis yang dilakukan, ternyata semua skor tiap variabel penelitian memenuhi persyaratan untuk dilakukan pengujian statistik lebih lanjut, maka selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dilakukan untuk menguji tiga hipotesis penelitian, pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik regresi sederhana, sebagaimana yang telah dikemukakan pada Bab III. Hipotesis dalam penelitian adalah sebagai berikut.
Hipotesis Pertama: Terdapat Kontribusi Self Esteem (X1) terhadap Kecanduan Game Online
Hipotesis pertama adalah self esteem berkontribusi terhadap kecanduan game online rumusan pengujian hipotesisnya sebagai berikut.
H0 : Self esteem tidak berkontribusi terhadap kecanduan game online.
H1 : Self esteem berkontribusi terhadap kecanduan game online.
Dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut.
H0 : Jika signifikansi ≤ Alpha 0,05.
H1 : Jika signifikansi > Alpha 0,05.
Hasil perhitungan regresi sederhana menggunakan bantuan program SPSS versi 20.0, yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6. Hasil Analisis Regresi Linear Sederhana Self Esteem (X1) terhadap Kecanduan Game Online (Y)
Variabel R R Square
X1-Y -0,332 0,110
Beradasarkan Tabel 6, memperlihatkan bahwa nilai r sebesar 0,332, yang memperlihatkan koefisien regsesi self esteem terhadap kecanduan game online. Kemudian, nilai R Square (r2) sebesar 0,110%, berarti self esteem berkontribusi terhadap kecanduan game online sebesar 11%, sedangkan 89%, dipengaruhi oleh faktor lainnya. Setelah diketahui koefisien regresi dan kontribusi self esteem terhadap kecanduan game online, maka langkah
selanjutnya dilakukan uji signifikansi yang bertujuan untuk menjelaskan apakah variasi nilai variabel bebas dapat menjelaskan variasi nilai variabel terikat dengan menggunakan besaran nilai F, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 7. Hasil Analisis Uji Signifikansi Regresi
Variabel Fhitung Ftabel Sig.
X1-Y 29,920 3,89 0,000
Berdasarkan Tabel 7, memperlihatkan nilai Fhitung adalah 29,920, sedangkan nilai Ftabel
adalah 3,89, berarti Fhitung ≥ Ftabel dengan taraf signifikansi 0,000, yang lebih kecil dari 0,05.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat kontribusi self esteem secara signifikan terhadap kecanduan game online. Selanjutnya, untuk mengetahui persamaan regresi sederhana dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 8. Hasil Analisis Koefisien Regresi Sederhana Self Esteem (X1) terhadap Kecanduan Game Online (Y)
Variabel
Unstandardized
Coefficients t
Sig.
B
(Constant) 189,699 23,533 0,000
Self esteem (X1)
X1
-2,553 -5,470 0,000
Hasil regresi sederhana pada Tabel 8, memperlihatkan bahwa nilai B -2553. Artinya Self esteem berkontribusi negatif terhadap kecanduan game online sebesar -2,553. Selanjutnya, dapat dimaknai bahwa self esteem meningkat, kecanduan game online menurun. Berdasarkan 24, dapat digambarkan persamaan regresinya sebagai berikut.
Ŷ = a + bX1 = 189,699 + -2,553X1
Model persamaan tersebut mengandung makna sebagai berikut.
a. Nilai konstanta (a) adalah 189,699 artinya jika self esteem bernilai 0, maka kecanduan game online 189,699.
b. Nilai koefisien regresi self esteem (b1) bernilai negatif, artinya setiap peningkatan self esteem sebesar 1 akan menurun kecanduan game online -2,533.
Kontribusi Self Esteem terhadap Kecanduan Game Online
Pada table 6, menunjukkan bahwa terdapat kontribusi self esteem terhadap kecanduan game online 11,0%, Berdasarkan hasil penelitian kecanduan game online berada pada kategori sedang, hal tersebut perlu adanya upaya untuk meningkatkan self esteem dan sehingga kecanduan game online bisa menjadi rendah dan sangat rendah. Pada aspek harga diri dan pengendalian diri seseorang yang akan menentukan tingkat kecanduan.
Pembahasan Hasil Penelitian
Kecanduan game online merupakan salah satu perilaku yang tidak sehat, yang
menimbulkan dampak negatif bagi pengguna, baik di kalangan anak-anak, remaja, dan dewasa, hal tersebut diperlukan layanan bimbingan konseling dalam hal upaya preventif terhadap kecanduan game online. Sebagaimana dijelaskan oleh, Prayitno, Wibowo, Marjohan, Mugiarso, & Ifdil (2014:158) “Konseling adalah pelayanan bantuan oleh tenaga profesional kepada seseorang atau sekelompok individu untuk pengembangan kehidupan efektif sehari- hari (KES) dan penanganan kehidupan efektif sehari-hari terganggu (KES-T) dengan fokus pribadi mandiri yang mampu mengendalikan diri melalui penyelenggaraan berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan penjelasan di atas, bimbingan konseling merupakan sebuah proses bantuan yang diberikan kepada siswa/klien dalam mengembangkan KES, potensi, bakat dan minat untuk mencapai kemandirian siswa, serta mengentaskan KES-T yang ada pada siswa. Salah satu KES-T yang terjadi pada siswa berdasarkan hasil penelitian adalah kecanduan game online, dan self esteem,
Kecanduan game online dewasa ini menjadi hal yang hangat dikalangan remaja, penggunaan game online yang berlebihan bisa mengakibatkan remaja kecanduan, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal dan internal, peneliti dalam penelitian ini mengambil faktor internal yaitu: self esteem, yang berasal dari dalam diri siswa. Perilaku kecanduan game online dapat dibina melalui pembiasaan diri yang dilakukan oleh kesadaran diri bukan dari paksaan orang lain. Salah satunya adalah melalui pelayanan bimbingan dan konseling.
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan kecanduan game online terhadap self esteem Pada bagian berikut akan dijelaskan pembahasan untuk masing-masing variabel dalam penelitian.
Gambaran Self Esteem Siswa di SMA Pertiwi 1 Padang
Hasil analisis deskriptif terhadap skor persentase rata-rata sebesar 52,58%, dari 243 siswa yang menjadi sampel penelitian. Hal ini berarti untuk self esteem siswa berada pada kategori sedang. Selanjutnya, Hasil penelitian Kagan & Kuncaburun (2016) menyatakan bahwa harga diri rendah dan kecanduan media sosial diprediksi 20%, dalam penggunaan sehari-hari secara langsung. Individu yang harga dirinya rendah menggunakan media sosial dalam satu hari 20%, hal tersebut menunjukkan bahwa harga diri rendah berkontribusi negatif terhadap kecanduan game online.
Hal tersebut didukung oleh teori, Aydi & Sari (2011) dimana orang-orang dengan self esteem yang rendah cenderung mengungkapkan diri mereka secara negatif, sehingga mengundang komentar negatif pula dari orang lain. Sementara itu, penelitian menunjukkan bahwa self esteem berkorelasi negatif dengan kecanduan game online. Artinya semakin tinggi tingkat kecanduan game online maka semakin rendah self esteem-nya. Selanjutnya, Kernis (2003) menjelaskan harga diri rendah menunjukkan masalah eksternal yang lebih tinggi seperti: kenakalan, masalah anti-sosial, dan agresi. Pada umumnya individu dengan harga diri rendah tidak bahagia dan tidak puas dengan mereka sendiri.
Berdasarkan hasil temuan ini, diperlukan kiranya upaya untuk meningkatkan self esteem siswa. Menurut santrock (2005:339) ada empat cara untuk meningkatkan self esteem siswa, yaitu: (1) mengenali penyebab rendahnya harga diri dan bidang kompetensi yang penting untuk diri sendiri, (2) memberikan dukungan emosional dan penerimaan sosial, (3) mendorong kesuksesan, dan (4) membantu remaja untuk mengatasi masalah yang dihadapinya.
Senada dengan pendapat di atas, penelitian yang dilakukan Sarlyska, Bey & Young (2014) menemukan orang dengan diri yang rusak menjadi kecenderungan yang lebih tinggi untuk menjadi pecandu internet. Selanjutya, Colwell, Grady, & Rhaiti (1995) Menemukan hasil bahwa adanya hubungan negatif antara harga diri dan kebutuhan grafitasi melalui game.
Berdasarkan pendapat di atas, bahwasanya siswa yang memiliki self esteem rendah menggunakan game online sebagai sarana untuk merasakan pengalaman berkompetensi dan dihargai, yang tidak dapat diperoleh di dunia nyata.
Peneliti menemukan fenomena yang nyata dan memang perlu untuk diteliti. Terutama dalam kasus yang peneliti angkat ini yang akan menggambarkan kegiatan sehari-hari siswa yang sudah menjadi pencandu game online, kegiatan yang seharusnya siswa laksanakan adalah belajar ketika berada di lingkungan sekolah. Selain itu sosialisasi siswa harus terjalin dengan sehat, emosinya terkendali dengan baik, karena dengan kecanduan dalam bermain game online semua kegiatan yang semestinya siswa lakukan ini semuanya terabaikan karena hanya mampu berdiam di depan layar monitor dengan waktu yang sangat lama.
Berdasarkan hasil penelitian maupun teori di atas, dapat dipahami bahwa adanya hubungan negatif antara kecanduan game online dengan self esteem. Siswa yang mempunyai self esteem diri baik mampu menilai diri dengan cara yang positif, sehingga menggunakan game online sesuai dengan kebutuhan dan kapasitasnya sebagai hiburan. Sedangkan individu yang mempunyai self esteem kurang baik maka kemampuan untuk berosisalisasi juga baik.
Semakin tinggi self esteem seseorang maka semakin rendah kecanduan game online-nya.
Sebaliknya, semakin rendah self esteem semakin tinggi kecanduan game online. Dengan demikian untuk meningkatkan self esteem, perlu diberikan pelayanan bimbingan konseling oleh guru BK/Konselor dengan memanfaatkan layanan bimbingan konseling, sehingga siswa dapat menilai diri secara positif, bisa bermain game online serta mengarahkan perilaku ke arah yang lebih positif. Guru BK/Konselor diharapkan dapat menyusun berbagai program pelayanan bimbingan dan konseling yang dapat mengurangi kecanduan game online dan meningkatkan self esteem siswa.
Gambaran Kecanduan Game Online Siswa di SMA Pertiwi 1 Padang
Hasil analisis deskriptif terhadap skor dengan persentase rata-rata sebesar 59%, menunjukkan tingkat kecandua game online siswa berada pada kategori sedang. Seseorang kecanduan game online tidak bisa mengontrol dirinya untuk berhenti bermain game online karena dalam permainan game online memiliki format atau desain permainan 3D hampir sama dengan realita kehidupan nyata. Dilihat dari format pembentukannya, game online dapat menjadi tempat pelarian dari dunia nyata.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, Young (2009:360) menjelaskan “Pemain sulit terlepas atau berhenti bermain game online, selain itu pengguna yang berlebihan (excessive use) akan membuat pemain terbiasa mengabaikan hal-hal lain bahkan kebutuhannya, dapat membuat pemain sulit berhenti dari bermain, serta timbulnya rasa emosional yang tinggi ketika kalah dalam bermain game online seperti rasa marah, hilangnya mood untuk melakukan aktivitas yang lain, ataupun rasa senang saat berada pada tahap yang lebih tinggi, sehingga menyebabkan seseorang ingin terus untuk bermain game online. Cao & Su (2006) menyatakan seseorang kecanduan game online dengan mudah dipengaruhi oleh perasaan, emosional, kurang stabil, imajinatif, tenggelam dalam pikiran, mandiri, bereksperimen, dan lebih memilih keputusan sendiri. Selanjutnya Young (1996:238) menyatakan “Orang yang kecanduan game
online tidak mampu mengontrol, mengurangi, bahkan menghentikan permainan, hal ini dilakukan untuk mendapatkan kepuasan tersendiri dalam bermain”. Price (2011: 89) menyatakan “Kecanduan game menyebabkan hubungan sosial dan interaksi mereka dengan keluarga, teman, dan orang di sekitarnya menjadi kurang baik serta tidak bisa mendapatkan pengetahuan atau mengalami akademik yang menurun”.
Berdasarkan hasil penelitian dan teori tersebut, dapat diketahui bahwa seseorang yang kecanduan game online cenderung bermasalah dengan kehidupan nyata yaitu, kepercayaan diri yang rendah, gambaran diri yang buruk, kurang mampu mengontrol hidup, merasa tidak berguna dan tidak mampu membentuk dan mempertahankan relasi, mengalami penurunan prestasi belajar, bermasalah dengan keluarga. Pikiran seseorang yang kecanduan game online akan lebih memikirkan perkembangan permainannya dibandingkan dengan perkembangan kehidupan nyata. Hasil temuan ini, maka perlu kiranya dilakukan upaya untuk mengurangi kecanduan game online dengan memanfaatkan pelayanan bimbingan dan konseling, serta menerapkan berbagai layanan, di antaranya layanan informasi, layanan penguasaan konten, layanan konseling indiviu, dan layanan bimbingan kelompok.
Kontribusi Self Esteem terhadap Kecanduan Game Online
Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, menunjukkan bahwa self esteem berkontribusi secara signifikan terhadap kecanduan game online sebesar 11%. Artinya self esteem memiliki peran terhadap kecanduan game online. Twinomungisha (2008) menjelaskan bahwa jika harga diri meningkat maka kesuksesan akademik akan meningkat, harga diri umumnya dikonseptualisasikan sebagai penilaian atas harga diri seseorang, dan harga diri dianggap sebagai kepercayaan diri dan kepuasan dalam dirinya, harga diri dipandang evaluatif dan konsep diri dipandang sebagai deskriptif.
Twinomungisha (2008) menjelaskan bahwa jika harga diri meningkat maka kesuksesan akademik akan meningkat, harga diri umumnya dikonseptualisasikan sebagai penilaian atas harga diri seseorang, dan harga diri dianggap sebagai kepercayaan diri dan kepuasan dalam dirinya, harga diri dipandang evaluatif dan konsep diri dipandang sebagai deskriptif.
Walaupun demikian, pengaruh self esteem terhadap kecanduan game online hanya sebesar 11%, berarti masih ada faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi kecenderungan kecanduan game online sebesar 89%. Faktor-faktor tersebut antara lain: faktor kepribadian, faktor lingkungan, faktor interaksional, dan faktor situasional.
Implikasi Layanan Bimbingan dan Konseling Terhadap Kecanduan Game Online dengan Self Esteem dan Self Control.
Berdasarkan temuan penelitian, maka ada beberapa implikasi terhadap pelayanan bimbingan dan konseling.
a. Upaya yang dilakukan agar siswa dapat meningkatkan self esteem di bidang personal self esteem dan mengurangi self control dibidang decisional control, serta mengurangi kecanduan game online dengan menggunakan pelayanan bimbingan dan konseling seperti memberikan layanan informasi tentang membagi waktu, layanan penguasaan konten dengan cara memahami bermain yang baik dan efektif, dan bimbingan kelompok dengan topik tugas seperti dampak negatif kecanduan game online serta cara membagi waktu yang baik.
b. Upaya yang dilakukan agar siswa mempunyai self esteem yang tinggi dan bisa mengendalikan diri (self control) merupakan bagian dari tugas konselor untuk dapat memberikan layanan yang tepat melalui bantuan pelayanan bimbingan dan konseling, seperti layanan informasi, konseling perorangan, layanan penguasaan konten, dan bimbingan kelompok dengan materi atau topik yang dapat bermanfaat bagi peningkatan self esteem dan self control, serta diharapkan siswa memiliki self esteem dan self control yang tinggi.
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini membahas tentang, self esteem, terhadap kecanduan game online dengan sasaran siswa kelas X dan XI SMA Pertiwi 1 Padang. Pada prinsipnya, penelitian ini telah dilaksanakan secara optimal dengan mengacu pada metode dan prosedur ilmiah yang benar.
Namun, kesempurnaan hasil yang diperoleh merupakan hal yang tidak mudah untuk diwujudkan. Peneliti menyadari bahwa penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan dan kelemahan yang tidak dapat dihindari. Keterbatasan dalam penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut.
1. Penelitian ini tidak bisa digeneralisasikan untuk sekolah SMA Negeri karena populasi hanya untuk sekolah swasta.
2. Penelitian ini tidak mengikutseratakan siswa kelas XII.
Dikemukakan keterbatasan ini, diharapkan tidak mengurangi makna dan signifikasi hasil penelitian.
PENUTUP
1. Kecenderungan self esteem secara rata-rata berada pada kategori rendah. Artinya, siswa cenderung lebih suka meniali kelebihan orang lain daripada dirinya sendiri, dan menganggap orang lain lebih hebat dari dirinya, sikap seperti inilah akan menimbulkan perilaku-perilaku negatif, salah satunya kecanduan game online.
2. Tingkat kecanduan game online siswa secara rata-rata berada pada kategori sedang.
Artinya, siswa lebih banyak meluangkan waktu untuk bermain game online sehingga menimbulkan kecanduan, dan jika terjadi sesuatu yang membuat perasaan hati tidak enak cenderung melarikan diri ke game online.
3. Self esteem memberikan kontribusi 11%, dengan kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mengurangi kecanduan game online siswa diperlukan untuk meningkatkan self esteem.
REFERENSI
Adams & Rollings. 2007. Fundamental of Game Design. (Second Edition). CA: Barkeley New Riders.
Akin, A., Arslan, S., Uysal, R., & Sahrane. 2015. “Self Control Management and Internet Addiction”. Journal International Online of Education Sciences, 7 (3): 95-100.
Albone, A. A., Nawi, M., & Khairani. 2009. Panduan Penyusunan Proposal Penelitian dengan Mudah. Padang: Yayasan Jihadul Khair Center.
Amelya, R. 2008. “Pelatihan Asertif untuk Mereduksi Perilaku Adiksi Online Game pada Remaja”. Skripsi tidak diterbitkan. Bandung: Jurusan PPB FIP UPI.
Basuki, H., & Afrinanda, Y. 2009. Self Esteem in Women Alcoholic Abus Work as a Waitress at the Bar. Thesis tidak diterbitkan. Undergraduate Program, Faculty of Psychology.
Gunadarma University.
Baumeister, R. F., Stilman., & Gailiot. 2007. “The Strength Model of Self Control”. Journal Current Directions in Psychological Science, 9 (16): 351.
Branden & Nathaniel. 2005. Kekuatan Harga Diri. Terjemahan oleh Anne Nathalie. Batam:
Inter Aksara.
Brian. 2005. “Addiction to the Internet and Online Gaming: Kecanduan internet & game online”. Journal Cyberpsychology & Behavior, 8 (8): 304-306.
Chapple, L. C. 2005. “Self Control Peer Relationship and Deliquency”. Journal Justice Quarterly, 22 (1): 89-96.
Clemes, H., & Bean, R. 2001. How to Teach Raise Childrens Self Esteem. Terjemahan oleh Anton Adiwiyoto. Jakarta: Mitra Utama.
Detria. 2013. “ Efektivitas Teknik Manajemen Diri untuk Mengurangi Kecanduan Online Game”. Skripsi tidak diterbitkan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Diurna, A. 2008. “Game Online Sebuah Fenomena Budaya Pergaulan Baru”. Jurnal of Cyberpsychological, 5 (6): 304-309.
Feist, J., & Feist. G. 2006. Theories of Personality (Sixth Edition). New York: McGraw Hill.
Gea, A. A., Wulandari, A. P. Y., & Babari, Y. 2003. Character Building I Relasi dengan Diri Sendiri. Jakarta: Gramedia.
Ghufron, M. N., & Risnawati, R. 2014. Teori-teori Psikologi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Hidayat, T. 2011. 18 Maret. Di Razia Palajar Tidak Kapok Duduk di Warnet. Padang Expres.
Hlm 5.
Iskandar. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial: Kuantitatif & kualitatif. Jakarta:
GP Press.
Jap, Tiatri, Jaya, & Suteja. 2013. “The Development of Indonesia Online Game Addiction Questionaire”. Journal Pone, 8 (4): 1-5.
Kagan & Kiracuburun. 2016. “Self Esteem, Daily Internet Use and Social Media Addiction as Preditors Depression Among Turkish Adolescents”. Journal of Education &
Practice, 1 (24): 64-72.
Karapetas, Zygours, & Fotis. 2014. “Internet Gaming Addiction Reasons Diagnosis Premention and Treatment Encephallos: Reasons, diagnosis, prevention and treatmen”. Journal of Mental Health & Addiction Encephalos, 51 (10): 112-120.
Kernis, M. H. 2003. “Toward a Conceptualization of Optimal Self Esteem”. Journal Psychological Inquiry, 14 (2): 1-26.
Kim, K. H., Park, J. Y., & Kim. D. 2002. “E-life Style and Motives to Use Online Games”.
Journal Irish Marketing Review, 15 (2): 71-77.
Lieberman, D. A. 2006. Dance Game and Other Exegames: What the research says. Revisi and Expended, 3 (5): 373.
Lozen, G. 2009. “The Positive Effect of Online Games on Childern”. Journal Cyberpsychology
& Behavior, 9 (5): 63-68.
Mark, D. G. 2004. “Demographic Factors and Playing Variables in Online Computer Gaming”.
Journal Cyberpsychology, 7 (4): 479-487.
Mazalin, D., & Moore, S. 2004. “Internet Use Identity Development & Social Anxiety Among Young”. Journal of School Psychology, 25 (2): 131-148.
Mruk, C. J. 2006. Self Esteem Research, Theory, and Practice: Toward a positive psychology of self-esteem (Third Edition). New York: Springer Publishing Company, Inc.
Pahlevi & Riza. 2011. “Game Online: Pandangan umum mengenai implikasi sosial, psikologi dan ekonomi yang dihadapi pemain game”. Jurnal Psikologi, 2 (27): 3-14.
Prapatiani, S. 2013. “Pengaruh Kontrol Diri Terhadap Agresivitas Remaja dalam Menghadapi Konflik Sebaya dan Pemaknaan Gender”. Jurnal Sains & Praktik Psikologi, 1 (1):
12-19.
Prasetyo, B., & Jannah, L. M. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Republika. 2011. “Game Indonesia Juara Asia Online Game Award”. Jurnal Media Psychology, 12 (4): 23-27.
Rohan. 2009. Game Station-Indonesia Best Selling Game Megazine. Jakarta: Open Beta.
Rooij, V. 2011. “Online Video Game Addiction Exploring a New Phenomenon” [Phd Thesis]
Rotterdam The Netherlands: Erasmus University Rotterdum.
Santrock. 2007. Psikologi Pendidikan (Edisi Kedua). Terjemahan oleh Triwibowo. Jakarta:
Kencana.
Sanyal, N., Fernandes, T., & Jain, A. 2016. “Leisure Boredom, Loniliness and Self-Control in Women Candy Crush Gamers”. Journal International of Science & Research, 5 (8): 2319-7064.
Soetjipto, P. 2001. “Pengujian Validitas Konstruk Kriteria Kecandua Internet”. Jurnal Psikologi, 32 (2): 74-91.
Steinberg, L. 2002. Adolescence (Sixth Edition). USA: McGraw Hill Higher Education.
Sudjana, N., & Ibrahim. 2002. Penelitian & Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Kombinasi (Mix dan Methods).
Bandung: Alfabeta.
Suler, J. 2004. “Computer and Cyberspace Addiction”. Journal International of Applied Psychoanalytic Studies. 1 (4): 350-362.
Sunyoto & Danang. 2009. Analisis Regresi & Uji Hipotesis. (Edisi Pertama) Bandung:
Alfabeta.
Syahran. 2015. “Ketergantungan Game Online dan Penanganannya”. Jurnal Psikologi Pendidikan & Konseling, 1 (1): 2-22.
Tangney, J. P., Baumeister, R. F., & Boone, A. L. 2004. “High Self-Control Predicts Good Adjustmen: Less pathology, better graddes, and interpersonal success”. Journal of Personality, 72 (23): 347-351.
Tetan, M. J. 2013. “Hubungan antara Self Esteem dan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa”. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 2 (1): 1-17.
Twinomugisha, S. R. 2008. “The Relationship between Self Esteem and Academic Achievment”. Journal of Education & Practice, 6 (1): 213-309.
Usman & Akbar .2011. Pengantar Statistik. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Veral, E. P., & Moon, B. 2011. “An Emprical Test of Low Self-Control Theory Among Hispanic Youth”. Departmen of Criminology Justice, 9 (13): 103-207.
Walker. 2001. Control and the Psychology of Healt Theory: Measurement and applications.
Philadelphia: Open University Press.
Wan, S. C., & Chio, W. B. 2006. “Whay are Adolescents Addicted to Online Gaming? An Interview Study in Taiwan”. Journal of Cyberpsychology & Behavior, 9 (6): 372- 380.
Wright, B. R. E., Caspi. A., Moffit, T. E., & Silva, P. A. 1999. “Low Self Control, and Crime:
Social causation, social selection or both”. Journal Criminology, 37 (3): 479-514.
Young. 2009. “Understanding Online Game Addictionand Treatment Issue for Adolescents”.
Journal of Family Therapy, 37 (23): 29-35.
Yusuf, A. M. 2014. Metode Penelitian Kuantitaif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan. Jakarta:
Prenadamedia Group.
Zuzanti, Z. 2016. “Kontribusi Pengasuhan Orang tua dan Self Esteem terhadap Komunikasi Interpersonal Peserta Didik serta Implikasinya dalam Bimbingan dan Konseling”.
Tesis tidak diterbitkan. Padang: Program studi S2 bimbingan dan konseling.