• Tidak ada hasil yang ditemukan

Logika Thales, Anaximander, Xenophanes, dan Herakleitos

N/A
N/A
akunruwi2

Academic year: 2025

Membagikan "Logika Thales, Anaximander, Xenophanes, dan Herakleitos"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 (UNTAG) SEMARANG

FAKULTAS BAHASA DAN BUDAYA

JL. SETERAN DALAM NO.09 MIROTO TELP/FAKS. (024) 8441772 SEMARANG

TUGAS

TAHUN AKADEMIK 2024/2025

NAMA : RUWIYATI MATA KULIAH : Logika I

NPM : 231003862200084 PRODI : PKTTYME

HARI/TANGGAL : Rabu, 9 Oktober 2024 SEMESTER : 3

LOGIKA THALES, ANAXIMANDER, XENOPHANES, DAN HERAKLEITOS

PENDAHULUAN

Logika berasal dari kata sifat logike (Bahasa Yunani) yang berhubungan dengan kata benda logos, yang diartikan pikiran atau perkataan yang menyatakan pernyataan dari pikiran (Surajiyo dkk., 2021). Hal ini membuktikan bahwa ternyata ada hubungan yang erat antara pikiran dan perkataan yang merupakan pernyataan dalam bahasa. Logika merupakan cabang filsafat yang mempelajari prinsip-prinsip penalaran yang valid dan sah. Logika membantu seseorang untuk berpikir secara sistematis, teratur, dan tepat. Juga bisa membedakan antara yang valid dan tidak valid. Ini juga sangat penting dalam berbagai bidang seperti filsafat, matematika, dan linguistic.

Thales yang sering dianggap sebagai filsafat pertama dalam tradisi Barat, berpendapat bahwa air adalah prinsip dasar dari segala sesuatu, mengawali sebuah pendekatan yang bersifat naturalistik terhadap pemahaman kosmos. Anaximander, murid Thales, mengembangkan gagasan yang lebih abstrak dengan mengusulkan apeiron, atau yang tak terbatas, sebagai asal mula segalanya. Ia juga memperkenalkan konsep keseimbangan kosmik yang bersifat dinamis, di mana berbagai unsur saling menggantikan satu sama lain. Xenophanes, di sisi lain, mengkritik pandangan antropomorfis tentang dewa-dewa dan menggambarkan Tuhan sebagai satu entitas tunggal, tak terbatas, dan sempurna, melampaui gambaran-gambaran, memperkenalkan gagasan bahwa alam semesta berada dalam keadaan flux yang terus-menerus, diatur oleh logos, prinsip rasional yang mendasari segala perubahan.

Paper ini akan mengeksplorasi bagaimana keempat pemikir ini mengembangkan konsep-konsep yang secara signifikan mengubah cara manusia memahami realitas, dari pandangan mitologis ke pendekatan yang lebih logis dan sistematis. Dengan menganalisis kontribusi mereka, kita dapat melihat fondasi dari logika dan filsafat alam yang kemudian mempengaruhi perkembangan pemikiran ilmiah dan metafsik di era berikutnya.

(2)

LOGIKA THALES

Logika lahir bersama-sama dengan lahirnya filsafat Yunani Kuno. Thales adalah seorang filusuf dari bangsa Yunani yang hidup antara 624-546 SM. Thales diyakini sebagai filusuf yang menggunakan akal pikiran untuk dapat memecahkan suatu masalah tentang rahasia daripada alam semesta. Ia berusaha meninggalkan segala macam dongeng dan cerita yang tidak masuk akal. Seperti cerita takhayul ataupun cerita-cerita yang sifatnya mistis dan diyakini oleh para masyarakat yang ada pada zaman itu (Novitadesi & Lawalata, 2024).

Thales juga filusuf yang aktif terlibat daam politik dan sangat sukses sebagai pengusaha. Ia melakukan perjalanan di seluruh daerah Timur Mediterania dan mengunjungi Mesir untuk mempelajari geometri yang mejadi basis penalaran deduktifnya sambil berdagang.

Thales dan pengikutnya adalah pemikir pertama yang mengajukan teori-teori dalam filsafat Barat. Alasan Thales bahwa materi fundamental dari alam semesta terjadi sebagai sesuatu yang terbentuk dari sesuatu yang lain. Ia mengamati bahwa air perlu untuk ketahanan semua bentuk kehidupan dan bahwasannya bergerak dan berubah. Juga bentuk dari cair ke padat dan kabut.

Thales juga mencatat bahwa setiap wilayah luas yang muncul pada akhirnya bertepi air. Dari sini ia berkesimpulan bahwa secara keseluruhan bumi mengambang di atas dasar air. Dari air itu bumi telah muncul. Kemunculan terjadi karena adanya gempa dalam air ini (Karauwan, 2021).

Pendapat Thales terhadap pembentukan alam juga tidak dapat dipisahkan dengan argumennya bahwa seggala sesuatu di jagad raya memiliki jiwa. Bukan hanya makhluk hidup yang memiliki jiwa namun benda mati sekalipun. Argumen Thales di dasarkan pada pengalaman dan pengamatan terhadap magnet yang dapat menarik besi. Thales dalam menemukan gagasan ini memang telah menjauhi mitos-mitos yang ada dan berpikir secara logika dan rasional. Pemikiran ini dianggap oleh Aristoteles sebagai perintis filsafat alam pertama yang ada (Sugiharto, 2020).

Thales membuka jalan bagi fisuf-filsuf setelahnya, seperti Anixmander dan Herakleitos, untuk mengembangkan teori-teori lebih lanjut tentang alam semesta dan prinsip- prinsip yang mendasarinya. Logikanya dalam mengidentifikasi satu prinsip dasar sebagai sumber dari segala sesuatu juga menjadi cikal bakal bagi tradisi filsafat yang mencoba menemukan keteraturan alam melalui elemen-elemen dasar dan hukum-hukum alam. Thales sering disebut sebagai “bapak filsafat” karena pemikirannya ini menjadi titik awal pergeseran dari pemahaman yang berdasarkan keyakinan spiritual dan mitos ke pendekatan yang lebih

(3)

LOGIKA ANAXIMANDER

Anaximander adalah seorang fisuf yang diperkirakan hidup antara tahun 610 hingga 546 SM. Anaximander juga berkontribusi dalam bidang astronomi dan geografi, di mana ia menjadi orang pertama yang membuat peta bumi. Usahanya dalam geografi kemudian dilanjutkan oleh seseorang teman sekaligus sesama penduduk Miletus, Hekataios.

Anaximander juga seorang teman seumur dan warga negara yang sama dengan Thales. Bahkan Anaximander juga murid dari Thales. Dari itu ia menjadi orang Yunani pertama yang telah menghasilkan sebuah catatan tertulis tentang alam.

Anaximander di kenal sebagai penulis karya filsfat yang kompleks dan sulit di pahami, salah satunya berjudul Perihal Alam Semesta. Di dalamnya berisi konsep kosmologi yang revolusioner pada zamannya, yakni mengenai dunia dan asal mula keberadaannya. Menurutnya alam semesta berasal dari “apeiron” yang berarti tidak terbatas atau tanpa batas. Apeiron adalah prinsip dasar alam semesta yang tidak dapat dilihat atau dipahami oleh manusia. Bumi, air, udara, dan api termasuk elemen-elemen dari alam semesta. Menurut Anaximander bahwa lam semesta selalu berubah-ubah dan terus berkembang (Iqbal Ma’Rief, 2023).

Anaximander berprinsip bahwa yang mendasari segala sesuaatu di alam semesta sebagai apeiron atau tidak terbatas. Apeiron adalah prinsip yang abadi, tidak tercipta, dan tidak dapat dihancurkan. Ia menganggap bahwa semua bentuk di alam semesta berasl dari apeiron dan akan kembali lagi ke sana pada akhirnya.

Selain itu, Anaximander juga mengemukakan gagasan tentang keadilan kosmis, di mana semua elemen dan kekuatan di alam berada dalam keseimbangan dinamis. Ketika satu elemen seperti panas atau dingin, mendominasi terlalu lama, elemen lain akan muncul untuk mengkoreksi ketidakseimbangan itu. Ini mirip dengan konsep hukum sebab-akibat yang diatur oleh prinsip keadilan alamiah. Dengan cara ini, ia melihat alam semesta sebagai sistem yang teratur dan harmonis, di mana perubahan terjadi menurut prinsip logis dan hukum alam.

Misalnya ketika musim panas yang panas mendominasi, musim dingin akan datang untuk mengembalikan keseimbangan. Pandangan ini tidak hanya menunjukkan pemahaman logis tentang perubahan siklus di alam, tetapi juga memberikan fondasi untuk teori evolusi awal. Anaximander berpendapat bahwa kehidupan pertama muncul dari kelembaban dan bahwa makhluk hidup berkembang dari bentuk yang lebih sederhana, seperti ikan, menuju bentuk yang lebih kompleks, termasuk manusia. Ini menunjukkan pemahaman tentang perubahan yang terjadi secara bertahap, berdasarkan prinsip-prinsip alami yang logis dan dapat diprediksi (Aliyah dkk., 2024).

(4)

PEMIKIRAN LOGIKA XENOPHANES

Xenophanes atau lebih dikenal dengan sebutan Xeno, lahir di Xopolohon, Asia Kecil. Ia juga sekaligus penyair yang dikenal karena pemikirannya yang kritis terhadap agama dan mitologi Yunani kuno. Ia berontribusi pada perkembangan logika dan filsafat, terutama melalui kritikannya terhadap antropomorfisme dan pandangan tentang Tuhan. Dalam tradisi Yunani pada masa itu, dewa-dewa seperti Zus, Athena, dan Apollo digambarkan dengan sifat dan bentuk manusia. Hal itu termasuk kelemahan seperti amarah, kecemburuan, dan ketidaksempurnaan moral. Xenohanes menolak pandangan ini, berargumen bahwa jika sapi atau kuda bisa melukis atau membuat patung dewa-dewa , mereka akan menggambarkan dewa- dewa seperti sapi atau kuda (Alkahfil Qurun, 2021).

Contoh pemikirannya seperti ini :

“Jika sapi, kuda, atau singa memiliki tangan dan bisa menggambar atau menciptakan seni, mereka akan melukis dewa-dewa dengan bentuk seperti sapi, kuda, atau singa.”

Logika Xenophanes di sini menunjukkan bahwa representasi dewa-dewa sebagai manusia tidak bisa dianggap sebagai kebenaran absolut, melainkan merupakan proyeksi manusa terhadap sesuat yang lebih tinggi. Menurutnya dewa tidak mungkin memiliki sifat dan bentuk manusia karena itu hanyalah cerminan dari keterbatasan persepsi manusia.

Xenophanes mengusulkan pandangan teologis yang berbeda dengan mitologi Yunani pada masanya. Dia berpendapat bahwa Tuhan adalah entitas tunggal, berbeda dari banyak dewa-dewa Yunani. Baginya Tuhan adalah yang tidak dapat dipahami oleh manusia secara total karena Tuhan tidak berubah, tidak terikat oleh ruang dan waktu, serta tidak berbentuk manusia. Pemikiran logis Xenophanes tentang Tuhan ini menyiratkan monoteisme atau setidaknya pandangan yang lebih filosofis tentang keilahian, yang mendasari banyak pemikiran teologis rasional di kemudian hari. Tuhan menurutnya adalah kekuatan yang tidak terlihat yang mengatur dunia dengan cara yang sempurna dan tanpa campur tangan langsung dalam bentuk perilaku manusiawi.

Xenophanes juga menyadari keterbatasan pengetahuan manusia dan menunjukkan sikap skeptis terhadap klaim-klaim kebenaran absolut. Dia berargumen bahwa manusia hanya dapat mencapai pemahaman yang terbatas tetang dunia dan dewa. Pengetahuan manusia, menurut Xenophanes, bersifat relatif dan terbatas oleh pengalaman dan persepsi indrawi.

Pemikiran ini menandakan awal dari pendekatan skeptis dalam filsafat Yunani, di mana klaim kebenaran harus diuji oleh akal dan logika. Menurut Xenophanes, meskipun manusia mungkin mencari kebenaran, pengetahuan penuh tentang Tuhan atau alam semesta tidak mungkin di

(5)

PEMIKIRAN LOGIKA HERAKLEITOS

Herakleitos hidup di Ephhesos di Asia kecil sekitar taun 500 SM. Intinya pemikiran Herakleitos boleh di tunjukkan keyakinannya bahwa tiap-tiap benda terdiri dari hal-hal yang saling berlawanan dan bahwa hal-hal yang berlawanan itu tetap mempunyai kesatuan.

Singkatnya, yang satu adalah banyak dan yang banyak adalah satu. Ia juga meyakini bahwa arche (api merupakan asas yang pertama dari alam semesta) di lambangkan sebagai arti dari perubahan dan kesatuan. Api memiliki sifat dapat menghancurkan. Walaupun suatu objek yang bisa di bakar dan pada akhirnya menjadi abu atau asap tetapi api tetap ada. Karena prinsipnya semua tercipta dari api dan akan kembali ke api (Sondarika, 2021).

Filsafat Herakleitos terkenal dengan konsep "menjadi," yang mengemukakan bahwa segala sesuatu selalu dalam proses menjadi dan terus mengalami perubahan. Ungkapan terkenalnya, panta rhei kai uden menci, berarti bahwa segala sesuatu mengalir seperti arus sungai, dan tidak ada seorang pun yang bisa masuk ke sungai yang sama dua kali. Ini karena air yang pertama telah mengalir pergi, digantikan oleh air baru. Begitu pula, segala sesuatu di dunia tidak pernah tetap; semuanya akan berubah. Pada akhirnya, dikatakan bahwa hakikat dari segala sesuatu adalah perubahan, sehingga filsafat Herakleitos dikenal sebagai filsafat

"menjadi."

Herakleitos juga memperkenalkan konsep Logos, yang ia definisikan sebagai prinsip universal yang mengatur alam semesta. Meskipun dunia tampak kacau dan selalu berubah, ada hukum rasional yang mendasari perubahan ini. Logos adalah kekuatan yang menjaga keteraturan di balik dinamika dan kontradiksi di alam semesta, meskipun sulit dipahami sepenuhnya oleh manusia. Pemahaman tentang Logos hanya dapat dicapai melalui refleksi rasional dan kesadaran akan sifat dinamis realitas, tetapi kebanyakan manusia hidup dalam ketidakpedulian terhadap hal ini.

Secara keseluruhan, Herakleitos menekankan bahwa perubahan dan pertentangan adalah realitas mendasar dari kehidupan, dan manusia harus menyadari bahwa apa yang tampak sebagai kekacauan sebenarnya merupakan bagian dari tatanan yang lebih besar. Logika Herakleitos yang paradoksal menantang pemikiran statis dan dogmatis, mengajarkan bahwa untuk memahami dunia, kita harus menerima dan memahami sifat dinamis dan penuh pertentangan dari realitas.

(6)

KESIMPULAN

Dari penjelasan di atas tertera bahwa sebenarnya ke empat tokohnya membahas sesuatu yang sama namun menurut perspektif pemikiran, dan teori masing-masing sesuai dengan yang di pikirkan. Thales, Herakleitos, Anaximander, dan Xenophanes masing-masing berkontribusi pada pemikiran logis awal dengan menawarkan penjelasan rasional tentang alam semesta.

Thales melihat air sebagai unsur dasar yang menjadi asal mula segala sesuatu, sedangkan Herakleitos menekankan bahwa perubahan adalah esensi realitas, dengan segala sesuatu selalu mengalir dan diatur oleh Logos. Anaximander mengusulkan konsep Apeiron (yang tak terbatas) sebagai sumber segala sesuatu, yang beroperasi melalui keseimbangan antara kekuatan-kekuatan yang berlawanan. Xenophanes, di sisi lain, mengkritik antropomorfisme agama dan menekankan keterbatasan pengetahuan manusia, seraya memperkenalkan gagasan tentang Tuhan yang satu dan tak terjangkau. Secara keseluruhan, mereka berusaha memahami hakikat alam melalui prinsip rasional dan menolak penjelasan mitologis.

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Aliyah, D., Hasna, A. M., & Pratama, M. A. (2024). Konsep Infinity Dan Keadilan Kosmik Anaximander.

Alkahfil Qurun, K. (2021). Moqadimah Percikan Filsafat.

Iqbal Ma’Rief, M. (2023). Logika Kritis Filsuf Klasik. Anak Hebat Indonesia.

https://books.google.co.id/books?

hl=id&lr=&id=CbrYEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA2&dq=pemikiran+logika+anaxim ander&ots=b_faHrXYLu&sig=qYRSPeXR-jH3pMG7bNG1-

g01Q8I&redir_esc=y#v=onepage&q=pemikiran%20logika%20anaximander&f=true Karauwan, W. (2021). Kompilasi Pemikiran Filsafat Kuno. UKIT PRESS.

https://books.google.co.id/books?

hl=id&lr=&id=_Yu9EAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=pemikiran+logika+thales&

ots=WG5KgQvI3m&sig=TxRXxzN5mrYuKYme1GhfhvCVFXk&redir_esc=y#v=on epage&q=pemikiran%20logika%20thales&f=true

Nawawi, N. (2017). Tokoh Filsuf dan Era Keemasan Filsafat.

Novitadesi, E., & Lawalata, M. (2024). Menyelami Dasar-Dasar Logika: Pondasi Kritis Dalam Berfikir. GARUDA: Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Filsafat, 12–24.

https://doi.org/10.59581/garuda.v2i2.3047

Sondarika, W. (2021). Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Yunani dari Abad Ke-5 SM Sampai Abad Ke-3 SM. Jurnal Artefak. https://jurnal.unigal.ac.id/artefak/article/view/5170/pdf Sugiharto, H. (2020). Thales: Air Sebagai Pembentuk Alam.

Surajiyo, Astanto, S., & Andiani, S. (2021). Dasar-Dasar Logika. PT Bumi Aksara.

https://books.google.co.id/books?

hl=id&lr=&id=uz4QEQAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=logika+pengertian&ots=nR

(8)

UECynTSk&sig=ftcpWlwUSUbEAUalVAJgIWoCOXg&redir_esc=y#v=onepage&q

=logika%20pengertian&f=true

Referensi

Dokumen terkait

CONTOH SOAL

Dasar penalaran dalam logika ada dua, yakni deduktif dan induktif. Penalaran deduktif –kadang disebut logika deduktif– adalah penalaran yang membangun atau

Dalam perkuliahan ini dibahas materi-materi mengenai Pengantar Filsafat Ilmu: Definisi, Kedudukan, dan Ruang Lingkup; Dasar- Dasar Pengetahuan: Penalaran, Logika, Sumber

Materi modul ini memberikan gambaran adanya beberapa prinsip-prinsip logika matematika yang benar, sebagai dasar dalam membuat kesimpulan yang valid dari

Logika mempelajari masalah penalaran. Penalaran adalah proses dari akal manusia yang berusaha untuk menimbulkan suatu keterangan baru dari beberapa keterangan

Dengan ini hendak dikatakan bahwa suatu studi yang tepat tentang logika tidak hanya memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan mengenai metode-metode dan prinsip-prinsip berpikir

Dokumen ini berisi soal logika berpikir yang berkaitan dengan penalaran

Pemikiran filsafat Islam tentang logika dari Al-Kindi hingga Ibnu