MAKALAH
TUJUAN HUKUM ISLAM
(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah hukum islam) Dosen Pengampu : M. Taufik Saiman, S.Ag.ME
Disusun Oleh : KELOMPOK 3
1. Bella Anika 2274201015
2. Lauza Shalsabilla 2274201028
3. Putri Purnama Sari 2274201001
4. Orin Lioni 2274201008
5. Hamim Dermawan 2274201024
UNIVERSITAS SERASAN PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut Nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Hukum Islam dengan judul “Tujuan Hukum Islam”.
Makalah ini sebagai pembelajaran mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum kelas 3A dalam proses perkuliahan serta memberikan petunjuk praktis agar mahasiswa mendapatkan gambaran secara jelas mengenai Tujuan Hukum Islam. Makalah ini ditujukan untuk
memberikan referensi kepada mahasiswa dalam mata kuliah Hukum Islam.
Ucapan terima kasih kepada Bapak M. Taufik Saiman, S.Ag.ME yang telah membantu dalam penyelesaian makalah perkuliahan ini. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini untuk itu kritik dan saran terhadap penyempurnaan makalah perkuliahan ini sangat diharapkan. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi mahasiswa khususnya dan bagi semua pihak yang membutuhkan.
Muara Enim, 9 November 2023
KELOMPOK 3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
BAB I PENDAHULUAN ... 4
A. L atar Belakang ... 4
B. R umusan Masalah ... 5
C. T ujuan Penulisan ... 5
BAB II PEMBAHASAN ... 6
A. P engertian Maqashid Syariah ... 6
B. Pembagian Maqashid Syariah ... 7
C. Peran Maqashid Syariah Dalam Kehidupan ... 8
D. Macam Macam Maqashid Syariah ... 9
BAB III PENUTUP ... 14
A. K esimpulan ... 14
B. S aran ... 15
DAFTAR PUSTAKA ... 16
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hukum Islam bersumber dari wahyu Tuhan yang terdapat dalam al-Qur'an dan sunnah Rasulullah yang diyakini untuk mencapai kemaslahatan manusia. Apabila sebuah hukum tidak menciptakan kemaslahatan bagi manusia, maka perlu adanya tinjauan kembali terhadap hukum tersebut dan dibuatkan sebuah hukum baru yang lebih maslahah dengan tidak menafikan ajaran- ajaran prinsipil agama,1 dan tidak bertentangan dengan Nash.
Kajian terhadap Maqashid al-Syariah itu sangat penting dalam upaya istibath hukum, karena Maqashid al-Syariah bisa menjadi landasan penetapan hukum. Pertimbangan ini menjadi suatu keharusan bagi masalah-masalah yang tidak ditemukan ketegasannya dalam Nash.
Islam diturunkan ke bumi dilengkapi dengan jalan kehidupan yang baik (syari ah) yang diperuntukkan untuk manusia. Berupa nilai-nilai agama yang diungkapkan secara fungsional dan dalam makna yang konteks yang ditujuan untuk mengarahkan kehidupan manusia, baik secara individual maupun secara sosial (kolekti kemasyarakatan).
Pembicaraan tentang tujuan pembinaan hukum Islam atau magasid syari 'ah merupakan pembahasan penting dalam hukum Islam yang tidak luput dari perhatian ulama' serta pakar hukum Islam. Bila diteliti perintah dan larangan Allah dalam Al-Qur'an, begitu pula perintah dan larangan Nabi dalam sunnah yang terumuskan dalam figh, akan terlihat bahwa semuanya mempunyai tujuan tertentu dan tidak ada yang sia-sia. Semuanya mempunyai kemaslahatan bagi umat manusia. Pada pembahasan kali ini penulis akan membahas tentang definisinya, hujjah, cara mengetahui dan tujuan mengetahui maqashid syari 'ah, macam-macamnya, dan contoh penerapannya.
1 Dalam khazanah fiqh disebut al-kulliyatul al-khamsah.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang ada di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apa pengertian Tujuan Hukum Islam (Maqashid al-Syari 'ah) 2. Apa saja macam-macam Maqashid al-Syari 'ah ?
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan hasil dari rumusan permasalahan diatas, dapat di uraikan sebagai berikut :
1. Memahami pengertian Tujuan Hukum Islam (Magashid al-Syari 'ah).
2. Memahami macam-macam Magashid al-Syari 'ah.
5
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Maqashid Syariah
Maqashid Syariah terdiri atas dua kata yaitu maqasyid dan syariah.2 Kata maqasyid bentuk jamak dari maqshad yang merupakan maksud atau tujuan, sedangkan syariah mempunyai arti hukum-hukum Alah yang di tetapkan untuk manusia agar menjadi pedoman untuk kebahagian dunia dan akhirat. Maka demikian Maqashid Syariah diartikan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dari suatu penctapan hukum. Kajian teori maqashid syariah dalam hukum Islam sangat penting. Urgensi tersebut di dasarkan pada pertimbangan-pertimbangan di antaranya yaitu hukum Islam yakni hukum yang bersumber dari wahyu tuhan dan di peruntukan oleh manusia.3
Tujuan hukum Islam berguna untuk menjadikan seluruh umat Islam menjadi pribadi yang berprinsip. Dalam agama Islam, setiap muslim wajib menjalankan perintah Allah Swt dan menjauhi larangan-Nya. Dengan demikian, manusia membutuhkan hukum Islam yang akan mengatur setiap aspek kehidupan.
Al-Syathibi tidak mendefinisikan maqashid syariah sebagai kemaslahah atau kebaikan dan kesejahteraan umat manusia di dunia. Kalangan ulama ushul figh dalam kaitan penta lilan dan kemaslahatan sebagai maqashid syariah, tidak di temukan perbedan antara mereka yang berteologi Asy 'ariyah dan mereka yang menganut teologi Muktazilan. Al Ghazali yaitu seorang ahli usul ternama di kalangan Asy'ariyah. Abu Al-Hasan Al-Basri dari kalangan Muktazilah dalam pandangannya tentang illah. Pembahasan ini merupakan garis jelas dapat di tarik kepada pembahasan tentang maslahat sebagai maqashid syariah.4
Karyanya Al-Muwafaqat, Al-syathibi mempergunakan kata yang berbeda kaitannya dengan maqashid syariah. Kata-kata tersebut di antaranya magasyid al-syariah, al-magasyid alsyariyyah fi al-syari 'ah, dan maqasyid min syar 'i al-hukm. Walaupun dengan kata yang berbeda, namun mengandung pengertian yang sama yakni tujuan hukum yang di turunkan oleh Allah.5
Menurut Al-Syathibi yang di kutip dari ungkapannya sendiri "sesungguhnya Syariat itu bertujuan mewujudkan kemaslahatan manusia dunia dan akhirat". Ungkapan yang lain dikatakan
2 Kajian Pustaka-BAB II_Repositori IAIN Kudus_h. 12-18
3 Ghofar Sidiq, Teori Maqashid syariah dalam hukum islam, Sultan agung VOL XLIV, No.118,(juni-agustus 2009).
118-119.
4 Asafri Bakri, Konsep Maqashid syariah menurut Al-syathibi, Jakarta :PT Raja Grafindo Persada, 1996. 59.
5 Al-Syathibi, al-Muwafaqat, tahqiq, Abu Ubaidah, Dar lbn Affan,93
oleh Al-Syathibi "hukum-hukum disyariatkan untuk kemaslahatan hamba ". Pernyataan dari AI- Syathibi tersebut dapat dikatakan bahwa kandungan maqashid syariah atau tujuan hukum dalam kemaslahatan manusia.6
B. Pembagian Maqashid Syariah
Pemaparan hakikat dalam maqashid syariah mengemukakan bahwa dari segi subtansi maqasyid syariah adalah kemaslahatan. Kemaslahatan dalam taklif Tuhan dapat berwujud dua bentuk yaitu dalam bentuk hakiki, yakni manfaat langsung dari arti kausalitas. Sedangkan kedua dalam bentuk majazi yakni bentuk merupakan sebab yang membawa kepada maslahatan.
Kemaslahatan menurut AI-Syathibi dilihat dari sudut pandang di bagi dua yaitu:
1. Maqasyid Al-Syar 'i (Tujuan Tuhan)
Maqasyid Al-zsyari 'ah dalam arti maqashid syariah mengandung empat aspek yaitu:
a. Tujuan awal dari syariat yakni kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. Aturan hukum yang diturunkan Allah hanyalah untuk kemaslahatan manusia itu sendiri. Kaitannya dengan ini, Al- Syathibi mengikuti ulama- ulama sebelumnya membagi maslahat manusia kepada tiga klasifikasi penting yaitu: dhauriyyat (primer), hajiyyat (skunder) serta talhsinat (tertier, suplemen).7
b. Syariat sebagai sesuatu yang harus dipahami. Al-Syathibi menyebut 2 hal penting yang berkaitan dengan hal ini. Pertama, syariah di turunkan dalam bahasa arab (Q.S Yusuf :2) "Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. " (OS.
Yusuf : 2) Imam Al-Syathibi mengatakan "siapa yang hendak memahaminya, maka dia seharusnya memahami lidah Arab terdahulu". Kedua, syariat bersifat ummiyyah. Artinya syariah di turunkan kepada umat yang tidak mengetahui ilmu-ilmu lain, tidak belajar ilmu lain.
C. Syariat sebagai hukum taklifi yang harus dilakukan. Menurut al-Syathibi, adanya taklif, tidak dimaksudkan agar menimbulkan masyaggah (kesulitan) bagi pelakunya (mukallaf) akan tetapi sebaliknya, di balik itu ada manfaat tersendiri bagi mukallaf.8
6 Al-Syathibi, al-Muwafaqat, tahqiq, Abu Ubaidah, Dar lbn Affan,8 7 Al-Syathibi, al-Muwafaqat, tahqiq, Abu Ubaidah, Dar lbn Affan.98 8 Al-Syathibi, al-Muwafaqat, tahqiq, Abu Ubaidah, Dar lbn Affan.168
7
Tujuan syariat yaitu membawa manusia ke bawah naungan hukum. AI-Syathibi menjelaskan bahwa syariat yang di turunkan oleh Allah berlaku untuk semua hambanya, tidak ada pengecualian selain dengan sesuatu yang sudah di gariskan oleh syariat.9
2. Maqasyid Al-Mukallaf (Tujuan Mukallaf)
Al-Syathibi menekankan pada dua hal antara lain:
a. Tujuan Syar'i pada subjek hukum merupakan sebagai niat dalam perbuatan yang akan dilakukan harus dengan tuntunan syariah. Sehingga dalam hal
"niat" yang menjadi dasar suatu amal perbuatan.
b. Siapapun yang menjalankan perintah Allah yang mempunyai maksud tidak sesuai dengan syariah, maka perbuatannya dianggap batal.10
C. Peran Maqashid Syariah Dalam Kehidupan
Maqashid syariah merupakan ilmu yang mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia.
Tanpa ilmu maqashid syariah, manusia kehilangan arah dalam menentukan tujuan disyar'iatkan suatu hukum dalam kehidupan. Di antara peran maqashid syariah antara lain:
1. Maqashid syariah mampu mengetahui hukum yang bersifat umum (Kuliyyah) maupun khusus (Juz 'iyyah).
2. Memahami nash syar'i secara benar dalam tataran praktik.
3. Membatasi makna lafadz yang dimaksud secara benar, dikarenakan nash yang berkaitan dengan hukum sangat variatif baik lafadz maupun makna.
4. Ketika tidak terdapat dalil al-Qur'an maupun as-Sunnah dalam kontemporer maka para mujtahid menggunakan magashid syariah dalam istinbath hukum pasca mengkombinasikan ijtihad, ihtisan, istihlah.
5. Maqashid syariah mampu membantu mujtahid guna mentarjih hukum sesuai kondisi masyarakat.11
9 Asafri Bakri, konsep maqashid syariah menurut Al-syathibi, Jakarta: PT Raja Grafindo,70.
10 Asafri Bakri, konsep maqashid syariah Al-Islamiyah, maktabah samilah.19.
11 Muhammad Mustafa Az-zulaili, Maqashid syariah Al-Islamiyah, maktabah samilah.19.
D. Macam-Macam Maqasid Syariah
Beberapa ulama ushul telah mengumpulkan beberapa maksud yang umum dari mensyari' atkan hukum menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Syariat yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat kebutuhan primer manusia (Maqashid al- Dharuriyat).
Hal-hal yang bersifat kebutuhan primer manusia seperti yang telah kami uraikan adalah bertitik tolak kepada lima perkara, yaitu: Agama, jiwa, akal, kehormatan (nasab), dan harta.
Islam telah mensyariatkan bagi masing-masing lima perkara itu, hukum yang menjamin realisasinya dan pemeliharaannya. Lantaran jaminan hukum ini, terpenuhilah bagi manusia kebutuhan primernya. Hakikat atau tujuan awal pemberlakuan syariat yaitu untuk mewujudkan kemaslahatan manusia.
Kemaslahatan dapat diwujudkan dan dipelihara. Menurut Al-Syathibi ada lima pokok unsur di antaranya :12
a. Menjaga Agama (hifz diin)
Allah telah memerintahkan kepada hambanya untuk beribadah. Bentuk ibadah yang dimaksud yaitu shalat, zakat, puasa, haji, zikir, doa. Dengan cara menjalankan perintah Allah maka tegaklah din seseorang. Islam menjaga hak dan kebebasan, dan kebebasan yang pertama adalah kebebasan berkeyakinan dan beribadah. Setiap pemeluk agama berhak atas agama dan madzhabnya, ia tidak boleh dipaksa untuk meninggalkannya menuju agama atau madzhab lain, juga tidak boleh ditekan untuk berpindah dari keyakinannya untuk masuk Islam.13
Surat al-Baqarah ayat 256:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui."
12 Muhammad Fauzinudin Faiz, Kamus Kontemporer Mhasantri 3 Bahasa, (Surabaya: Penerbit Imtiyaz, 2012). 105.
13 Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syariah (Jakarta: Amzah, t. Th.), h. 1 9
Agama merupakan persatuan akidah, ibadah, hukum, dan undang-undang yang telah disyariatkan oleh Allah SWT untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya (hubungan vertikal), dan hubungan antara sesama manusia (hubungan horizontal). Agama Islam juga merupakan nikmat Allah yang tertinggi dan sempurna seperti yang dinyatakan dalam Al-Qur'an surat al-Maidah ayat 3 :
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
b. Menjaga jiwa (hifz nafs)
Hak paling utama yang diperhatikan Islam yaitu hak hidup, hak yang disucikan dan tidak boleh dihancurkan kemuliannya. Dalam agama Islam, nyawa manusia adalah sesuatu yang sangat berharga dan harus dijaga dan dilindungi. Seorang muslim dilarang membunuh orang lain atau dirinya sendiri.
Islam melindungi umat manusia untuk menjaga keselamatan jiwa dari pembunuhan tanpa alasan yang benar. Allah mengharamkan membunuh manusia tanpa alasan yang dibenarkan oleh Islam, jika seseorang melakukan perbuatan tersebut maka wajib atasnya hukuman gishas (QS Al- Baqarah :178). Selain larangan membunuh orang lain, Islam juga melarang seseorang melakukan bunuh diri (QS An-Nisa:29).
c. Menjaga akal (hifz aql)
Islam memandang akal manusia adalah anugrah terbesar dari Allah. Syariat mewajibkan seseorang untuk memelihara akal dari apa saja yang merusak fungsinya. Sebagaimana dalam hadits Rasulullah "Abu Darda berkata Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan menuntunnya nenuju surga dan para malaikat akan neletakkan sayap-sayapnya karena senang kepada pencari ilmu, sesungguhnya orang berilmu itu akan dimintakan ampunan olelh makhluk yang di langit dan di bumi hingga ikan di air, keutamaan orang yang berilmu atas ahli ibadah laksana keutamaan rembulan atas bintang" (HR.
Tirmidzi : 2606)
d. Menjaga keturunan (hifz nasl)
Islam menjamin kehormatan manusia dengan memberikan perhatian yang sangat besar.
Menjaga keturunan dapat di gunakan untuk memberikan spesialisasi kepada hak asasi manusia. Sebagai alasan diwajibakannya memperbaiki keturunan, membina sikap mental agar terjalin persahabatan sesama umat manusia. Allah mengharamkan zina dan perkawinan sedarah serta menyifatkan zina sebagai kejadian yang keji.
Islam menjamin kehormatan manusia dengan memberikan perhatian yang sangat besar, dapat digunakan untuk memberikan spesialisasi kepada hak asasi mereka. Perlindungan ini terlihat dalam sanksi berat yang dijatuhkan dalam masalah zina, masalah menghancurkan kehormatan orang lain.
e. Menjaga harta (hifz mall)
Memperoleh harta yang halal, Islam memperbolehkan berbagai macam bentuk muamalah antara lain jual beli, sewa menyewa, gadai. Syariat Islam mengharamkan umatnya memakan harta yang batil, antara lain mencuri, riba, menipu, mengurangi timbangan, korupsi, sebagaimana dijelaskan dalam (QS An Nisa:29).14
Menjaga harta adalah mencari harta demi menjaga eksistensinya dan menambah kenikmatan materi dan religi. Manusia tidak boleh berdiri sebagai penghalang antara dirinya dengan harta. Namun semua motivasi untuk mencari harta harus dibatasi dengan 3 syarat yaitu : 1. Harta didapati dengan cara halal, dipergunakan untuk hal-hal yang halal, dan dari harta ini harus dikeluarkan untuk hak Allah dan masyarakat di sekelilingnya.
Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa "Sesungguhnya mengambil manfaat dan menolak mudharat merupakan menjadi tujuan makhluk. Baik buruknya makhluk tergantung tujuan makhluk tersebut untuk mencapai keberhasilan ".15
2. Syariat yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat kebutuhan sekunder manusia (Maqashid al-Hajiyat)
14 Atiqi Chollisni, Analisis Maqashid Sejarah Dalam Keputusan Memilih Hunian Islami Pada Perumahan Ilhami Tangerang, Vol.7 Np,1, (April 2016). 50.
15 Al-Raisuni, Ahmad, Nazhariyah Al-Maqashid Inda Al-Imam Al-Syathibi, Al-Dar, Al-Alamiyahli Al-Kitab Al- Islamiyah.208
11
Hal-hal yang bersifat kebutuhan sekunder bagi manusia bertitik tolak kepada sesuatu yang dapat menghilangkan kesempitan manusia, meringankan beban yang menyulitkan mereka, dan memudahkan jalan-jalan muamalah dan mubadalah (tukar menukar bagi mereka). Islam telah benar-benar mensyariatkan sejumlah hukum dalam berbagai ibadah, muamalah, dan uqubah (pidana), yang dengan itu dimaksudkan menghilangkan kesempitan dan meringankan beban manusia.
Dalam lapangan ibadah, Islam mensyariatkan beberapa hukum rukhsoh (keringanan, kelapangan) untuk meringankan beban mukallaf apabila ada kesulitan dalam melaksanakan hukum azimah (kewajiban) contoh, diperbolehkannya berbuka puasa pada siang bulan ramadhan bagi orang yang sakit atau sedang bepergian.
Dalam lapangan muamalah, Islam mensyariatkan banyak macam akad (kontrak) dan urusan (tasharru) yang menjadi kebutuhan manusia. Seperti jual beli, syirkah (perseroan), mudharobah (berniaga dengan harta orang lain) dan lainnya.
3. Syariat yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat kebutuhan pelengkap manusia (Magashid al- Tahsiniyat)
Dalam kepentingan-kepentingan manusia yang bersifat pelengkap ketika Islam mensyariatkan bersuci (thaharah), disana dianjurkan beberapa hal yang dapat menyempurnakannya. Ketika Islam menganjurkan perbuatan sunnat (tathawwu’), maka Islam menjadikan ketentuan yang di dalamnya sebagai sesuatu yang wajib baginya. Sehingga seorang mukallaf tidak membiasakan membatalkan amal yang dilaksanakannya sebelum sempurna. Ketika Islam menganjurkan derma (infaq), dianjurkan agar infaq dari hasil bekerja yang halal.
Maka jelaslah, bahwa tujuan dari setiap hukum yang disyariatkan adalah memelihara kepentingan pokok manusia, atau kepentingan sekundernya atau kepentingan pelengkapnya, atau menyempurnakan sesuatu yang memelihara salah satu diantara tiga kepentingan tersebut.16
16 Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-kaidah hukum islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h.333.
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
Kajian terhadap Maqashid al-Syariah itu sangat penting dalam upaya istibath hukum, karena Maqashid al-Syariah bisa menjadi landasan penetapan hukum. Kajian teori maqashid syariah dalam hukum Islam sangat penting. Urgensi tersebut di dasarkan pada pertimbangan- pertimbangan di antaranya yaitu hukum Islam yakni hukum yang bersumber dari wahyu tuhan dan di peruntukan oleh manusia.
Kemaslahatan menurut Al-Syathibi dilihat dari sudut pandang di bagi dua yaitu Maqasyid Al-Syar'i (Tujuan Tuhan) dan Maqasyid Al-Mukallaf (Tujuan Mukallaf). Tanpa ilmu maqashid syariah, manusia kehilangan arah dalam menentukan tujuan disyar'iatkan suatu hukum dalam kehidupan.
Beberapa ulama ushul telah mengumpulkan beberapa maksud yang umum dari mensyari' atkan hukum menjadi tiga kelompok, yakni syariat yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat kebutuhan primer manusia (Maqashid al- Dlharuriyat) terdiri atas Agama, jiwa, akal, kehormatan (nasab), dan harta, syariat yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat kebutuhan sekunder manusia (Magashid al-Hajiyat) seperti bersifat kebutuhan sekunder bagi manusia bertitik tolak kepada sesuatu yang dapat menghilangkan kesempitan manusia, meringankan beban yang menyulitkan mereka, dan memudahkan jalan-jalan muamalah dan mubadalah (tukar menukar bagi mereka) dan yang terakhir tentang syariat yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat kebutuhan tersier/pelengkap manusia (Magashid al-Tahsiniyat) seperti berkaitan terhadap kepentingan-kepentingan manusia yang bersifat pelengkap ketika Islam mensyariatkan bersuci (thaharah), disana dianjurkan beberapa hal yang dapat menyempurnakannya perbuatan sunnat (tathawwu), maka Islam menjadikan ketentuan yang di dalamnya sebagai sesuatu yang wajib baginya sehingga seorang muukallaf tidak membiasakan membatalkan amal yang dilaksanakannya sebelum sempurna. Ketika Islam menganjurkan derma (infaq), dianjurkan agar infaq dari hasil bekerja yang halal.
13
B. Saran
Sebagai seorang umat muslim yang bertaqwa dan memiliki iman yang baik, kiranya perlu selalu memperhatikan salah satu sumber hukum yang sebenarnya bertujuan untuk kemashalatan umat manusia sebagai dimensi ketuhanan yang benar sesuai dengan tuntunan Allah SWT dan sunah Rasulullah SAW sehingga dalam berkehidupan mampu menentukan arah menuju kemashalatan yang sudah tersedia dan sangat di anjurkan oleh ulama' ahli sunnah dan menjadi peta dalam mewujudkan agama sebagai nikmat bagi rahmat sekalian alam.
Besar harapan penulis dari tugas makalah ini agar dijadikan esensi pembelajaran yang telah diamanatkan dosen ini mampu menjadikan kami sebagai pribadi yang lebih baik dan tentunya dapat memberikan dampak kebaikkan untuk sesama. Saran dan kritikan yang objektif dari semua pihak terhadap karya tulis kami ini tentu berguna dalam meningkatkan kemampuan diri sebagai mahasiswa di masa akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Hilmi, F. (2017). Makalah Maqashid Syariah. Jakarta.
Kudus, R. I. (n.d.). BABII Kajian Pustaka_Pengertian Maqashid Syari 'ah. Kudus.
5 Tujuan Hukum Islam, Pengertian, dan Sumbernya (idntimes.com)
15