• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Masyarakat Adat

KERANGKA TEORETIK DAN KERANGKA KONSEPTUAL

B. Kerangka Konseptual

4. Konsep Masyarakat Adat

terhadap hak-hak tradisional masyarakat adat sehingga keberadaan mereka selalu dihargai dan dihormati serta dijunjung tinggi.

dan kekayaan sendiri, baik materiil maupun immateriil.98 Istilah masyarakat hukum adat ini kemudian digunakan oleh UUD NRI 1945 pasal 18B serta peraturan perundang-undangan lainnya. Terdapat paling sedikit 19 (sembilan belas) istilah peraturan perundang- undangan yang menggunakan kata “masyarakat adat/hukum adat/

masyarakat tradisional/komunitas adat terpencil” dengan definisi yang beragam.99 di antara yang memberikan pengertian masyarakat hukum adat yakni;

“suatu komunitas antropologis yang bersifat homogen dan secara berkelanjutan mendiami suatu wilayah tertentu, mempunyai hubungan historis dan mistis dengan sejarah masa lampau mereka, merasa dirinya dan dipandang oleh pihak luar sebagai berasal dari satu nenek moyang yang sama, dan mempunyai identitas dan budaya yang khas yang ingin mereka pelihara dan lestarikan untuk kurun sejarah selanjutnya, serta tidak mempunyai posisi yang dominan dalam struktur dan sistem politik yang ada”.100

Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan definisi tersebut menjadi beragam, namun memiliki substansi yang hampir sama. Selanjutnya istilah masyarakat adat merupakan padanan dari kata indigenous people, istilah ini menurut Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) paling sepadan jika dibandingkan dengan istilah lainnya seperti istilah masyarakat hukum adat, orang asli, pribumi, masyarakat pribumi atau bangsa asal. Sandra Moniaga dalam naskah akademik Undang-undang Tentang Masyarakat Adat oleh AMAN menyatakan bahwa istilah masyarakat adat secara sosial dan politik lebih bisa diterima. Istilah pribumi misalnya terlalu umum karena hampir semua orang Indonesia akan dianggap pribumi. Untuk

98Rikardo Simarmata, Pengakuan Hukum Terhadap masyarakat Adat Indonesia (jakarta: UNDP, 2006), hlm. 23

99Kementerian Perencanaan Pembanguna Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Opcit. hal 2

100Amidhan & Saafroedin Bahar, “Mewujudkan hak Konstitusional Masyarakat hukum Adat, himpunan Dokumen Peringatan hari Internasional Masyarakat hukum Adat Sedunia, (Jakarta:KOMNAS HAM 2006), hlm.9

konteks papua, penggunaan istilah orang asli bermuatan rasial dan dapat di cap sebagai gerakan pemisahan diri. Sedangkan istilah masyarakat hukum adat dianggap menyempitkan makna kata adat sebatas hukum atau norma sehingga membuat adat-adat yang tidak mengandung sanksi, tidak masuk dalam cakupan.101 Sementara persoalan Ekspresi Budaya Tradisional tidak banyak berbicara soal sanksi.

Selain AMAN, Jaringan Pembela Hak-hak Masyarakat Adat (JAPHAMA) memberikan pengertian masyarakat adat adalah;

kelompok masyarakat yang memiliki asal-usul leluhur (secara turun-temurun) di wilayah geografis tertentu, serta memiliki sistem nilai, ideologi, ekonomi, politik, budaya, sosial dan wilayah sendiri”.102Definisi ini sebenarnya merupakan definisi yang dirumuskan secara bersama oleh para tokoh adat dan aktivis HAM dan Lingkungan pada pertemuan di Toraja pada tahun 1993. Definisi tersebut kemudian oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dalam kongres yang pertama pada tahun 1999 diadopsi dengan penambahan dua kata yang memiliki makna yakni “kedaulatan” dan “tertib hukum”, sehingga definisi masyarakat adat berbunyi:” komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul leluhur secara turun-temurun di atas suatu wilayah adat yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya, yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakat”.

Selanjutnya dalam kurun waktu yang bersamaan, di tingkat internasional merumuskan beberapa elemen yang dapat di kategorikan sebagai indigenous people antara lain;103

Memiliki kaitan kesejarahan dengan periode sebelum invasi dan 1. kolonialisme

101Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Naskah Akademik Undang-undang Tentang Masyarakat Adat, 2016, hal.26

102ibid

103Ibid hal. 26-27

Secara sosial dan budaya memiliki distingsi dengan kelompok- 2. kelompok masyarakat lain terutama kelompok dominan

Memiliki wilayah 3.

Memiliki sistem budaya sosial dan hukum tersendiri, dan 4.

Mengalami praktik marginalisasi, pengambilan tanah, 5. diskriminasi dan eksklusi

Adanya perbedaan dalam penggunaan istilah ini bukan hal subtansial sehingga memberi ruang terjadinya perpecahan, perbedaan tersebut hanya merupakan perpedaan konteks, bukan perbedaan pada tataran konsep. Konsep masyarakat adat ini muncul jauh sebelum dikenal konsep negara kerajaan dan kesultanan, bahkan jauh sebelum pengaruh kolonial masuk ke nusantara. Sebagaimana diketahui bahwa di seluruh pelosok nusantara ini telah hidup dan berkembang komunitas-komunitas yang memiliki kesatuan politik dan memiliki kedaulatan. Mereka secara mandiri mengatur dan mengurus dirinya serta mengelola sumber daya alam di wilayah ekosistem masing-masing. Mereka juga mengembangkan aturan- aturan hukum serta membentuk pemerintahan untuk menjaga keseimbangan hidup di wilayah mereka. Keberadaan mereka yang telah ada jauh sebelum bangsa ini dibentuk dan kemudian menjadi salah satu komponen terbentuknya bangsa ini menjadi salah satu alasan penting untuk memperhatikan keberadaan mereka. Ironisnya keberadaan mereka masih termarjinalkan dan kerap kali menjadi korban ketidakadilan.

Sadar atau tidak, keberadaan masyarakat adat ini kendati telah diakui keberadaannya baik oleh dunia internasional maupun oleh negara-negara di tingkat nasional, namun sampai saat ini terindikasi masih sering terabaikan. Perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat masih sangat minim, bahkan pada negara yang telah memiliki sistem dan peraturan perundangan yang memadai pun cenderung setengah hati, karena dalam penerapannya masih didominasi oleh

kepentingan ekonomi dan politik.104Kondisi ini bertentangan pula dengan pengakuan yang telah diberikan oleh dunia. Perserikatan Bangsa-bangsa sendiri telah memberikan pengakuan terhadap hak- hak masyarakat adat dalam deklarasinya tentang hak-hak masyarakat adat (united nations declaration on the rights of indegenous peoples).

Deklarasi ini telah memberikan penegasan bahwa masyarakat memiliki hak kolektif yakni hak untuk menentukan nasib sendiri, hak atas tanah, wilayah dan sumber daya alam, hak atas identitas budaya dan kekayaan intelektual serta hak untuk melakukan pembangunan. Terkait dengan hak kekayaan inteketual khususnya hak-hak masyarakat adat atas Ekspresi Budaya Tradisional (EBT), PBB dalam deklarasi tersebut tepatnya pada pasal 31 (article 31) ayat 1 mengatakan bahwa:105

“masyarakat adat memiliki hak untuk menjaga, mengontrol, melindungi dan mengembangkan warisan budaya mereka, pengetahuan tradisional dan ekspresi-ekspresi budaya tradisional, seperti juga manifestasi ilmu pengetahuan mereka, teknologi dan budaya-budaya, termasuk sumber daya manusia dan sumber daya genetik lainnya, benih- benih, obat-obatan, permaninan-permaninan tradisional dan seni pentas. Mereka juga memiliki hak untuk menjaga, mengontrol, melindungi dan mengembangkan kekayaan intelektual, warisan budaya, pengetahuan tradisional dan ekspresi-ekspresi budaya mereka”.

Kendati dengan diadopsinya deklarsi ini dapat membantu pemerintah untuk mengisi kekosongan hukum di Indonesia terkait hak-hak masyarakat adat, namun menjadi sangat penting pula kerangka hukum Indonesia memberikan perlindungan yang jelas bagi masyarakat adat. Seyogyanya pula deklarasi ini menjadi rujukan

104Ikbal, Implementasi hak Ekonomi Sosial dan Budaya Masyarakat Adat Dalam hukum hAM Internasional di Indonesia, jurnal lmu Hukum Fiat Justisia, volume 3 No 3, September Desember 2011

105Deklarasi PBB Tentang Hak-hak Masyarakat Adat (United Nations Declaration on The Rights of Indegenous People)

bagi negara khususnya Indonesia dalam membuat kerangka hukum tersebut agar dapat menjadipegangan bersama untuk melakukan perlindungan serta penghormatan terhadap hak-hak masyarakat adat.

Bab 3

MAKNA PERLINDUNGAN HUKUM