MAKALAH HUKUM ADAT
STRUKTUR TRADISIONAL MASYARAKAT HUKUM ADAT Dosen Pengampu: Dr. Baiq Ratna Mulhimmah, M.H.
Disusun Oleh: Kelompok 1 Kelas III-B
M. Rizky Hidayat (220201040) Liza Septiana (220201046) Ulfa Maliyasita (220201051)
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
2024
i KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas segala Rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Baiq Ratna Mulhimmah, M.H. selaku Dosen Mata Kuliah Hukum Adat yang telah memberikan tugas makalah ini sehingga kami dapat menyususn makalah yang berjudul Struktur Tradisional Masyarakat Hukum Adat
Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca serta dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Terima kasih.
Mataram, 26 Februari 2024
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B.
Rumusan Masalah ... 2C.
Tujuan Masalah ... 2D.
Manfaat ... 2BAB II PEMBAHASAN ... 3
A. Masyarakat Geneologis ... 3
B. Masyarakat Teritorial ... 5
C. Corak Masyarakat Hukum ... 7
BAB III PENUTUP ... 10
A. Kesimpulan ... 10
B. Saran ... 10
DAFTAR PUSTAKA ... 11
1 BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk yang terdiri atas beragam suku, agama, budaya yang berbeda-beda, yang merupakan satu kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wilayah Indonesia tersebar di berbagai kepulauan dan tunduk pada hukum adat dan budayanya masing-masing. (Siombo & Marhaeni Ria; 2014) Sebagaimana diketahui Hukum Adat lahir, tumbuh, dan berkembang dari masyarakat Indonesia dan merupakan salah satu hukum positif yang tidak tertulis. 1
Hukum Adat merupakan terjemahan dari istilah bahasa asing atau Belanda yaitu Adat Recht yang dikemukakan oleh Snouck Horgronje dan kemudian dipopulerkan oleh C. Van Vollenhoven.2 Tetapi antara adat dan hukum adat memiliki makna yang berbeda-beda walaupun keduannya saling berkaitan.
Adat adalah perilaku seseorang yang di ikuti oleh orang lain sehingga di ikuti oleh banyak orang , yang kemudian banyak orang ini di ikuti oleh kelompok di masyarakat yang dilakukan secara terus menerus dalam masyarakat.
Sedangkan hukum adat sendiri adalah kebiasaan-kebiasaan yang disertai sanksi yang dimana terdapat aturan tingkah laku yang mengatur kehidupan manusia yang mempunyai sanksi dan upaya memaksa kepada siapa saja yang melanggarnya.
Struktur masyarakat hukum adat adalah sebuah sistem hukum yang dijalankan oleh masyarakat lokal dengan aturan dan norma-norma yang ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan turun temurun. Struktur masyarakat menentukan sistim (struktur) hukum yang berlaku di masyarakat itu, Soepomo menulis: “Penyelidikan hukum adat, yang hingga sekarang telah berlangsung kira-kira 50 tahun, sungguh membenarkan pernyataan Van Vollenhoven dalam orasinya.
1 Hisam Ahyani, dkk. Hukum Adat, Bandung: Widina Bhakti Persada, 2023, hlm.:40.
2 Sigit Sapto Nugroho. Pengantar Hukum Adat Indonesia, Solo: Pustaka Iltizam; 2016. Hlm: 14
2 B. Rumusan Masalah
1. Apa itu masyarakat geneologis?
2. Apa itu masyarakat teritorial?
3. Bagaimana corak masyarakat hukum adat?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa itu masyarakat geneologis.
2. Untuk mengetahui apa itu masyarakat teritorial.
3. Untuk mengetahui bagaimana corak masyarakat hukum adat.
D. Manfaat
Dengan memahami materi yang berjudul struktur tradisional masyarakat hukum adat ini diharapkan kita dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari yang dimana disamping kita mempelajari kita diharapkan untuk selalu menjaga agar adat dan budaya yang kita miliki tetap terjaga dan lestari.
3 BAB II
PEMBAHASAN A. Masyarakat Geneologis
Masyarakat hukum adat yang strukturnya berdasarkan keturunan (Genealogis) adalah masyarakat hukum adat yang anggota-anggotanya merasa terikat dalam suatu ketertiban berdasarkan kepercayaan bahwa mereka semua berasal satu keturunan yang sama, artinya: seseorang menjadi anggota masyarakat hukum adat yang bersangkutan karena ia menjadi atau menganggap diri keturunan dari seorang bapak asal (nenek moyang dari laki- laki), tunggal melalui garis keturunan laki-laki atau dari seorang ibu asal (nenek moyang dari perempuan), tunggal melalui garis keturunan perempuan, sehingga menjadi semua anggota masyarakat tersebut sebagai satu kesatuan dan tunduk pada peraturan hukum (adat) yang sama.3
Struktur keturunan secara geneologis (keturunan) ini adalah masyarakat di persatukan atau disusun oleh faktor pertalian darah (gen), terdapat 4 macam pertalian keturunan, yaitu:
1. Masyarakat hukum adat geneologis patrilineal
Masyarakat hukum adat geneologis patrilineal adalah struktur masyarakat yang dipersatukan atau disusun dari keturunan pihak laki-laki.
Contoh, perkawinan jujur dan ciri-ciri perkawinan jujur adalah eksogami dan petrilokal. Eksogami adalah perkawinan jujur yang ideal jika jodoh diambil dari luar marga sendiri. Patrilokal adalah tempat tinggal bersama yang ideal ditempat tinggal suami. Contoh perkawinan jujur di dalam masyarakat Gayo, Batak, Bali, Ambon.
Keberadaan masyarakat hukum geneologis patrilineal di nusantara basisnya ada di pulau Sumatera, masyarakat Batak, Nias, Gayo Sulawesi dan paling banyak di Indonesia Tengah dan Indonesia Timur seperti di Sulawesi, Bali dan di NTB. Di NTB sendiri tepatnya di Lombok suku sasak
3 Erwin Owan Hermansyah Soetoto, dkk., Buku Ajar Hukum Adat, Malang: Bantaran Indah, 2021,
hlm.: 47
4 sangat mempertahankankan nilai dalam tingkatan kebangsawanan dari keturunan laki-laki yang sangat terjaga sampai saat ini.
2. Masyarakat hukum adat geneologis Matrilineal
Masyarakat hukum adat geneologis Matrilineal adalah struktur masyarakat yang dipersatukan atau disusun dari keturunan perempuan.
Contoh, perkawinan semendo dan ciri-ciri perkawinan semendo adalah endogami dan matrilokal. Endogami adalah perkawinan yang ideal jika jodoh diambil dalam kalangan suku sendiri. Matrilokal adalah tempat tinggal bersama yang ideal ditempat tinggal istri.4 Contoh masyarakat perkawinan semendo adalah Minangkabau, Kerinci. Untuk saat ini masyarakat hukum geneologis matrilineal ini tidak sebanyak masyarakat hukum geneologis patrilineal tadi.
3. Masyarakat hukum adat geneologis Parental
Masyarakat hukum adat geneologis patrilineal dan geneologis Matrilineal sifatnya uniteral yaitu penarikan keturunan dari garis keturunan dari satu pihak saja. Sedangkan masyarakat hukum adat geneologis Parental ini bersifat bilateral yaitu penarikan keturunan dari garis keturunan oleh dua penarikan yaitu dari pihak ayah dan ibu bukan ayah atau ibu.
Sebelumnya banyak masyarakat yang menganggap bahwa geneologis ini semacam pilihan namun pernyataan tersebut tidak benar. Contohnya itu di masyarakat Madura, Jawa, Sunda, Aceh dan sebaginya.
Masyarakat hukum parental ini ada dua macam:
a. Parental gezin, yaitu diamana kehidupan masyarakatnya itu terkonsentrasi pada keluarga-keluarga inti.
b. Parental rumpun, yaitu dimana kehidupan terkonsentrasi pada satu rumpun yang hidup didalam satu rumah bersama. Contohnya itu di masyarakat Dayak Kalimantan.
4 Yulia, S.H., Buku Ajar Hukum Adat, Sulawesi: UNIMAL Press, 2016, hlm.:22
5 4. Masyarakat hukum adat geneologis patrilineal Beralih-alih
Masyarakat hukum adat geneologis patrilineal Beralih-alih, yaitu struktur masyarakat yang menarik garis keturunan secara bergiliran atau bergantian sesuai bentuk perkawinan yang dialami oleh orang tua, yaitu bergiliran kawin jujur, kawin semenda maupun kawin semendorajo-rajo.
Contoh pertalian keturunan demikian terdapat dalam masyarakat Rejang Lebong, Lampung Pepadon.5
B. Masyarakat Teritorial
Masyarakat Hukum Adat Teritorial adalah masyarakat yang hidup tetap dan teratur yang anggota-anggota masyarakatnya terikat pada suatu “daerah kediaman” yang sama. Diantara anggotanya yang pergi merantau untuk waktu sementara masih tetap merupakan anggota kesatuan teritorial itu.
Begitu juga orang yang datang dari luar dapat masuk menjadi anggaota kesatuan dengan memenuhi persyaratan adat setempat.6
Ada tiga jenis masyarakat hukum adat yang strukturnya bersifat teritorial:7 1. Masyarakat desa
Masyarakat hukum desa adalah segolongan atau sekumpulan orang yang hidup bersama berasaskan pandangan hidup, cara hidup dan sistim kepercayaan yang sama, yang menetap pada suatu tempat kediaman bersama, merupakan satu kesatuan tata susunan yang tertentu, baik keluar maupun kedalam. Tunduk pada penjabat kekuasaan desa dan juga sebagai pusat kediaman, contohnya, desa-desa di Jawa dan Bali.
Misalnya di Jawa Timur dan Jawa Tengah, desa tersusun di suatu tempat, tempat kepala adat disebut Krajan/Kelurahan. Jikalau suatu desa itu luas terdapat kelompok-kelompok perumahan yang merupakan bagian dari desanya yang disebut padukuhan (dikepalai oleh kamituwo). Pengertian
5 Erwin Owan Hermansyah Soetoto, dkk., Buku Ajar Hukum Adat, Malang: Bantaran Indah, 2021, hlm.: 48
6 Aprilianti, dan Kasmawati, S.H., M.Hum, Hukum Adat Di Indonesia, Bandar Lampung: pusaka
media, 2020, hlm.: 32
7 Yulia, Buku Ajar Hukum Adat,Sulawesi: UNIMAL Press, 2016, hlm.:24-26.
6 desa yang demikian berlaku pula di daerah Bali dan Lombok, tetapi ada perbedaan sedikit, sebab desa di Bali dan Lombok merupakan masyarakat hukum teritorial yang juga terikat oleh unsur-unsur keagamaan.
Persekutuan desa (masyarakat dusun) adalah apabila suatu tempat kediaman bersama mengikat suatu perserikatan manusia di atas daerahnya sendiri, persekutuan desa sebagai suatu kesatuan hidup bersama memiliki beberapa corak penting sebagai berikut:8
a. Religious, bersifat kesatuan batin seseorang dalam satu golongan dengan keseluruhan golongan.
b. Kemasyarakatan atau komunal Hidup bersama di dalam masyarakat tradisional Indonesia bercorak kemasyarakatan, bercorak komunal.
c. Demokratis suasana demokratis di dalam kesatuan masyarakat hukum ini adalah selaras dengan sifat komunal dan gotong royong di dalam kehidupan masyarakat adat ditandai serta dijiwai oleh norma-norma hukum adat yang memiliki nilai umum.
2. Masyarakat Hukum Wilayah (Persekutuan Desa)
Masyarakat hukum wilayah itu merupakan masyarakat hukum bawahan yang juga memiliki harta benda, menguasai hutan dan rimba yang terletak di antara masing-masing kesatuan yang tergabung dalam masyarakat hukum wilayah dan tanah.
Ciri-ciri atau tanda dari Persekutuan Hukum yang termasuk pola persekutuan daerah adalah:
a. Mempunyai pemerintahan atau pengurusan yang bersusun atau bertingkat yaitu terbagi dalam masyarakat hukum yang rendah dan masyarakat hukum yang tinggi;
b. Mempunyai hak atas tanah yang berlapis artinya ada hak bersama dari masyarakat hukum yang rendahan dan hak bersama dari pada masyarakat hukum yang lebih tinggi. Pola persekutuan hukum yang
8Erwin Owan Hermansyah Soetoto, dkk., Buku Ajar Hukum Adat, Malang: Bantaran Indah, 2021, hlm.:51-52
7 demikian itu kita dapatkan di Sumatera Selatan, Deli dan Sumatera Utara
3. Masyarakat hukum serikat desa (perserikatan desa)
Masyarakat hukum serikat desa adalah suatu kesatuan sosial yang teritorial, yang selalu dibentuk atas dasar kerja sama di berbagai lapangan demi kepentingan bersama masyarakat hukum desa yang tergabung dalam masyarakat hukum serikat desa tersebut. Masyarakat hukum desa yang tergabung dalam masyarakat hukum serikat desa itu masih bersifat tradisional. Dalam menjalankan kerjasama, mempunyai pengurus bersama, yang biasanya, yaitu:
a. mengurus pengairan,
b. menyelesaikan perkara-perkara delik adat,
c. mengurus hal-hal yang bersangkut paut dengan keamanan Bersama.
C. Corak Masyarakat Hukum Adat 1. Bercorak Religius Magis
Religius Magis adalah bersifat kesatuan batin, ada kesatuan dunia lahir dan dunia gaib, sebelum masyarakat adat mengenal agama, sifat religius ini diwujudkan dalam cara berfikir yang tidak logis. Menurut kepercayaan bangsa Indonesia bahwa di alam semesta ini benda-benda itu serba berjiwa (animisme) dan disekitar kehidupan manusia itu ada roh-roh halus (dinamisme).9
Corak keagamaan ini juga terangkat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke tiga yang berbunyi “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”.
9 Yulia, Buku Ajar Hukum Adat,Sulawesi: UNIMAL Press, 2016, hlm.:16
8 2. Bercorak Komunal atau Kemasyarakatan
Kehidupam masyarakat hukum adat selalu dalam wujud kelompok, sebagai satu kesatuan yang utuh. Individu satu dengan yang lainnya tidak dapat hidup sendiri, manusia adalah makluk sosial, manusia selalu hidup bermasyarakatan, kepentingan bersama lebih diutamakan daripada kepentingan perseorangan. Ciri-ciri kemasyarakatan atau komunal yaitu:
a. Terikat pada kemasyarakatan tidak bebas dari segala perbuatannya.
b. Mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya c. Hak subyektif berfungsi sosial
d. Mengutamakan kepentingan bersama e. Bersifat gotong royong
f. Sopan santun dan sabar g. Saling hormat menghormati
Hubungan hukum antara anggota masyarakat yang satu dan yang lainnya didasarkan oleh rasa kebersamaan, kekeluargaan, tolong menolong dan gotong royong. Dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (1) menyatakan
“perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan”.
3. Bercorak . Tradisional
Hukum adat di Indonesia sendiri bersifat turun temurun dari zaman nenek moyang sampai sekarang tetap berlaku dan dipertahankan oleh masyarakat yang bersangkutan. Peraturan yang bersifat turun temurun ini mempunyai keistimewaan yang luhur sebagai pusaka yang dihormati, karena itu harus dijaga terus menerus.
4. Bercorak Kongkret dan Visual
Corak kongkret artinya hubungan hukum yang dilakukan jelas, nyata, berwujud antara kata dan perbuatan berjalan serasi. Corak Visual artinya hubungan hukum itu dianggap ada jika sudah ada tanda ikatan yang dapat terlihat, tampak, terbuka, tidak tersembunyi. Jadi corak ini menyatakan hubungan hukum yang berlaku dalam hukum adat itu terang dan tunai, tidak samar-samar, terang disaksikan, diketahui, dilihat dan didengar orang lain.
9 5. Bercorak Terbuka dan Sederhana
Hukum adat sangat terbuka dalam menerima perubahan yang timbul dalam struktur tatanan perilaku dalam masyarakat. Sebagai akibat dari corak terbuka dan dapat menerima masuknya unsur dari luar, hukum adat senantiasa dapat berubah, menurut keadaan, waktu dan tempat. Setiap perkembangan masyarakat hukum adat akan selalu menyesuaikan diri seiring dengan perkembangan yang terjadi. Hal tersebut dapat saja berjalan asal saja tidak bertentangan dengan jiwa hukum adat itu sendiri. Corak terbuka dan sederhana ini mengakibatkan hukum adat mengalami perkembangan disesuaikan dengan keadaan sekarang. 10
10 Aprilianti, dan Kasmawati, Hukum Adat Di Indonesia, Bandar Lampung: pusaka media, 2020,
hlm.: 23
10 BAB III
PENUTUP A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan materi tentang struktur tradisional masyarakat hukum adat ini, maka dapat kami simpulkan bahwa: struktur masyarakat hukum adat adalah susunan dari kelompok masyarakat hukum adat yang secara teoritis, terbentuknya masyarakat hukum adat disebabkan adanya faktor-faktor pengikat yang mengikat setiap anggota masyarakat hukum adat secara bersama-sama, yaitu faktor Genealogis (keturunan) dan faktor Teritorial (wilayah).
Corak masyarakat hukum adat di indonesia perlu di perhatikan karena pola pikir masyarakat pasti berbeda sehingga untuk menjaga hukum adat mana yang mendekati atau yang dapat diberlakukan sebagai hukum nasional sebagai pusaka yang dihormati, karena itu harus dijaga dan dilestarikan.
B. Saran
Dengan memahami makalah yang berjudul struktur tradisional masyarakat hukum adat ini kita dapat menjaga dan melestarikan adat dan budaya yang sudah diwarisi oleh nenek moyang kita dulu. Terlebih lagi pengaruh faktor luar maupun dalam negeri yang dapat merusak kelestarian adat dan budaya yang kita miliki.
11 DAFTAR PUSTAKA
Aprilianti, S.H., M.H. dan Kasmawati, S.H., M.Hum, Hukum Adat Di Indonesia, Bandar Lampung: pusaka media, 2020
Dr. H. Erwin Owan Hermansyah Soetoto, S.H., M.H, dkk., Buku Ajar Hukum Adat, Malang: Bantaran Indah, 2021
Dr. Yulia, S.H.,M.H, Buku Ajar Hukum Adat,Sulawesi: UNIMAL Press, 2016, Hisam Ahyani, dkk. Hukum Adat, Bandung: Widina Bhakti Persada, 2023, Sigit Sapto Nugroho, S.H., M.Hum. Pengantar Hukum Adat Indonesia, Solo:
Pustaka Iltizam; 2016.