• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hak Cipta Di Indonesia a. Sejarah Hak Cipta

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MASYARAKAT ADAT ATAS HAK EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL

A. Tinjauan Umum Tentang Hak Kekayaan Intelektual, Hak Cipta, dan Ekspresi Budaya Tradisional Hak Cipta, dan Ekspresi Budaya Tradisional

3. Perlindungan Hak Cipta Di Indonesia a. Sejarah Hak Cipta

isu yang dipertentangkan adalah terkait perlindungan atas hak cipta Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional.

3. Perlindungan Hak Cipta Di Indonesia

dengan Keputusan Menteri no. 24 1979 kendati pada saat itu Indonesia belum berpartisipasi penuh terhadap Konvensi ini.

Khusus mengenai sejarah perkembangan Hak Cipta, secara umum sejarah kelahiran Hak Cipta dianggap bermula di Inggris pada awal abad ke-17 dan di Perancis pada akhir abad ke-17.211 Kendati penulisan serta pencetakan buku sebagai karya cipta telah berlangsung lama jauh sebelum abad ini namun kiblat sejarah adanya Hak Cipta adalah dimulai dari kedua negara tersebut. Alasan sederhananya adalah karena kedua negara tersebut dianggap mewakili dua rezim sistem hukum yang berlaku di dunia saat ini.212 Kedua negara ini kemudian melahirkan konsep perlindungan dalam Hak Cipta dengan konsep perlindungan hak moral (moral rights) dan hak ekonomi (economic rights), yang mana konsep inipun dianut oleh Indonesia dalam undang-undang Hak Cipta saat ini.

Istilah hak cipta (copy rights) ini sebenarnya berasal dari negara penganut common law, sedangkan di Eropa dikenal dengan istilah droit d’aueteur. Penggunaan istilah copy rights ini dahulunya adalah bertujuan untuk melindungi penerbit, bukan melindungi pencipta.

Namun seiring dengan perkembangan hukum serta kemajuan teknologi perlindungan ini lebih diperluas kepada pencipta, serta ruang lingkup hak cipta tidak hanya terbatas pada karya cipta berupa buku namun diperluas pada bidang lainnya seperti karya seni, musik, drama, fotografi, arsitektur dan lain sebagainya.

Selanjutnya adanya Konvensi Bern kemudian sebagai rujukan lahirnya perlindungan Hak Cipta di beberapa negara Eropa tidak terkecuali Belanda. Belanda yang sebelumnya memang telah memiliki aturan mengenai perlindungan Hak Cipta di negaranya, kemudian mengatur kembali perlindungan Hak Ciptanya tersebut melalui peraturan baru yang diberi nama Auteurswet 1912 (AW 1912), tidak lama setelah diberlakukan Undang-undang ini Belanda ikut

211Elyta Ras Ginting, “Hukum Hak Cipta Indonesia (Analisis Teori dan Praktik)”, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2011), hal. 37

212Ashibly, “Hukum Hak Cipta Tinjauan Khusus Performing Right Lagu Indie Berbasis Nilai Keadilan” (Yogyakarta: Genta Publishing, 2016), hal.17

bergabung sebagai anggota Kovensi pada tahun 1886 dengan beberapa resrvation. Indonesia sebagai negara jajahan Belanda saat itu diikut sertakan pula dalam konvensi ini sebagaimana diumumkan dalam staasblad No. 797 tahun 1914, selanjutnya pada revisi Konvensi Bern Bulan Juli 1928 di Paris, bagi Indonesia juga diberlakukan melalui staastblad No 325 tahun 1931.

Oleh pemerintah Indonesia AW 1912 Staasblad No 600 tahun 1912 dicabut dan menggantinya dengan UU RI No. 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta yang dimuat dalam lembaran negara RI tahun 1982 No.15.

bersamaan dengan pencabutan AW 1912 tersebut pemerintah Indonesia kemudian menetapkan undang-undang Hak Cipta No 6 tahun 1982, (selanjutnya disingkat menjadi UUHC 1982). Akan tetapi pada tahun 1987 terjadi beberapa perubahan dan tambahan seiring dengan perkembangan kebutuhan dalam perlindungan bagi hak cipta Indonesia. Sehingga perubahan tersebut ditetapkan melalui undang-undang baru yakni undang-undang No 7 tahun 1987 tentang Hak Cipta. Undang-undang ini muncul didasarkan dengan beberapa pertimbangan di antaranya adalah; untuk mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh kembangnya gairah mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, sebagai perlindungan yang lebih baik atas maraknya pelanggaran yang terjadi khususnya dalam pembajakan, serta alasan lain seperti yang tercantum pada mukaddimah undang-undang tersebut.

Selanjutnya, dengan arahan GBHN UUHC ini kembali terjadi perubahan melalui undang-undang No 19 tahun 2002, dan saat ini undang-undang yang terakhir berlaku adalah undang-undang No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Melihat sejarah terjadinya beberapa kali perubahan ini menandakan bahwa perlindungan terhadap Hak Cipta ini memiliki kedudukan yang penting di mata hukum Nasional.

Sebab Hak Cipta merupakan salah satu sumbangan terbesar bagi kemajuan bangsa Indonesia.

b. Ruang Lingkup Hak Cipta

Undang-undang Hak Cipta no 28 tahun 2014 telah mengatur tentang ruang lingkup dari hak cipta. Adapun yang termasuk ruang lingkup Hak Cipta menurut undang-undang tersebut (pasal 40) adalah:

Buku, pamphlet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan dan 1. semua hasil karya tulis lainnya;

Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan sejenis lainnya;

2.

Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan Pendidikan dan ilmu 3. pengetahuan;

Lagu dan /atau musik dengan atau tanpa teks;

4.

Drama, drama musikal, tari koreografi, pewayangan dan 5. pantomim;

Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, 6. ukiran, kaligrafi seni pahat, patung atau kolase;

Karya seni terapan;

7.

Karya arsitektur;

8.

Peta;

9.

Karya seni batik atau seni motif lain;

10.

Karya fotografi;

11.

Potret;

12.

Karya sinematografi;

13.

Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai; basis data, adaptasi, 14. aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;

Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi atau modifikasi 15. ekspresi budaya tradisional

Kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca 16. dengan program komputer maupun media lainnya;

Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut 17. merupakan karya yang asli;

Permainan video dan 18.

Program komputer (pasal 40 ayat (1) UUHC No 28 tahun 2014) 19.

Sedangkan hasil karya cipta yang tidak dilindungi (pasal 41) adalah; 1). hasil karya yang belum ada wujudnya secara nyata, 2).

ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, atau data, walaupun telah digabungkan dalam sebuah ciptaan, 3). Alat atau benda yang diciptakan hanya untuk kebutuhan fungsional.

Untuk beberapa jenis karya yang tidak dapat dikategorikan sebagai hak cipta (pasal 42) antara lain; hasil rapat terbuka lembaran negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah, putusan pengadilan dan kitab suci.

c. Jangka waktu perlindungan

Hak Cipta sebagaimana diketahui merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual yang memiliki perbedaan pokok dengan kekayaan industri, kendati kedua jenis kekayaan ini adalah sama- sama merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual. Hak kekayaan industri lahir karena kedaulatan negara, atinya bahwa perlindungan hukum terhadap jenis hak kekayaan industri ini berlaku sejak negara memberikan pengakuannya. Maka dengan demikian pendaftaran atas hak kekayaan industri merupakan suatu keharusan yang menjadi dasar perlindungan hak tersebut.

Sedangkan Hak Cipta (copyrights) mengenal asas perlindungan otomatis (automatical protection). Artinya bahwa perlindungan terhadap Hak Cipta tersebut muncul sejak sebuah karya cipta tersebut diwujudkan oleh penciptanya. Karena sifatnya yang otomatis maka perlindungan terhadap Hak Cipta ini tanpa didasarkan pada pendaftaran ciptaan tersebut. Akan tetapi, asas perlindungan otomatis ini harus memiliki syarat-syarat subjektivitas, yaitu orisinal dan memiliki bentuk yang nyata. Syarat mutlak ini yang kemudian membedakan Hak Cipta pada umumnya dengan Hak

Cipta yang berupa Ekspresi Budaya Tradisional (EBT). Sehingga perbedaan inilah yang kemudian mengharuskan EBT untuk mencari bentuk perlindungan seperti apa yang dapat diberikan oleh negara terhadap keberadaannya. Pembahasan tentang ini akan dibahas pada penjelasan berikutnya dari tulisan ini.

Untuk jangka waktu perlindungan Hak Cipta sebagaimana diatur dalam Undang-undang Hak Cipta No 28 tahun 2014 bahwa perlindungan Hak cipta untuk Hak moral pencipta berlaku tanpa batas waktu. Sedangkan untuk hak ekonomi memiliki batas waktu di mana pemilik hak diberikan perlindungan atas ciptaannya selama hidup pencipta dan terus berlangsung selama 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia terhitung sejak tanggal 1 Januari tahun berikutnya (pasal 58 ayat 1 & 2). Sedangkan bagi Hak Cipta yang dipegang oleh Badan Hukum masa perlindungan hanya 50 tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman (pasal 58 ayat 3).

Pembatasan ini menunjukkan bahwa pencipta memiliki hak terbatas atas ciptaannya. Hal ini merupakan suatu jalan tengah untuk mendapatkan keadilan baik bagi pemlik hak cipta maupun masyarakat sebagai pengguna dari manfaat hak cipta tersebut.

Konvensi Bern sendiri terdapat aturan tentang masa perlindungan tersebut yaitu:213

Secara umum jangka waktu perlindungan adalah seumur hidup 1. pencipta dan lima puluh tahun setelah kematiannya

Untuk karya sinematografi, negara gabungan dapat mengatur 2. bahwa masa berlaku perlindungan akan berakhir lima puluh tahun setelah karya tersebut diumumkan dengan kesepakatan dari pihak pencipta, atau jika tidak maka dapat terhitung dari tanggal pembuatannya.

Untuk karya yang tidak diketahui penciptanya atau penciptanya 3. menggunakan nama samaran masa perlindungannya selama lima puluh tahun. Akan tetapi jika nama samaran tersebut tidak

213Article 7 konvensi Bern 1886 sebagaimana telah diperbarui tahun 1971

diragukan, masa perlindungan seumur hidup pencipta di tambah lima puluh tahun setelah kematiannya. Jika pencipta karya tanpa nama atau menggunakan nama samaran memberitahukan identitasnya pada masa sebagaimana tersebut di atas, masa perlindungan yang berlaku adalah seumur hidup dan lima puluh tahun setelah kematiannya. Negara gabungan tidak wajib memberikan perlindungan terhadap karya tanpa nama pencipta atau menggunakan nama samaran sehubungan bahwa penciptanya telah meninggal dalam kurun waktu lima puluh tahun

Perlindungan atas karya fotografi dan karya seni terapan 4. sepanjang karya tersebut dilindungi sebagai karya seni bergantung kepada negara-negara gabungan, tetapi masa berlaku ini akan berlangsung setidaknya sampai dengan akhir masa dua puluh lima tahun dari tanggal pembuatannya.

Masa berlaku perlindungan setelah kematian pencipta dan masa 5. berlaku sebagaimana diatur dalam ayat (2), (3) dan (4) akan mulai berlaku dari tanggal kematian atau peristiwa sebagaimana diatur dalam ayat tersebut, tetapi masa berlaku tersebut akan senantiasa dianggap mulai pada tanggal satu januari tahun tersebut setelah kematian atau peristiwa tersebut.

Negara-negara gabungan dapat memberikan masa perlindungan 6. melebihi yang ditentukan dalam konvensi ini.

Umumnya jangka waktu yang berlaku adalah pada pasal 1 yakni seumur hidup pencipta ditambah 50 tahun setelah meninggal namun berdasarkan aturan pasal 6 ini kemudian masing-masing negara dapat memberikan aturan yang berbeda terhadap masa perlindungannya termasuk Indonesia.