• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah materi 2 hubungan ilmu dan agama

N/A
N/A
Shuci Maha Rani

Academic year: 2023

Membagikan "makalah materi 2 hubungan ilmu dan agama"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatu !

Puji Syukur kehadirat Allah SWT dengan Rahmat – Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Hubungan Ilmu dan Agama ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam juga semoga selalu tercurahkan kepada Baginda Rasulullah SAW, sang manajer islam yang selalu becahaya dalam Sejarah hingga saat ini.

Dalam pembuatan makalahini tentu tak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada Dosen Pengampu yang telah membimbing penulis selama ini. Tentunya makalah ini jauh dari kata sempurna. Olehnya penulis mengharapkan kritik dan saran semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semu Aamin Yaa Robbal Alamiiin.

Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatu !

(2)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Ada yang mengataka bahwa antara, ilmu dan agama memiliki hubungan. Baik, ilmu dan agama yang mempunyai tujuan yang sama yaitu memperoleh kebenaran. Manusia selalu mencari sebab-sebab dari setiap kejadian yang disaksikannya. Dia tidak pernah menganggap bahwa sesuatu mungkin terwujud dengan sendirinya secara kebetulan saja tanpa sebab.

Hasrat ingin tahu dan ketertarikan yang bersifat instinktif terhadap sebabsebab ini memaksa kita menyelidiki bagaimana benda-benda di alam ini muncul dan menyelidiki ketertibannya yang mengagumkan. Kita di paksa untuk bertanya “apakah alam semesta ini dengan seluruh bagiannya yang saling berkaitan yang benar-benar membentuk satu kesatuan system yang besar itu terwujud dengan sendirinyaataukah ia memperoleh wujudnya dari seuatu yang lain?”.

I.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana kedudukan Ilmu dan Agama?

2. Apa perbedaan dan persamaan dari ilmu dan agama?

3. Bagaimana Hubungan antara ilmu dan agama

I.3 TUJUAN

1. Untuk mengetahui kedudukan ilmu dan agama.

2. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan dari Ilmu dan Agama.

3. Untuk mengetahui hubungan antara ilmu dan agama.

(3)

BAB II PEMBAHASAN II.1 ILMU

Secara umum ilmu atau ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang disususn secara sistematis dan bermetode. Jika pengetahuan itu adalah segala sesuatu yang kita ketahui baik melalui penangkapan panca indera manusia, maupun melalui proses kesadaran berpikir, maka ilmu pengetahuan adalah pengetahuanpengetahuan tersebut yang disusun kembali secara sistematis dan menggunakan metodologi tertentu.

Menurut prawironegoro, ilmu pengetahuan digolongkan menjadi dua yaitu ilmu pengetahuan riil dan ilmu pengetahuan formal. Ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan social tergolong ilmu pengetahuan riil, sedangkan matematika dan logika tergolong ilmu pengetahuan formal.

Ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan social tergolong ilmu pengetahuan riil, sedangkan matematika dan logika tergolong ilmu pengetahuan formal. Ilmu telah mampu membentuk peradaban manusia, namun demikian ilmu bukanlah satu-satunya sumber kebenaran. Masih ada sumber kebenaran lainnya misalnya seni, agama dan sumber lainnya.

Kehidupan terlalu rumit untuk dianalisis hanya dengan satu jalan pemikiran. Ilmu sebagaimana dijelaskan oleh berbagai ahli pada bidangnya masing-masing tentulah cukup beragam, dengan ilmu merupakan kumpulan berbagai pengetahuan yang mempunyai ciriciri tertentu. Ciriciri tertentu dari ilmu iti dapat diperoleh berdasarkan jawaban yang mampu diberikan oleh ilmu terhadap tiga persoalan pokoknya yaitu; (1) apa yang ingin kita ketahui, (2) bagaimana cara memperoleh pengetahuan tersebut, dan (3) apa nilai kegunaan dari ilmu itu bagi kehidupan.

Ilmu terbatas kajiannya pada sesuatu yang bersifat empiris atau sesuatu yang dapat dialami manusia melalui panca inderanya. Keterbatasan itulah yang membedakannya dengan filsfat secara garis besar terutama dalam derajat dan penekanan. Ilmu lebih menekankan pada kebenaran yang bersifar rasional, logis dan objektif, sedangkan filsafat lebih menekankan sifat radikal dan subjektif. Ilmu bias melakukan penelitian sepanjang objeknya bias di tangkap oleh panca indera, ketika objeknya sudah bias diindera, dianalisi dan di eksperimen, sampai

(4)

ketemu i kesimpulan, maka ilmu berhenti pada titik itu. Sedangkan filsafat baru mulai melakukan pekerjaannya ketika ilmu itu sudah tidak mampu melakukan apa-apa lagi.

Van Peursen mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut (Peursen,1985). Dahulu seorang filsuf memiliki pengetahuan yang luas sehingga beberapa ilmu dipahaminya karena pada waktu itu jumlah atau volume pengetahuan belu m sebanyak zaman kini. Sebagai contoh, Plato adalah filsuf yang mampu di bidang politik kenegaraan, kosmologi, filsafat manusia, filsafat keindahan, dan juga seorang pendidik. Aristoteles adalah filsuf yang ahli di dalam masalah epistemologi, etika, dan ketuhanan. Plotinos bahkan ahli disemua cabang filsafat kecuali filsafat politik. Sejalan dengan perubahan dan perkembangan zaman ilmu mulai terpisah dari induknya yaitu filsafat. Ilmu mulai berkembang dan mengalami deferensiasi/pemisahan hingga spesifikasinya semakin terperinci bahkan satu cabang ilmu pada 23 tahun yang lalu diperkirakan berkembang menjadi lebih dari 650 ranting disiplin ilmu.

(Suriasumantri, 1986). Bahkan ada semacam joke yang beredar di kalangan kedokteran “nanti akan ada dokter spesialis bedah tulang jari kelingking sebelah kiri”. Hal senada juga dikemukakan Jujun dalam suatu model dialog berikut ini. “Saya adalah Dokter Polan, ahli burung betet betina,” demikian dalam abad spesialisasi ini seorang memperkenalkan diri. Jadi tidak lagi ahli zoologi, atau ahli burung. bukan juga ahli betet, melainkan khas betet betina.

“Ceritakan, Dok, bagaimana membedakan burung betet betina dengan burung betet jantan!”

“Burung betet jantan makan cacing betina sedangkan burung betet betina makan cacing jantan...” “Bagaimana membedakan cacing jantan dengan cacing betina?” “Wah, itu di luar profesi dan keahlian saya. Saudara harus bertanya kepada seorang ahli cacing.”

(Suriasumantri, 1986). Apakah ini suatu wacana atau joke, sebenarnya dapat dianggap sebagai suatu tanda bahwa kelak dikemudian hari perkembangan ilmu akan semakin luas bentangannya dan para peneliti akan semakin leluasa memilih bidang kajiannya. Kalau diamati sampai pada era mileneum ketiga ini tidak terhitung spesialisasi ilmu yang bermunculan di perguruan tinggi yang dikaji oleh para peneliti, khususnya yang menempuh studi magister, doktoral, dan spesialis.

Untuk memahami ilmu, ada banyak definisi yang menuntun dan mengarahkan kepada pengertian yang jelas. Secara etimologis “ilmu” merupakan kata serapan yang berasal dari

(5)

bahasa Arab „alima yang berarti tahu atau mengetahui (Gazalba, 1992), sementara itu secara istilah ilmu diartikan sebagai Idroku syai bi haqiqotih (mengetahui sesuatu secara hakiki).

(Suharsaputra, 2004). Dalam bahasa Inggeris Ilmu dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science berasal dari bahasa Latin dari kata Scio, Scire yang berarti (mengetahui) umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu pada makna yang sama. Sinonim yang paling akurat dalam bahasa Yunani adalah episteme. Untuk lebih memahami pengertian Ilmu (science) di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian :

1. Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejalagejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu. (Depdikbud,1989)

2. Aristoteles memandang ilmu sebagai pengetahuan demonstratif tentang sebabsebab hal. (Bagus, 1996).

3. Ilmu merupakan alat untuk mewujudkan tujuan politis secara efektifdan alamiah.

(Suriasumantri, 1986).

4. Dalam beberapa kamus berbahasa Inggris antara lain mendeskripsikanbahwa Science is knowledge arranged in a system, especially obtained by observation and testing of fact (An English Reader s Dictionary); Science is a

5. systematized knowledge obtained by study, observation, experiment”

Selanjutnya dalam kutipannya juga dikemukakan pendapat The Liang Gie yang menyatakan pengertian ilmu dilihat dari ruang lingkupnya adalah sebagai berikut :

 Ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menyebutkan segenap pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai suatu kebulatan. Jadi ilmu mengacu pada ilmu seumumnya;

 Ilmu menunjuk pada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari pokok soal tertentu, ilmu berarti cabang ilmu khusus

(6)

Sedangkan jika dilihat dari segi maknanya The Liang Gie mengemukakan tiga sudut pandang berkaitan dengan pemaknaan ilmu/ilmu pengetahuan yaitu:

 Ilmu sebagai pengetahuan, artinya ilmu adalah sesuatu kumpulan yang sistematis, atau sebagai kelompok pengetahuan teratur mengenai pokok soal atau subject matter. Dengan kata lain bahwa pengetahuan menunjuk pada sesuatu yang merupakan isi substantif yang terkandung dalam ilmu.

 Ilmu sebagai aktivitas, artinya suatu aktivitas mempelajari sesuatu secara aktif, menggali, mencari, mengejar atau menyelidiki sampai pengetahuan itu diperoleh. Jadi ilmu sebagai aktivitas ilmiah dapat berwujud penelaahan (study), penyelidikan (inquiry), usaha menemukan (attempt to find), atau pencarian (search).

Dari pengertian di atas nampak bahwa Ilmu memang mengandung arti pengetahuan, tapi bukan sembarang pengetahuan melainkan pengetahuan dengan ciri- ciri khusus yaitu yang tersusun secara sistematis, dan untuk mencapai hal itu diperlukan upaya mencari penjelasan atau keterangan. Lebih jauh dengan memperhatikan pengertian-pengertian Ilmu sebagaimana diungkapkan di atas, dapatlah ditarik beberapa kesimpulan berkaitan dengan pengertian ilmu yaitu :

 Ilmu adalah sejenis pengetahuan.

 Tersusun dan di susun secara sistematis.

 Sistematisasi juga di lakukan secara menggunakan metode tertentu.

 Pemerolehannya dilakukan dengan caa studi, observasi eksperimen.

Dengan demikian sesuatu yang bersifat pengetahuan biasa dapat menjadi suatu pengetahuan ilmiah bila telah disusun secara sistematis serta mempunyai metode berfikir yang jelas, karena pada dasarnya ilmu yang berkembang dewasa ini merupakan akumulasi dari pengalaman/pengetahuan manusia yang terus dipikirkan, disistimatisasikan, serta diorganisir sehingga terbentuk menjadi suatu disiplin yang mempunyai kekhasan dalam objeknya.

(7)

II.2 AGAMA

Kata “agama” berasal dari bahasa Sanskrit “a” yang berarti tidak dan “gam” yang berarti kacau, jadi tidak kacau. Ter-nyata agama memang mempunyai sifat seperti itu. Agama, selain bagi orang-orang tertentu, selalu menjadi pola hidup manusia. Dick Hartoko menyebut agama itu dengan religi, yaitu ilmu yang meneliti hubungan antara manusia dengan “Yang Kudus” dan hubungan itu direalisasikan dalam ibadat-ibadat. Kata religi berasal dari bahasa Latin rele-gere yang berarti mengumpulkan, membaca. Agama me-mang merupakan kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan dan semua cara itu terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Di sisi lain kata religi berasal dari religare yang berarti mengikat. Ajaranajaan agama memang mem-punyai sifat mengikat bagi manusia. Seorang yang beragama tetap terikat dengan hukum- hukum dan aturan-aturan yang ditetapkan oleh agama.

Sidi Gazalba mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kata relegere asal kata relgi mengandung makna berhati-hati hati-hati. Sikap berhati-hati ini disebabkan dalam religi terdapat norma-norma dan aturan yang ketat. Dalam religi ini orang Roma mempunyai anggapan bahwa manusia harus hati-hati terhadap Yang kudus dan Yang suci tetapi juga sekalian tabu.Yang kudus dipercayai mempunyai sifat baik dan sekaligus mempunyai sifat jahat.

Religi juga merupakan kecenderungan asli rohani manusia yang berhubungan dengan alam semseta, nilai yang meliputi segalanya, makna yang terakhir hakikat dari semua itu. Religi mencari makna dan nilai yang berbeda-beda sama sekali dari segala sesuatu yang dikenal.

Karena itulah religi tidak berhubungan dengan yang kudus. Yang kudus itu belum tentu Tuhan atau dewa- dewa. Dengan demikian banyak sekali kepercayaan yang biasanya disebut religi, pada hal sebenarnya belum pantas disebut religi karena hubungan antara manusia dan yang kudus itu belum jelas. Religi-religi yang bersahaja dan Budhisma dalam bentuk awalnya misalnya menganggap yang Kudus itu bukan Tuhan atau dewa – dewa. Dalam religi betapa pun bentuk dan sifatnya selalu ada penghayatan yang berhubungan dengan Yang Kudus.

(8)

Manusia mengakui adanya ketergantungan kepada Yang Mutlak atau Yang Kudus yang dihayati sebagai kontrol bagi manusia. Untuk mendapatkan pertolongan dari Yang Mutlak itu manusia secara bersama-sama men-jalankan ajaran tertentu.

Jadi religi adalah hubungan antara manusia dengan Yang Kudus. Dalam hal ini yang kudus itu terdiri atas ber-bagai kemungkinan, yaitu bisa berbentuk benda, tenaga, dan bisa pula berbentuk pribadi manusia.

Selain itu dalam al-Quran terdapat kata din yang menunjukkan pengertian agama. Kata din dengan akar katanya dal, ya dan nun diungkapkan dalam dua bentuk yaitu din dan dain. Al- Quran menyebut kata din ada me-nunjukkan arti agama dan ada menunjukkan hari kiamat, sedangkan kata dain diartikan dengan utang.

Dalam tiga makna tersebut terdapat dua sisi yang berlainan dalam tingkatan, martabat atau kedudukan. Yang pertama mempunyai kedudukan, lebih tinggi, ditakuti dan disegani oleh yang kedua. Dalam agama, Tuhan adalah pihak pertama yang mempunyai kekuasaan, kekuatan yang lebih tinggi, ditakuti, juga diharapkan untuk memberikan bantuan dan bagi manusia. Kata din dengan arti hari kiamat juga milik Tuhan dan manusia tunduk kepada ketentuan Tuhan. Manusia merasa takut terhadap hari kiamat sebagai milik Tuhan karena pada waktu itu dijanji-kan azab yang pedih bagi orang yang berdosa. Adapun orang beriman merasa segan dan juga menaruh harapan mendapat rahmat dan ampunan Allah pada hari kiamat itu.

Kata dain yang berarti utang juga terdapat pihak pertama sebagai yang berpiutang yang jelas lebih kaya dan yang kedua sebagai yang berutang, bertaraf rendah, dan merasa segan terhadap yang berpiutang.7 Dalam diri orang yang berutang pada dasarnya terdapat

harapan supaya utangnya dimaafkan dengan arti tidak perlu dibayar, walaupun harapan itu jarang sekali terjadi. Dalam Islam manusia berutang kepada Tuhan berupa kewajiban melaksanakan ajaran agama.

Dalam bahasa Semit istilah di atas berarti undang-undang atau hukum. Kata itu juga berarti menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan dan semua itu memang terdapat dalam agama.

Di balik semua aktifitas dalam agama itu terdapat balasan yang akan diterimanya nanti. Balasan itu diperoleh setelah manusia berada di akhirat.

(9)

Semua ungkapan di atas menunjuk kepada pengerti-an agama secara etimologi. Namun banyak pula di antara pemikir yang mencoba memberikan definisi agama.

Dengan demikian agama juga diberi definisi oleh berbagai pemikir dalam bentuk yang berbagai macam. Dengan kata lain agama itu mempunyai berbagai pengertian. Dengan istilah yang sangat umum ada orang yang mengatakan bahwa agama adalah peraturan tentang cara hidup di dunia ini.

Sidi Gazalba memberikan definisi bahwa agama ialah kepercayaan kepada Yang Kudus, menyatakan diri berhubungan dengan Dia dalam bentuk ritus, kultus dan permohonan dan membentuk sikap hidup berdasarkan doktrin tertentu. Karena dalam definisi yang dikemuka-kan di atas terlihat kepercayaan yang diungkapkan dalam agama itu masih bersifat umum, Gazalba mengemukakan definisi agama Islam, yaitu: kepercayaan kepada Allah yang direalisasikan dalam bentuk peribadatan, sehingga membentuk taqwa berdasarkan al-Quran dan Sunnah.

Muhammad Abdul Qadir Ahmad mengatakan agama yang diambil dari pengertian din al-haq ialah sistem hidup yang diterima dan diredai Allah ialah sistem yang hanya diciptakan Allah sendiri dan atas dasar itu manusia tunduk dan patuh kepada-Nya. Sistem hidup itu mencakup berba-gai aspek kehidupan, termasuk akidah, akhlak, ibadah dan amal perbuatan yang disyari`atkan Allah untuk manusia.

Selanjutnya dijelaskan bahwa agama itu dapat dike-lompokkan menjadi dua bentuk, yaitu agama yang mene-kankan kepada iman dan kepercayaan dan yang ke dua menekankan kepada aturan tentang cara hidup. Namun demikian kombinasi antara keduanya akan menjadi defi- nisi agama yang lebih memadai, yaitu sistem

keperca-yaan dan praktek yang sesuai dengan kepercayaan tersebut, atau cara hidup lahir dan batin.

Bila dilihat dengan seksama istilah-istilah itu ber-muara kepada satu fokus yang disebut ikatan. Dalam agama terkandung ikatan-ikatan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh setiap manusia, dan ikatan itu mem-punyai pengaruh yang besar dalam kehidupan sehari-hari. Ikatan itu bukan muncul dari sesuatu yang umum, tetapi berasal dari kekuatan yang lebih tinggi dari manusia.

(10)

Agama dapat diklasifikasikan dalam empat hal, yaitu :

 Kekuatan gaib, manusia merasa dirinya lemah dan berhajat pada kekuatan gaib itu sebagai tempat minta tolong. Oleh sebab itu, manusia merasa harus mengadakan hubungan baik dengan kekuatan gaib tersebut. Hubungan baik itu dapat diwujudkan dengan mematuhi perintah dan larangan kekuatan gaib itu.

 Keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia ini dan hidup akhirat tergantung pada adanya hu-bungan baik dengan kekuatan gaib itu. Dengan hilangnya hubungan baik itu, kesejahteraan dan kebahagiaan, yang dicari akan hilang pula.

 Respon yang bersifat emosionil dari manusia. Res-pon itu bisa berupa rasa takut seperti yang terdapat dalam agama-agama primitif, atau perasaan cinta seperti yang terdapat dalam agama-agama monoteisme. Selanjutnya respon mengambil bentuk penyembahan yang terdapat di dalam agama primitif, atau pemujkaan yang terdapat dalam agama menoteisme. Lebih lanjut lagi respon itu mengambil bentuk cara hidup tertentu bagi masyarakat yang bersangkutan.

 Paham adanya yang kudus (sacred) dan suci dalam bentuk kekuatan gaib, dalam bentuk kitab yang mengandung ajaran-ajaran agama itu dan dalam bentuk tempat- tempat tertentu.

II.3 PERSAMAAN ILMU DAN AGAMA

1. Baik ilmu, filsafat dan agama bertujuan sekurang-kurangnyaberusaha berurusan dengan hal yang sama, yaitu kebenaran.

2. Ketiganya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidikiobyek selengkap- lengkapnya sampai ke-akar-akarnya.

3. Ketiganya memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yangada antara kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukkan sebab- akibatnya.

4. Ketiganya hendak memberikan sistesis, yaitu suatu pandangan yangbergandengan.

5. Ketiganya mempunyai system dan metode.

(11)

6. Ketiganya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataanseluruhnya timbul dari hasrat manusia (obyektivitas), akan pengetahuan yang lebih mendasar.

II.4 PERBEDAAN ILMU PENGETAHUAN DAN AGAMA.

1. Ilmu pengetahuan menghampiri kebenaran dengancara menuangkan (mengembarakan atau mengelanakan ) akal budi secara radikal (mengakar) dan integral, serta universal (mengalam), tidak merasa terikat oleh ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri yang bernama logika.

2. Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyelidikan (riset,research), pengalaman (empiri), dan percobaan (eksperimen) sebagai batu ujian.

3. Manusia mencari dan menemukan kebenaran dengan dan dalam agama dengan jalan mempertanyakan (mencari jawaban tentang) berbagai masalah asasi dari atau kepada kitab suci, kodifikasi firman ilahi untuk manusia

II.5 HUBUNGAN ANTARA ILMU DAN AGAMA.

Kaitan ilmu dan agama, sering disebutkan bahwa ilmu tanpa agama niscaya akan buta begitu juga agama tanpa ilmu maka akan lumpuh, sebab ilmu dan agama merupakan dua instrumen penting bagi manusia untuk menata diri, berperilaku, bermasyarakat, berbangsa, bernegara serta bagaimana manusia memaknai hidup dan kehidupan. Keduanya diperlukan dalam mendorong manusia untuk hidup secara benar. Sebagai makhluk berakal, manusia sangat menyadari kebutuhannya untuk memperoleh kepastian, baik pada tataran ilmiah maupun ideologi. Melalui sains, manusia berhubungan dengan realitas dalam memahami keberadaan diri dan lingkungannya, sedangkan agama menyadarkan manusia akan hubungan keragaman realitas tersebut, untuk memperoleh derajat kepastian mutlak, yakni kesadaran akan kehadiran Tuhan.

Keduanya sama-sama penjelajahan realitas, namun kualifikasi kebenaran yang bagaimanakah yang diperlukan manusia, sehingga realitas sains dan agama masih sering dipertentangkan.

(12)

Untuk menyelesaikan ketegangan yang terjadi antara sains dan agama dapat ditinjau berbagai macam varian hubungan yang dapat terjadi antara sains dan agama, seperti analisa M. Ridwan, Komaruddin Hidayat, dan Muhammad Wahyuni Nafis lebih melihat peran dan fungsi ilmu dan agama dalam persepektif kekinian, menurut mereka di era globalisasi yang ditandai dengan tingkat kecanggihan teknologi, agama mulai terlihat kembali dibicarakan oleh banyak orang, karena memiliki kesempatan yang jauh lebih besar untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Umat manusia tentunya merasa bersyukur, mengingat pembicaraan agama berarti sebagai pertanda bahwa umat manusia mulai lagi membicarakan dan mencari tentang makna dan tujuan hidup.

Hal ini menunjukkan bahwa, orang mulai menyadari keterbatasanketerbatasan yang dimiliki ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam kaitan ini Yudim mengatakan bahwa kebutaan moral dari ilmu itu mungkin akan membawa manusia ke jurang malapetaka. Relativitas atau kenisbian ilmu pengetahuan bermuara pada filsafat, relatifitas atau kenisbian ilmu pengetahuan, dan ilmu pengetahuan bermuara pada agama.

Dengan demikian, agama memegang peranan sentral dalam proses mencapai tujuan hidup dalam mencermati konsep sains, M. Ridwan mengemukakan pendapat yang disertai pula penalaran terhadap konsep agama, dia membedakan istilah sains dan agama dalam banyak definisi, yaitu ; sains menjawab pertanyaan bagaimana sedangkan agama menjawab pertanyaan mengapa, sains berurusan dengan fakta sedangkan agama berurusan dengan nilai atau makna, sains mendekati realitas secara analisis sedangkan agama secara sintesis, sains merupakan upaya manusia untuk memahami alam semesta yang kemudian akan mempengaruhi cara hidup kita tetapi tidak membuat kita menjadi manusia yang lebih baik sedangkan agama adalah pesan yang diberikan Tuhan untuk membantu manusia mengenal Tuhan dan mempersiapkan manusia untuk menghadap Tuhan. Berkenaan dengan sains, Djuretna juga memberikan penegasan bahwa agama merupakan suatu sistem pemikiran yang bertujuan menerangkan alam semesta ini, dan menugaskan diri untuk menterjemahkan realitas dengan bahasa yang dapat dimengerti, yang sebenarnya adalah bahasa sains. Ia tidak memberikan batasan yang jelas antara tugas ilmu dan mana tugas agama, maka apabila agama dikatakan dengan sistem pemikiran lalu apa bedanya dengan ilmu yang juga merupakan suatu proses berpikir yang sistemik/ menggunakan kaidahkaidah ilmiah. Kemudian Nico Syukur Dister Ofm mencoba memilah keduanya, menurutnya tidak dapat dikatakan bahwa keinginan intelek dipuaskan oleh agama sebab untuk Sebagian intelek manusia bersifat rasional dan sejauh keinginannya ialah menangkap dan

(13)

menguasai yang dikenalnya itu. Namun demikian, agama memang memberi jawaban atas kesukaran intelektual kognitif sejauh kesukaran ini dilatarbelakangi oleh keinginan eksistensial dan psikologis, yaitu keinginan dan kebutuhan manusia akan orientasi dalam kehidupan, untuk dapat menetapkan diri secara berarti dan bermakna di tengah-tengah kejadian alam semesta.

Nico Syukur Dister Ofm, meletakkan otonomi ilmu yang rasional untuk mengeksplorasi dan menganalisa sejauh mungkin apa yang ingin diketahui. Sedangkan agama memberi ruang, hal mana yang tidak terpecahkan oleh pemikiran manusia. Dengan demikian, logika adalah kendaraan super-exekutif untuk mencapai hakekat, tanpa logika agama takkan dapat dipahami.

Ahmad Mufli Saifuddin, menilai sekalipun kedua berbeda namun ilmu dan agama dipertemukan dalam hal tujuannya. Meskipun pendekatan yang digunakan keduanya berbeda ilmu dan agama atau bahkan bertentangan, keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu menegaskan makna dan hakekat nilai kemanusiaan dan kehidupan manusia. Ahmad Mufli Sulaiman, berpendapat bahwa hubungan agama dan sains sebagai konflik atau menyoal agama dan sains.

Banyak yang memaparkan tentang hubungan yang baik antara agama dan sains memperkayakan perpaduan keduanya, namun dengan kemajuan zaman ke zaman maka wilayah agama dan ilmu masing-masing sudah saling membatasi dengan jelas, akan tetapi terdapat hubungan dan ketergantungan timbal balik yang amat kuat di antara keduanya. Meskipun agama adalah yang menentukan tujuan, tetapi dia telah belajar dalam arti yang paling luas, dari ilmu, tentang cara-cara apa yang akan menyumbang pencapaian tujuantujuan yang telah ditetapkannya. Ilmu hanya dapat diciptakan oleh mereka yang telah terilhami oleh aspirasi terhadap kebenaran dan pemahaman. Sumber perasaan ini, tumbuh dari wilayah agama.

Termasuk juga disini kepercayaan akan kemungkinan bahwa pengaturan yang absah bagi dunia kemaujudan ini bersifat rasional, yaitu dapat dipahami nalar. Dengan demikian, jelas bahwa ilmu merupakan penyokong dalam mencapai tujuan hidup yang direfleksikan oleh agama, sebaliknya agama memberikan tempat bagi manusia yang berilmu dihadapan Tuhan.

Sikap beragama, semua yang dilakukan dan dipikirkan manusia adalah berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang amat dirasakannya dan usaha menghindari perasaan tidak enak, ini harus tetap diingat apabila ingin memahami gerakan-gerakan spritual dan perkembangannya. Perasaan dan keinginan adalah kekuatan pendorong segala upaya dan kreasi manusia, betapapun tersamarnya ia menampakkan diri kepada kita. Desakan-desakan sosial

(14)

adalah sumber lain dari terbentuknya suatu agama. Semua makhluk dapat berbuat salah.

Kebutuhan mereka akan perlindungan, kasih sayang dan dukungan mendorong manusia untuk membuat konsepsi sosial, atau moral tentang Tuhan. Agama bangsa-bangsa beradab, khususnya bangsa-bangsa Timur, pada pokoknya adalah agama moral.

Perkembangan dari agama-takut ke agama-moral adalah satu langkah besar dalam kehidupan umat manusia. Namun, kita tetap harus mewaspadai prasangka bahwa agama primitif didasarkan sepenuhnya pada rasa takut, dan agama bangsa beradab sepenuhnya pada moralitas.

Yang benar adalah bahwa semua agama merupakan campuran yang beragam dari kedua tipe tersebut, dengan satu perbedaan pada tingkat kehidupan sosial yang lebih tinggi, agama moralitas lebih menonjol. Satu hal yang ada pada semua tipe ini adalah watak antropomorfis dalam konsepsi tentang Tuhan. Manusia religius sudah pasti, tidak seorang pun akan menolak gagasan adanya suatu Tuhan personal yang mahakuasa, adil, dan maha pemurah, dapat memberi bantuan dan pembimbing manusia. Tapi, di pihak lain, ada kelemahan yang terasa amat menyakitkan sejak permulaan sejarah. Yaitu bahwa apabila wujud ini Maha Kuasa, maka setiap peristiwa, termasuk setiap perbuatan manusia, setiap pikiran manusia, dan setiap perasaan dan aspirasi manusia adalah juga karya-Nya; bagaimana mungkin kita berpendapat bahwa manusia bertanggung jawab atas semua perbuatannya dan pemikirannya. Dalam memberikan hukuman dan ganjaran, aa akan melewati penilaian terhadap diri-Nya sendiri, bagaimana ini dapat dikombinasikan dengan kebaikan dan kemurahan yang menjadi sifat-Nya. Sumber utama dari pertentangan masa ini antara ilmu dan agama terletak pada konsep Tuhan yang personal ini.

Orang yang yakin sepenuhnya berlakunya hukum sebab akibat secara unuversal, tidak akan bisa menganut suatu gagasan tentang satu wujud yang ikut campur dalam terjadinya peristiwa- peristiwa tentunya, dengan syarat ia memperlakukan hipotesis sebab-akibat itu secara serius. Ia tidak butuh lagi agama-takut, begitu juga agama-moral. Suatu Tuhan yang memberi ganjaran dan menghukum, tidak dapat lagi dipahaminya, karena alasan sederhana bahwa segala perbuatan manusia sudah ditentukan harus dilakukan, sehingga di mata Tuhan ia tak dapat bertanggung jawab – persis sama sebagaimana halnya suatu benda mati tidak bertanggung jawab atas gerakan-gerakan yang dijalaninya. Demikianlah, maka ilmu telah dituduh menghancurkan moralitas, tapi tuduhan itu tidaklah adil. Perilaku etis manusia harus didasarkan secara efektif pada simpati, pendidikan, hubungan sosial, dan kebutuhankebutuhan; tidak diperlukan dasar agama. Manusia pasti akan menjadi miskin kalau ia harus dikekang oleh

(15)

perasaan takut akan hukuman dan harapan akan ganjaran setelah mati. Menjelaskan tentang pemisahan ilmu dan agama secara umum dalam pendidikan di dunia Muslim terjadi juga disebabkan oleh beberapa faktor yang antara lain adalah karena stagasi pemikiran yang terhenti (tidak maju) atau maju tetapi sangat lambat mengenai pemikiran. Terjadi pada abad ke 16-17, yang berimbas dari politik dan budaya masyarakat lebih melihat pada kejayaan sehingga lupa kenyataan yang ada di kenyataannya. Begitu juga penjajahan yang dilakukan Barat pada dunia Muslim yang dalam sejarah dicatatkan terjadi pada abad 18-19 yang mana dengan kekuasaan imperialisme Barat tersebut menyebabkan dunia Muslim tidak berdaya ditambah lagi budaya dan peradaban modern Barat. Pendidikan Barat telah mendominasi pendidikan budaya tradisional dimana pendidikan Barat telah menggantikan ilmu-ilmu akhlak karena memang pendidikan Barat adalah pendidikan yang tidak begitu melihat pada aspek akhlak dari peserta didik. Ditambah lagi konsep modernisasi atas dunia Barat sebagai suatu perpaduan antara ideologi Barat, teknikisme dan nasionalisme.

Menanggapi persoalan ini, dalam Islam sesunggunya telah jelas dinyatakan pada alQur’an dan hadits bahwasannya tidak ada yang membedakan antara ilmu agama dengan ilmu umum, yang ada adalah ilmu-ilmu holistik-integralistik yaitu ilmu yang bentuknya satu kesatuan dan tidak terpilah-pilah. Pembagian yang ada antara ilmu agama dan ilmu umum adalah manusia sendiri, dimana manusia melihat ilmu dan membaginya berdasarkan objek kajian ilmu tersebut. apabila ilmu yang dibahasa berkenaan dengan wahyu termasuk penjelasan wahyu yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW atau al-Qur’an dan sunnah, maka yang dihasilkan adalah ilmu-ilmu semacam fikih, teologi, tasawuf, tafsir dan sebagainya. Tetapi apabila objek yang dibahas adalah seputar alam raya ataupun kejadiankejadian di jagad raya dengan menggunakan metode penelitian, eksperimen, pengukuran, ,maka yang dihasilkan adalah ilmu-ilmu seperti fisika, biologi astronimi dan lain-lain.

Ilmu dan agama, merupakan dua hal penting bagi manusia untuk dapat menjalani hidup dengan baik dan bermartabat, baik selaku pribadi, makhluk Allah SWT dan sebagai masyarakat, sebab ilmu dan agama memberikan tuntunan agar setiap insan manusia dapat berperilaku, bermasyarakat, berbangsa, bernegara secara benar. Sebenarnya, agama dan ilmu sudah punya batasan yang sangat jelas akan tetapi terdapat hubungan dan ketergantungan timbal balik yang amat kuat di antara keduanya, agama menentukan tujuan tetapi agama belajar dari ilmu tentang

(16)

cara-cara apa yang akan menyumbang pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkannya.

Sementara ilmu hanya dapat diciptakan oleh mereka yang telah terilhami oleh aspirasi terhadap kebenaran dan pemahaman. Betapa banyak kita yang beramal tanpa didasari ilmu pengetahuan yang cukup, padahal setiap ibadah yang kita lakukan haruslah berada dalam tuntunan ilmu yang cukup, makanya mulai sekarang mari kita budayakan tradisi beramal dengan dilandasi tuntunan.

Termasuk di Indonesia, bahwa kemajuan ilmu perpolitikan dan ilmu hukum di Indonesia menurut Hendra Gunawan7 tidak dapat dibantahkankan bahwa agama Islam dengan ajarannya turut serta berkontribusi dalam mendewasakan pemahaman ilmu politik atau bernegara di bumi kita tercinta ini.

(17)

BAB III PENUTUP

III.1 KESIMPULAN

Sebenarnya, agama dan ilmu sudah punya batasan yang sangat jelas akan tetapi terdapat hubungan dan ketergantungan timbal balik yang amat kuat di antara keduanya, agama menentukan tujuan tetapi agama belajar dari ilmu tentang cara-cara apa yang akan menyumbang pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkannya. Sementara ilmu hanya dapat diciptakan oleh mereka yang telah terilhami oleh aspirasi terhadap kebenaran dan pemahaman. Betapa banyak kita yang beramal tanpa didasari ilmu pengetahuan yang cukup, padahal setiap ibadah yang kita lakukan haruslah berada dalam tuntunan ilmu yang cukup, makanya mulai sekarang mari kita budayakan tradisi beramal dengan dilandasi tuntunan. Ilmu memang mengandung arti pengetahuan, tapi bukan sembarangpengetahuan melainkan pengetahuan dengan ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun secara sistematis, dan untuk mencapai hal itu diperlukan upaya mencari penjelasan atau keterangan.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Akhmadi, Asmoro, Filsafat Umum, Jakarta: Raja grafindo Persada, 2007

Wahab, Abdul. 2020. Sosial dan Budaya Syar-i. Vol 7, No 1. Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Saleh, Marhaeni.2012. Filsafat Agama Dalam Ruang Lingkupnya:Jurnal wawasan keislaman.Makasar Suaedi. Pengantar Ilmu Filsafat.Bogor:IPB press.2016

Tajuddin, Muhammad Saleh. Pemikiran dan Gerakan Politik Organisasi Wahdah Islamiyah (WI) di Sulawesi Selatan, Al-Fikr Vol 17 No 1. 2013.

Widyawati, Setya.2013.Filsafat Ilmu Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Pendidikan. Volume 11 No. 1. Fakultas Seni Pertunjukan ISI:Surakarta

https://jurnal.iain-

padangsidimpuan.ac.id/index.php/almaqasid/article/download/1717/1467#:~:text=Kaitan

%20ilmu%20dan%20agama%2C%20sering,manusia%20memaknai%20hidup%20dan

%20kehidupan.

(19)

MAKALAH

HUBUNGAN ILMU DAN AGAMA

DOSEN PENGAMPU : H. QOLYUBI NAWAWI, MSi Di Susun Oleh:

1. Shuci Maharani (2306211161) 2. Bunga Villa Sira (2306211173)

3. Lindari (2306211121) 4. Marsya (23062111077) 5. Desi Dwi Cahyani (230621015)

6. Luky Fadilah (2396211047) 7. Febrianti (230621102)

(20)

PRODI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI APRIN PALEMBANG TAHUN AJARAN 2023/2024

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………1

BAB I………..2

PENDAHULUAN………..2

I.I LATAR BELAKANG……….2

I.2 RUMUSAN MASALAH………...2

I.3 TUJUAN……….2

BAB II………..3

PEMBAHASAN………..4

II.1 LMU………..5 II.2 AGAMA……….

Referensi

Dokumen terkait

Menurut M.Quraish Shihab hubungan antara ilmu pengetahuan -termasuk filsafat- tidak mungkin sederajat karena agama turun dengan kemutlakannya sedangkan filsafat

Dengan ungkapan lain, psikologi agama adalah ilmu jiwa agama yakni ilmu yang meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku seseorang atau mekanisme

Kaitan dengan implementasi keterkaitan antara sastra dan ilmu pengetahuan ialah sebelum munculnya ilmu pengetahuan,manusia telah berupaya menjelaskan

Ini membedakan dengan Abdurrahman Wahid yang meskipun sama-sama memandang hubungan agama dan negara tidak ada kaitan formal, tetapi pemikiran Abdurrahman Wahid

Ilmu Pengetahuan Sosial adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kehidupan sosial dan menelaah masalah – masalah social yang timbul dan berkembang,

Makalah ini akan menjelaskan dari ilmu Nahwu yaitu, tentang “Kaana Wa Akhwatuha” Sintaksis atau ilmu nahwu merupakan bagian dari ilmu yang mesti menjadi prioritas dalam pembelajaran

CAPAIAN PEMBELAJARAN Pada fese ini, peserta didik mampu:  Mengamati dan menjelaskan fenomena sesuai kaidah kerja ilmiah dalam menjelaskan konsep kimia dalam kehidupan sehari-hari;

Filsafat dengan wataknya sendiri pula, menghampiri kebenaran, baik tentang alam, maupun tentang manusia, yang belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu, karena diluar atau diatas