• Tidak ada hasil yang ditemukan

Landasan Teori Pendidikan Karakter

N/A
N/A
Hana Alfia Salsabila

Academic year: 2025

Membagikan "Landasan Teori Pendidikan Karakter"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 6, Nomor 1, juni 2022 725

Landasan Teori Pendidikan Karakter

Aan Hasanah, Bambang Syamsul Arifin, Aang Mahyani, Aji Saepurahman UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Email authors: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan bagaimana idealnya konsep pendidikan karakter. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Karakter adalah watak, tabiat, akhlak atau kepribadian seseorang, yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebijakan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan sebagai cara pandang, berfikir, bersikap, dan bertindak. Ada beberapa landasan yang menjadi dasar dalam pendidika karakter diantaranya: landasan ontology, epistemologi dan aksiologi. Konsep dalam pendidikan Islam yang merupakan pendidikan yang mengembangkan karakter anak didik. Pendidikan akhlak adalah pendidikan yang dimaksudkan sebagai bentuk pendidikan untuk mengembangkan sikap, watak, dan karakter anak didik. Pendidikan akhlak terus mengalami perkembangan secara metodologis sesuai dengan tantangan dan tuntunan zamannya. Pendidikan karakter harus ditumbuhkembangkan sejak dini dan berkelanjutan, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah hingga lingkungan masyarakat luas.

Kata kunci: Pendidikan, Karakter, Teori

ABSTRACT

The purpose of writing this article is to explain how ideally the concept of character education is. The method used is descriptive qualitative with the study of literature.

The results showed that Character is a person's character, character, morals or personality, which is formed from the results of internalizing various policies that are believed and used as a foundation as a way of seeing, thinking, behaving, and acting.

There are several foundations that form the basis of character education including:

the foundation of ontology, epistemology and axiology. The concept in Islamic education which is an education that develops the character of students. Moral education is an education that is intended as a form of education to develop the attitudes, dispositions, and character of students. Moral education continues to develop methodologically in accordance with the challenges and guidance of its

(2)

Volume 6, Nomor 1, juni 2022 726 times. Character education must be developed from an early age and sustainable, starting from the family environment, schools to the wider community environment.

Keywords: Education, Character, Theory

PENDAHULUAN

Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam kehidupan bermasyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.

Sejumlah kasus kekerasan di Indonesia akhir-akhir ini dalam berbagai dimensi, ada yang bermatras politik, ekonomi, agama dan lain-lain. Fenomena osial tersebut sangat mengkhawatirkan, sebab diikuti pula dengan berbagai degradasi moral yang terjadi dalam lingkup yang bervariasi.(Hasanah, 2012b)

Pendidikan karakter saat ini merupakan topik yang marak diperbincangkan dalam dunia pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu proses yang di dalamnya terdapat suatu aturan dan prosedur yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik. Setipa peserta didik memiliki tanggungjawab yang sama dalam proses pembelajaran. Pendidikan menjadi pilar utama untuk memajukan generasi penerus bangsa demi perkembangan intelektual anak. Perkembangan intelektual tersebut nantinya akan membentuk kepribadian atau karakter anak.

Mengingat pentingnya karakter dalam membangun sumber daya manusia (SDM) yang kuat, perlunya pendidikan karakter yang dilakukan dengan tepat. Dapat dikatakan bahwa pembentukan karakter merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Oleh karena itu, diperlukan kepedulian oleh berbagai pihak, baik oleh pemerintah, masyarakat, keluarga maupun sekolah.

Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam:

(3)

Volume 6, Nomor 1, juni 2022 727 Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) .(Hasanah, 2013:47)

Menurut Aan Hasanah, pedidikan karakter adalah upaya sistematis untuk menanamkan sekaligus mengembangkan secara konsisten dan terus-menerus kualitas-kualitas karakter yang berbasis pada nilai-nilai agama, budaya, dan falsafah negara yang diinternalisasikan oleh peserta didik di rumah, di sekolah, maupun di masyarakat dalam kehidupan kesehariannya sehingga akan membentuk perilaku karakter. (Hasanah, 2012:48)

METODE PENELITIAN

Peneliti untuk penelitian ini menggunakan pendekatan deskrpstif kualitatif atau metode deskrpstif kualitatif adapun data yang dihasilkan adalah melalui penelitian kajian kepustakaan atau literatur atau lebih dikenal dengan library research. Sumber penelitian dan data yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini yang langsung membahas masalah yang dikaji atau diteliti secara kajian teoretis. Adapun utuk teknik analisa data yang dipergunakan untuk mendapatkan kesimpulan sesuai yang diinginkan adalah secara deduktif yaitu melalui cara penarikan kesimpulan dari hal yang awalnya bersifat umum ke khusus.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Landasan Teori Pendidikan Karakter

Nilai-nilai pendidikan karakter merupakan nilai-nilai yang dikembangkan dan diidentifikasi dari sumber-sumber Agama, karena masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama, maka kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaan. Secara politis, kehidupan kenegaraan didasari pada nilai yang berasal dari agama. Dan sumber yang kedua adalah Pancasila. Negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip- prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut dengan Pancasila.

Sedangkan yang ketiga yaitu nilai-nilai budaya dan nilai universal. Berbicara mengenai hal tersebut maka ada beberapa landasan yang menjadi dasar dalam pendidika karakter diantaranya:

1) Landasan Ontologi

Landasan ontologi pendidikan karekter adalah sebagai berikut. Pertama.

Tujuan. Secara substansial pendidikan karakter adalah untuk membangun karakter yang positif. Penanaman nilai-nilai akhlak al-karimah (akhlak mulia) harus dibangun

(4)

Volume 6, Nomor 1, juni 2022 728 dalam pendidikan dengan didasari ketulusan sehingga akan terbentuk kepribadian yang baik. Kedua, Peserta Didik. Pendidikan yang mempunyai orientasi pada penenaman karakter harus melihat bahwa peserta didik mempunyai background yang tidak sama dan bervariasi. Ketiga, Pendidik. Sebagai pendidik harus mempunyai inovasi dalam mendesain suasana kelas karena hal tersebut akan mempengaruhi kuat terhadap karakter siswa dalam beradaptasi. Keempat, Alat Pendidikan. Kesuksesan siswa tidak semata dipengaruhi faktor pengetahuan kognitif dan psikomotorik saja melainkan faktor intern yaitu self-management yang dilakukan dengan pendekatan intrinsic education. Kelima, Lingkungan. Yang dimaksud lingkungan disini bisa diartikan lingkungan dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat. Pembentukan karakter seseorang dipengaruhi dan dikuatkan oleh lingkungan dimana dia bersosialisasi.

2) Landasan Epistemologi

Landasan epistemologi pendidikan karakter adalah syarat dan perangkat yang mencakup komponen pendidikan karekter yaitu: Pertama, Moral Knowing. Adalah aspek pembentukan karakter yang tercermin dalam kehidupan bermasyarakat dengan menampilkan sikap amanah, toleran, disipilin, adil, bertanggung jawab dan sebagainya. Kedua, Moral Feeling. Moral feeling disini artinya emosi dalam karakter itu sendiri yang dipengaruhi dan dapat berkembang karena faktor lingkungan, baik keluarga sekolah dan masyarakat. Ketiga. Moral Action. Adalah kompetensi yang dimiliki seseorang dalam melaksanakan sesuatu secara konsisten dan berkontribusi tinggi dalam melaksanakan tugas.

3) Landasan Aksiologi

Landasan aksiologi ini adalah bentuk dari kedewasaan seseorang dalam perubahan berprilaku. Lickona berpendapat bahwasannya seseorang yang mempunyai karakter baik apabila prihal baik tersebut sudah mengakar dan menjadi sifatnya yang mengakar kuat dalam jiwanya meskipunharus berlawanan dengan tekanan dan godaan.

Pendidikan Karakter

Karakter menurut Kemendiknas, karakter adalah watak, tabiat, akhlak atau kepribadian seseorang, yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebijakan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan sebagai cara pandang, berfikir, bersikap, dan bertindak.

Istilah karakter yang sering disamakan dengan istilah temperamen, tabiat, watak”. Secara etimologi karakter memiliki berbagai arti seperti: kharacter (latin) berarti instrument of marking, charessein (Prancis) berarti to engrove (mengukir), watek (Jawa) berarti ciri wanci; watak (Indonesia) berarti sifat pembawaan yang mempengaruhi tingkah laku, budi pekerti, tabiat, dan perangai. Menurut Wynne

(5)

Volume 6, Nomor 1, juni 2022 729 (1991) kata karakter berasal dari Bahasa Yunani yang berarti to mark (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku.

Karakter merupakan manifestasi kualitas manusia yang menggambarkan ke- terkaitan antara tingkah laku dengan ketaatannya terhadap nilai-nilai, ajaran agama, budaya, etika-moral, kejujuran dan keberanian menegakkan kebenaran. Seseorang yang berpegang teguh terhadap nilai-nilai agama, budaya, etika-moral dan keberanian menegakkan kebenaran seperti jujur, rendah hati, dan menolong orang yang mengalami kesulitan disebut orang yang memiliki karakter mulia. Namun sebaliknya, apabila seseorang tidak berpegang pada nilai-nilai, etika-moral, seperti tidak jujur, suka berdusta, angkuh dan sombong maka orang seperti ini tergolong kepada orang-orang yang memiliki karakter buruk.(Arifin, 2018)

Sedangkan dalam bahasa Arab karakter diartikan akhlak. Yaitu suatu kebiasaan, kesadaran, yang dilakukan tanpa direkayasa dan spontan. Banyak para tokoh islam khususnya yang membuat definisi tentang akhlak. Salahsatunya adalah Imam Ghazali dalam kitab Ihyaa ulumiddiin mengatakan bahwasannya akhlak itu adalah:

ِْيَْغ ْنِم ُرِسَيَو ٍةَلْوُهُسِب َلاَعْ فَلأا ُرُدْصَت اَهْ نَع ٌةَخِساَر ِسْفَّ نلا ِفِ ٍةَئْ يَه ْنَع ٌةَراَبِع ٍةَيْؤُرَو ٍرْكِف َلَِإ ٍةَجاَح

Artinya: Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.

Pendidikan karakter berpijak pada karakter dasar manusia yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) agama, yang disebut juga sebagai the golden rule. Pendidikan karakter memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak pada nilai-nilai karakter 23 dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut antara lain cinta kepada Allah Swt. dan ciptaan-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih saying, peduli an kerja sama, percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati, toleransi dan cinta damai, serta cinta persatuan (Ma’mur, 2011:33).

Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja Keras, (6) Kreatif, (7 ) Mandiri, (8) Demokratis , (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai prestasi, (13)

(6)

Volume 6, Nomor 1, juni 2022 730 Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, (18) Tanggung Jawab (Kemendiknas, 2011:3).

Pendidikan karakter dapat menjaga dan menguatkan kembali karakter dan jati diri bangsa yang dibalut nilai-nilai budaya luhur dari kearifan budaya lokal yang hidup dan berkembang di Indonesia. Kearifan lokal atau local wisdom dimaksud yang kaya dengan nilai-nilai pluralitas, toleransi serta gotong royong, yang sekarang ini telah berubah wujud menjadi hegemoni kelompok-kelompok baru yang saling menyalahkan dan mengalahkan.

Islam Sebagai Konsep Pendidikan Karakter

Islam sebagai kerangka konsep dalam pendidikan karakter dengan memahami konsep manusia yang memiliki unsur jasmani, Ruhani dan Nafsani, serta konsep Fitrah yang mengedepankan potensi keberagamaan dan condong kepada kebenaran.

Dengan dua konsep ini maka pendidikan karakter yang dikembangkan adalah pendidikan karakter yang berbasis pada pengembangan potensi keberagamaan seseorang.

Ada beberapa konsep dalam pendidikan Islam yang merupakan pendidikan yang mengembangkan karakter anak didik. Pendidikan akhlak adalah pendidikan yang dimaksudkan sebagai bentuk pendidikan untuk mengembangkan sikap, watak, dan karakter anak didik. Pendidikan akhlak terus mengalami perkembangan secara metodologis sesuai dengan tantangan dan tuntunan zamannya. Tetapi secara substansi pendidikan akhlak difahami secara teologis sebagai kewajiban agama yang diperintahkan Allah SWT kepada umatnya. Dengan demikian pendidikan akhlak dilaksanakn tidak atas tuntutan zaman, tetapi atas kewajiban agama yang harus diajarkan pada setiap generasi umat manusia, walaupun tentu saja bentuk implementasinya disesuaikan dengan tempat dan waktu. Karena akhlak dalam Islam adalah hirarki tertinggi dalam pencapaian derajat kemuliaan manusia.

para ulama dan cendekiawan muslim merumuskan pendidikan akhlak dengan berbagai pendekatan.

Mansur (2009:221) mengatakan bahwa akhlak umumnya disamakan artinya dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan santun dalam bahasa Indonesia, dan tidak berbeda pula dengan arti kata moral, ethic dalam bahasa inggris. Manusia akan menjadi sempurna jika mempunyai akhlak terpuji serta menjauhkan segala akhlak tercela. Akhlak menurut Matta (2006:14) adalah sikap mental yang mengakar dalam diri yang diwujudkan dalam bentuk tindakan dan prilaku yang bersifat tetap, alamiah dan trefleks yang dihasilkan dari proses pemberian nilai dan pemikiran sebelumnya.

Alim (2011:151-152) menjelaskan bahwa suatu perbuatan atau sikap dapat dikategorikan akhlak apabila

(7)

Volume 6, Nomor 1, juni 2022 731

“1) perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya; 2) perbuatan dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran; 3) perbuatan tersebut tanpa paksaan dari luar; dan 4) perbuatan dilakukan bukan dengan main-main. Hakikat akhlak adalah perpaduan antara lahir dan batin. Seseorang dikatakan berakhlak apabila seirama antara perilaku lahirnya dan batinnya. Karena akhlak itu terkait dengan hati, maka pensucian hati adalah salah satu jalan untuk mencapai akhlak mulia. Di dalam pandangan Islam hati yang kotor akan menghalangi seseorang mencapai akhlak mulia”

Bisa saja seseorang berperilaku baik namun kebaikannya itu bukan merupakan akhlak mulia, hal ini disebabkan karena kebaikan tersebut tidak dilandasi oleh hati yang mulia pula dan ketidak mampuan dalam mengelola emosi dan spiritualnya. Akhlak merupakan suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian. Dari sini timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pikiran.

Akhlak adalah kondisi atau sifat yang terpatri dan meresap dalam jiwa, sehingga pelaku perbuatan melakukan sesuatu itu secara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat, karena seandainya ada orang yang mendermakan hartanya dalam keadaan yang jarang sekali untuk dilakukan (mungkin karena terpaksa atau mencari muka), maka bukanlah orang tersebut dianggap dermawan sebagai cerminan dari kepribadiannya. Sifat yang telah meresap dan terpatri dalam jiwa itu juga disyaratkan dapat menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan lagi (Hidayat, 2013:5).

Mustofa (2014:16) mengungkapkan bahwa akhlak itu sendiri bukanlah perbuatan, melainkan gambaran bagi jiwa yang tersembunyi. Oleh karenanya dapat disebutkan bahwa akhlak itu adalah nafsiah (bersifat kejiwaan) atau maknawiyah (sesuatu yang abstrak), dan bentuknya yang kelihatan dinamakan muamalah (tindakan) atau suluk (perilaku), maka akhlak adalah sumber dan perilaku

(8)

Volume 6, Nomor 1, juni 2022 732 adalah bentuknya. Adapun akhlak dalam penelitian ini diukur dengan menahan akhlak kepada Allah, manusia, dan alam.

Al-Ghazali memberikan kriteria terhadap akhlak. Yaitu, bahwa akhlak harus menetap dalam jiwa dan perbuatan itu muncul dengan mudah tanpa memerlukan penelitian teriebih dahulu. Dengan kedua kriteria tersebut, maka suatu amal itu memiliki korespondensi dengan faktor-faktor yang saling berhubungan yaitu: perbuatan baik dan keji, mampu menghadapi keduanya, mengetahui tentang kedua hal itu, keadaan jiwa yang ia cenderung kepada salah satu dari kebaikan dan bisa cendrung kepada kekejian. Akhlak bukan merupakan "perbuatan", bukan "kekuatan", bukan "ma'rifah" (mengetahui dengan mendalam). Yang lebih sepadan dengan akhlak itu adalah "hal" keadaan atau kondisi: di mana jiwa mempunyai potensi yang bisa memunculkan dari padanya manahan atau memberi. Jadi akhlak itu adalah ibarat dari " keadaan jiwa dan bentuknya yang bathiniah"

Dengan menggunakan perspektif akhlak dalam pendidikan karakter, maka Islam berfungsi sebagai core ethical values, Nilai etika inti sebagai sumber perilaku individu. Ada beberapa core ethic yang diturunkan sebagai nilai yang dapat diajarkan melalui metodology pendidikan. Ketika kita bicara nilai-nilai dalam pendidikan karakter, maka nilai itu harus dapat diajarkan (teachable) di rumah, di sekolah maupun di masyarakat. Nilai-nilai tersebut bisa disepakati dan berlaku umum dalam konteks pendidikan karakter, sebagai nilai yang baik, disepakati bersama dan perlu diajarkan, untuk membentuk karakter anak-anak masyarakat dan bangsanya. Nilai- nilai tersebut memiliki sifat direktif, karena dia mengarahkan pada prilaku yang baik, bertanggung jawab dan sampai pada tujuan pendidikan nasional. Islam sebagai kerangka konsep dapat dijabarkan dalam skema di bawah ini.

Islam sebagai basis pendidikan karakter dijadikan sebagai kerangka konsep untuk pengembangan pendidikan karakter. Manusia sebagai subjek dan sekaligus objek dalam pendidikan karakter. Manusia terdiri dari aspek fisik jasmanai yakni;

kesehatan, kebersihan, kerapihan. Aspek Spiritual berkaitan dengan pengembangan keberagamaan peserta didik yakni keimanan dan ketaqwaan. Aspek Emosi berkaitan dengan pengembangan aspek afektif peserta didik yakni; peduli, kreatif, emphati.

Aspek Intelektual berkaitan dengan kecerdasan peserta didik. Aspek-aspek karakter inilah yang dikembangkan dalam pendidikan karakter bangsa

Prinsip Pendidikan Karakter

Character Education Quality Standards merekomendaikan sebelas prinsip untuk mewujudkan pendidikan karakter yang efektif, sebagai berikut:

1) Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter.

2) Mengidentifikasikan karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan dan perilaku.

(9)

Volume 6, Nomor 1, juni 2022 733 3) Mengguanakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk

membangun karakter.

4) Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.

5) Memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan perilaku yang baik.

6) Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua siswa, membangun karakter mereka dan membantu mereka untuk sukses.

7) Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri para siswa.

8) Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter yang setia kepada nilai dasar yang sama.

9) Adanya pembagian kepimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter.

10) Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter.

11) Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan siswa.

Implementasi Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter harus ditumbuhkembangkan sejak dini dan berkelanjutan, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah hingga lingkungan masyarakat luas. Lalu, bagaimana pendidikan karakter dikembangkan di sekolah? Proses pengembangan nilai- nilai budaya dan karakter bangsa harus dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dalam setiap kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler, dan melalui budaya sekolah.

Dengan demikian, dalam melaksanakan pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen- komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko- kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah. Kriteria pencapaian pendidikan karakter di tingkat satuan pendidikan adalah terbentuknya budaya sekolah, yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah dan masyarakat sekitar sekolah yang berlan- daskan nilai-nilai yang dikembangkan.

Pembangunan karakter berlaku bagi seluruh lapisan masyarakat dan bangsa baik anak- anak, kaum muda, juga para orang tua. Tulisan ini memfokuskan pembangunan karakter pada anak usia prasekolah. Usia ini mejadi pilihan karena saat yang paling tepat untuk melakukan penyemaian nilai-nilai dasar manusia dan etika-moral yang luhur sesuai dengan

(10)

Volume 6, Nomor 1, juni 2022 734 tahapan dan tugas perkembangannya. Nilai dasar yang paling utama disemaikan kepada usia ini, yaitu kejujuran, tanggung jawab, kebaikan hati, kemurahan hati, keteguhan hati, kebebasan, kesetaraan, dan sikap respek terhadap fenomena yang terjadi di sekitarnya.

(Arifin, 2018)

Pendidikan karakter harus diajarkan secara sistematis dan holistik dengan menggunakan metode knowing the good, loving the good, dan acting the good.

Knowing the good bisa mudah diajarkan sebab hanya bersifat pengetahuan atau kognitif. Setelah knowing the good harus ditumbuhkan loving the good, yakni bagaimana seseorang merasakan dan mencintai kebajikan yang diajarkan, sehingga tumbuh kesadaran bahwa seseorang mau melakukan kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah tumbuh rasa cinta dan kemauan melakukan kebajikan, maka akan tumbuh acting the good, kebiasaan melakukan kebajikan secara spontan.

Inilah tujuan akhir pendidikan karakter, yakni terbentuknya pribadi yang secara spontan mampu melakukan kebajikan sesuai nilai-nilai yang diajarkan. Ini pula yang oleh para filosof muslim disebut akhlak, yaitu kemampuan jiwa untuk melahirkan suatu perbuatan secara spontan tanpa pemikiran dan pemaksaan.

Lebih lanjut, metode penanaman nilai-nilai karakter di sekolah sebagaimana diungkapkan Aan Hasanah bahwa: “bentuk-bentuk penanaman penanaman nilai- nilai karakter dapat melalui: “(1) pengajaran, (2) keteladanan, (3) pembiasaan, (4) pemotivasian, (5) penegak aturan.(Hasanah, 2013:134-138)

1) Pengajaran sering didefinisikan sebagai sebuah proses penyampaian informasi atau pengetahuan dari guru atau pendidik kepada peserta didik.

Pengajaran juga bermakna proses mengajar.

2) Keteladanan menempati posisi yang sangat penting. Pendidik harus terlebih dahulu memiliki karakter yang hendak diajarkan. Keteladanan tidak hanya bersumber dari pendidik, melainkan dari lingkungan pendidikan bersangkutan, termasuk keluarga dan masyarakat.

3) Pembiasaan merupakan upaya praktis dalam pembinaan dan pembentukan karakter peserta didik. Upaya ini untuk melakukan stabilisasi dan pelembagaan nilai-nilai keimanan dalam peserta didik yang diawali dari pembiasaan aksi ruhani dan aksi jasmani.

4) Memotivasi berarti melibatkan peserta didik dalam proses pendidikan.

Peserta didik diberi kesempatan untuk berkembang secara optimal dan mengeksplorasi seluruh potensi yang dimiliki peserta didik. Dengan demikian peserta didik akan merasa terdorong untuk melakukan tindakan-tindakan yang dilandasi kesadaran akan jati diri dan tanggungjawab peserta didik.

5) Penegakan aturan merupakan aspek yang harus diperhatikan dalam pendidikan, terutama pendidikan karakter. Dengan menegakkan aturan diharapkan segala kebiasaan baik dari adanya penegakan aturan akan

(11)

Volume 6, Nomor 1, juni 2022 735 membentuk karakter berprilaku

Keberhasilan pendidikan karakter ditandai dengan adanya perubahan perilaku siswa ke arah yang lebih baik berdasarkan kesadaran masing-masing dan bukan merupakan sebuah paksaan, perubahan itu bersifat permanen sehingga hasilnya dapat dirasakan sebagai hasil pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu menjadi manusia Indonesia yang berkarakter kuat (Insan Kamil).(Permana et al., 2021)

KESIMPULAN DAN SARAN

Karakter adalah watak, tabiat, akhlak atau kepribadian seseorang, yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebijakan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan sebagai cara pandang, berfikir, bersikap, dan bertindak. Ada beberapa landasan yang menjadi dasar dalam pendidika karakter diantaranya: landasan ontology, epistemologi dan aksiologi. Konsep dalam pendidikan Islam yang merupakan pendidikan yang mengembangkan karakter anak didik. Pendidikan akhlak adalah pendidikan yang dimaksudkan sebagai bentuk pendidikan untuk mengembangkan sikap, watak, dan karakter anak didik. Pendidikan akhlak terus mengalami perkembangan secara metodologis sesuai dengan tantangan dan tuntunan zamannya. Pendidikan karakter harus ditumbuhkembangkan sejak dini dan berkelanjutan, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah hingga lingkungan masyarakat luas. Pendidikan karakter harus diajarkan secara sistematis dan holistik dengan menggunakan metode knowing the good, loving the good, dan acting the good.

DAFTAR PUSTAKA

Alim, M. (2011). Pendidikan agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim. Rosdakarya.

Arifin, B. S. (2018). Membangun Karakter Pada Anak Usia Prasekolah. Psympathic : Jurnal Ilmiah Psikologi, 1(1), 15–24. https://doi.org/10.15575/psy.v1i1.2163 Fattah, A., Syairozi, M. I., & Rohimah, L. (2021). “YOUTH CREATIVE

ENTERPRENEUR EMPOWERMENT (YOUTIVEE)”: Solutions for Youth to

Contribute to the Economy and Reduce Unemployment. International Journal of Economics, Business and Accounting Research (IJEBAR), 5(3), 1689-1697.

Hasanah, A. (2012a). Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Insan Komunika.

Hasanah, A. (2012b). Pengembangan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Pada Masyarakat Minoritas (Studi Atas Kearifan Lokal Masyarakat Adat Suku Baduy Banten),. Jurnal Analisis :Jurnal Studi Keislaman, XII, 209–229.

(12)

Volume 6, Nomor 1, juni 2022 736 Hasanah, A. (2013). Pendidikkan dalam Perspektif Karakter. Insan Komunika.

Hidayat, N. (2013). Akhlak Tasawuf. Penerbit Ombak.

Mansur. (2009). Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Pustaka Belajar.

Matta, M. A. (2006). Membentuk Karakter Cara Islam. Al-I’tishom Cahaya Uma.

Mustofa. (2014). Akhlak Tasawuf. Pustaka Setia.

Permana, H., Fauzi, I. A. H., Hasanah, A., & Arifin, B. S. (2021). Pengembangan Model Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah. Muntazam: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 02(1), 41–55.

https://journal.unsika.ac.id/index.php/muntazam/article/view/5339 Syairozi, M. I. (2017). Percepatan Pengurangan Kemiskinan Sektor Pertanian di

Kabupaten Malang. In Seminar Nasional & Call For Paper, FEB Unikama (pp.

145-155).

Referensi

Dokumen terkait

Tinjauan Filsafati Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Manajemen Pembelajaran Berbasis Teori Sibernetik , Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang, hal. diakses

Pendidikan karakter merupakan pendidikan seumur hidup yang dibutuhkan oleh sEmua orang. Pendidikan ini tidak hanya diberikan oleh teori-teori semata yang diberikan oleh

Pandangan Ki Hadjar Dewantara yang akan ditelaah dalam artikel ini meliputi: tri pusat pendidikan karakter, teori Trikon sebagai rujukan pendidikan karakter, asas dan

Artikel ini mereview buku karya Charles Tilly yang membahas tentang peran geografi dalam pengembangan pendidikan karakter

Ruang lingkup filsafat meliputi ontologi, epistemologi, dan aksiologi, tujuannya adalah pengertian dan kebijaksanaan, dengan ciri-ciri berpikir yang menyeluruh, mendasar, rasional, dan

Pengembangan ilmu pengetahuan harus berlandaskan pada kerangka eksistensi ilmu yang terdiri dari ontologi, epistemologi, dan aksiologi karena: Ontologi memastikan landasan yang jelas

Artikel ini membahas peran sosiologi dan antropologi pendidikan dalam upaya penguatan mutu pendidikan

Arsitektur merupakan sebuah ilmu pengetahuan yang memiliki landasan ontologi, epistemologi, dan aksiologi yang kuat, serta memiliki fungsi utilitaris dan