• Tidak ada hasil yang ditemukan

masyarakat adat - dan ekspresi budaya tradisional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "masyarakat adat - dan ekspresi budaya tradisional"

Copied!
281
0
0

Teks penuh

Saya sangat bersyukur buku yang berjudul “Masyarakat Andogen dan Ekspresi Budaya Tradisional (Ulasan Hukum dan Maqashid al-Syari’ah)” akhirnya dapat ditulis dan dipresentasikan sebagai tugas akhir pada program studi Doktor Hukum Universitas Brawijaya. Penulisan karya ilmiah ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan atas ketidakadilan terhadap masyarakat adat mengenai hak-hak tradisionalnya berupa ekspresi budaya tradisional yang terabaikan. Disertasi ini mencoba mencari bentuk perlindungan yang lebih komprehensif dengan mengkaji hukum Islam melalui metode Maqashid al Syari'ah, sebagai salah satu prinsip religiusitas yang dianggap penting sebagai upaya perlindungan yang lebih baik di masa depan.

Akhir kata, penulis berharap artikel ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan penulis sendiri, serta dapat memberikan kontribusi kepada pemerintah dalam mengesahkan undang-undang yang lebih adil dalam melindungi hak-hak masyarakat adat atas ekspresi budaya tradisional.

PENDAHULUAN

Problematika Ekspresi Budaya Tradisional di IndonesiaIndonesia

  • Rumusan Masalah
  • Tujuan Penelitian
  • Orisinalitas Penelitian
  • Penelitian yang dilakukan Raditya Permana
  • Penelitian yang dilakukan Afillyanna/ Affrillyanna Purba Penelitian Afillyanna /Affrillyanna Purba dalam rangka penulisan
  • Penelitian yang dilakukan oleh Stince Sidayang
  • Desain Penelitian
  • Metode Penelitian a. Jenis Penelitian

Apa makna perlindungan hukum terhadap hak masyarakat adat atas ekspresi budaya tradisional dalam perspektif maqashid al syari'ah. Bagaimana keadaan perlindungan hukum terhadap hak-hak masyarakat adat atas ekspresi budaya tradisional dalam perspektif maqashid al syari'ah. Kedua, bagaimana bentuk perlindungan hukum yang tepat terhadap hak Ekspresi Budaya Tradisional, seni tari tradisional masyarakat adat.

Maqashid al Syari'ah sebagai pilihan tepat untuk melindungi hak masyarakat adat atas ekspresi budaya tradisional (EBT).

Gambar 1. Interkoneksi Hukum Negara, Hukum Adat dan Hukum Islam  dalam perlindungan PTEBT
Gambar 1. Interkoneksi Hukum Negara, Hukum Adat dan Hukum Islam dalam perlindungan PTEBT

KERANGKA TEORETIK DAN KERANGKA KONSEPTUAL

Kerangka Teoretik

  • Teori Perlindungan Hukum
  • Teori Keadilan
  • Teori Hukum Alam (Sunnatullah)
  • Teori Penghargaan
  • Teori Benefit Sharing
  • Teori Maqashid Al Syari’ah
  • Teori Eksistensi

Ketentuan syariah (hukum) menurut metode maqashid al syari'ah haruslah adil, mengandung rahmat dan hikmah. Teori Maqashid al Syari'ah merupakan teori yang pendekatannya paling tepat untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang berkembang tersebut. Intinya adalah bahwa hukum Islam mempunyai tujuan untuk memberikan kemaslahatan bagi umat manusia dan tidak ada satu hukum pun yang ditentukan tetapi mempunyai tujuan.

Penyelewengan baik berupa pembajakan maupun pencurian dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat adat, hal ini jelas bertentangan dengan tujuan hukum (maqashid al syari'ah).

Kerangka Konseptual

  • Konsep Hak Kekayaan Intelektual a. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual
  • Konsep Hak Milik (Kepemilikan)
  • Konsep Ekspresi Budaya Tradisional
  • Konsep Masyarakat Adat

28 Tahun 2014, Pasal 38 ayat 1 mengatur bahwa; “Ekspresi kebudayaan tradisional adalah hak cipta negara”, artinya masyarakat adat sebagai pemilik benda berada dibawah penguasaan negara. Oleh karena itu, sudah sepantasnya hak-hak masyarakat adat berupa ekspresi budaya tradisional (EBT) dilindungi secara hukum, khususnya di mata dunia internasional, untuk mencegah penyalahgunaan hak milik. Dengan latar belakang tersebut maka perlindungan terhadap hak moral dan ekonomi masyarakat adat mengenai hak-haknya menjadi sangat penting, mengingat banyaknya pelanggaran terhadap hak-hak tradisionalnya.

Kekayaan tradisional masyarakat adat berupa ekspresi budaya telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan mereka. Sehingga penggunaannya seringkali mengabaikan hak masyarakat adat sebagai pemilik atau pengusung EBT. Berkenaan dengan permasalahan tersebut, diperlukan suatu bentuk perlindungan hukum yang memadai terhadap hak masyarakat adat atas kepemilikannya berupa Ekspresi Budaya Tradisional.

Oleh karena itu, negara mempunyai kewajiban untuk melindungi hak-hak warga negaranya, termasuk masyarakat adat sebagai bagian dari warga negara Indonesia yang mempunyai hak atas perlindungan. Setidaknya terdapat 19 (sembilan belas) istilah dalam peraturan perundang-undangan yang menggunakan kata “masyarakat hukum adat/hukum adat”. PBB sendiri mengakui hak-hak masyarakat adat dalam Deklarasi Hak-Hak Masyarakat Adat (United Nations Declaration on Rights of Indigenous Peoples).

Terkait dengan hak kekayaan intelektual, khususnya hak masyarakat adat atas ekspresi budaya tradisional (DLL), PBB dalam deklarasinya, tepatnya pada Pasal 31 (Pasal 31) ayat 1 menyatakan bahwa: 105. 105 Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Manusia Masyarakat Adat (Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat).

MAKNA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK MASYARAKAT ADAT ATAS

Hak Milik (Kepemilikan) dalam Hukum Positif dan Hukum Islam Hukum Islam

  • Hak Milik (Kepemilikan) Dalam Hukum Positif a. Pengertian Hak
  • Hak milik (kepemilikan) dalam Hukum Islam a. Pengertian Hak
  • Subjek Hak a. Hak Allah
  • Kewenangan pengadilan
  • Benda Sebagai Harta Kekayaan a. Pengertian
  • Harta (Benda) Dalam Hukum Islam
  • Eksperi Budaya Tradisional (EBT) Sebagai bagian Dari Hak Cipta
  • Hak Cipta Menurut Hukum Islam

Bila dilihat dari segi harta benda, benda dapat berarti sesuatu yang tidak tampak, misalnya ‘hak’. Melihat uraian di atas, maka hak cipta merupakan bagian kekayaan yang tidak kasat mata dan mempunyai nilai ekonomi, sehingga keberadaannya harus dilindungi sesuai dengan undang-undang. Hak Cipta merupakan hak substantif yang mengacu pada pengertian hak cipta dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014.

Selain itu, indikasi bahwa hak cipta merupakan hak substantif adalah selain bersifat mutlak, juga mempunyai sifat droit de suit, yaitu hak tersebut terus mengikuti obyeknya. Selain hak cipta, banyak juga yang dapat dikategorikan sebagai hak milik tidak berwujud, misalnya hak menerima penghasilan, hak tagih, hak sewa, dan lain-lain. Perkataan ini menempatkan hak cipta sebagai bagian dari suatu benda yang dapat dijadikan sebagai obyek hak milik, sehingga pemilik hak cipta dapat menguasai hak cipta sebagai hak milik.

Uraian di atas menunjukkan bahwa ekspresi budaya tradisional merupakan bagian dari kekayaan yang mempunyai nilai yang dapat diperhitungkan secara ekonomi dan penting untuk dilindungi baik secara finansial maupun moral sebagai bagian dari hak cipta tradisional yang telah diakui oleh undang-undang. Karena ekspresi budaya tradisional tersebut masuk dalam kategori perlindungan hak cipta, maka dengan sendirinya keberadaannya merupakan benda tak berwujud yang harus dilindungi keberadaannya. Dilihat dari jenis dan jenis hak cipta yang dilindungi undang-undang, ekspresi budaya tradisional (EBT) termasuk dalam kategori ini.

Keberadaan hak cipta sebagai bagian dari hak kekayaan intelektual (HAKI) dalam hukum Islam belum terbukti secara eksplisit. Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa hak cipta yang dipandang sebagai bagian dari suatu harta mempunyai kedudukan yang sama dengan harta kekayaan yang lain dan harus dilindungi keberadaannya.

Hak Masyarakat Adat Atas Ekspresi Budaya Tradisional (EBT ) Tradisional (EBT)

  • Masyarakat Adat Sebagai Subjek Hukum
  • Hak-hak Masyarakat Adat

Hukum perdata sendiri membagi subyek hukum menjadi orang (Person Naturlijk) dan badan hukum (Person Recht). 146Rikardo Simarmata & Bernadinus Steni, “Masyarakat hukum adat sebagai subjek hukum: Kemampuan hukum masyarakat hukum lokal dalam bidang hukum privat dan publik”, (Bogor: Instituti Shamdana, 2017), hal.15. Sebelum kita berbicara lebih jauh mengenai masyarakat adat sebagai subjek hukum, terlebih dahulu kita akan membahas bagaimana fungsi manusia dan badan hukum (recht-person) sebagai subjek hukum.

Kedudukan seseorang sebagai subjek hukum berlangsung sejak ia dilahirkan sampai dengan kematiannya. Pengakuan masyarakat hukum adat sebagai subjek hukum dalam MK 35 merupakan suatu kelegaan bagi masyarakat hukum adat yang seringkali terabaikan haknya. Menurut Rikardo Simarmata, MK 35 sebenarnya tidak dalam posisi untuk menetapkan masyarakat adat sebagai subjek hukum, namun hanya menegaskan bahwa masyarakat adat sebenarnya sudah menjadi subjek hukum sebelum adanya putusan MK 35.

Sebab ada beberapa pilihan dalam hal ini, yaitu apakah masyarakat adat memilih dirinya sebagai subjek hukum berupa hukum privat atau hukum publik. Namun penulis tidak ingin terlibat dalam perbedaan pendapat mengenai kelompok masyarakat adat mana yang menjadi subjek hukum. Namun inti pembahasannya adalah masyarakat adat pada kenyataannya telah diakui sebagai subjek hukum yang dapat mempunyai hak dan kewajiban dalam melakukan perbuatan hukum.

Jelas bahwa masyarakat adat merupakan badan hukum yang mempunyai hak yang sama dengan badan hukum lainnya dalam melakukan perbuatan hukum. Karena perang ini terus berlanjut, baru-baru ini dikeluarkan putusan Mahkamah Konstitusi 35/PUU-X/2012 yang menguatkan masyarakat adat sebagai badan hukum yang harus dilindungi.

Konsep Perlindungan Hukum Melalui Hukum Negara, Hukum Adat dan Hukum Islam (Maqashid Negara, Hukum Adat dan Hukum Islam (Maqashid

  • Konsep Perlindungan Hukum Melalui Hukum Negara
  • Perlindungan Positif a. Pembentukan Hukum
  • Perlindungan Negatif
  • Perlindungan Proaktif
  • Perlindungan Administratif
  • Konsep Perlindungan Hukum melalui hukum adat
  • Konsep perlindungan Hukum melalui Hukum Islam (Maqashid al Syari’ah)

Selain itu, yang penting untuk diingat adalah jika berbicara tentang Mekashid al Syari'at ada tujuan penting di dalamnya yaitu tercapainya maslahah (kemaslahatan). Pembangunan ekonomi melalui maqashid al Syari'ah kemudian dikembangkan oleh Jasser Auda yang akan dijadikan analis dalam penelitian ini. Artinya bagaimana Maqashid al Syari'ah bekerja dalam memberikan perlindungan hukum guna mencapai kemaslahatan (maslahah) bagi umat manusia.

Secara singkat dapat juga dikatakan bahwa Maqahsid al Syari'ah adalah tujuan yang ingin dicapai dari suatu pengangkatan anak yang sah. Karena bertujuan kemaslahatan, Maqahsid al Syari'ah seringkali menjadi pernyataan alternatif selain masalih (kemaslahatan). Perkembangan Maqahsid al Syari'ah semakin nyata hingga munculnya para ahli ushul fiqh pada abad ke 5-8. abad H.

Perkembangan Maqashid al Syari'ah pada abad ke 5 hingga ke 8 H semakin canggih, hal ini ditandai dengan bangkitnya filsafat hukum Islam. Magister Fiqih dari American Islamic University of Michigan, dengan konsentrasi Hukum Islam (Maqashid al Syari'ah) pada tahun 2004. Sumber: Jasser Auda, Grounding Islamic Law melalui maqashid al Syari'ah, (Bandung: PT. Mizan Pustaka) , 2015.

Sumber: Jasser Auda, Membumikan Hukum Islam Melalui Maqashid al Syari'ah, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 20150), hal. Sumber: Jasser Auda, Membumikan Hukum Islam Melalui Maqashid al Syari'ah, (Bandung: PT. Mizan Pustaka 2015), hal. Melihat hal tersebut, Maqashid al Syari'ah menjadi prinsip dasar dan metodologi reformasi hukum Islam sebagaimana yang dianjurkan oleh Jasser Auda.

Korelasi masyarakat hukum adat sebagai badan hukum dengan EBT sebagai objek hukum dan signifikansinya bagi Maqashid al Syari'ah.

Gambar 3:  Struktur Tingkatan Maqashid  Menurut Kebutuhan
Gambar 3: Struktur Tingkatan Maqashid Menurut Kebutuhan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MASYARAKAT ADAT ATAS HAK EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL

Tinjauan Umum Tentang Hak Kekayaan Intelektual, Hak Cipta, dan Ekspresi Budaya Tradisional Hak Cipta, dan Ekspresi Budaya Tradisional

  • Pengertian serta prinsip-prinsip HKI
  • Hak Kekayaan Intelektual, Hak Cipta Dalam Kerangka Hukum Nasional Dan Internasional
  • Perlindungan Hak Cipta Di Indonesia a. Sejarah Hak Cipta
  • Hak Cipta Atas Ekspresi Budaya Tradisional

Hak kekayaan intelektual, hak cipta dalam kerangka hukum nasional dan internasional Hukum nasional dan internasional. Hak Cipta merupakan salah satu bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), dimana HKI sendiri merupakan hak atas harta benda yang timbul dari kemampuan intelektual manusia. Perlindungan ini tentu saja tidak terkecuali terhadap segala bentuk hak cipta yang dihasilkan oleh para penemu.

Selanjutnya, Undang-Undang Merek Dagang disahkan pada tahun 1885, Undang-Undang Paten pada tahun 1910, dan Undang-Undang Hak Cipta pada tahun 1912. Konvensi Bern pun menjadi rujukan lahirnya perlindungan hak cipta di beberapa negara Eropa, termasuk Belanda. 211Elyta Ras Ginting, “Hukum Hak Cipta Indonesia (Analisis Teori dan Praktek)”, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2011), hal.

212 Ashively, “UU Hak Cipta Tinjauan Khusus Hak Pertunjukan Lagu Indie Berdasarkan Nilai Keadilan” (Yogyakarta: Genta Publishing, 2016), hal.17. Oleh karena itu perubahan tersebut ditetapkan dengan undang-undang yang baru, yaitu Undang-Undang No. 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta. Artinya perlindungan hak cipta terjadi sejak ciptaan pencipta diciptakan.

Karena sifatnya yang otomatis, perlindungan hak cipta tidak didasarkan pada pendaftaran ciptaan. Untuk jangka waktu perlindungan hak cipta yang diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014, perlindungan hak cipta terhadap hak moral pencipta berlaku tanpa batas waktu.

Gambar

Gambar 1. Interkoneksi Hukum Negara, Hukum Adat dan Hukum Islam  dalam perlindungan PTEBT
Gambar 3:  Struktur Tingkatan Maqashid  Menurut Kebutuhan
Gambar 4: Maqahsid versi Jasser Auda

Referensi

Dokumen terkait

The results of the second stage, namely research on the morphological characterization of the Terigas Tangerine plant Citrus reticulata Blanco was developed as a magazine, and