Laporan Praktikum
Preservasi Isolasi dan Identifikasi Mikroorganisme
Andhika Hardi NIM 05221028
Ir. Jefri Pandu Hidayat S.T., M.T., IPP.
Riza Alviany, S.T., M.T.
Program Studi Teknik Kimia Jurusan Rekayasa Industri
Fakultas Rekayasa dan Teknologi Industri Balikpapan, 2025
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum yang berjudul:
“Thermal Death Time”
Laporan praktikum ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh untuk menyelesaikan mata kuliah Bioproses di Program Studi Teknik Kimia, Jurusan Rekayasa Industri, Fakultas Rekayasa dan Teknologi Industri, Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Balikpapan. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ir. Jefri Pandu Hidayat, S.T., M.T., IPP. dan Riza Alviany, S.T., M.T.
selaku dosen pengampu mata kuliah Bioproses
2. Bapak Asful Hariyadi, S.T., M.T selaku Koordinator Program Studi Teknik Kimia, Jurusan Rekayasa Industri, Fakultas Rekayasa dan Teknologi Industri, Institut Teknologi Kalimantan.
3. Kepada kedua orang tua yang senantiasa memberikan dukungan, semangat, dan doa selama proses pembelajaran ini.
4. Seluruh asisten laboratorium yang telah membantu dalam jalannya praktikum.
5. Serta semua pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan tugas akhir ini.
6. Sumber referensi, baik dari buku, jurnal, maupun materi ajar yang menjadi dasar teori dalam laporan ini.
Kami menyadari bahwa penyusunan laporan praktikum ini masih jauh dari sempurna, karena itu kami mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Balikpapan, 13 Mei 2025
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...2
DAFTAR ISI... 3
DAFTAR GAMBAR... 4
DAFTAR TABEL... 5
BAB I PENDAHULUAN... 6
1.1 Tujuan Praktikum... 6
1.2 Tinjauan Pustaka... 6
BAB II METODOLOGI PRAKTIKUM...11
2.1 Alat dan Bahan Praktikum...11
2.2 Variabel Praktikum... 11
2.3 Diagram Alir Proses... 13
2.4 Prosedur Praktikum... 15
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN... 17
3.1 Pengaruh Suhu Terhadap Pertumbuhan Mikroorganisme...17
3.2 Pengaruh larutan isotonis pada proses inokulasi...20
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN...22
DAFTAR PUSTAKA...23
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Diagram Spektrofotometer UV-Vis... 8
Gambar 1.2 Mikroorganisme...9
Gambar 1.3 Proses Pasteurisasi Susu... 10
Gambar 2.1 Diagram alir penyiapan media kultur... 13
Gambar 2.2 Prosedur Eksperimen Perhitungan Jumlah Sel dengan Spektrofotometer UV-Vis... 15
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Variabel Praktikum...11
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini menjelaskan mengenai pendahuluan dalam praktikum Thermal Death Time. Pendahuluan berisi tujuan yang ingin dicapai dan tinjauan pustaka.
1.1 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum modul “Thermal Death Time” ini adalah sebagai berikut:
1. Menentukan thermal death time (TDT) bakteri pada suhu 65°C dan 80°C melalui perlakuan pemanasan bertahap.
2. Menilai pertumbuhan sisa bakteri setelah perlakuan panas berdasarkan pengukuran absorbansi menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
3. Mengevaluasi viabilitas bakteri pasca pemanasan dengan menghitung jumlah koloni yang tumbuh pada media padat (NA).
1.2 Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka dalam praktikum Thermal Death Time ini mencakup teori dasar mengenai Spektrofotometri, Spektrofotometer UV-Vis, Absorbansi, dan Mikroorganisme. Spektrofotometri adalah metode kuantitatif dalam kimia analisis yang mengukur transmisi cahaya suatu materi berdasarkan panjang gelombang. Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah cahaya yang diserap oleh zat, menganalisis senyawa kimia, serta mengukur konsentrasi dan warna larutan. Keunggulan utama spektrofotometri adalah kesederhanaannya dalam menentukan kualitas zat dengan tingkat akurasi tinggi. Spektrofotometer UV-Vis adalah instrumen yang digunakan dalam spektrofotometri untuk mendeteksi senyawa berdasarkan absorbansi foton dalam rentang panjang gelombang 200-700 nm, alat ini terdiri dari sumber sinar polikromatis (lampu deuterium untuk UV dan wolfram untuk tampak), monokromator (lensa prisma dan filter optik), sel sampel (kuvet dari kuarsa atau gelas), serta detektor foto atau panas untuk mengubah cahaya menjadi arus listrik. Absorbansi adalah rasio antara
intensitas cahaya yang diserap dengan cahaya yang datang. Nilainya bergantung pada kadar zat dalam sampel—semakin tinggi konsentrasi zat, semakin besar absorbansi. Mikroorganisme adalah makhluk hidup mikroskopis yang tersebar luas di bumi dan hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Mereka berperan penting dalam dekomposisi bahan organik, produksi makanan dan minuman fermentasi, serta bidang kedokteran, baik sebagai agen penyakit maupun dalam produksi obat. Selain itu, mikroorganisme mendukung siklus nutrisi dan keseimbangan ekosistem. Adapun dasar teori dalam praktikum ini sebagai berikut
1.2.1 Spektrofotometri
Dalam ilmu kimia, spektrofotometri merupakan metode pengukuran kuantitatif dalam kimia analisis terhadap transmisi sebuah cahaya suatu materi yang menjadi fungsi dari panjang gelombang. Metode spektrofotometri dapat mengukur jumlah cahaya yang diserap suatu zat atau bahan kimia dan biasanya digunakan untuk menganalisis senyawa kimia, mengukur konsentrasi senyawa, dan menentukan warna suatu larutan kimia, keuntungan utama metode spektrofotometri adalah bahwa metode ini memberikan cara sederhana untuk menentukan kualitas zat yang sangat kecil. Selain itu, hasil yang diperoleh cukup akurat, angka yang terbaca langsung dicatat oleh detektor dan tercetak dalam bentuk angka digital ataupun grafik yang sudah diregresikan [1].
1.2.2 Spektrofotometer UV-Vis dan Bagian-Bagiannya
Spektrofotometri adalah metode pengukuran kuantitatif dalam kimia analisis terhadap transmisi sebuah cahaya suatu materi yang menjadi fungsi dari panjang gelombang. Sedangkan, Spektrofotometer adalah instrumen yang digunakan dalam metode spektrofotometri. Spektrofotometer UV-VIS adalah salah satu metode instrumen yang paling sering diterapkan dalam analisis kimia untuk mendeteksi senyawa (padat/cair) berdasarkan absorbansi foton. Agar sampel dapat menyerap foton pada daerah UV-VIS dalam panjang gelombang foton 200 nm – 700 nm [2].
Gambar 1.1 Diagram Spektrofotometer UV-Vis Sumber : https://www.researchgate.net
Sebagai alat untuk mengukur spektrum warna, Spektrofotometer UV-Vis memiliki bagian-bagian yang memiliki fungsinya masing-masing. Sumber sinar polikromatis, untuk sinar UV adalah lampu deuterium, sedangkan sinar Visibel atau sinar tampak adalah lampu wolfram. Monokromator pada spektrometer UV-Vis digunakan lensa prisma dan filter optik. Sel sampel berupa kuvet yang terbuat dari kuarsa atau gelas dengan lebar yang bervariasi. Detektor berupa detektor foto atau detektor panas atau detektor dioda foto, berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan mengubahnya menjadi arus listrik [3].
1.2.3 Absorbansi
Absorbansi merupakan rasio intensitas cahaya yang diserap dengan intensitas cahaya yang datang. Besar absorbansi atau serapan tergantung pada kandungan zat didalamnya. Absorbansi adalah perbandingan intensitas sinar yang diserap dengan intensitas sinar datang. Nilai absorbansi ini akan bergantung pada kadar zat yang terkandung di dalamnya, semakin banyak kadar zat yang terkandung dalam suatu sampel maka semakin banyak molekul yang akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu sehingga nilai absorbansi
semakin besar atau dengan kata lain nilai absorbansi akan berbanding lurus dengan konsentrasi zat yang terkandung didalam suatu sampel [4]
1.2.4 Mikroorganisme
Mikroorganisme merupakan organisme tingkat mikroskopis yang habitat dan keberadaannya hampir seluruh tempat di bumi, organisme ini tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, untuk melihat keberadaan organisme mikroorganisme harus dengan bantuan alat mikroskop. Mikroorganisme adalah makhluk hidup yang sangat kecil, makhluk kecil ini ada yang hanya terdiri dari sel tunggal (uniseluler) maupun bersel banyak (multi seluler) [5].
Gambar 1.2 Mikroorganisme Sumber: www.jadijuarasatu.blogspot.com
Mikroorganisme ini memiliki peran yang sangat penting di kehidupan, berbagai peran penting organisme ini dalam kehidupan adalah dekomposisi bahan organik, produksi makanan dan minuman yang dihasilkan dari fermentasi, serta dalam bidang kedokteran, yang mampu menjadi penyebab penyakit maupun sebagai alat untuk produksi obat-obatan. Selain itu, mikroorganisme juga berperan dalam siklus nutrisi dan ekosistem. Proses fermentasi merupakan metode yang sudah dilakukan sejak dahulu kala untuk mempertahankan bahan pangan. Pada proses ini, bakteri-bakteri asam laktat (BAL) yang secara alamiah terdapat pada bahan pangan akan bertumbuh dengan baik, dan menguraikan senyawa-senyawa kompleks bahan pangan tersebut menjadi asam-asam organik (misalnya asam laktat) dan alkohol [6].
1.2.5 Pasteurisasi
Pasteurisasi merupakan proses dipanaskannya makanan dan minuman yang bertujuan untuk mematikan mikroorganisme yang berbahaya seperti bakteri, protozoa, kapang dan khamir. Louis Pasteur adalah ilmuwan yang berasal dari prancis yang pertama kali mengembangkan metode pasteurisasi ini, menurut Louis Pasteur menemukan bahwa pemanasan makanan dan minuman pada suhu tertentu dapat mematikan mikroba tanpa mengubah rasa atau kualitas produk.
Gambar 1.3 Proses Pasteurisasi Susu
Pasteurisasi susu dapat dilakukan dengan beberapa metode yang berbeda, tergantung pada tujuan dan karakteristik produk akhir yang diinginkan.
Pasteurisasi termal adalah metode tradisional yang menggunakan pemanasan pada suhu 72°C selama 15 detik atau 63-66°C selama 30 menit, kemudian didinginkan hingga 10°C untuk membunuh mikroorganisme. Meskipun efektif dalam menghilangkan patogen, metode ini dapat merusak komponen nutrisi seperti protein dan asam amino, serta menyebabkan perubahan rasa dan warna pada susu.
Sebagai alternatif, pasteurisasi radiasi sinar ultraviolet (UV) digunakan untuk membunuh mikroorganisme tanpa panas, sehingga kandungan nutrisi susu lebih terjaga. Namun, efektivitasnya dapat terbatas karena beberapa mikroba dapat terlindungi oleh partikel atau sel lainnya. Teknologi High Pulsed Electric Field (HPEF) merupakan pendekatan non-termal yang menggunakan medan listrik bertegangan tinggi untuk merusak membran sel mikroba tanpa mempengaruhi kualitas sensoris susu [7].
BAB II
METODOLOGI PRAKTIKUM
Pada bab ini akan dijelaskan metode yang digunakan dalam praktikum Thermal Death Time. Metodologi penelitian ini terdiri dari garis, alat dan bahan yang digunakan, variabel praktikum, diagram alir, prosedur praktikum.
2.1 Alat dan Bahan Praktikum
Adapun beberapa alat dan bahan penunjang praktikum Thermal Death Time dijelaskan sebagai berikut.
2.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum Thermal Death Time adalah. Kuvet, Tabung Reaksi, Cawan Petri, Spreader, Pipet Ukur, Karet Penghisap dan Colony Counter
Instrumen yang digunakan dalam praktikum Thermal Death Time ini adalah : Spektrofotometer UV-Vis yang berguna untuk mencari nilai absorbansi dari sampel yang diujikan pada percobaan ini dan Waterbath yang berfungsi untuk memanaskan air yang akan memanaskan kultur dengan suhu dan variasi waktu tertentu.
2.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum Thermal Death Time adalah : Kultur bakteri. Larutan Isotonis (NaCl 3.06 mg/ml), Media Nutrient Broth, Media Nutrient Agar dan Aquades.
2.2 Variabel Praktikum
Pada praktikum modul Thermal Death Time disusun variabel sebagai konsep dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut.
Tabel 2.1 Variabel Praktikum
Variabel Nama Variabel Variasi
Terikat
Jumlah Sel
Efektivitas perlakuan panas
Nilai Absorbansi, nilai CFU/mL hasil konversi dari
kurva standar
Penurunan jumlah sel pada variasi suhu dan waktu
Kontrol
Suhu Pemanasan
Lama Pemanasan
65oC dan 90oC
0, 3, 6, 9 dan 12 Menit Tingkat Pengenceran 2x, 4x, 8x, 16x, dan 32x
Volume Media 5 mL Nutrient Broth dalam tiap tabung reaksi
Bebas
Volume Kultur
Kalibrasi Alat
Kurva Standar
Media
5 mL kultur tiap tabung reaksi
Blanko dengan NB Steril panjang gelombang 600 nm
Hasil Absorbansi dari pengenceran dan data CFU
dari metode Spread Plate
Nutrient Broth (NB) dan Nutrient Agar (NA)
2.3 Diagram Alir Proses
Adapun diagram alir proses praktikum ini, sebagai berikut.
2.3.1 Prosedur Persiapan Media Biakan dan Pembuatan Kurva Standar
Gambar 2.1 Diagram alir penyiapan media kultur
2.3.2 Prosedur Eksperimen Perhitungan Jumlah Sel dengan Spektrofotometer UV-Vis
Gambar 2.2 Prosedur Eksperimen Perhitungan Jumlah Sel dengan Spektrofotometer UV-Vis
2.4 Prosedur Praktikum
Adapun beberapa prosedur yang diterapkan dalam praktikum ini dijelaskan sebagai berikut.
2.4.1 Prosedur persiapan media biakan dan pembuatan kurva standar Prosedur persiapan media biakan dan pembuatan kurva standar dimulai dengan menyiapkan lima tabung reaksi berisi media NB cair, diikuti dengan pengenceran kultur bakteri dalam masing-masing tabung. Spektrofotometer UV-Vis kemudian dikalibrasi menggunakan media steril sebagai blanko pada panjang gelombang 600 nm. Setelah itu, data absorbansi setiap sampel dicatat dan digunakan untuk menghitung jumlah CFU/ml berdasarkan persamaan kurva standar.
2.4.2 Prosedur persiapan media biakan dan pembuatan kurva standar Proses persiapan media biakan dan pembuatan kurva standar dilakukan dengan menyiapkan lima tabung reaksi berisi media NB cair, lalu mengencerkan kultur bakteri dalam masing-masing tabung. Spektrofotometer UV-Vis kemudian dikalibrasi menggunakan media steril tanpa bakteri sebagai blanko pada panjang gelombang 600 nm. Setelah itu, absorbansi setiap sampel dicatat dan dianalisis menggunakan persamaan kurva standar untuk menentukan jumlah CFU/ml.
Pengolahan data dilakukan dengan metode regresi linear berdasarkan hubungan absorbansi dan jumlah bakteri, menghasilkan persamaan kurva standar yang digunakan untuk perhitungan lebih lanjut.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai hasil dan pembahasan pada praktikum modul “Thermal Death Time”. Hasil dan Pembahasan meliputi analisis hasil pembahasan Pengaruh Suhu Terhadap Pertumbuhan Mikroorganisme dan Pengaruh Absorbansi Terhadap Jumlah Bakteri.
3.1 Pengaruh Suhu Terhadap Pertumbuhan Mikroorganisme
Untuk menemukan pengaruh suhu terhadap pertumbuhan mikroorganisme, pada praktikum ini pengaruh suhu dilakukan dengan memanaskan kultur dengan waterbath, mula-mula kultur bakteri dipipet 5 mL pada 5 tabung reaksi dan masing-masing tabung reaksi berisi kultur diencerkan dengan media NB. Lalu, setiap tabung reaksi dipanaskan dengan waterbath dengan masing-masing tabung reaksi memiliki variasi waktu pemanasan yaitu, 0 menit, 3 menit, 6 menit, 9 menit dan 12 menit. Variasi ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap mikroorganisme. Setelah itu, kultur yang telah dipanaskan diuji dengan instrumen Spektrofotometer UV-Vis untuk mengetahui absorbansi dari masing-masing kultur.
Gambar 3.1 Absorbansi Kultur 0 Menit
Gambar 3.2 Hasil Inokulasi Kultur 0 Menit
Gambar 3.3 Absorbansi Kultur 3 Menit
Gambar 3.4 Hasil Inokulasi Kultur 3 Menit
Gambar 3.5 Absorbansi Kultur 6
Menit Gambar 3.6 Hasil Inokulasi Kultur 6 Menit
Gambar 3.7 Absorbansi Kultur 9
Menit Gambar 3.8 Hasil Inokulasi Kultur 9 Menit
Gambar 3.9 Absorbansi Kultur 12
Menit Gambar 3.10 Hasil Inokulasi Kultur 12 Menit
Dapat terlihat dari gambar, dengan pemanasan yang beda maka akan memiliki absorbansi yang berbeda, semakin lama pemanasan maka akan semakin
menurun absorbansi yang didapat. Jumlah koloni bakteri mengalami penurunan setelah dipanaskan pada suhu 80°C dengan durasi pemanasan yang bervariasi (0, 3, 6, 9, dan 12 menit). Semakin lama bakteri terpapar suhu tinggi, semakin besar kemungkinan terjadi kerusakan pada struktur sel penting, seperti denaturasi protein, kerusakan membran sel, dan penghentian aktivitas enzimatis, yang semuanya berkontribusi terhadap kematian sel bakteri. Pada menit ke-0, seluruh sel bakteri masih hidup dan mampu berkembang menjadi koloni. Namun, seiring bertambahnya waktu pemanasan, yaitu pada menit ke-3, 6, 9, dan 12, jumlah koloni yang tumbuh berkurang secara signifikan akibat efek termal yang menyebabkan kematian sel secara bertahap. Fenomena ini menunjukkan bahwa kematian mikroorganisme dipengaruhi oleh faktor waktu dan suhu secara kumulatif. Fenomena ini dapat dijelaskan melalui mekanisme “thermal death time”, adalah waktu yang dibutuhkan untuk membunuh sejumlah atau spora tertentu pada kondisi fisik tertentu (temperatur, jumlah dan tipe mikroorganisme, serta karakteristik medium pemanas) [8]. Faktor yang mempengaruhi thermal death time yaitu suhu dan durasi pemanasan, jenis mikroorganisme, pH bahan, komposisi bahan, dan metode pemanasan.
3.2 Pengaruh larutan isotonis pada proses inokulasi
Inokulasi dilakukan dalam larutan isotonik (NaCl) untuk mencegah plasmolisis, yaitu kondisi ketika sel bakteri berada dalam larutan hipertonik sehingga air keluar dari sel, menyebabkan sel mengerut dan dinding sel runtuh.
Sebaliknya, jika larutan bersifat hipotonik dibandingkan kondisi dalam sel, seperti air suling, dapat terjadi plasmoptisis di mana air masuk ke dalam sel, menyebabkan sel membengkak dan pecah. Oleh karena itu, larutan isotonik sol digunakan untuk menjaga keseimbangan osmotik agar plasmolisis maupun plasmoptisis tidak terjadi. Larutan garam isotonik memiliki konsentrasi zat terlarut dan pelarut yang sama, sehingga tidak menimbulkan efek transport aktif ke dalam sel.
Dalam praktikum ini, NaCl digunakan sebagai larutan isotonik karena bersifat elektrolit kuat yang terurai sempurna menjadi ion-ionnya. Kation dan anion dalam garam dapat bereaksi dengan air melalui proses hidrolisis. Umumnya,
garam yang mengalami hidrolisis dapat mempengaruhi pH larutan. Namun, beberapa jenis garam yang mengandung ion logam alkali atau alkali tanah (kecuali Be²⁺) serta basa konjugasi dari asam kuat seperti Br⁻, NO₂⁻, Cl⁻, dan NO₃⁻
tidak mengalami hidrolisis dan disebut garam yang menghasilkan larutan netral (Ulfa dkk, 2020)
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan dan saran dalam praktikum
“Thermal Death Time”. Kesimpulan dan saran berisi hasil yang dicapai dalam praktikum dan saran perbaikan untuk praktikum.
4.1 Kesimpulan
Adapun beberapa hal yang disimpulkan dalam praktikum ini dijelaskan sebagai berikut.
1. Berdasarkan praktikum ini
2. Absorbansi menurun pada kedua suhu, namun penurunan lebih signifikan pada 80 °C. Nilai absorbansi turun dari 0,307 menjadi 0,250 selama 12 menit, mengindikasikan berkurangnya jumlah partikel (sel hidup atau utuh). Sebaliknya, pada suhu 65 °C penurunan hanya sekitar 13%, menunjukkan kerusakan sel tidak seefektif suhu tinggi.
3. Hasil dari metode spread plate menunjukkan bahwa semakin lama durasi pemanasan, maka jumlah koloni yang tumbuh semakin sedikit, terutama pada suhu 80 °C. Hal ini mendukung bahwa viabilitas bakteri menurun secara signifikan akibat perlakuan panas tinggi.
4.2 Saran
Adapun saran yang dapat diambil dari praktikum ini yaitu :
1. Konsistensi Suhu dan Waktu, pastikan kontrol suhu selama pemanasan lebih stabil menggunakan alat yang mampu menjaga suhu konstan secara presisi, seperti thermobath digital, untuk menghindari fluktuasi suhu yang dapat mempengaruhi keakuratan TDT.
2. Penggunaan Mikroorganisme Referensi, gunakan strain bakteri standar (seperti E. coli ATCC atau Bacillus subtilis) untuk memastikan hasil lebih terstandar dan dapat dibandingkan dengan penelitian terdahulu.
3. Replikasi dan Variasi Ulangan, lakukan pengulangan eksperimen (replikasi) agar hasil lebih valid dan mampu menunjukkan tren konsisten,
terutama pada suhu subletal seperti 65 °C yang hasilnya masih fluktuatif.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Taupik, M., Adam Mustapa, M., & Sitti Gonibala, S. (2021). Analisis Kadar Rhodamin B Pada Blush-On Menggunakan Metode Spektrofotometri Uv-Vis. Indonesian Journal of Pharmaceutical Education, 1(2), 119–126.
[2] Irawan, A. (2019). Kalibrasi Spektrofotometer Sebagai Penjaminan Mutu Hasil Pengukuran dalam Kegiatan Penelitian dan Pengujian. Indonesian Journal of Laboratory, 1(2), 1.
[3] Suhartati, T. (2017). DASAR-DASAR SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS DAN SPEKTROMETRI MASSA UNTUK PENENTUAN STRUKTUR SENYAWA ORGANIK. Katalog Dalam Terbitan (KDT), 32.
[4] Neldawati, et al. (2013). Analisis Nilai Absorbansi dalam Penentuan Kadar Flavonoid untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman Obat. PILLAR OF PHYSICS.Retrievedfromhttps://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/fis/a rticle/view/756
[5] H. D. Faridah dan S. K. Sari, "Pemanfaatan mikroorganisme dalam pengembangan makanan halal berbasis bioteknologi," Jurnal Halal Product and Research, vol. 2, no. 1, hal. 33-43, Mei 2019.
[6] C. Purukan, J. P. Siampa, dan T. E. Tallei, "Enkapsulasi Bakteri Asam Laktat Hasil Fermentasi Buah Salak (Salacca zalacca) Lokal Menggunakan Aginat dengan Pewarna Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.)," Jurnal BIOS LOGOS, vol. 10, no. 2, pp. 93-98, Agustus 2020,.
[7] Hariono, B., Erawantini, F., Budiprasojo, A., & Puspitasari, T. D. (2021).
Perbedaan nilai gizi susu sapi setelah pasteurisasi non termal dengan HPEF (High Pulsed Electric Field). AcTion: Aceh Nutrition Journal, 6(2), 207-212. https://doi.org/10.30867/action.v6i2.531
[8] Herawati, E. R. N., Susanto, A., Nurhikmat, A., & Kurniadi, M. (2020).
Kelayakan usaha serta karakteristik kimia dan mikrobiologi mangut lele kaleng. Jurnal Riset Teknologi Industri, 14(2), 156-166. Balai Riset dan Standardisasi Industri Samarinda.
[9] Ulfa, H. L., Falahiyah, R., & Singgih, S. (2020). Uji osmosis pada kentang dan wortel menggunakan larutan NaCl. Jurnal Sainsmat, 9(2), 110-116.
Universitas Negeri Makassar. Retrieved from
http://ojs.unm.ac.id/index.php/sainsmat.
LEMBAR KINERJA MAHASISWA
Kelompok: Kondisi Laboratorium Kelengkapan Praktikum
✓ Logbook
✓ LKM (print)
✓ Lembar
Keselamatan Kerja di Laboratorium
HASIL EKSPERIMEN
Penentuan Kurva Standar
PENGENCERAN ABSORBANSI JUMLAH KOLONI JUMLAH SEL
2x 0,331 - -
4x 0,158 - -
8x 0,068 - -
16x 0,024 - -
32x 0,013 - -
TOTAL -
Nama NIM
Andhika Hardi 05221028
Putri Taura Mariyantinoor 05221034
Puja Ananda 05221052
Parameter Pengamatan Suhu udara
Tekanan udara Kelembaban udara Suhu air
Kondisi cuaca
26˚C 1 atm 26˚C
- Cerah
KURVA STANDAR
y = -0.077x + 0.3498 R² = 0.8552
-0.1 -0.05 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35
0 1 2 3 4 5 6
Absorbansi
Pengenceran
Kurva Standar
Series1 Linear (Series1)
Penentuan Jumlah Sel Kurva Standar
PENGENCERAN ABSORBANSI JUMLAH SEL
50 0,307 600
50 0,264 400
50 0,260 300
50 0,251 250
50 0,250 200
TOTAL 1.750
Contoh Perhitungan:
𝐶𝐹𝑈 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑛𝑖
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑢𝑙𝑡𝑢𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙× 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 𝐶𝐹𝑈 =12
1 × 50 = 600
PEMBAHASAN
Semua sampel menggunakan faktor pengenceran tetap, yaitu 50, yang tidak umum dalam pembuatan kurva standar karena biasanya memerlukan variasi tingkat pengenceran untuk membentuk hubungan linear. Namun, data menunjukkan tren penurunan nilai absorbansi (dari 0,307 ke 0,250) seiring dengan penurunan jumlah sel (dari 600 ke 200).
Hasil Inokulasi Kultur
Hari Ke-0
t= 0 menit
t = 9 menit
t = 3 menit t = 12 menit
t = 6
menit
Keterangan
Kultur yang telah dicampurkan dengan larutan isotonik dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian dilakukan proses pemanasan menggunakan waterbath pada suhu 80°C selama waktu yang telah divariasikan, yaitu 0, 3, 6, 9, dan 12 menit.
Tahap pemanasan ini bertujuan untuk memberikan perlakuan awal terhadap kultur guna mengamati pengaruh suhu terhadap pertumbuhan koloni pada mikroorganisme. Setelah proses pemanasan, kultur segera diinokulasikan ke dalam media padat menggunakan teknik aseptik di dalam Laminar Air Flow (LAF) guna menjaga kondisi tetap steril dan mencegah kontaminasi.
Pada hari pertama atau ke-0 setelah inokulasi, belum tampak adanya pertumbuhan koloni pada seluruh cawan petri dari masing-masing variasi waktu pemanasan. Hal ini terlihat dari media yang masih tampak jernih dan bersih, sebagaimana ditunjukkan pada gambar di samping. Ketidakhadiran koloni pada tahap ini menunjukkan bahwa proses pertumbuhan belum dimulai.
x Hari Ke-1
t= 0 menit t = 9menit
t = 3 menit t = 12 menit
t = 6 menit
Keterangan
Setelah melewati satu hari inokulasi, terdapat pertumbuhan koloni yang berbeda di masing-masing variasi cawan petri. Pada cawan petri dengan 0 menit pemanasan kultur didapat 12 koloni bakteri, pada cawan petri dengan 3 menit pemanasan kultur didapat 8 koloni bakteri, pada cawan petri dengan 6 menit pemanasan kultur didapat 6 koloni, pada cawan petri dengan 9 menit pemanasan kultur didapat 5 koloni, dan pada cawan petri dengan 12 menit pemanasan kultur didapat 4 koloni.
PEMBAHASAN
Pada percobaan yang telah dilakukan, kultur mikroorganisme dipanaskan pada suhu 80°C dengan variasi waktu 0, 3, 6, 9, dan 12 menit. Hasil menunjukkan bahwa jumlah koloni yang tumbuh setelah inkubasi 1 hari (Hari Ke-1) berkurang seiring peningkatan durasi pemanasan. Pada kondisi tanpa pemanasan (0 menit), ditemukan 12 koloni, kondisi pemanasan (3 menir) ditemukan 8 koloni, kondisi pemanasan (6 menit) ditemukan 6 koloni, kondisi pemanasan dengan (9 menit) ditemukan 5 koloni dan kondisi pemanasan dengan (12 menit) ditemukan 4 koloni. Fenomena ini dapat dijelaskan melalui mekanisme “thernal death time”, adalah wakti yang dibutuhkan untuk membunuh sejumlah atau spora tertentu pada kondisi fisik tertentu (temperatur, jumlah dan tipe mikroorganisme, serta karakteristik medium pemanas) (Herawati, dkk 2020). Faktor yang mempengaruhi thermal death time yaitu suhu dan durasi pemnasan, jenis mikroorganisme, pH bahan, komposisi bahan, dan metode pemanasan.
Pada Hari Ke-0, tidak teramati pertumbuhan koloni pada semua perlakuan. Hal ini sesuai dengan fase lag (fase adaptasi) dalam pertumbuhan bakteri, di mana pada fase ini perubahan bentuk dan pertumbuhan jumlah individu belum terlihat jelas. Mikroba beradaptasi untuk menyesuaikan diri dengan substrat dan kondisi lingkungan sekitar. Waktu yang dibutuhkan untuk beradaptasi sekitar 5 menit hingga berjam jam. Pada fase ini belum atau tidak ada sumber nutrien untuk mikroba, belum terjadi pembelahan sel karena enzim belum disintesis.
Waktu yang diperlukan untuk beradaptasi lama karena dipengaruhi oleh beberapa faktor- faktor antara lain: 1). Jumlah inokulum Bila jumlah sel yang dipindahkan banyak maka fase lag akan berjalan dengan cepat, tetapi bila jumlah sel yang dipindahkan sedikit maka fase lag akan berjalam lambat. Lama waktu mikroba beradaptasi disebabkan karena mikroba dipindahkan dari medium yang kaya nutrisi ke medium yang nutrsinya terbatas. 2). Lingkungan pertumbuhan Bila mikroba dipindahkan dari medium dan lingkungan yang sama seperti sebelumnya maka waktu adaptasi yang diperlukan akan cepat tetapi bila medium dan lingkungan yang baru berbeda dengan medium dan lingkungan sebelumnya maka membutuhkan waktu beradaptasi yang lama (Rini dkk, 2020).
Penurunan jumlah koloni bakteri setelah pemanasan pada suhu 80°C selama durasi pemanasan (0, 3, 6, 9, dan 12 menit), yaitu waktu yang dibutuhkan untuk membunuh semua mikroorganisme pada suhu tertentu. Semakin lama bakteri terpapar suhu tinggi, maka semakin besar kemungkinan terjadinya kerusakan pada struktur penting sel, seperti denaturasi protein, kerusakan membran sel, serta penghentian aktivitas enzimatis, yang semuanya dapat menyebabkan kematian sel bakteri. Pada menit ke-0, seluruh sel bakteri masih hidup dan mampu tumbuh menjadi koloni. Namun, setelah dipanaskan selama beberapa menit yaitu 3,6,9, dan 12 menit, jumlah koloni yang tumbuh menurun karena sebagian besar sel telah mati akibat efek termal. Hal ini menggambarkan bahwa proses kematian mikroorganisme bersifat kumulatif terhadap waktu dan suhu.
PEMBAHASAN
Pada praktikum ini inokulasi dilakukan dalam larutan isotonik (NaCl) untuk mencegah terjadinya plasmolisis apabila sel berada pada larutan yang hipertonik di mana air akan keluar dari sel bakteri dan bakteri akan mengkerut dan terjadi runtuhnya dinding sel. Selain itu, apabila keadaan larutan berupa hipotonik dibandingkan dengan keadaan di dalam sel (misalnya pada air suling), maka akan terjadi plasmoptisis di mana air akan masuk ke dalam sel sehingga sel akan menggembung dan pecah. Larutan isotonik sol dibuat untuk menciptakan keadaan lingkungan yang isotonik terhadap sel bakteri sehingga baik plasmolisis maupun plasmoptisis tidak terjadi. Larutan garam isotonik adalah larutan yang konsentrasi zat terlarut dan pelarutnya sama, sehingga larutan garam isotonik tidak memberikan efek transport aktif ke dalam sel dalam parktikum NaCl digunakan dalam larutan isotonik karena merupakan elektrolit kuat yang terurai sempurna menjadi ion. Kation dan anion dalam garam atau keduanya mampu bereaksi dengan air sehingga menghasilkan reaksi yang disebut hidrolisis. Umumnya, garam yang mengalami hidrolisis akan mempengaruhi pH larutan. Akan tetapi, ada beberapa jenis garam yang mengandung ion-ion logam alkali atau alkali tanah (kecuali Be2+) dan basa konjugasi asam kuat seperti Br-, NO2-, CL-, dan NO3- tidak mengalami hidrolisis dan disebut garam penghasil larutan netral (Ulfa dkk, 2020).
REFERENSI
Herawati, E. R. N., Susanto, A., Nurhikmat, A., & Kurniadi, M. (2020). KELAYAKAN USAHA SERTA KARAKTERISTIK KIMIA DAN
MIKROBIOLOGI MANGUT LELE KALENG FEASIBILITY STUDY AND CHEMICAL-MICROBIOLOGICAL
CHARACTERISTICS OF CANNED CATFISH.
Rini, C. S., & Rochmah, J. (2020). Bakteriologi dasar. UMSIDA Press.
Waluyo, L. (2008). Mikrobiologi umum. Malang: UMM Press.
Pelczar, M. J., & Chan, E. C. S. (2005). Dasar-dasar mikrobiologi (Terj. Hadioetomo, R. S., dkk.). Jakarta: UI Press.
Ulfa, H. L., Falahiyah, R., & Singgih, S. (2020). Uji osmosis pada kentang dan wortel menggunakan larutan NaCl. Jurnal Sainsmat, 9(2), 110–116