• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH FIKIH KEL 4 word

N/A
N/A
izzatu jahra

Academic year: 2025

Membagikan "MAKALAH FIKIH KEL 4 word"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH MAWARIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih Dosen Pengampu :

Fazlurrahman Fauzi, M.Pd

Disusun Oleh : Kelompok 4

Arendra Sandika J. (2111101196)

Maylin Irwinda (2111101244)

Izzatu Jahra (2111101066)

Fathul Zamani N. (2111101025)

Syarzaini (2111101258)

Lulud Diah P. (2111101123)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS 2022

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan taufiq serta hidayah-Nya dalam penulisan makalah tentang “Mawaris”

bisa terselesaikan dengan baik. Sholawat serta salam selalu terlimpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang membawa kita dari zaman yang gelap menuju zaman yang terang benderang yakni dengan agama islam.

Pada kesempatan ini penulis ucapakan terima kasih kepada Bapak Fazlurrahman Fauzi, M.Pd selaku dosen pengampu Mata Kuliah Fikih, dan kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini. Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya.

Harapan penulis, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat serta menambah wawasan. Tak lupa, kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan atau koreksi makalah ini agar menjadi lebih baik. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Kalimantan Timur, 23 Mei 2022

Penulis

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah...1

C. Tujuan Penulisan...2

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Mawaris ...2

B. Landasan Hukum Mawaris ...3

C. Unsur-Unsur dan Syarat-Syarat Kewarisan ...4

D. Pengelompokan Ahli Waris ...8

E. Metode Perhitungan Harta Waris ...10

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan...12

B. Saran...12

DAFTAR PUSTAKA...13

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Waris adalah berbagai aturan tentang perpindahan hak milik seseorang yang telah meninggal dunia kepada ahli waris. Dalam istilah lain, waris disebut juga dengan fara'idh, yang artinya bagian tertentu yang dibagi menurut agama Islam kepada semua yang berhak menerimanya. Pembahasan warisan adalah hal yang sangat penting ditengah masyarakat dan mendapatkan perhatian serius dalam Islam. Ilmu mawaris adalah ilmu yang sangat penting dalam Islam, karena dengan ilmu mawaris harta peninggalan seseorang dapat disalurkan kepada yang berhak, sekaligus dapat mencegah kemungkinan adanya perselisihan karena memperebutkan bagian dari harta peninggalan tersebut. Dengan ilmu mawaris ini, maka tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan. Karena pembagian harta warisan ini adalah yang terbaik dalam pandangan Allah dan manusia.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian mawaris?

2. Bagaimana landasan hukum mawaris?

3. Bagaimana unsur-unsur dan syarat-syarat kewarisan?

4. Bagaimana pengelompokan ahli waris?

5. Bagaimana metode perhitungan harta waris?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian mawaris 2. Untuk mengetahui landasan hukum mawaris

3. Untuk mengetahui unsur-unsur dan syarat-syarat kewarisan 4. Untuk mengetahui pengelompokan ahli waris

5. Untuk mengetahui metode perhitungan harta waris

(5)

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Mawaris

Secara etimologis, kata mawaris berasal dari Al-mirats, yang berarti berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum ke kaum lain. Sementara bila ditinjau dari segi istilah, al-mirats adalah berpindahnya kepemilikan hak orang yang sudah meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup. Hak kepemilikan ini bisa berupa apa saja, seperti harta, tanah, dan hak lainnya yang secara sah. Dalam hukum Islam dikenal adanya ketentuan-Ketentuan tentang siapa yang masuk ahli waris yang berhak menerima warisan,dan ahli waris yang tidak berhak menerimanya. Istilah fikih Mawaris dimaksudkan ilmu fiqih yang mempelajari siapa-siapa ahli waris Yang berhak menerima,serta bagian- bagian tertentu yang diterimanya. Fiqih mawaris disebut juga ilmu faraid, bentuk jamak dari kata tunggal faridah artinya ketentuan-ketentuan bagian ahli waris yang diatur secara rinci di dalam al-Qur’an.

Dari pengertian tadi, disimpulkan bahwa mawaris adalah disiplin ilmu yang membahas terkait pembagian harta seseorang yang telah meninggal kepada pewaris (ahli waris) yang masih hidup sesuai dengan ketentuan Al-Quran dan Al- Hadits. Tak hanya itu, ilmu ini juga membahas siapa saja yang berhak menerima warisan serta bagian-bagian yang akan diterimanya yang sudah ditentukan kadar bagiannya, baik setengah, seperempat, Sepertiga dan sebagainya.

Pentingnya pengertian di balik ilmu mawaris bertujuan untuk menciptakan kedamaian di tengah-tengah keluarga. Tak jarang keluarga pecah bahkan hingga terjadi pertumpahan darah gara-gara pembagian warisan yang dianggap tidak adil. Itulah mengapa ilmu tersebut disebut-sebut oleh baginda Nabi Muhammad SAW sebagai separuh dari inti agama. Alasannya karena menurut Ibn Uyainah bahwa pembagian warisan merupakan keniscayaan yang akan dihadapi oleh setiap manusia.

(6)

B. Landasan Hukum Mawaris

Islam mengatur tentang hak ahli waris di dalam Al-qur’an dengan sangat rinci, mengingat masalah pengalihan harta orang meninggal rentang sekali untuk potensi penyimpangan dan ketidakadilan dalam membaginya diantara ahli waris itu sendiri. Ketentuan-ketentuan Syari’at Islam yang di tunjuk oleh nash-nash yang jelas termasuk di dalamnya masalah pembagian warisan, selama tidak ada dalil lain yang menghendaki lain, maka ianya suatu keharusan yang harus dilaksanakan oleh seluruh umat islam. Dalam hal ini, mentaati dan melaksanakan ketentuan pembagian warisan sesuai yang diperintahkan Allah SWT akan mendapat pahala dan nikmat syurga-Nya, sebaliknya bagi mereka yang tidak mengindahkannya, akan mendapat siksa dan di masukkannya ke dalam api neraka jahannam, hal ini sebagaimana dipahami dari firman Allah surat An-Nisa Ayat 11 yang artinya

“Bapak-bapak kamu dan anak-anak kamu mereka tidak mengetahui mana saja diantara mereka yang lebih mendekati manfaat kepada kamu”.

Aturan warisan yang ditetapkan Allah di dalam Al-Qur’an, pada dasarnya ketentuan Allah yang sangat jelas maksud dan arahnya, dan hal-hal yang masih memerlukan penjelasan, baik yang bersifat menegaskan maupun yang bersifat merinci, dijelaskan oleh Rasulullah melalui hadisnya. Walaupun demikian, penerapannya masih menimbulkan pemikiran dan ijtihad yang terus dikembangkan oleh mujtahid dan ilmuan yang kemudian dirumuskan dalam bentuk ajaran yang bersifat normatif, dan aturan tersebut kemudian ditulis dan dibukukan dalam lembaran kitab-kitab fikih serta menjadi menjadi pedoman bagi kaum muslimin dalam menyelesaikan permasalahan kewarisan tersebut, serta dengan berpijak pada aturan Allah, maka umat Islam terpelihara dari memakan harta secara bathil, jauh dari terjadi keributan dalam keluarga yang diakibatkan oleh harta warisan serta terwujudnya keadilan yang sempurna dalam pembagiannya.

Oleh karena demikian, Ali As-Sabuni mengutarakan beberapa hikmah adanya syariat yang telah Allah tetapkan bagi kaum muslim, di antaranya sebagai berikut :

(7)

1. Kaum wanita selalu harus terpenuhi kebutuhan dan keperluannya, dan dalam hal nafkahnya kaum wanita wajib diberi oleh ayahnya, saudara laki-lakinya, anaknya, atau siapa saja yang mampu di antara kaum lakilaki kerabatnya.

2. Kaum wanita tidak diwajibkan memberi nafkah kepada siapa pun di dunia ini. Sebaliknya, kaum lelakilah yang mempunyai kewajiban untuk memberi nafkah kepada keluarga dan kerabatnya, serta siapa saja yang diwajibkan atasnya untuk memberi nafkah dari kerabatnya.

3. Nafkah (pengeluaran) kaum laki-laki jauh lebih besar dibandingkan kaum wanita. Dengan demikian, kebutuhan kaum laki-laki untuk mendapatkan dan memiliki harta jauh lebih besar dan banyak dibandingkan kaum wanita.

4. Kaum laki-laki diwajibkan untuk membayar mahar kepada istrinya, menyediakan tempat tinggal baginya, memberinya makan, minum, dan sandang. Dan ketika telah dikaruniai anak, ia berkewajiban untuk memberinya sandang, pangan, dan papan.

5. Kebutuhan pendidikan anak, pengobatan jika anak sakit (termasuk istri) dan lainnya, seluruhnya dibebankan hanya pada pundak kaum laki-laki.

Sementara kaum wanita tidaklah demikian.

Dengan demikian, tampak secara jelas bahwa kaum wanita justru lebih banyak mengenyam kenikmatan dan lebih enak dibandingkan kaum laki-laki.

Sebab, kaum wanita sama-sama menerima hak waris sebagaimana halnya kaum lakilaki, namun mereka tidak terbebani dan tidak berkewajiban untuk menanggung nafkah keluarga. Artinya, kaum wanita berhak untuk mendapatkan hak waris, tetapi tidak memiliki kewajiban untuk mengeluarkan nafkah.

C. Unsur-Unsur dan Syarat-Syarat Kewarisan

Hukum warisan Islam sama dengan hukum warisan Adat terdapat unsur- unsur yang dalam hukum Islam disebut rukun. Adapun unsur-unsur hukum warisan Islam, antara lain : Pertama, pewaris (muwaris), yaitu orang yang telah

(8)

meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan; kedua, Harta warisan, yaitu harta baik berupa harta bergerak, tidak bergerak, dan harta yang tidak maujud, seperti hak intelektual, hak cipta dan lain-lain. Harta tersebut dapat dibagikan kepada ahli waris, setelah dikurangi biaya-biaya perawatan/pengobatan pewaris, pemakaman, pembayaran hutang, dan wasiat. Sedangkan unsur yang terakhir adalah ahli waris yaitu orang yang berhak menerima harta warisan. Pendek kata, harta warisan dapat dibagikan jika semua kewajiban muwaris telah selesai ditunaikan.

a. Pewaris

Pewaris ialah seorang yang telah meninggal dunia dan meninggalkan sesuatu yang dapat beralih kepada keluarganya yang masih hidup. Sedangkan apabila seseorang yang meninggal dunia itu tidak meninggalkan sesuatu yang dapat beralih kepada keluarganya yang masih hidup ia bukan pewaris. Dalam hukum warisan Islam, yang menjadi faktor-faktor warisan adalah karena hubungan nasab, karena hubungan perkawinan dan karena hubungan wala atau budak.

Kemudian dalam hukum Islam sebagaimana ketentuan Surat An-Nisa ayat 7 dan 33 adalah ayah, ibu, kakek nenek, anak dan cucu. Sedangkan pewaris dalam kelompok pengertian aqrabuna, sebagaimana ditemukan dalam Surat An-Nisa ayat 12 dan 176 adalah suami dan istri dan saudara. Kemudian pengertian menurut Al-Qur’an diperluas dengan Hadits Nabi SAW, dengan memasukan keturunan ayah dan keturunan kakek, sehingga termasuk anak saudara dan paman serta bibi, kemudian pewaris karena telah memerdekakan budak (wala) yang tidak meninggalkan ahli waris.

Perincian pewaris dalam hukum warisan Islam dapat dilihat dalam ayat- ayat Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, serta dikembangkan dengan ijtihad, maka dalam hal ini Amir Syarifuddin memberikan perincian pewaris menjadi 4 kelompok, yaitu :

1. Kelompok ayah dan ibu dan dikembangkan kakek dan nenek terus ke atas;

(9)

2. Kelompok anak baik anak laki-laki dan anak perempuan dan dikembangkan kepada cucu terus ke bawah;

3. Kelompok suami dan istri;

4. Kelompok saudara dan paman. Kelompok ini merupakan perluasan pengertian pewaris menurut Al-Qur’an yang diperluas oleh hadist Nabi Muhammad SAW, dengan memasukan keturunan ayah dan keturunan kakek, sehingga dapat difahami bahwa seseorang dapat menjadi pewaris itu termasuk anak saudara, dan pewaris bagi pamannya.

b. Harta Warisan

Harta adalah barang (uang dsb) yang menjadi kekayaan. sedangkan harta warisan adalah barang atau benda yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia yang menjadi hak ahli waris, setelah dikurangi untuk kepentingan biaya perawatan jenasah, hutang-hutang dan wasiat pengertian ini antara harta peninggalan dengan harta warisan dapat dibedakan. Harta peninggalan seluruh barang atau benda yang ditinggalkan oleh seseorang telah meninggal dunia, dalam arti barang tersebut milik orang pada saat meninggal dunia, sedangkan harta warisan ialah harta yang berupa barang atau benda yang berhak diterima oleh ahli waris.

Jenis harta kewarisan ada yang berwujud dan ada yang tak berwujud, yang berwujud dalam istilah ekonomi disebut-harta aktif, harta ini dalam istilah hukum ada dua macam sifat, pertama adalah harta disebut ”barang tak begerak” artinya barang tersebut tidak dapat dipindahkan, dan harta yang berupa barang begerak artinya harta itu dapat dipindahkan tempatnya, seperti mobil, peralatan rumah tangga danlain sebagainya, namun dalam hukum perdata terdapat barang yang sifatnya dapat dipindahkan tempatnya, tetapi dikelompokan dalam barang tak bergerak, umpamanya kereta api, pesawat terbang dan kapal laut.

Dalam hukum Islam hak kebendaan yang berbentuk hutang tidak menjadi harta warisan. Akan tetapi, harta yang menjadi hak ahli waris itu hanya harta

(10)

peninggalan dalam keadaan bersih, artinya harta peninggalan itu setelah dikurangi hak-hak lain, seperti biaya-biaya penguburan, pajak, zakat termasuh hutang kepada orang lain. Hutang dalam hukum Islam hutang, selain terhadap orang dan badan hukum juga hutang kepada Allah SWT. Hutang kepada Allah yaitu kewajiban materi kepada Allah yang harus ditunaikan, seperti membayar zakat, nadhar dan lain sebagainya.

Mengacu kepada pengertian tersebut di atas, bahwa harta peninggalan berbeda dengan harta warisan, harta peninggalan ialah semua harta yang ditinggalkan oleh pewaris, sedangkan harta warisan hanya harta yang berhak diterima oleh ahli waris, dimana harta harta peninggalan itu setelah dikurangi atau terlepas dari tersangkutnya segala macam hak-hak oramg lain di dalamnya.

Selanjutnya, jika harta bersama dan harta bawaan terpisah cara membaginya mudah, masing-masing harta itu dikuranmgi hak orang lain yang melekat di dalamnya setelah itu, dapat dibagi kepada ahli warisnya. Akan tetapi, apabila antara harta Bersama dan harta bawaan itu menyatu, pertama harus dipisah dahulu antara harta bersama dengan harta bawaan, kemudian harta bersama dibagi dua, satu bagian untuk pewaris dan satu bagian untuk istri atau suaminya, lalu satu bagian dari harta bersama itu dijadikan satu atau ditambah dengan harta bawaan. Kemudian setelah dijadikan satu antara harta bawaan dengan bagian dari harta bersama tersebut, kemudian dikurangi hak- hak orang lain melekat di dalamnya, setelah itu baru bagi kepada ahli warisnya.

c. Ahli Waris

Ahli waris adalah oarng yang mempunyai hak harta warisan yang dtinggalkan oleh seorang yang telah mening dunia. Kemudian orang yang mempunyai hak sebagai ahli waris dalam hukum Islam ada empat faktor utama, yaitu:

(11)

1. Adanya perkawinan, suami ahli waris istri sebaliknya istri ahli waris suami

2. Adanya nasab atau hubungan darah

3. Wala, orang yang telah memerdekakan budak, dan tidak meninggalkan ahli warisnya

4. Hubungan secara Islam, orang Islam yang meninggal dunia tidak meninggalkan ahli waris, dan harta warisannya diserahkan kepada baitul mal untuk kepentingan umat Islam.

D. Pengelompokan Ahli Waris

a. Penentuan Ahli Waris Menurut Hukum Islam.

Masing-masing ahli waris sudah ditentukan bagian masing-masing menurut ajaran Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Assunnah. Dalam hukum waris Islam terdapat tiga macam ahli waris.

1. Ashab Al-Furiid, yaitu kelompok yang mendapatkan bagian tertentu.

2. Ashabah, yaitu kelompok yang mendapatkan sisa setelah dilakukan pembagian.

3. Zawi Al-Arham, yaitu kelompok yang tidak menerima bagian, kecuali tidak ada Ashab Al-Furiid dan Ashabah.

b. Kelompok Ahli Waris Berdasarkan Aturan Hukum Perdata.

Berdasarkan Hukum Perdata, ada dua golongan yang disebut sebagai ahli waris, yaitu :

1. Orang yang ditunjuk oleh pewaris atau diberikan wasiat (Pasal 830 KUHPerdata).

2. Orang yang memiliki hubungan darah dengan pewaris dan terikat dengan perkawinan (Pasal 832 KUHPerdata).

Mengenai kelompok orang yang memiliki pertalian darah, dibagi lagi ke dalam empat golongan berdasarkan KUHPerdata, yaitu:

(12)

a) Golongan I: Suami/Istri yang hidup terlama dan anak keturunannya (Pasal 852 KUHPerdata)

b) Golongan II: Orang tua dan saudara kandung pewaris.

c) Golongan III: Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris.

d) Golongan IV: Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.

Khusus bagi orang yang terikat pernikahan, misalnya suami dan istri, ahli waris dapat menerima warisan selama belum bercerai. Apabila pewaris meninggal dunia dalam kondisi sudah bercerai, maka mantan suami/istri sudah tidak berhak lagi atas harta warisan dari mendiang. Dalam hukum perdata golongan-golongan ini bersifat prioritas dari golongan teratas. Artinya, jika seorang pewaris masih memiliki istri dan anak kandung, maka golongan di bawahnya tidak akan mendapatkan warisan. Lain halnya jika pewaris tidak memiliki suami/istri dan keturunan, maka golongan kedua yang berhak untuk mendapatkan warisan, yaitu orang tua dan saudara kandung. Begitu seterusnya jika tidak ada golongan ketiga, maka yang berhak menerima warisannya adalah golongan keempat.

c. Ahli Waris di Mata Hukum Adat

Dalam hukum adat, ahli waris ditentukan berdasarkan dua garis pokok, yaitu garis pokok keutamaan dan garis pokok penggantian. Garis pokok keutamaan berasal dari keluarga pewaris di antaranya:

1. Kelompok keutamaan I: Keturunan pewaris.

2. Kelompok keutamaan II: Orang tua pewaris.

3. Kelompok keutamaan III: Saudara-saudara pewaris dan keturunannya.

4. Kelompok keutamaan IV: Kakek dan nenek pewaris dan seterusnya.

(13)

Garis pokok penggantian adalah garis hukum yang bertujuan menentukan siapa di antara orang-orang di dalam kelompok keutamaan tertentu. Mereka yang dipilih harus memiliki kriteria :

a) Orang yang tidak punya penghubung dengan pewaris.

b) Orang yang tidak ada lagi penghubungannya dengan pewaris.

Jika disederhanakan, garis pokok penggantian ini merupakan sosok yang mendapatkan wasiat tertentu atau penunjukan langsung dari pewaris sebelum meninggal dunia. Dalam hal ini bisa saja pewaris yang dimaksud berstatus anak angkat, anak tiri, anak akuan (anak pungut), dan anak piara. Kelompok ini tidak memiliki garis keutamaan (bukan kandung), tetapi termasuk dalam garis pokok penggantian.

E. Metode Perhitungan Harta Waris 1. Munsakhat

Munasakhat adalah metode yang digunakan dalam kasus dimana salah satu ahli waris meninggal sebelum warisan dibagikan. Hal ini sering berlaku dalam kehidupan masyarakat, umumnya di pedesaan yang belum memahami hukum atau terikat dengan adat-istiadat lokal, sehingga sering terjadi dikemudian hari anak cucu yang memperkarakan harta peninggalan ayah atau kakeknya yang belum terbagi, atau sudah dinikmati oleh sebagian ahli waris.

2. Inkisar

Inkisar adalah metode yang digunakan untuk memperoleh angka bulat dalam proses pembagian yaitu dengan cara memperbesar angka. Inkisar mempunyai dua keadaan. Pertama apabila yang diinkisarkan hanya satu golongandan yang kedua adalah dua golongan atau lebih.

a. Tamaatsul

Istilah ini digunakan apabila dua angka yang akan diinkisarkan berupaangka yang sama maka langkah selanjutnya adalah dengan diambil salah satuangka, seperti angka 6 dengan 6, atau angka 5 dengan 5 dan lain-lain.

(14)

b. Tadaakhul (Kelipatan)

Istilah tadakhul dipakai untuk dua angka yang salah satunya merupakan kelipatan dari angka yang lain. Maka langkah selanjutnya dengan mengambil angka yang lebih besar, seperti angka 4 dengan 8, atau angka 2 dengan 6 dan lain-lain.

c. Tawafuuq

Tawafuq adalah istilah untuk dua angka yang berbeda dan bukan termasuk kategori tadaakhul akan tetapi memiliki pembagi yang sama.

Maka langkah selanjutnya adalah dengan membagi salah satu angka dengan wifiq (pembaginya yang sama), kemudian hasilnya dikalikan dengan angka yang lain, seperti angka 4 dengan 6. Kedua angka ini sama- sama bisa dibagi 2 (wifiq).

d. Tabaayun

Angka yang tidak termasuk salah satu kategori di atas maka diistilahkan dengan tabaayun, langkahnya adalah dengan mengalikan kedua angka, seperti 3 dengan 4, atau 3 dengan 8 dan lain-lain.

Inkisar ini digunakan untuk menentukan asal masalah dalam penentuanmasing-masing saham dari ahli waris, juga digunakan dalam keadaan dimanasaham ahli waris tidak terbagi secara sempurna (menghasilkan angka desimal)kepada ahli waris.

(15)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Mawaris adalah disiplin ilmu yang membahas terkait pembagian harta seseorang yang telah meninggal kepada pewaris (ahli waris) yang masih hidup sesuai dengan ketentuan Al-Quran dan Al-Hadits. Adapun unsur-unsur hukum warisan Islam, antara lain : pewaris (muwaris) dan harta warisannya. Ilmu mawaris sangat penting untuk dipelajari, dipahami sekaligus dipraktekkan, terutama bagi masyarakat muslim sendiri, dan para ulama sepakat bahwa ilmu ini wajib kifayah untuk diketahui dalam kumunitas kehidupan masyarakat muslim.

B. Saran

Demikian makalah ini kami susun. Kami sebagai penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak sekali kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat di harapkan demi kesempurnaan karya ilmiah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat di jadikan sumber referensi dan bermanfaat bagi para pembaca.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A. (2021). SIGNIFIKANSI HUKUM WARIS ISLAM DALAM KEHIDUPAN KELUARGA. Syarah: Jurnal Hukum Islam &

Ekonomi10(1).

Barakah, A. (2015). Munasakhat; Metode Praktis Dalam Pembagian Harta Waris. CENDEKIA: Jurnal Studi Keislaman1(2), 183-192.

dkk, H. A. (2001). Edisi ketiga Departemen Pendidikan Nasional'. In Kamus Besar Bahasa Indonesia (p. 723). Jakarta: Balai Pustaka.

Maulana, Syarif (2022) “3 Hukum yang Mengatur Ahli Waris”. diakses dari https://benefits.bankmandiri.co.id/article/3-hukum-yang-mengatur-ahli-waris pada tanggal 22 Mei 2022.

Referensi

Dokumen terkait

”KEDUDUKAN AHLI WARIS YANG BEDA AGAMA DENGAN PEWARIS TERHADAP PEMBAGIAN HARTA WARIS MENURUT KOMPILASI HUKUM. ISLAM” adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali

Lembaga hidup waris menurut Hukum Waris Islam memiliki pengertian bahwa ahli waris yang yang hak mewaris adalah ahli waris yang hidup pada saat warisan terbuka atau pada saat

Terlepas dari kebiasaan pembagian waris tersebut, apabila pewaris saat meninggal dunia tidak memliki keturunan ahli waris anak laki-laki sebagaimana kasus yang terjadi

Menurut ahli waris Masnidar di Banda Aceh, yang ayahnya meninggal dunia, pembagian harta warisan dilakukan dengan cara mengadakan perjanjian damai dengan ahli-ahli waris lain,

Dengan demikian berdasarkan pencermatan peneliti bahwa dampak dari pembagian waris secara kekeluargaan melalui adanya pesan pewaris sebelum meninggal kepada ahli

Pemberian harta melalui wasiat dengan akta wasiat maupun pembagian harta warisan pewaris terhadap para ahli waris dalam hukum adat Minangkabau hanya dapat

Dengan demikian berdasarkan pencermatan peneliti bahwa dampak dari pembagian waris secara kekeluargaan melalui adanya pesan pewaris sebelum meninggal kepada ahli

Harta peninggalan tirkah dapat menimbulkan permasalahan hukum sebab harta kekayaan yaitu sesuatu yang karena didalamnya menimbulkan hak dan kewajiban bagi ahli waris dan wajib di bagi