LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN DI RSUD MUHAMMAD ZEIN BELITUNG TIMUR
Disusun oleh:
Anisa Saphira (214840103)
Elsa Safira (214840116)
Indah Kusuma (214840119)
Muhammad Ifal Riansyah (214840124)
Mutiara (214840125)
Nurul Intan Fatimah (214840127) Sabari Ramadhan (214840132) Tri Putri Ananda (214840138)
PROGRAM STUDI FARMASI
POLTEKKES KEMENKES PANGKALPINANG TAHUN 2024
ii Disusun oleh:
Anisa Saphira (214840103)
Elsa Safira (214840116)
Indah Kusuma (214840119)
Muhammad Ifal Riansyah (214840124)
Mutiara (214840125)
Nurul Intan Fatimah (214840127) Sabari Ramadhan (214840132) Tri Putri Ananda (214840138)
Pembimbing:
apt. Maylani Esfarida, S.Farm apt. Dela Lanaya, M.Farm
Fauziah Inda Sari, ST Dwi Varamsi, AMF
PROGRAM STUDI FARMASI
POLTEKKES KEMENKES PANGKALPINANG TAHUN 2024
iii
PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN DI RSUD MUHAMMAD ZEIN BELITUNG TIMUR
Disusun oleh:
Anisa Saphira (214840103)
Elsa Safira (214840116)
Indah Kusuma (214840119)
Muhammad Ifal Riansyah (214840124)
Mutiara (214840125)
Nurul Intan Fatimah (214840127) Sabari Ramadhan (214840132) Tri Putri Ananda (214840138)
Telah disahkan dan diterima sebagai syarat responsi Praktek Kerja Lapangan di Program Studi Farmasi Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang
Pangkalan Baru, 17 Mei 2024
Pembimbing Lahan Pembimbing Kampus
apt. Maylani Esfarida. S, S. Farm
NIP 1990050220190022008
apt. Dela Lanaya, M.Farm NUPN 7700009920
Pembimbing Kampus Pembimbing Kampus Dwi Varamsi, AMF
NIP 1993040220150310002
Fauziah Indasari, ST NIP 198305162005012004 Mengetahui,
Kepala Instalasi Farmasi RSUD Muhammad Zein
Ketua Program Studi Farmasi
apt. Maylani Esfarida S.S.
NIP 19900502200190022008
Eva Dewi Rosmawati Purba, M.Kes NIP 197901152012122002
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur praktikan panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga praktikan dapat menyelesaikan laporan “Praktek Kerja Lapangan (PKL) di RSUD Muhammad Zein Belitung Timur”. Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu persyaratan akademis dalam rangka menyelesaikan Diploma III pada Jurusan Farmasi di Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang.
Praktikan menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, praktikan mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada:
1. Bapak Akhiat, SKM, M.Si selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang.
2. Ibu dr. Vonny Primasari selaku Direktur RSUD Muhammad Zein Belitung Timur.
3. Ibu Eva Dewi Rosmawati Purba, M.Kes selaku Ketua Program Studi Farmasi Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang.
4. Ibu apt. Maylani Esfarida. S, S.Farm selaku Kepala Instalasi Farmasi RSUD Muhammad Zein Belitung Timur dan sekaligus selaku Pembimbing Lahan atas bimbingan dan arahannya yang telah diberikan kepada praktikan.
5. Ibu apt. Dela Lanaya, M.Farm selaku Pembimbing Kampus atas bimbingan dan arahannya yang telah diberikan kepada praktikan.
6. Ibu Fauziah Indasari, ST selaku Pembimbing Kampus atas bimbingan dan arahannya yang telah diberikan kepada praktikan.
7. Bapak Dwi Varamsi, AMF selaku Pembimbing Kampus atas bimbingan dan arahannya yang telah diberikan kepada praktikan.
8. Segenap dosen dan staf Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang.
9. Seluruh staf dan karyawan RSUD Muhammad Zein Belitung Timur.
v
Laporan Praktek Kerja Lapangan ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan.
Oleh karena itu, praktikan mengharapakan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Akhir kata praktikan mengharapkan semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Pangkalan Baru,17 mei 2024
Praktikan
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan ... 4
C. Manfaat ... 5
1. Bagi RSUD Muhammad Zein ... 5
2. Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang ... 6
3. Bagi Praktikan ... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
A. Tinjauan Teori ... 7
1. Rumah sakit ... 7
2. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) ... 9
3. Pelayanan kefarmasian ... 15
B. Profil RSUD Muhammad Zein ... 39
BAB III. URAIAN KEGIATAN ... 44
A. Waktu dan Tempat... 44
B. Uraian Kegiatan ... 44
BAB IV. PENUTUP ... 75
A. Kesimpulan ... 75
B. Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 78 LAMPIRAN
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Struktur Organisasi RSUD Muhammad Zein ... 41
Gambar 2 Struktur Organisasi IFRS RSUD Muhammad Zein ... 43
Gambar 3 Contoh Label High Alert, Label “Potential Error LASA”, Label “Perhatian! Elektrolit Konsentrat ... 51
Gambar 4 Resep yang Sudah Divalidasi dan Dilakukan Double Check oleh Apotek ... 52
Gambar 5 Etiket Obat... 54
Gambar 6 Buku Permintaan di Gudang Farmasi ... 56
Gambar 7 Praktikan Melakukan Double Check Kesesuaian Fisik dengan Buku Permintaan Barang yang akan didistribusikan ... 56
Gambar 8 Praktikan Melakukan Entry Data Distribusi Barang Keluar pada Komputer ... 56
Gambar 9 Serah Terima Sediaan dan Perbekalan Farmasi saat Proses Distribusi di Apotek Sentral ... 56
Gambar 10 Serah Terima Sediaan dan Perbekalan Farmasi saat Proses Distribusi di Apotek Depo IGD ... 57
Gambar 11 Kepala Ruang CSSD Menjelaskan Alur CSSD ... 58
Gambar 12 Form Pencatatan Alat Kesehatan dan Pakaian Linen yang akan Disterilkan ... 60
Gambar 13 Petugas CSSD Memakai APD Lengkap ... 60
Gambar 14 Tempat Perendaman Alat Berbahan Logam ... 61
Gambar 15 Mesin Washer Disinfector ... 62
Gambar 16 Mesin Pengering ... 62
Gambar 17 Mesin Seal Packing ... 63
Gambar 18 Pemberian Indikator Luar dan Indikator Dalam pada Alat/Instrumen yang akan Disterilisasi ... 63
Gambar 19 Mesin Steam Sterilisasi ... 64
Gambar 20 Rak Penyimpanan Alat/Instrumen yang Sudah Disterilisasi ... 64
Gambar 21 Telaah Resep ... 66
viii
Gambar 22 Praktikan Melakukan Penyerahan Obat dan PIO di Apotek
Sentral ... 68
Gambar 23 Surat Pesanan Reguler ... 70
Gambar 24 Surat Pesanan Khusus ... 71
Gambar 25 Praktikan Melakukan Kegiatan Penerimaan ... 72
Gambar 26 Faktur ... 72
Gambar 27 Rak Penyimpanan Obat ... 73
Gambar 28 Praktikan Mendistribusikan Obat ke Ruang Isolasi, NICU, dan Ruang Penyakit Dalam ... 79
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Form Checklist Ketercapaian Pembelajaran Lampiran 2 Log Book Harian
Lampiran 3 Form Inventarisir Daftar Obat
Lampiran 4 Form Inventarisir Daftar BMHP dan Alat Kesehatan Lampiran 5 Dokumentasi Kegiatan selama Pelaksanaan PKL
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian (Kemenkes, 2016).
Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi, mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari paradigma lama (orientasi obat/produk) ke paradigma baru (orientasi pasien) dengan filosofi pharmaceutical care (asuhan kefarmasian). Praktik pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Saat ini sebagian besar rumah sakit di Indonesia belum melakukan kegiatan pelayanan farmasi seperti yang diharapkan, mengingat beberapa kendala antara lain kemampuan tenaga farmasi, terbatasnya pengetahuan manajemen rumah sakit akan fungsi farmasi rumah sakit, kebijakan manajemen rumah sakit, dan terbatasnya pengetahuan pihak-pihak terkait tentang pelayanan farmasi rumah sakit. Akibat kondisi ini maka pelayanan farmasi rumah sakit masih bersifat konvensional yang hanya berorientasi pada produk yaitu sebatas penyediaan dan pendistribusian (Rusli, 2016).
Mengingat standar pelayanan farmasi rumah sakit sebagaimana tercantum dalam standar pelayanan rumah sakit masih bersifat umum, maka untuk membantu pihak rumah sakit dalam mengimplementasikan standar pelayanan rumah sakit tersebut perlu dibuat standar pelayanan farmasi di Rumah sakit sehubungan dengan berbagai kendala sebagaimana disebut di atas, maka sudah saatnya pula farmasi rumah sakit menginventarisasi semua kegiatan farmasi yang harus dijalankan dan berusaha mengimplementasikan secara prioritas dan simultan sesuai kondisi rumah sakit (Rusli, 2016)
Pelayanan kefarmasian di Rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik. Pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat (Rusli, 2016).
Standar pelayanan farmasi rumah sakit sebagaimana tercantum dalam standar pelayanan rumah sakit masih bersifat umum, maka untuk membantu pihak rumah sakit dalam mengimplementasikan standar pelayanan rumah sakit tersebut perlu dibuat tuntutan rumah sakit dan pasien (Rusli, 2016),
Praktik kefarmasian adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh tenaga farmasi dalam menjalankan pelayanan farmasi yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Rusli, 2016).
Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian, apoteker dapat dibantu oleh apoteker pendamping dan atau tenaga teknis kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi/ Asisten Apoteker (Pemerintah, 2009).
Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang selama menempuh pendidikan lebih banyak diberikan bekal ilmu teori. Kemampuan dasar yang diberikan melalui kegiatan perkuliahaan formal seperti keterampilan (skill), sikap (attitude), dan pengetahuan, tidak semuanya dicapai. Maka dari itu untuk menghadapi persaingan dunia kerja yang semakin kompetitif diperlukan. adanya pelatihan dan pengembangan kemampuan. Salah satu bentuk pelatihan dan pengembangan untuk memasuki dunia kerja yaitu Praktik Kerja Lapangan (PKL). Praktik Kerja Lapangan (PKL) merupakan kegiatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas kemampuan para mahasiswanya yang akan menjadi tenaga kerja nantinya. Mahasiswa diharapkan dapat lebih terampil, berpengetahuan, dan berpengalaman sebelum memasuki dunia kerja sebenarnya melalui kegiatan PKL.
Kegiatan PKL merupakan salah satu mata kuliah dalam kurikulum Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang dilaksanakan untuk meningkatkan kompetensi para
lulusannya. Pelaksanaan PKL akan memberikan gambaran yang lebih komprehensif kepada para mahasiswa secara nyata mengenai dunia kerja.
Mahasiswa diharapkan dapat lebih mengenal, mengetahui, dan berlatih menganalisis kondisi lingkungan dunia kerja.
Berdasarkan latar belakang di atas, untuk membentuk ahli madya farmasi yang kompeten, terampil dalam menangani pekerjaan maka dapat dicapai melalui pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) bagi mahasiswa Prodi Farmasi yang diselenggarakan oleh Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang di lahan praktek salah satunya di Rumah Sakit Muhammad Zein.
B. Tujuan
1. Mampu melaksanakan praktik farmasi dengan prinsip etis dan peka budaya sesuai dengan kode etik Tenaga Teknis Kefamasian Indonesia (1l).
2. Menguasai etika, hukum dan standar pelayanan farmasi sebagai landasan dalam memberikan pelayanan kefarmasian (2d).
3. Menguasai konsep dan prinsip “Patient safety” (2e).
4. Menguasai teknik, prinsip, dan prosedur pembuatan sediaan farmasi yang dilakukan secara mandiri atau berkelompok (2f).
5. Menguasai konsep teoritis dan prosedur managemen dan distribusi perbekalan farmasi (2g).
6. Menguasai jenis dan manfaat penggunaan perbekalan farmasi dan alat kesehatan (2h).
7. Menguasai konsep dan prinsip sterilisasi (2i).
8. Menguasai konsep, prinsip dan teknik komunikasi dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian (2k).
9. Mampu menyelesaikan pelayanan resep (penerimaan, skrining administrasi;
penyiapan dan peracikan sediaan farmasi; pemberian informasi); pelayanan swamedikasi; pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai, pekerjaan teknis farmasi klinik sesuai dengan etik dan aspek legal yang berlaku (4a).
10. Mampu melakukan pekerjaan produksi sediaan farmasi yang meliputi menimbang, mencampur, mencetak, mengemas dan menyimpan mengacu pada cara pembuatan yang baik (good manufacturing practice) sesuai dengan aspek legal yang berlaku (4b).
11. Mampu melaksankan distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan, vaksin, dan bahan medis habis pakai mengacu pada cara distribusi yang baik yang telah ditetapkan sesuai dengan etik dan aspek legal yang berlaku (4c).
12. Mampu menyampaikan informasi terkait pelayanan kefarmasian melalui komunikasi yang efektif baik interpersonal maupun profesional kepada pasien, sejawat, apoteker, praktisi kesehatan lain dan masyarakat sesuai dengan kewenangan yang menjadi tanggung jawabnya (4e)
C. Manfaat
1. Bagi RSUD Muhammad Zein Belitung Timur
Bisa berkontribusi dalam pendidikan calon tenaga kesehatan dan meluaskan jaringan kerjasama dengan institusi kesehatan.
2. Bagi Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang
Sebagai sumber pustaka dan tambahan wawasan belajar bagi seluruh mahasiswa Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang mengenai lingkungan pekerjaan dan sarana dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang diterima selama melaksanakan pendidikan dan terselenggaranya praktik pendidikan bagi program Diploma III Farmasi.
3. Bagi Praktikan
Sarana untuk mendapatkan pembelajaran dan pengalaman praktik langsung di lahan pelayanan kefarmasian serta melatih kemampuan dan keterampilan yang telah diperoleh selama pendidikan di Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang dan juga sebagai wadah menambah keahlian dan pengetahuan bagi mahasiswa praktek kerja lapangan Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang agar menjadi tenaga kesehatan kefarmasian yang unggul.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori 1. Rumah sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
a. Fungsi rumah sakit
Pemerintah (2009) menyatakan bahwa rumah sakit mempunyai fungsi sebagai berikut:
1) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;
2) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
3) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan
4) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
b. Jenis dan klasifikasi rumah sakit
Kemenkes (2020) menyatakan bahwa klasifikasi rumah sakit ada 2 yaitu:
1) Rumah sakit umum
Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.
Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, rumah sakit umum diklasifikasikan menjadi:
a) Rumah sakit umum kelas A b) Rumah sakit umum kelas B c) rumah sakit umum kelas C d) rumah sakit umum kelas D 2) Rumah sakit khusus
Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Rumah sakit khusus diklasifikasikan menjadi:
a) Rumah sakit khusus kelas A b) Rumah sakit khusus kelas B c) Rumah sakit khusus kelas C
c.
Bentuk jenis rumah sakitRumah sakit dapat berbentuk rumah sakit statis, rumah sakit bergerak, atau rumah sakit lapangan.
1) Rumah sakit statis merupakan rumah sakit yang didirikan di suatu lokasi dan bersifat permanen untuk jangka waktu lama dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan kegawatdaruratan.
2) Rumah sakit bergerak merupakan rumah sakit yang siap guna dan bersifat sementara dalam jangka waktu tertentu dan dapat dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lain. Rumah sakit bergerak dapat berbentuk bus, pesawat, kapal laut, karavan, gerbong kereta api, atau kontainer.
Rumah sakit bergerak difungsikan pada daerah tertinggal, perbatasan, kepulauan, daerah yang tidak mempunyai rumah sakit, dan/atau kondisi bencana dan situasi darurat lainnya. Rumah sakit bergerak dalam memberikan pelayanan kesehatan harus melapor kepada kepala dinas kesehatan daerah kabupaten/kota tempat pelayanan kesehatan diberikan.
3) Rumah sakit lapangan merupakan rumah sakit yang didirikan di lokasi tertentu dan bersifat sementara selama kondisi darurat dan masa tanggap darurat bencana, atau selama pelaksanaan kegiatan tertentu.
Rumah sakit lapangan sebagaimana dapat berbentuk tenda, kontainer, atau bangunan permanen yang difungsikan sementara sebagai rumah sakit.
2. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) a. Definisi IFRS
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Instalasi farmasi rumah sakit merupakan unit fungsional yang terdiri dari unit yang melaksanakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit (Kemenkes, 2016).
b. Tujuan IFRS
Pertama, Mencapai pelayanan kefarmasian yang optimal dalam keadaan biasa maupun gawat darurat, tergantung kondisi pasien dan fasilitas yang tersedia. Kedua, melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian secara profesional berdasarkan proses kefarmasian dan etika profesi. Ketiga, memberikan informasi dan edukasi kepada pasien dan tenaga kesehatan lainnya. Keempat, Memberikan informasi terkini perbekalan farmasi kepada tenaga kesehatan lainnya. Kelima, melaksanakan pengawasan perbekalan farmasi sesuai ketentuan yang berlaku. Keenam, melakukan dan memberikan pelayanan bermutu melalui analisa telaah dan evaluasi pelayanan, yang dimaksud dengan pelayanan bermutu memenuhi standart pelayanan minimum RS melalui analisa waiting time dan survey kepuasan pasien. Ketujuh, mengadakan penelitian dibidang farmasi dan peningkatan metoda.
c. Tugas dan fungsi IFRS
Tugas dan fungsi IFRS menurut Permenkes No. 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
1) Tugas IFRS meliputi:
a) Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai prosedur dan etika profesi.
b) Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien.
c) Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai guna memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta meminimalkan resiko.
d) Melaksanakan komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) serta memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien.
e) Berperan aktif dalam komite/Tim Farmasi dan Terapi.
f) Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan pelayanan kefarmasian.
g) Memfasilitas dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit (Kemenkes, 2016).
2) Fungsi IFRS meliputi:
a) Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
i. Memilih sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit.
ii. Merencanakan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai secara efektif dan optimal.
iii. Mengadakan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai berpedoman pada perencanaaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku.
iv. Memproduksi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
v. Menerima sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku.
vi. Menyimpan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian.
vii. Mendistribusikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai ke unit-unit pelayanan di rumah sakit.
viii. Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu.
ix. Melaksanakan pelayanan obat “unit dose” satu dosis sehari.
x. Melaksanakan komputerisasi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai (apabila sudah memungkinkan).
xi. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
xii. Melakukan pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang sudah tidak dapat digunakan.
xiii. Mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
xiv. Melakukan administrasi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai (Menkes RI, 2016).
b) Pelayanan farmasi klinik:
i. Mengkaji dan melaksanakan pelayanan resep atau permintaan obat
ii. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan obat.
iii. Melaksanakan rekonsiliasi obat.
iv. Memberikan informasi dan edukasi penggunaan obat baik berdasarkan resep maupun obat non resep kepada pasien/keluarga pasien.
v. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
vi. Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lain.
vii. Memberikan konseling pada pasien/atau keluarganya.
viii. Melaksanakan Pemantaun Terapi Obat (PTO) a) Pemantauan efek terapi obat
b) Pemantauan efek samping obat
c) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) ix. Melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) x. Melaksanakan dispensing sediaan steril:
a) Melakukan pencampuran obat suntik b) Menyiapkan nutrisi parenteral
c) Melaksanakan penanganan sediaan sitostatika
d) Melaksanakan pengemasan ulang sediaan steril (Kemenkes, 2016)
3) Pengelolaan perbekalan kefarmasian
Siklus pengelolaan perbekalan kefarmasian (Drug management cycle) di Rumah sakit meliputi:
a) Pemilihan/seleksi b) Perencanaan c) Pengadaan d) Penerimaan e) Penyimpanan
f) Pendistribusian logistik farmasi ke depo farmasi g) Peresepan/prescribing
h) Distribusi ke pasien
i) Pendokumentasian (mutu dan safety pasien)
j) Pemantauan Terapi Obat (PTO) 3. Pelayanan kefarmasian
Menurut Kemenkes (2016) standar pelayanan kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Menurut Kemenkes (2016) pengaturan standar pelayanan kefarmasian di Rumah sakit bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian.
b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian.
c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
Pemerintah (2009) menyatakan bahwa rumah sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan. Persyaratan kefarmasian harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang bermutu, bermanfaat, aman, dan terjangkau.
Pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai serta kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana, dan peralatan.
a. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan proses yang efektif untuk menjamin kendali mutu dan kendali biaya. Pemerintah (2009) menyatakan bahwa pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan medis habis pakai di rumah sakit harus dilakukan oleh instalasi farmasi sistem satu pintu. Alat kesehatan yang dikelola oleh instalasi farmasi sistem satu pintu berupa alat medis habis pakai/peralatan non elektromedik, antara lain alat kontrasepsi (IUD), alat pacu jantung, implan, dan stent. Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan formularium, pengadaan, dan pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang bertujuan untuk mengutamakan kepentingan pasien melalui Instalasi Farmasi. Dengan demikian semua sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang beredar di Rumah Sakit merupakan tanggung jawab Instalasi Farmasi, sehingga tidak ada pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai di rumah sakit yang dilaksanakan selain oleh Instalasi Farmasi.
Dalam kebijakan pengelolaan sistem satu pintu, instalasi farmasi sebagai satu-satunya penyelanggaraan pelayanan kefarmasian, sehingga rumah sakit akan mendapatkan manfaat dalam hal:
1) Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
2) Standarisasi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
3) Penjaminan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
4) Pengendalian harga sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
5) Pemantauan terapi obat.
6) Penurunan risiko kesalahan terkait penggunaan sdiaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai (keselamatan pasien).
7) Kemudahan akses data sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang akurat.
8) Peningkatan mutu pelayanan rumah sakit dan citra rumah sakit.
9) Peningkatan pendapatan rumah sakit dan peningkatan kesejahteraan pegawai.
Rumah sakit perlu mengembangkan kebijakan pengelolaan obat untuk meningkatkan keamanan, khususnya obat yang perlu diwaspadai (high alert medication). High alert medication adalah obat yang harus diwaspadai karena sering menyebabkan terjadi kesalahan-kesalahan yang serius (sentinel event) dan obat yang berisiko tinggi menyebabkan Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD). Kelompok obat high alert diantaranya:
1) Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (nama obat rupa dan ucapan mirip, atau look alike sound alike/lasa).
2) Elektrolit konsentrasi tinggi (misalnya kalium klorida 2 mcg/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9%, dan magnesium sulfat sama dengan 50% atau lebih pekat).
3) Obat-obat sitostatika
Kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai (Kemenkes, 2016) meliputi:
1) Pemilihan
Menurut Kemenkes (2016), pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai ini berdasarkan formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosis dan terapi, standar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang telah ditetapkan, pola penyakit, efektifitas dan keamanan, pengobatan berbasis bukti, mutu, harga, dan ketersediaan di pasaran.
Kriteria pemilihan obat untuk masuk formularium rumah sakit sebagai berikut:
a) Mengutamakan penggunaan obat generik.
b) Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan penderita.
c) Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailibilitas.
d) Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan.
e) Praktis dalam penggunaan dan penyerahan.
f) Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien.
g) Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang tertinggi berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung.
h) Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence-based medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga yang terjangkau.
2) Perencanaan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efesien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar yang perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, dan kombinasi. Metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu, waktu tunggu pemesanan, dan rencana pengembangan.
3) Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan kegiatan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat
dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, pemilihan spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.
Guna memastikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan maka apabila proses pengadaan dilaksanakan oleh bagian lain dari luar instalasi farmasi harus melibatkan tenaga kefarmasian. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai antara lain:
a) Bahan baku obat harus disertai sertifikat analisis.
b) Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS).
c) Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus mempunyai nomor izin edar.
d) Expired date minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-lain).
Pengadaan dapat dilakukan melalui:
a) Pembelian
Rumah sakit pemerintahan dalam pembekalan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus sesuai dengan
ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:
i. Kriteria sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu obat.
ii. Persyaratan pemasok.
iii. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
iv. Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.
b) Produksi sediaan farmasi
Instalasi farmasi rumah sakit dapat memproduksi sediaan tertentu apabila:
i. Sediaan farmasi tidak ada di pasaran.
ii. Sediaan farmasi lebih murak apabila diproduksi sendiri.
iii. Sediaan farmasi dengan formula khusus
iv. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking.
v. Sediaan farmasi untuk penelitian.
vi. Sediaan farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru (recenter paratus).
Sediaan yang dibuat di rumah sakit harus memenuhi persyaratan mutu dan terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di rumah sakit tersebut.
c) Sumbangan/dropping hibah
Instalasi farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap penerimaan dan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai sumbangan/dropping/hibah.
Seluruh kegiatan penerimaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dengan cara sumbangan/dropping/hibah harus disertai dokumen administrasi yang lengkap dan jelas.
Penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dapat membantu pelayanan kesehatan. Jenis sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai harus sesuai dengan kebutuhan pasien di rumah sakit. Instalasi farmasi dapat memberikan rekomendasi kepada pimpinan rumah sakit untuk melakukan pengembalian/penolakan sumbangan/dropping/hibah sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang tidak bermanfaat bagi kepentingan pasien rumah sakit.
4) Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.
5) Penyimpanan
Sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai setelah diterima di Instalasi farmasi perlu dilakukan penyimpanan sebelum didistribusikan. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi dan penggolongan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai. Komponen yang harus diperhatikan antara lain:
a) Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat diberi label yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan dibuka, tanggal kedaluwarsa dan peringatan khusus.
b) Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk kebutuhan klinis yang penting.
c) Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien harus dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restriced) untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati.
d) Sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang dibawa oleh pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan dan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai dan disusun secara alphabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen. Penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip Look Alike Sound Alike (LASA) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan obat.
6) Pendsitribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan/menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah dan ketepatan waktu. Rumah sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai di unit pelayanan.
Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:
a) Sistem persediaan lengkap di ruangan (floor stock)
i. Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh instalasi farmasi.
ii. Sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan.
iii. Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola (diatas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada penanggung jawab ruangan.
iv. Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.
v. Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan interaksi obat pada setiap jenis obat yang disediakan di floor stock.
b) Sistem resep perorangan
Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai berdasarkan resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui instalasi farmasi.
c) Sistem unit dosis
Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai berdasarkan resep perorangan yang disiapakan dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap.
d) Sistem kombinasi
Sistem pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi a+b atau b+c atau a+c. Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk pasien rawat inap.
7) Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Pemusnahan dilakukan untuk sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai, meliputi:
a) Produk tidak memenuhi persyaratan mutu.
b) Telah kedaluwarsa.
c) Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan.
d) Dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan obat terdiri dari membuat daftar sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang akan dimusnahkan, menyiapkan berita acara pemusnahan, mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak terkait, menyiapkan tempat pemusnahan, melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta peraturan yang berlaku. Penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dilakukan oleh BPOM atau pabrikan asal. Rumah sakit harus mempunyai sistem pencatatan terhadap kegiatan penarikan.
8) Pengendalian
Tujuan pengendalian persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai adalah untuk:
a) Penggunaan obat sesuai dengan formularium rumah sakit.
b) Penggunaan obat sesuai dengan diagnosis dan terapi.
c) Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan, kerusakan, kedaluwarsa dan kehilangan serta pengembalian pesanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
Cara untuk mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai adalah:
a) Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving).
b) Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan berturut-turut (death stock).
c) Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.
9) Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai. Pelaporan dibuat secara periodik yang dilakukan instalasi farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan, triwulan, semester atau pertahun). Jenis-jenis pelaporan yang dibuat menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku.
Pencatatan dilakukan untuk persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM, dasar akreditasi rumah sakit, dasar audit rumah sakit dan dokumentasi farmasi pelaporan dilakukan sebagai komunikasi antara level manajemen, penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai kegiatan di instalasi farmasi dan laporan tahunan.
b. Pelayanan farmasi klinik
1) Pengkajian dan pelayanan resep
Pengkajian resep dilakukan untuk menganalisa adanya permasalahan terkait obat, dan apabila ditemukan masalah terkait obat harus segera dikonsultasikan kepada dokter penulis resep. Pengkajian resep dilakukan sebelum obat disiapkan untuk kemudian diserahkan kepada pasien dan dilakukan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan yaitu persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis.
a) Persyaratan administrasi meliputi: nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien; nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter; tanggal resep; dan ruangan/unit asal resep.
b) Persyaratan farmasetik meliputi: nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan; dosis dan jumlah obat; stabilitas; dan aturan dan cara penggunaan.
c) Persyaratan klinis meliputi: ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat; duplikasi pengobatan; alergi dan ROTD;
kontraindikasi; dan interaksi obat.
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi (Kemenkes, 2016).
2) Penelusuran riwayat penggunaan obat
Informasi terkait seluruh obat atau sediaan farmasi lainnya yang pernah dan sedang digunakan oleh pasien dapat ditelusuri dengan melakukan penelusuran riwayat penggunaan obat. Data tersebut bisa didapatkan melalui wawancara secara langsung dengan pasien atau keluarga atau bisa juga digunakan dengan melihat catatan riwayat kondisi kesehatan pasien melalui data rekam medis atau pencatatan penggunaan obat pasien. Ada beberapa tahapan dalam melakukan penelusuran riwayat penggunaan obat menurut Kemenkes (2016) yaitu:
a) Membandingkan riwayat penggunaan obat dengan data rekam medik/pencatatan penggunaan obat untuk mengetahui perbedaan informasi penggunaan obat.
b) Verifikasi riwayat penggunaan obat yang diberikan oleh tenaga kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika diperlukan.
c) Mendokumentasikan adanya alergi dan ROTD.
d) Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi obat.
e) Penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan obat.
f) Penilaian rasionalitas obat yang diresepkan.
g) Penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap obat yang digunakan.
h) Penilaian adanya bukti penyalahgunaan obat.
i) Penilaian terhadap teknik penggunaan obat.
j) Memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap obat dan alat bantu kepatuhan minum obat (concordance aids).
k) Mendokumentasikan obat yang digunakan pasien sendiri tanpa sepengetahuan dokter.
l) Mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan alternatif yang mungkin digunakan oleh pasien.
Kegiatan:
a) Penelusuran riwayat penggunaan obat kepada pasien/keluarganya.
b) Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan obat pasien.
Informasi yang harus didapatkan:
a) Nama obat (termasuk obat non Resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi penggunaan, indikasi dan lama penggunaan obat.
b) Reaksi obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi.
c) Kepatuhan terhadap regimen penggunaan obat (jumlah obat yang tersisa).
3) Rekonsiliasi obat
Rekonsiliasi obat merupakan proses pembuatan daftar paling akurat dari semua pengobatan yang diterima pasien termasuk nama obat, dosis, frekuensi dan rute serta dibandingkan dengan membandingkan daftar pengobatan saat masuk, pemindahan dan keluar rumah sakit dengan tujuan menyediakan obat yang benar untuk pasien disemua titik transisi. Melalui hal ini proses rekonsiliasi merupakan salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan obat (medication error) seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi obat. Kesalahan obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari rumah sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya.
Tahap proses rekonsiliasi obat:
a) Pengumpulan data.
b) Komparasi.
c) Konfirmasi kepada dokter bila terdapat ketidaksesuaian dokumentasi.
d) Komunikasi.
4) Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter, apoteker, perawat,profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit.
Bentuk kegiatan pelayanan informasi obat seperti:
a) Mendistribusikan dan membuka informasi kepada konsumen secara aktif dan pasif.
b) Memberikan jawaban atas pertanyaan pasien maupun tenaga kesehatan lewat telepon, surat atau tatap muka.
c) Penyediaan flyer, leaflet, tabel obat, poster, dan lain-lain.
d) Melaksanakan aktivitas penyuluhan untuk pasien rawat jalan dan rawat inap, serta masyarakat.
e) Edukasi bagi tenaga kefarmasian dan Nakes yang lain mengenai obat dan bahan medis sekali pakai
f) Memperbincangkan berbagai research mengenai obat dan aktivitas pelayanan kefarmasian.
5) Konseling
Konseling adalah suatu kegiatan identifikasi, mengetahui dan menyediakan solusi atas masalah yang dihadapi oleh pasien rawat inap, pasien rawat jalan serta keluarga pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat, sehingga pemahaman yang baik dan menyeluruh akan penggunaan dan cara penyimpanan obat, efek samping dan tanda-tanda toksisitas, jadwal dan tujuan penggunaan, dapat tersampaikan kepada pasien/keluarga pasien.
Bentuk pelayanan kegiatan konseling yang dapat dilakukan pada pelayanan farmasi klinik adalah
a) Menjalin komunikasi antar apoteker dan pasien.
b) Mempertayakan berbagai hal terkait obat disampaikan oleh dokter kepada pasien menggunakan metode pertanyaan (open-ended question), semisal hal-hal yang disebutkan oleh dokter mengenai obat, cara pemakaian, efek yang timbul dari mengonsumsi Obat tersebut, dan lain-lain.
c) Menjelaskan dan memberikan contoh tidak langsung mengenai cara penggunaan obat
d) Verifikasi akhir, yakni mengidentifikasi dan melihat pemahaman pasien serta memberikan saran terhadap masalah yang dihadapi pasien terkait dengan kegiatan kefarmasian.
6) Visite
Visite merupakan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker secara mandiri ataupun bersama dengan tim tenaga kesehatan lainnya.
Adapun tujuan dilakukannya visite yaitu untuk mengetahui dan mengamati kondisi klinis pasien secara langsung dan melaksanakan pengkajian mengenai obat, pemantauan terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya (Kemenkes, 2016).
Kegiatan visite selain dilakukan kepada pasien yang masih berada dalam perawatan juga bisa dilakukan terhadap pasien yang sudah keluar dari rumah sakit baik atas permintaan pasien maupun sesuai dengan program Rumah Sakit atau yang biasa disebut dengan
Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care). Apoteker mempersiapkan diri dengan mengumpulkan berbagai informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa terapi obat yang diberikan kepada pasien melalui rekam medis sebelum melakukan kegiatan visite (Kemenkes, 2016).
7) Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko ROTD.
Kegiatan dalam PTO menurut Kemenkes (2016) meliputi:
a) Pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respons terapi, ROTD.
b) Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat.
c) Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat.
Tahapan PTO menurut Kemenkes (2016) meliputi:
a) Pengumpulan data pasien.
b) Identifikasi masalah terkait obat
c) Rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat.
d) Pemantauan e) Tindak lanjut.
Faktor yang harus diperhatikan:
a) Kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis terhadap bukti terkini dan terpercaya (Evidence Best Medicine).
b) Kerahasiaan informasi
c) Kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat).
8) Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring efek samping obat adalah aktivitas pengecekan terhadap semua gejala yang timbul akibat dari penggunaan obat yang memberikan efek negatif atau tidak diharapkan terjadi pada dosis normal dengan tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi untuk memodifikasi fungsi fisiologis.
Kegiatan ini bertujuan untuk:
a) Mengidentifikasi efek samping obat secepatnya terutama yang berat, tidak dikenal dan jarang terjadi.
b) Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang telah diketahui atau yang baru saja ditemukan.
9) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Evaluasi penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif.
Tujuan EPO yaitu:
a) Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat.
b) Membandingkan pola penggunaan obat pada periode waktu tertentu.
c) Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat.
d) Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.
Kegiatan praktek EPO:
a) Mengevaluasi pengggunaan obat secara kualitatif.
b) Mengevaluasi pengggunaan obat secara kuantitatif.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:
a) Indikator peresepan.
b) Indikator pelayanan.
c) Indikator fasilitas.
10) Dispensing sediaan steril
Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.
Dispensing sediaan steril bertujuan:
a) Menjamin agar pasien menerima obat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan.
b) Menjamin sterilitas dan stabilitas produk.
c) Melindungi petugas dari paparan zat berbahaya.
d) Menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.
Kegiatan dispensing sediaan steril meliputi pencampuran obat suntik, penyiapan nutrisi parenteral, dan penanganan sediaan sitostatik.
11) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
Tujuan dari kegiatan pemantauan kadar obat dalam darah yaitu untuk mengetahui kadar obat dalam darah dan juga memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat. Pemantauan kadar obat dalam darah merupakan interpretasi hasil pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari Apoteker kepada dokter.
Pemantauan kadar obat dalam darah meliputi:
a) Penilaian kebutuhan pasien yang membutuhkan pemeriksaan PKOD.
b) Mendiskusikan kepada dokter untuk persetujuan melakukan PKOD.
c) Menganalisis hasil PKOD dan memberikan rekomendasi.
B. Profil Rumah Sakit Muhammad Zein Belitung Timur 1. Sejarah
Rumah Sakit Umum Daerah Muhammad Zein adalah rumah sakit umum tipe C yang satu-satunya di Kabupaten Belitung Timur dengan akreditasi lulus perdana. RSUD Muhammad Zein terletak di kecamatan Manggar tepatnya di lingkungan perkantoran Terpadu Pemerintahan Kabupaten Belitung Timur dibangun sejak tahun 2004. Mulai beroperasional pada tahun 2006 dengan kapasitas 50 tempat tidur. Adapun kondisi sumber daya manusia RSUD Muhammad Zein saat itu berjumlah 478 orang yang terdiri dari 35 orang tenaga dokter terdiri dokter Spesialis Penyakit Dalam, dokter Spesialis Bedah, dokter Spesialis Obgyn, dokter Spesialis Anak, dokter Spesialis Anastesi, dokter Spesialis Neurologi, dokter Spesialis Rehab Medik, dokter Spesialis Radiologi, dokter Spesialis Gigi Konservasi, Dokter Spesialis Patologi Anatomi, dokter Spesialis Patologi Klinik, dokter Spesialis THT, dokter Umum dan dokter Gigi, 217 terdiri tenaga perawat (159), Terapi Gigi dan Mulut(3), bidan (34), Apoteker (9) yang terdiri 7 PNS/CPNS dan 2 PPPK dan Asisten Apoteker (12) yang terdiri 8 PNS/CPNS dan 4 Hononer, 230 orang tenaga kesehatan lainnya, tenaga penunjang pelayanan dan administrasi yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS), dan Pegawai Pemerintah
dengan Perjanjian Kerja. Peningkatan jumlah sumber daya manusia ini diikuti pula oleh peningkatan sarana dan prasarana di RSUD Muhammad Zein.
Rumah Sakit Umum Daerah Muhammad Zein terdapat pelayanan rawat jalan, rawat inap, adapun pelayanan rawat jalan terdiri dari Spesialis Penyakit Dalam, Spesialis Bedah, Spesialis Anstesi, Spesialis Obsteri dan Ginekologi, Spesialis THT, Spesialis Rehabilitasi Medik, Spesialis Radiologi, dan Spesialis Patologi Klinis, Poli Umum dan Pelayanan Kesehatan Jiwa. Selain itu, dilengkapi dengan pelayanan penunjang anatara lain Instalasi Radiologi, Instalasi Laboratorium, Instalasi Farmasi, Instalasi Fisoterapi, Instalasi Pemulasaran Jenazah (IPJ), Instalasi Rawat Darurat yang melayani 24 jam serta pelayanan intensif.
2. Visi dan Misi RSUD Muhammad Zein Belitung Timur a. Visi
Menjadi rumah sakit dengan pelayanan prima dan terpercaya.
b. Misi
1) Mewujudkan tata kelola rumah sakit yang profesional dan akuntabel.
2) Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan secara komprehensif berkesimnambungan dan akuntabel.
3. Motto
Motto RSUD Muhammad Zein adalah “ Bersahabat, Tanggap dan Penuh Tanggung Jawab (BTP) yang bermakna hangat dan responsif dalam memenuhi kebutuhan pelanggan Rumah Sakit”.
4. Tugas dan Fungsi
Rumah Sakit Umum Daerah Muhammad Zein mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, gawat darurat dan pelayanan kesehatan jiwa.
Dalam menjalankan tugas UPT Rumah Sakit Umum Daerah Muhammad Zein mempunyai fungsi:
a. Penyelenggaraan pelayanan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan RSUD;
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan;
dan
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
Gambar 1 Struktur Organisasi RSUD Muhammad Zein 5. Sarana dan prasarana
a. Pelayanan medik
1) Pelayanan gawat darurat 2) Pelayanan bedah
3) Perawatan penyakit dalam 4) Perawatan anak-anak 5) Perawatan nifas
6) Perawatan perinatology 7) Instalasi kesehatan jiwa 8) Pelayanan kamar operasi
9) Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) 10) Pelayanan rujukan
b. Pelayanan rawat jalan
1) Poli umum/ Medical Check Up (MCU) 2) Poli kebidanan dan KB
3) Poli gigi
4) Poliklinik Bedah
5) Poliklinik Penyakit Dalam 6) Poliklinik Neurologi 7) Poliklinik Anak 8) Poiliklinik THT
c. Pelayanan penunjang medik 1) Pelayanan farmasi
Gambar 2 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD Muhammad Zein
2) Pelayanan radiologi 3) Pelayanan laboratorium
4) Pelayanan rehab medik dan pelayanan fisioterapi 5) Pelayanan gizi
6) Pelayanan Unit Tranfusi Darah (UTD) 7) Pelayanan pemulasaran jenazah 8) Pelayanan laundry
apt. WIDA SEPTYANA, S. Farm TIARA PUSPITA DEWI
apt. RIKA IRINE SILVIA.K, S. Farm RIAN PURWANTO, S.Fark VIVIN ADE RESTI, Amd., Farm apt. AYU PRATIWI ASIH A.N. T. S. Farm TITIA IZZATI, S. Farm EKO UTOMO. S, Amd., Farm
apt. TAUFIQURRAHMAN. S. Farm M. MACHDA YANI, Amd., Farm
YAN NOVENDI, Amd. Farm ANANDA LUSIANA, amd., Farm ESA KARUNIA AYU, Amd., Farm ANITA KRISTIAN, amd., Farm
EMALIAH, Amd., Farm KEFARMASIAN
NURHALIMAH. Amd. Farm
PRAKARYA SUMARSONO RIKY MARDIANSYAH
MUHAMMAD YUSUF, Amd. Farm RIZQI RUFI AMANAH, Amd. Farm WENI CITR LIA, Amd. Farm ELI HERLINA, Amd., Farm ERNIY ASIH, Amd., Farm
TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN APOTEKER
KEPALA GUDANG apt. FERA PERMATASARI, S. Farm
BAG. PENGADAAN apt. LOLA DYAN. P, S. Farm
TENAGA TEKNIS
KEPALA RUANG APOTEK DEPO apt. MAYLANI ESFARIDA. S, S. Farm
KEPALA INSTALASI FARMASI
TENAGA TEKNIS KEFARMASAIN
PRAKARYA apt. NOVIA LOLITA. F, S. Farm apt. TIRTA ISLAMI. A, S. Farm
KEPALA RUANG APOTEK SENTRAL
PRAKARYA WANSU CAHYA
44 BAB III
URAIAN KEGIATAN A. Waktu dan Tempat
Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilakukan di RSUD Muhammad Zein Kabupaten Belitung Timur ini berlangsung selama 25 hari yang dimulai dari 18 April 2024 sampai dengan 18 Mei 2024. Kegiatan PKL ini dilaksanakan pada hari Senin sampai dengan Sabtu, waktu pelaksanaan hari Senin sampai Kamis pukul 07.30 - 15.00 WIB, hari Jum’at pukul 07.30 -11.30 WIB, dan hari Sabtu pukul 07.30 - 13.30 WIB.
B. Uraian Kegiatan
1. Mampu melaksanakan praktik farmasi dengan prinsip etis dan peka budaya sesuai dengan kode etik Tenaga Teknis Kefamasian Indonesia (1l).
Dalam mencapai kompetensi ini praktikan melakukan praktek langsung yaitu praktikan selalu bersikap dan bertindak sopan kepada pasien, rekan sejawat, serta tenaga kesehatan lain yang ada di Rumah sakit. Selain itu, apabila praktikan kurang memahami tugas yang dikerjakan praktikan akan bertanya langsung agar tidak terjadi kesalahan terhadap tugas yang diberikan seperti pada kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinis. Selain itu praktikan juga merahasiakan riwayat pasien dengan cara tidak menceritakan diagnose penyakit yang ada pada resep kepada orang lain serta tidak membeda-bedakan pasien dalam memberikan pelayanan kefarmasian.
2. Menguasai etika, hukum dan standar pelayanan farmasi sebagai landasan dalam memberikan pelayanan kefarmasian (2d).
Dalam pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian yang dilakukan di RSUD Muhammad Zein praktikan mencapai kompetensi ini melalui praktik langsung yakni mampu mematuhi Standar Procedure Operational (SPO) yang telah ditetapkan oleh RSUD Muhammad Zein dalam proses pelayanan resep. Adapun tujuan dari kepatuhan terhadap SPO adalah sebagai pedoman dan landasan hukum untuk mengantisipasi situasi atau keadaan yang tidak terduga sekaligus acuan dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian.
Dalam hal ini, praktikan melakukan pelayanan kefarmasian yang meliputi pelayanan resep racikan dan non racikan seperti penulisan etiket yang lengkap, dan penyampaian Pelayanan Informasi Obat (PIO) yang tepat.
Praktikan juga aktif bertanya kepada TTK dan Apoteker apabila tidak mengetahui sesuatu seperti dalam pembacaan resep obat yang kurang dipahami untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam penyiapan obat (Medication error).
3. Menguasai konsep dan prinsip “Patient safety” (2e).
Kompetensi ini dicapai melalui praktik langsung yaitu praktikan menempelkan label “High Alert”, label “Potential Error LASA”, dan juga label “Perhatian!
Elektrolit Konsentrat” pada tiap satuan obat ataupun kemasan obat yang bertujuan untuk mengurangi kemungkinan kesalahan dalam pemberian obat (medication eror) karena obat golongan ini memiliki risiko tinggi menyebabkan
kesalahan serius (sentinel event) dan dapat menyebabkan Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD).
Gambar 3 Contoh Label High Alert, Label “Potential Error LASA”, Label “Perhatian! Elektrolit Konsentrat”
Salin itu kegiatan lain pada kompetensi ini, praktikan menyiapkan obat sesuai dengan resep yang ada selanjutnya apoteker melakukan kegiatan double check berdasarkan obat yang telah praktikan siapkan. Apabila obat yang telah disiapkan sudah sesuai dengan permintaan resep, maka apoteker membubuhkan stempel telaah resep dan double check pada resep kemudian di paraf oleh dua orang yang berbeda. Selanjutnya praktikan didampingi oleh apoteker dalam menyerahkan obat kepada pasien bersamaan dengan pemberian informasi obat kepada pasien. Adapun informasi yang disampaikan oleh praktikan meliputi nama obat, indikasi obat, dosis, aturan pakai, interval waktu pemberian, dan efek samping. Kemudian praktikan menanyakan kembali kepada keluarga pasien apakah keluarga pasien mengerti atas pemberian informasi obat yang diberikan. Untuk mencegah terjadinya medication error saat menyerahkan obat ke pasien contoh
misalnya obat antibiotik maka praktikan menjelaskan ke pasien untuk menghabiskan obat antibiotik tersebut agar tidak terjadi resistensi obat dikemudian hari. Selain itu, kompetensi pada poin ini praktikan lakukan dengan menempelkan label traffic light untuk obat ED, menyimpan obat sesuai dengan suhu yang tertera di brosur obat untuk menjamin mutu obat serta memastikan saat proses pengemasan kertas puyer tertutup rapat untuk menhindari kebocoran.
Gambar 4 Resep yang Sudah divalidasi dan dilakukan Double Check oleh Apoteker
4. Menguasai teknik, prinsip, dan prosedur pembuatan sediaan farmasi yang dilakukan secara mandiri atau berkelompok (2f)
Praktikan mencapai kompetensi ini melalui praktik langsung dengan melakukan pembuataan sediaan farmasi di bawah pengawasan apoteker dan didampingi TTK. Praktikan meracik resep racikan seperti puyer dan kapsul yang dilakukan sesuai dengan SPO yang telah diterapkan di RSUD Muhammad Zein. Adapun prosedur pembuatan obat racikan yang dilakukan praktikan sesuai SPO, yaitu praktikan bersama TTK menghitung jumlah tablet yang harus disiapkan khususnya untuk obat racikan dengan melihat
dosis sediaan yang ada setelah itu praktikan mengkonfirmasi kepada apoteker agar dapat melakukan koreksi terhadap perhitungan yang sudah dilakukan dan memberikan paraf pada perhitungan. Kemudian, praktikan mengambil sediaan obat yang tertera dalam resep sesuai dengan jenis sediaan dan mencatatnya didalam kartu stok yang berisi tanggal pengambilan obat, nama pasien, jumlah obat keluar, dan sisa obat setelah dikeluarkan. Sebelum membuat resep racikan, praktikan harus mengutamakan kebersihan dengan membersihan tangan, alat peracikan serta meja racik dalam keadaan bersih dan kering, praktikan juga memastikan bahwa semua obat dapat diracik (digerus). Praktikan mengerus obat dengan menggunakan blender atau mortir yang telah disediaakan hingga halus dan homogen. Lalu obat sediaaan puyer yang telah digerus dibagi sesuai permintaan dan dibungkus dengan rapi menggunakan kantong puyer dan direkatkan menggunakan alat sealling matchine. Setelah semuanya selesai praktikan menghitung kembali jumlah puyer yang dibuat berdasarkan resep dan memasukannya kedalam plastik klip serta menempelkan etiket. Kemudian praktikan membersihkan meja dan peralatan meracik.
Gambar 5 Etiket Obat