• Tidak ada hasil yang ditemukan

modifikasi perilaku dengan self-control strategies untuk menurunkan tingkat Kecanduan Online Role Playing Game

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "modifikasi perilaku dengan self-control strategies untuk menurunkan tingkat Kecanduan Online Role Playing Game"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

13 BAB II

LANDASAN TEORI

A. KECANDUAN ONLINE ROLE-PLAYING GAME 1. Definisi Online Role-Playing Game

Istilah lain dari online role playing game adalah Massively Multiplayer Online Role Playing Game (MMORPG). Young & Abreu (2011) mendefinisikan online role playing game adalah sebuah permainan internet dimana para pemain memainkan peran tokoh-tokoh khayalan, beberapa ribu pemain dari seluruh dunia dapat bermain pada waktu yang bersamaan. Seorang pemain dapat mengontrol karakternya sendiri, dan mereka harus melaksanakan berbagai tugas, menunjukkan kemampuan, serta berinteraksi dengan karakter pemain lainnya. Para pemain memilih aksi tokoh-tokoh mereka berdasarkan karakteristik tokoh tersebut dan keberhasilan aksi mereka tergantung dari sistem peraturan permainan yang telah ditentukan.

(2)

14

pertimbangan individu dalam memilih permainan ini, karena permainan ini dapat membentuk lingkungan baru (Young dan Abreu, 2011).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Online Role Playing Game adalah sebuah permainan internet dimana para pemain memainkan peran tokoh-tokoh khayalan, dimana beberapa ribu pemain dari seluruh dunia dapat bermain pada waktu yang bersamaan. Seorang pemain dapat mengontrol karakternya sendiri, dimana mereka harus melaksanakan berbagai tugas, menunjukkan kemampuan dan berinteraksi dengan karakter pemain lainnya.

2. Definisi Kecanduan Online Role-Playing Game

(3)

15

Griffiths (2005) juga menyatakan bahwa kecanduan internet merupakan aspek perilaku yang kompulsif, adanya ketergantungan, dan kurangnya kontrol. Ferris (1997) mengungkapkan bahwa kecanduan internet merupakan suatu gangguan psikofisiologis yang meliputi tolerance (penggunaan dalam jumlah yang sama akan menimbulkan respon minimal, jumlah harus ditambah agar dapat membangkitkan kesenangan dalam jumlah yang sama), whithdrawal symptom (khususnya menimbulkan termor, kecemasan, dan perubahan mood), gangguan afeksi (depresi, sulit menyesuaikan diri), dan terganggungnya kehidupan sosial (menurun atau hilang sama sekali, baik dari segi kualitas maupun kuantitas).

Kecanduan internet diartikan Young & Abreu (2011) sebagai sebuah sindrom yang ditandai dengan menghabiskan sejumlah waktu yang sangat banyak dalam menggunakan internet dan tidak mampu mengontrol penggunaannya saat online. Orang-orang yang menunjukkan sindrom ini akan merasa cemas, depresi, atau hampa saat tidak online di internet.

(4)

16

Salah satu jenis game online yang berpotensi besar mengarahkan pada kecanduan adalah Online Role Playing Game atau Massively Multplayer Online Role Palying Game (Griffiths, 2005). Permaianan Massively Multplayer Online Role Palying Game ini sangat kompleks dimana para pemain dapat membentuk karakternya sendiri, berkomunikasi dan bekerja sama dengan pemain lainnya, serta jenis permainan yang tidak pernah akan berakhir. Hal ini membuat pemain menjadi ketergantungan dan merasa ingin terus melanjutkan permainannya. Remaja yang mengalami kecanduan bermain game pada umumnya menghabiskan waktunya untuk bermain rata-rata 23 jam per minggu atau 4 jam sehari.

(5)

17

Young & Abreu (2011) menyatakan kecanduan Online Role Playing Game adalah jenis permainan yang menimbulkan bentuk kecanduan, karena permainan ini tidak pernah akan berakhir, hal ini disebabkan karena setiap sesinya memiliki tugas dan tujuan yang tidak pernah berakhir, faktor game yang menyediakan peran yang kompleks dan mempengaruhi banyak faktor kehidupan nyata (aktivitas sehari-hari, dll), yang pada akhirnya para pemain secara terus menerus tetap aktif bermain game, mereka selalu menghabiskan jumlah waktu yang lama dan energi (dan terkadang uang), selain itu mereka juga tidak mampu berhenti bermain, dan menganggu kehidupan sosialnya (kurang teman dalam kehidupan nyata), dimana waktu para pemain terlibat dalam dunia nyata semakin berkurang.

Selain itu, permainan ini mempunyai arena-arena bermain yang bersifat persistent (tetap ada meskipun pemain-pemainnya tidak selalu ikut bermain dan real time (waktu berlalu terus), dimana hal ini menunjukkan ke arah kecanduan (Clark & Scott, 2009). Pemain yang tidak bermain dalam waktu yang cukup lama, mereka akan datang untuk bermain lagi, yang pada akhirnya mereka akan kehilangan kontrol dalam bermain.

(6)

18

sehingga ada perasaan untuk mengulang lagi kegiatan yang menyenangkan ketika bermain online game. Kecanduan permainan ini dapat digolongkan dalam beberapa kategori yakni : (1) kegagalan yang berulang-ulang dalam mengontrol suatu perilaku (ketidakmampuan untuk mengontrol), (2) berlanjutnya suatu perilaku yang berulang-ulang dan menimbulkan dampak yang negatif.

3. Tingkat Kecanduan Internet

Young (1996) membagi kecanduan internet dalam 3 tingkatan, yaitu : a. Mild. Pada tingkatan ini individu termasuk dalam pengguna online rata-rata.

Individu menggunakan internet dalam waktu yang lama (lebih dari 4 jam/hari), tetapi individu memiliki kontrol dalam penggunaannya.

b. Moderate. Pada tingkat ini individu mulai sering mengalami beberapa permasalahan dari penggunaan internet. Internet merupakan hal yang penting, namun tidak selalu menjadi yang utama dalam kehidupan.

c. Severe. Pada tingkatan ini individu mengalami permasalahan yang signifikan dalam kehidupan mereka. Internet merupakan hal yang paling utama dibandingkan dengan kepentingan-kepentingan yang lain.

(7)

19

4. Dimensi Kecanduan Online Role-Playing Game

Pengguna internet dapat dinyatakan kecanduan, bila pengguna memenuhi semua dimensi yang ada. Dimensi yang biasanya digunakan berasal dari perkembangan pertanyaan dari identifikasi internet addiction, dimana hal ini juga valid untuk bentuk kecanduan Online Role Playing Game (Young & Abreu, 2011). Griffiths (2005) telah mencantumkan enam dimensi untuk menentukan apakah individu sudah digolongkan sebagai pecandu internet. Dimensi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Salience (sesuatu yang penting). Hal ini terjadi ketika penggunaan internet menjadi aktivitas yang paling penting dalam kehidupan individu, mendominasi pikiran individu (pre-okupasi atau gangguan kognitif), perasaan (merasa sangat butuh), dan tingkah laku (kemunduran dalam perilaku sosial).

2. Mood modification (perubahan suasana hati). Keterlibatan yang tinggi saat menggunakan internet. Dimana terdapat perasaan senang dan tenang (seperti menghilangkan stress) saat perilaku kecanduan itu muncul.

(8)

20

jumlah pemakaian agar tidak terjadi toleransi, contohnya pemain tidak akan mendapatkan perasaan kegembiraan yang sama seperti jumlah waktu pertama bermain sebelum mencapai waktu yang lama.

4. Withdrawal symptoms (penarikkan diri). Merupakan perasaan tidak menyenangkan yang terjadi karena penggunaan internet dikurangi atau tidak dilanjutkan dan hal ini berpengaruh pada fisik seseorang, perasaan dan efek antara perasaan dan fisik (seperti, pusing, insomnia) atau psikologisnya (misalnya, mudah marah atau moodiness).

5. Conflict (konflik). Hal ini mengarah pada konflik yang terjadi antara pengguna internet dengan lingkungan sekitarnya (konflik interpersonal), konflik dalam tugas lainnya (pekerjaan, tugas, kehidupan sosial, hobi) atau konflik yang terjadi dalam dirinya sendiri (konflik intrafisik atau merasa kurangnya kontrol) yang diakibatkan karena terlalu banyak menghabiskan waktu bermain internet.

6. Relapse (kambuh kembali). Hal ini terjadi ketika individu kembali bermain internet, saat individu tersebut belum sembuh dari perilaku kecanduannya.

(9)

21

5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kecanduan Online Role-Playing Game

Faktor-faktor yang mempengaruhi Online Role Playing Game (Young & Abreu, 2011) diantaranya :

1. Faktor kecanduan di tinjau dari Game

a. Permainan jenis online role playing game terdiri dari beberapa bentuk kompentisi, komunikasi sosial secara online dan sistem tugas, reward, dan feedback, sehingga membuat para game aktif memainkan game tersebut. b. Game merupakan tempat dimana para pemain mungkin bisa mengurangi

rasa bosannya terhadap kehidupan nyata.

c. Permainan online role playing game merupakan bagian dari dimensi sosial, yang mana menghilangkan streotype rasa kesepian, kecemasan sosial bagi pemain yang kecanduan. Remaja memiliki kecenderungan yang tinggi untuk lebih menyukai virtual group, yang mana hal ini juga berhubungan dengan tingginya kecenderungan mengalami kecanduan. 2. Faktor kecanduan di tinjau dari sisi pemain

Kecanduan Online Role Playing Game atau Massively Multiplayer Online Role Playing Game tidak hanya menekankan pada propertis game itu sendiri dan virtual yang nyata, tetapi lebih kepada para pemain. Faktor-faktor psikologi tersebut antara lain :

a. Rendahnya self esteem dan self efficacy

(10)

22

secara langsung. Perbedaan persepsi pemain terhadap dirinya, ideal self, dan karakter game. Hasilnya menunjukkan bahwa penerimaan diri yang salah dari pada karakter game, dan penerimaan karakter game yang salah pada ideal self mereka. Perbedaan ini menunjukkan peningkatan pada tingkat depresi dan tingkat self esteem pada umumnya. Pemain dengan self-esteem yang tinggi, maka rendah ketidaksesuaian antara pandangan terhadap dirinya sendiri dan karakter game, sebaliknya tingginya ketidaksesuaian menunjukkan rendahnya self-esteem pada pemain. Ideal self juga menunjukkan hal yang sama. Maksudnya pemain yang lebih depresi dan pemain yang self esteem-nya rendah akan memandang karakter game adalah yang ideal dan mungkin akan mengalami kecenderungan melakukan keputusan atau menyelesaikan masalah sesuai yang diterima di dalam game dan mengalami kecenderungan untuk bertahan di dalam game (Smahel dalam Young & Abreu, 2011).

(11)

23

sadar mereka termotivasi, karena bermain game memberikan kesempatan mengekspresikan diri dan mengimbangi hal-hal lain yang kurang dalam hidup mereka di dunia nyata.

Berdasarkan penjelasan diatas menunjukkan bahwa seseorang akan mengalami kecanduan tidak hanya dari bentuk permainan yang membentuk pemain merasa aman dan nyaman, tetapi juga dipengaruhi oleh pemain itu sendiri.

B. Remaja dan Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) 1. Pengertian Remaja

Masa remaja merupakan masa peralihan yang ditandai dengan perubahan-perubahan pada diri individu, baik secara psikologis, fisiologis, seksual dan kogntif serta adanya berbagai tuntutan dari masyarakat dan perubahan sosial yang menyertai mereka untuk menjadi dewasa yang mandiri. Masa remaja dimulai pada transisi antara masa kanak-kanak ke masa dewasa yang disertai banyak perubahan baik fisik, kognitif maupun sosial (Papalia, Old, & Feldman, 2008).

(12)

24

secara psikologis banyak mengalami perubahan dalam hal nilai-nilai, sikap, dan perilaku serta cenderung dianggap belum matang dibanding dengan remaja akhir.

Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa remaja awal adalah seorang individu yang berusia 12-15 tahun yang mengalami perubahan fisik maupun psikologis dan cenderung dianggap belum matang.

2. Pengertian siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah individu yang sedang menjalani pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Menurut Sulaeman (1995), siswa SMP secara kronologis berusia antara 12-15 tahun. Batasan usia remaja menurut Monks (2001) adalah antara 12-21 tahun, dengan perincian 12-15 tahun merupakan masa remaja awal, 15-18 tahun merupakan masa remaja pertengahan, 18-21 tahun merupakan masa remaja akhir.

(13)

25

sikapnya mulai jelas tentang hidup, dan mulai nampak bakat dan minatnya (Putri & Hadi, 2005). Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa siswa SMP berada pada tahap perkembangan remaja awal yang berusia 12-15 tahun.

3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja

Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst (dalam Mubin dan Cahyadi, 2006), adalah sebagai berikut:

a. Menjalin hubungan-hubungan baru dengan teman-teman sebaya, baik sesama jenis maupun lain jenis kelamin.

b. Menerima keadaan fisiknya, dan menerima peranannya sebagai pria atau wanita.

c. Menginginkan dapat berperilaku yang diterima oleh sosial.

d. Mengakui tata nilai dan sistem etika yang membimbing segala tindakan dan pandangan.

C. Modifikasi Perilaku

(14)

26

dikurangi melalui program modifikasi perilaku disebut target perilaku (Martin & Pear, 2003).

Martin dan Pear (2003) mengungkapkan bahwa keberhasilan program modifikasi perilaku secara khusus melibatkan empat tahapan selama target perilaku diidentifikasi, didefenisikan dan dicatat, yaitu :

1. Tahap screening, yaitu tahap pengambilan data yang bertujuan memperjelas permasalahan yang ada dan menentukan siapa yang berwenang untuk menangani.

2. Tahap baseline, yaitu tahap pengukuran sebelum memulai program. Pada tahap ini, dilakukan pengukuran terhadap target perilaku untuk menentukan prioritas dari program yang akan dijalankan dan menganalisis lingkungan individu saat ini untuk mengidentifikasi hal-hal yang dapat dikendalikan dari perilaku yang ada untuk dapat diubah. Pengambilan baseline dapat dilakukan selama beberapa hari sampai mendapatkan hasil yang konsisten.

3. Tahap pelaksanaan, yang membutuhkan observasi secara berulang dan pemantauan terhadap perilaku yang dituju selama pelaksanaan program. 4. Tahap tindak lanjut, yaitu tahap untuk menentukan perubahan yang telah

dicapai selama pelaksanaan program yang dapat bertahan setelah progam dianggap selesai.

(15)

27 D. Self-Control Strategies

1. Pengertian Self-Control Strategies

Martin & Pear (2003) menyatakan self-control strategis adalah salah satu teknik dari modifikasi perilaku yang berdasarkan teori Skinner. Teori yang melakukan identifikasi terhadap antecedent stimulus, a behavior, dan juga consequence. Pola ini bertujuan untuk membantu terapis dalam menganalisa masalah perilaku yang tidak dapat dikontrol oleh individu dan juga membantu terapis dan klien untuk menemukan teknik yang tepat dalam mengontrol masalah perilaku tersebut.

Pengertian ini sejalan dengan Miltermberger (2004) yang menghubungkan adanya keterkaitan yang sama antara stimulus control dengan self-control strategies. Prinsip dasar dalam stimulus control ini didasarkan pada perilaku yang tampak berada pada kekuatan stimulus control sehingga menjelaskan bahwa peningkatan perilaku dipengaruhi oleh stimulus control yanag diikuti oleh hadirnya antecedent stimulus.

(16)

28

Didalam modifikasi perilaku teknik self control adalah intervensi yang mana individu sebagai bagian aktif didalam administrasi atau pelaksanaan intervensi perubahan perilaku. Self control selalu mengatur perilaku yang memiliki masalah dalam konsekuensi, konsekuensi yang positif akan diperkuat dan konsekuensi yang negatif akan diperlambat. Didalam konteks intervensi perilaku, prosedur self control mengutamakan perilaku yang memiliki konsekuensi positif untuk terus dipertahankan dan memperlambat konsekuensi yang tidak diinginkan (Kazdin, 2001).

Harlock (1999) menyatakan kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dalam dirinya. Kazdin (2001) menambahkan bahwa kontrol diri diperlukan guna membantu individu dalam mengatasi kemampuannya yang terbatas dan membantu mengatasi berbagai hal merugikan yang dimungkinkan berasal dari luar.

(17)

29 2. Prosedur dalam Self-Control Strategies

Martin & Pear (2003) menggunakan modifikasi perilaku sebagai salah satu intervensi dalam penanganan masalah self-control. Penangan tersebut dengan melakukan pemberian reinforcement yang bertujuan untuk mengurangi perilaku mengkonsumsi zat berbahaya. Beberapa prosedur yang harus dilakukan adalah : a. Specify the problem and set goals

Pada tahap ini, seorang terapis harus mengetahui perilaku apa yang harus dirubah, dan kemudian memikirkan bagaimana caranya strategi yang akan kita rancang mampu dan berhasil dalam melakukan perubahan dalam penanganan masalah perilaku klien. Untuk itu terapis harus mengetahui masalah yang spesifik dari keluhan klien dan merancang suatu strategi yang tepat untuk mencapai keberhasilan.

b. Make a commitment to change

Perri & Richards (1997) mengatakan bahwa komitmen yang terdapat pada klien untuk berkeinginan merubah ”perilaku yang tidak menguntungkan” tersebut

adalah suatu tolak ukur untuk melihat apakah klien siap melakukan strategi yang akan dilaksanakan. Hal ini menjelaskan komitmen sangat penting terhadap keberhasilan modifikasi perilaku.

c. Take data and Analyze causes

(18)

30

dapat mengetahui sejumlah teknik yang akan dilakukan untuk meningkatkan kekuatan dalam mengintervensi perilaku bermasalah.

d. Design and implement a program

Pada tahap ini dengan mengidentifikasi dan menjelaskan gambaran perilaku bermasalah dalam pola antecedent stimulus, a behavior, dan consequence maka terapis dapat melakukan teknik self-control terhadap perilaku pola yang ada. 1. Manage the Antecedents, setelah dilakukan identifikasi pada perilaku ini maka terapis dapat melakukan kontrol terhadap perilaku yang ada seperti dengan strategi instruction, modeling, guidance, our immediate surrounding, other people, the time of day, dan motivating operation. 2. Manage the Behavior, setelah dilakukan identifikasi pada perilaku ini,

kemudian terapis meminta klien untuk berjanji dan berkomitmen bahwa ia akan lebih fokus melakukan perubahan pada perilakunya seperti perubahan yang ia lakukan dari perilaku antecedent dan consequency. Apabila klien mampu melakukan beberapa cara (complex skill), maka hal ini akan membantu klien melakukan strategi dan variasi yang tepat dalam perubahan perilaku yang ia lakukan.

(19)

31 e. Prevent Relapse and Make Your Gains La st

Pada tahap ini, dalam rangka mencegah terjadinya relapse pada klien maka terapis membantu klien untuk merancang progres-progres yang tepat dalam program self-control selanjutnya. Program yang akan dirancang harus disesuiakan dengan situasi, perilaku dan konsekuen yang ada.

Prosedur di atas sejalan dengan prosedur yang dilakukan oleh Spiegler dan Guevremont (2003). Penelitian ini mengarahkan pada seberapa besar efektivitas metode behavioral assessment dalam pelaksanaanya. Beberapa tahapan dalam pelaksanaan behavioral assessment adalah interview, direct self-report inventory, self-recording, rating scale/checklist, naturalistic observation, stimulus observation, role-playing, psysiological measurement. Sementara itu untuk mendapatkan informasi mengenai masalah klien, peneliti melaksanakan beberapa prosedur dalam penelitian ini diantaranya.

a. Malakukan klasifikasi terhadap masalah b. Merancang sebuah program

c. Menyeleksi dan menemukan target bahvior yang tepat

d. Mengidentifikasi dan mempertahankan kondisi dari target behavior e. Mendisain rancangan treatment

f. Memonitor perancangan klien

(20)

32

rancangan treatment, memonitor rancangan treatment, dan membuat treatment baru untuk melakukan pencegahan apabila klien kembali relapse.

2. Tujuan Self-Control Strategies

Strategi mengontrol diri dapat digunakan dalam mengatasi berbagai masalah misalnya kecanduan (seperti narkoba dan alkohol), pekerjaan (seperti kebiasaan belajar, produktifitas kerja) dan psikologis (seperti kecemasan, depresi dan kemarahan yang berlebihan).

Tujuan self-control startegies adalah mengurangi penurunan perilaku dalam diri individu. Penurunan perilaku terjadi ketika seorang individu tidak terlibat dalam perilaku positif yang diinginkannya. Hal ini akan berdampak pada individu di masa depan. Sebagai contoh, seorang pelajar yang jarang mengikuti pelajaran kemungkinan mereka tidak akan lulus (Martin & Pear, 2003).

D. Modifikasi Perilaku Dengan Self-Control Strategies Untuk Menurunkan TingkatKecanduan Online Role Playing Game

(21)

33

mengakibatkan kegagalan akademis (Young, 1996). Kegagalan akademis akan mempengaruhi prestasi akdemis siswa. Siswa yang berprestasi akan menggunakan internet dengan sehat dan wajar sehingga tidak melalaikan kegiatan-kegiatannya.

Penelitian dari Suverantam (2011) menunjukkan ada pengaruh kecanduan online game dengan prestasi akademik siswa. Semakin tinggi kecanduan individu bermain online game maka semakin rendah prestasi yang didapatkannya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah kecanduan dalam bermain online game maka semakin tinggi prestasi akademiknya.

(22)

34

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Jacobs & Watkins (2008) juga menemukan adanya pengaruh bermain game terhadap prestasi akdemik. Prestasi akademik sangat penting bagi keberhasilan pelajar dan mahasiswa. Pelajar dan mahasiswa yang kecanduan online game perlu diidentifikasi agar tidak berlanjut dan memberikan dampak yang negatif untuk selanjutnya.

Berdasarkan penelitian Chao dan Ting (dalam Young dan Abreu, 2011) beberapa faktor yang membuat individu atau pemain game kecanduan Online Role Playing Game, selain dari intensitas bermain game tersebut, juga ada hubungannya dengan sifat dari karakteristik permainan Online Role Playing Game, antara lain bentuk sosial komunikasi online-nya, dan sistem tugas yang persistent (tetap ada meskipun pemain-pemainnya tidak selalu ikut bermain), reward, serta feedback (faktor role-playing). Pada saat bermain, pemain secara penuh hanya berfokus pada permainan dan mengabaikan hal lainnya. Selama bermain, individu dapat mengabaikan sensasi-sensasi yang muncul seperti, rasa sakit, lelah, lapar, dan haus (pemain dapat terus bermain secara sadar sampai 8 jam).

(23)

35

menjadi renggang karena waktu bersama mereka menjadi jauh berkurang (Young & Abreu, 2011).

Yee (2002) juga berpendapat bahwa akibat buruk kecanduan online game ini dapat dilihat lebih jelas jika kebiasaan bermain mereka ini dikaitkan dengan masalah dalam kehidupan nyata sehari-hari seperti masalah akademis, masalah kesehatan, masalah keuangan dan masalah relasi. Masalah akademis ditunjukkan dalam penelitian Griffiths (1995), bahwa remaja usia 12 sampai 24 tahun lebih cenderung mengorbankan pendidikan maupun pekerjaan mereka untuk bermain online game. Pengaruh negatif pada fungsi fisik dan mental yang diakibatkan penggunaan game berlebihan antara lain menurunnya kondisi indra penglihatan dan berat badan yang menurun serta menghasilkan kebingungan antara kenyataan dan ilusi, juga relasi yang kurang dewasa dengan sebayanya (Chen & Chang, 2008).

(24)

36

Kecanduan bermain online game pada remaja dapat dilihat dari beberapa gejala yang muncul. Pertama, remaja bermain online game seharian, dan sering bermain dalam jangka waktu lama (lebih dari tiga jam). Biasanya dalam waktu satu minggu remaja bisa menghabiskan waktu sekitar 30 jam. Kedua, remaja bermain online game untuk kesenangan, cenderung seperti tidak kenal lelah dan mudah tersinggung saat dilarang. Remaja yang kecanduan tidak pernah menghiraukan larangan orang tua atau orang lain untuk mengurangi intensitas bermain internet online game, dan remaja cenderung berontak apabila dilarang untuk bermain. Ketiga, mengorbankan kegiatan sosial, dan tidak mau mengerjakan aktivitas lain. Para gamers bisa menghabiskan sebagian besar waktunya hanya untuk bermain game dan tidak menghiraukan aktivitas lain yang penting baginya, seperti makan, minum, berinteraksi dengan teman sebaya atau belajar. Keempat, ingin mengurangi ketergantungannya tapi tidak bisa. Seorang remaja yang kecanduan bisa menghabiskan waktu sehari semalam berada di warnet untuk bermain online game. Kecanduan yang berlebihan terhadap online game akan menyebabkan remaja menjadi sangat cemas jika tidak bermain (Griffiths, 1995).

(25)

37

perilaku. Pada individu yang mengalami kecanduan, individu mengalami kurangnya kontrol diri sehingga mengabaikan kehidupan sosial maupun kewajiban-kewajiban lainnya. Hal ini sejalan dengan Young (1996) yang menyatakan bahwa penggunaan internet yang berlebihan dihubungkan dengan kerusakan yang signifikan terhadap bidang sosial, psikologis dan sekolah atau pekerjaannya.

(26)

38

Menurut Fox & Calkins (2003) kontrol diri merupakan kapasitas dalam ”self”, yang dapat digunakan untuk mengontrol variabel-variabel luar yang

menentukan tingkahlaku. Sedangkan metode kontrol diri disini merupakan suatu usaha atau prosedur yang akan dijalankan untuk mengarahkan dan mengontrol perilaku. Dimana nantinya subjek akan terlibat dalam beberapa atau keseluruhan prosedur treatment untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Baumeister, Kathleen

& Tice, 2007). Martin & Pear (2003) juga mengatakan bahwa banyak masalah yang dapat diatasi dengan strategi self-control, dimana masalah-masalah tersebut bersumber di dalam diri sendiri.

Selain itu, menurut Cormier dan Cormier (1991), salah satu cara mengatasi kecanduan online game yaitu dengan pendisiplinan waktu mengurangi kecanduan online game pada tahap yang dirasa yakin benar tidak akan mengganggu waktu untuk hal yang lain. Hal ini berhubungan dengan perilaku yang harus diubah agar kecanduan online game dapat diatasi. Alternatif bantuan yang tepat untuk mengatasi permasalahan kecanduan online game yaitu dengan menggunakan strategi kontrol diri (self control strategies). Dengan self control strategies anak akan mampu membantu mengurangi perilaku kecanduan bermain online role playing game, sehingga dapat mengurangi tingkat kecanduan dan durasi individu dalam bermain online role playing game serta dampak negatif dari kecanduan bermain online role playing game khususnya di bidang pendidikan.

Dalam pelaksanaannya, ada beberapa tahap untuk melaksanakan perlakuan kontrol diri

(27)

39

yaitu: (a) menetapkan masalah dan tujuan yaitu meminta subjek untuk menuliskan tujuan dan

membuat daftar perilaku spesifik yang dapat membantu subjek mencapai tujuan yaitu mengurangi

durasi bermain online game per hari; (b) membuat komitmen untuk berubah, yaitu dengan

meminta subjek membuat daftar keuntungan apa saja yang diperoleh apabila kebiasaan bermain

online game-nya dikurangi. Kemudian meminta subjek untuk menempelkan daftar tersebut di

tempat-tempat yang mudah terlihat. Langkah selanjutnya membuat komitmen dengan orang-orang

(28)

40

membuat kontrak perilaku (behavior contract), yaitu menuliskan langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan untuk mencegah situasi atau kondisi yang dapat mengakibatkan keinginan untuk bermain online game muncul kembali.

Ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam melaksanakan kontrol diri, diantaranya dengan mengubah atau mengganti lingkungan yang memungkinkan munculnya perilaku target, memanfaatkan perangkat fisik, atau menggunakan cara-cara yang unik/praktis, untuk menghindari munculnya perilaku yang ingin dihilangkan (Feist & Feist, 2006). Penggunaan kontrol diri dalam penelitian ini didasarkan atas kelebihan yang dimiliki teknik ini dalam proses terapi (Soekadji, 1983).

Penggunaan teknik kontrol diri dapat digunakan untuk mengatasi masalah-masalah yang bersumber di dalam diri sendiri, misalnya untuk mengurangi perilaku berlebih diantaranya merokok atau perilaku yang perlu ditingkatkan lainnya, seperti perilaku berolahraga, dan belajar (Baumeister, Muraven, Tice, 1998; Baumeister, Kathleen, & Tice, 2007; Marlatt & George, 1984; Martin & Pear, 2003; Wills & Stoolmiller, 2002).

(29)

41

ketergantungan lainnya, kecanduan pada online game dapat diatasi, mereka perlu belajar mengubah tingkah lakunya dengan mengontrol diri (Triharim, 2013).

Secara singkat, dinamika landasan teori tersebut dapat digambarkan dalam rangkaian tersebut di bawah ini.

Gambar 2.1. Kerangka teoritis penelitian

Keterangan : : menyebabkan : aspek tidak diteliti :: : aspek diteliti

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: efektifitas modifikasi perilaku dengan self control strategy untuk menurunkan tingkat kecanduan online role playing game.

Prestasi akdemis siswa dipengaruhi oleh online game

Konsekuensi fisik Konsekuensi psikologis /

sekolah dan pekerjaan

Konsekuensi sosial

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka teoritis penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Simpulan: Terdapat perbedaan kecemasan dan perilaku agresif antara remaja yang kecanduan dan tidak kecanduan online game dimana rerata skor kecemasan dan perilaku

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara hubungan antara motivasi bermain Massively Multiplayer Online Role Playing Game dengan

Kecanduan adalah suatu tingkah laku yang tidak dapat atau tidak mempunyai kekuatan untuk menghentikannya (Young, 1996). Kecanduan terhadap online game pemain akan lalai

Genre Game Online ini adalah Permainan peran (Role-playing games), yaitu ragam permainan video yang menempatkan pemain sebagai tokoh dalam permainan tersebut untuk

Simpulan dalam penelitian ini yaitu perilaku kecanduan game online pada anak sekolah pada kategori tidak kecanduan melihat hasil penelitian ini maka perlu saran bagi orang tua

Genre Game Online ini adalah Permainan peran (Role-playing games), yaitu ragam permainan video yang menempatkan pemain sebagai tokoh dalam permainan tersebut untuk

Pemain dalam permainan Massively Multiplayer Online Role Playing Game akan dihadapkan dengan beberapa misi atau tantangan bisa berupa bertempur atau membunuh karakter pemain

hasil informasi yang diperoleh dari wawancara dengan peneliti dengan remaja yang kecanduan game online di jorong Batng Tuhur Nagari Cubadak sebagai berikut: “ketika saya ada masalah