LAPORAN PENDAHULUAN APPEDICITIS
A. Definisi
Apendiks adalah umbai kecil yang berbentuk seperti jari yang menempel pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Karena terjadi pengosongan pada apendiks kedalam kolon tidak efektif dan ukuran lumen apendiks yang kecil, apendiks akan dengan sangat mudah tersumbat dan rentan terjadi terinfeksi (apendisitis). Appendiks yang tersumbat akan meradang dan edema dan pada akhirnya dipenuhi nanah (pus). Apendisitis adalah penyebab utama terjadinya inflamasi akut di kuadran kanan bawah abdomen dan penyebab tersering untuk dilakukannya pembedahan abdomen secara darurat.
Meskipun sering terjadi oleh semua usia, namun apendisitis dapat sering terjadi pada usia 10 dan 30 tahun (Suddarth, Brunner ,2019).
Apendiksitis adalah peradangan pada apendiks vermiform yang terjadi pada remaja dan dewasa muda. Dapat terjadi pada semua usia namun jarang terjadi pada klien yang berusia kurang dari dua tahun dan menjadi insiden tertinggi pada usia 20-30 tahun. Tidak sering terjadi pada lansia, namun rupturnya apendiks lebih sering terjadi pada klien lansia. Apendisitis terjadi sekitar 7-12%. (Black et al., 2014)
B. Etiologi
Penyebab penyakit apendisitis secara pasti belum diketahui. Tetapi, terjadinya apendisitis ini umumnya karena bakteri. Selain itu, terdapat banyak faktor pencetus terjadinya penyakit ini diantaranya sumbatan lumen apendiks,hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E . histolytica Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis juga merupakan faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional
apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidayat, 2004).
Menurut (Black et al., 2014) apendisitis disebabkan oleh hal berikut:
Fekalit (batu feses) yang mengoklusi atau menyumbat dinding apendiks, apendiks yang terpuntir, pembengkakan pada dinding usus, kondisi fibrosa pada dinding apendiks, oklusi pada eksternal usus terjadi akibat adesi, infeksi organisme.
C. Manifestasi Klinis
Menurut Arief Mansjoer (2023), keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2 – 12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise dan demam yang tak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri.
Menurut Suzanne C Smeltzer dan Brenda G Bare (2023), apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat dirasakan pada kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney yang berada antara umbilikus dan spinalis iliaka superior anterior. Derajat nyeri tekan, spasme otot dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar di belakang sekum, nyeri tekan terasa di daerah lumbal. Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan
ujung apendiks berada dekat rektum. Nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter.
Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi.
Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah.
Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi menyebar. Distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk. Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit lainnya.
Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks.
Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi pada lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan tidak secepat pasien- pasien yang lebih muda
D. Pathway
E. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga appendicitis akut adalah pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktive (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap sebagian besar pasien biasanya ditemukan jumlah leukosit di atas 10.000 dan neutrofil diatas 75
%. Sedangkan pada pemeriksaan CRP ditemukan jumlah serum yang mulai meningkat pada 6-12 jam setelah inflamasi jaringan.
2. Pemeriksaan urine
Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.
pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis.
3. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga appendicitis akut antara lain adalah Ultrasonografi, CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonogarafi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks. Sedang pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendicalith serta perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran dari saekum.
4. Pemeriksaan USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya
5. Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis.
pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.
F. Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan.
Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah
diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif.
Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak (Smeltzer C. Suzanne, 2023)
Menurut Arief Mansjoer (2020), penatalaksanaan apendisitis adalah sebagai berikut:
1. Tindakan medis
a. Observasi terhadap diagnosa
Dalam 8 – 12 jam pertama setelah timbul gejala dan tanda apendisitis, sering tidak terdiagnosa, dalam hal ini sangat penting dilakukan observasi yang cermat. Penderita dibaringkan ditempat tidur dan tidak diberi apapun melalui mulut. Bila diperlukan maka dapat diberikan cairan aperviteral. Hindarkan pemberian narkotik jika memungkinkan, tetapi obat sedatif seperti barbitural atau penenang tidak karena merupakan kontra indikasi. Pemeriksaan abdomen dan rektum, sel darah putih dan hitung jenis di ulangi secara periodik. Perlu dilakukan foto abdomen dan thorak posisi tegak pada semua kasus apendisitis, diagnosa dapat jadi jelas dari tanda lokalisasi kuadran kanan bawah dalam waktu 24 jam setelah timbul gejala
b. Intubasi
Dimasukkan pipa naso gastrik preoperatif jika terjadi peritonitis atau toksitas yang menandakan bahwa ileus pasca operatif yang sangat menggangu. Pada penderita ini dilakukan aspirasi kubah lambung jika
diperlukan. Penderita dibawa kekamar operasi dengan pipa tetap terpasang.
c. Antibiotik
Pemberian antibiotik preoperatif dianjurkan pada reaksi sistematik dengan toksitas yang berat dan demam yang tinggi
2. Terapi bedah
Pada apendisitis tanpa komplikasi, apendiktomi dilakukan segera setelah terkontrol ketidakseimbangan cairan dalam tubuh dan gangguan sistematik lainnya. Biasanya hanya diperlukan sedikit persiapan.
Pembedahan yang direncanakan secara dini baik mempunyai praksi mortalitas 1 % secara primer angka morbiditas dan mortalitas penyakit ini tampaknya disebabkan oleh komplikasi ganggren dan perforasi yang terjadi akibat yang tertunda
3. Terapi pasca operasi
Perlu dilakukan obstruksi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan didalam, syok hipertermia, atau gangguan pernapasan angket sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler.
Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
G. Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10%
sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7 o C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer dan Barre, 2023).
H. Konsep asuhan keperawatan 1. Pengkajian Keperawatan
Wawancara untuk mendapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai:
a. Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
b. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah.
kesehatan klien sekarang.
c. Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
d. Kebiasaan eliminasi.
e. Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
b) Sirkulasi : Takikardia.
c) Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
f. Aktivitas/istirahat : Malaise.
g. Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
h. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
i. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.
Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam.
Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
j. Demam lebih dari 38oC.
k. Data psikologis klien nampak gelisah.
l. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
m. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
n. Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul a. Pre operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan intestinal oleh inflamasi)
2) Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan peritaltik.
3) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
4) Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
b. Post operasi
1) Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi appenditomi).
2) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan).
3) Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi.
3. Intervensi
Intervensi Keperawatan adalah segala rencana terapi yang akan dikerjakan oleh perawat. Didasarkan pada buku acuan SDKI,SLKI,SIKI, pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan
4. Implementasi
Implementasi adalah tindakan yang diambil dari sebuah rencana.
Tindakan keperawatan terdiri dari tindakan mandiri (independen) dan tindakan kolaboratif. Tindakan mandiri adalah tindakan yang berasal dari keputusan sendiri. Sedangkan tindakan kolaboratif adalah tindakan yang dilakukan berdasarkan hasil keputusan bersama dengan profesi lain (Tarwoto, 2015). Tindakan keperawatan adalah perilaku atau kegiatan tertentu yang dilakukan oleh perawat untuk melaksanakan intervensi keperawatan. Tindakan dalam intervensi keperawatan terdiri dari observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi (SIKI, 2018)
5. Evaluasi
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan dirancang antara kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan secara berkelanjutan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan sesuai dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan. Menggunakan komponen SOAP :
S : yaitu data yang didapatkan oleh perawat melalui keluhan klien yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan keperawatan
O : yaitu data yang didapatkan perawat melalui hasil pengukuran atau hasil observasi perawat secara langsung pada klien dan yang dirasakan oleh klien setelah dilakukan tindakan keperawatan
A : yaitu interprestasi dari data subyektif dan data objektif. Analisis merupakan suatu masalah atau diagnosis yang baru akibat adanya perubahan status kesehatan klien
P : yaitu perencanaan yang akan dilakukan, apakah dilanjutkan, dimodifikasi, dihentikan atau perencanaan yang ditambah dari rencana keperawatan yang telah dibuat sebelumnya
Daftar Pustaka
Elizabeth, J, Corwin. (2021). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.
Johnson, M.,et all, 2023, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Mansjoer, A. (2023). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI Black, M, J., PhD, RN, CPSN, CWCN, & FAPWACA. (2014). keperawatan medikal bedah: manajemen klinis untuk hasil yang diharapkan, edisi 8-buku2. elsevier.
Dinarti, ratna aryani dkk. (2013). Dokumentasi keperawatan.
Doenges. (2012). rencana asuhan keperawatan (pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien).
Kurniawati, Zainal, S., & H.Abd.Kadir. (2020). Kurniawati, Gambaran Tentang Kejadian Appendisitis Di Rs. Tk Ii Pelamonia Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, 15(4), 371–377.
Nuranif, amin huda, & Kusuma, H. (2015). Berdasarkan Diagnosa Medis Dan Nanda NIC-NOC (revisi jil).