• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Hak Milik (Kepemilikan)

KERANGKA TEORETIK DAN KERANGKA KONSEPTUAL

B. Kerangka Konseptual

2. Konsep Hak Milik (Kepemilikan)

merupakan hak pencipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari hasil ciptaannya.

Selain itu tentang Ekspresi Budaya Tradisional dan Hak Cipta atas ciptaan yang penciptanya tidak diketahui diatur dalam pasal 38 UUHC N0 28 Tahun 2014 yang intinya bahwa hak cipta berupa ekspresi budaya dipegang oleh negara (ayat 1), kewajiban negara untuk menjaga dan memelihara (ayat 2), penggunaan ekspresi budaya tersebut harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat pengembannya, serta ketentuan lebih lanjut akan diatur oleh peraturan pemerintah (ayat 4).

Pengaturan tentang karya cipta yang tidak diketahui pemiliknya ini adalah untuk melindungi Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) dari hasil kebudayaan rakyat dari terjadinya monopoli, komersialisasi serta tindakan lain yang dapat merugikan serta merusak citra kebudayaan itu sendiri. Tentunya perlindungan ini akan menjadi lebih kuat jika dibarengi dengan pengaturan yang maksimal serta diperkuat dengan adanya peraturan pemerintah seperti ketentuan pada pasal 4 (empat) tersebut. Namun sayangnya peraturan pemerintah terkait hal ini belumlah ada.

dalam status naturalis, kewajiban orang satu sama lain adalah sama sebagaimana haknya”.88

Sedangkan hak milik dalam Islam juga diakui sebagai hak yang harus dilindungi keberadaannya. Terdapat definisi yang beragam oleh para ulama tentang hak ini, seperti Mustafa Ahmad al Zarqa mendefinisikan hak adalah ikhtisas (kewenangan) yang ditetapkan oleh Syar’ baik berupa sultah atuapun taklif. Sultah (kekuasaan) salah satunya adalah haq al milkiyah yakni mendapatkan hak untuk memiliki sesuatu dan memanfaatkannya.89 Dengan demikian maka hak milik merupakan hak yang melekat pada diri seseorang atas barang atau benda yang dimilikinya. Namun lebih rinci hak ini mencakup haqq al diini (hak agama), seperti hak Allah kepada hamba-Nya berupa shalat dan ibadah lainnya serta haq al madani (hak perdata), yakni hak memiliki sesuatu, haq adabi (hak moral) hak orang tua untuk dihormati, hak masyarakat untuk dilindungi oleh negara, serta haq maali (hak harta) dan haq gairu maali (hak non harta) seperti hak untuk menolong diri sendiri.

Kekayaaan intelektual merupakan benda bergerak yang tidak berwujud. Kekayaan atau property memiliki kaitan dengan benda.

Sedangkan benda menurut pasal 499 KUHPerdata diartikan dengan tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak, yang dapat dikuasai oleh hak milik.

Tentang hak milik ini kemudian terdapat pada pasal 570 KUHPerdata yang mana kedudukan hak milik ini merupakan hak kebendaan yang paling sempurna dibandingkan dengan hak-hak lainnya, (lihat psl 570 KUHPerdata). Jika dicermati maka hak milik menurut KUHPerdata ini adalah hak yang paling utama bila dibandingkan dengan hak kebendaan yang lain, sebab dalam hak milik ini si pemilik hak dapat menikmati dan menguasai dengan sebebasnya terhadap benda yang dimilikinya.

Selanjutnya jika berbicara tentang hak kebendaan maka tentunya Ekspresi Budaya adalah merupakan hasil karya cipta yang berupa

88Rahmi Jened, Op.Cit. hlm. 16

89H. Hendi Suhendi, fiqih Muamalah, (RajaGrapindo Persada, 2016), hal. 21

benda yang bersifat melekat pada pemiliknya. Adapun ciri dari hak kebendaan itu adalah bersifat mutlak, yaitu dapat dipertahankan terhadap siapapun juga.90 Selain itu hak kebendaan mempunyai zaasgevolg atau droit de suit (hak yang mengikuti). Artinya hak itu terus mengikuti bendanya di manapun juga (dalam tangan siapapun juga) barang itu berada. Benda itu terus mengikuti orang yang mempunyainya.91Hal ini berarti bahwa hasil karya cipta masyarakat adat yang berupa Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya seyogyanya tidak terpisah antara hak pemiliknya dengan bendanya.

Akan tetapi pengaturan negara dalam UUHC No. 28 tahun 2014 pasal 38 ayat 1 menyatakan bahawa; “Hak cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh negara”, itu artinya bahwa masyarakat adat sebagai pemilik benda dikuasai haknya oleh negara. Bahkan jika terdapat keuntungan secara ekonomi, masyarakat sama sekali tidak mendapatkan bagian. Padahal antara hak komunal dengan hak negara itu sangatlah berbeda, agama Islampun membedakan antara hak komunal dengan hak negara ini.

Tentang hak milik benda ini lebih lanjut Peter Gillies menyatakan bahwa hak milik merupakan hak hukum yang tertinggi yang diberikan oleh sistem hukum kepada individu atas suatu benda tertentu. Dengan demikian kepemilikan harus dilindungi oleh perangkat hukum yang efektif, bahwa seorang pemilik harus dilindungi terhadap pencabutan hak serta perilaku yang mengganggu pelaksanaan hak milik secara sementara (gangguan). Melihat hal tersebut maka sudah selayaknya hak masyarakat adat berupa Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) dilindungi secara hukum khususnya di mata dunia internasional agar tidak terjadi penyalahgunaan hak milik.

Selanjutnya dalam hak cipta dikenal adanya hak moral dan hak ekonomi. Hak moral merupakan integritas bagi pemilik hak cipta.

Undang-undang Hak Cipta mendefinisikan bahwa Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat di

90Komarih Hukum Perdata, (Malang: UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,2010) hlm. 93

91Ibid. hlm.93

hilangkan atau dihapus dengan alasan apapun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Sedangkan hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait.

Hak moral merupakan hak yang tidak dapat dialihkan karena hak tersebut telah terintegrasi dengan pemiliknya. Hak moral dalam hak cipta dapat berupa hak untuk mencantumkan nama pencipta atas hasil karya ciptanya. Sedangkan hak ekonomi adalah merupakan hak setiap orang untuk menikmati hasil dari usaha ekonomi yang telah diusahakan. Hak moral untuk pertama kalinya di terapkan di Perancis yang kemudian diadopsi dalam pasal 6 bis revisi konvensi Bern tahun 1928. Jika melihat isi konvensi tersebut maka dapat dirumuskan subtansi hak moral meliputi;92

The right to claim authorship

1. , yaitu hak untuk mendapatkan

pengakuan sebagai pencipta. Hal itu dilakakukan antara lain dengan menyebutkan atau mencantumkan nama pencipta dalam ciptaannya.

The right to object any distortion, mutilation, or other modification 2. of the work, yaitu hak pencipta untuk menolak tindakan yang dapat mendistorsi, memotong atau menghilangkan sebagian dari ciptaan ataupun memodifikasi ciptaan secara sedemikian rupa sehingga merusak atau merugikan reputasi dan kehormatan pencipta.

The right to object other derogatory action in relation to the 3. said work, yaitu hak pencipta untuk menolak segala bentuk tindakan atau perlakuan yang dapat mengganggu atau merendahkan kehormatan dan reputasi pencipta.

Hak moral tentunya tidak dapat dinilai dengan materi yang berwujud uang atau apapun, akan tetapi penghargaan tersebut merupakan pemberian wewenang kepada pencipta untuk bertindak apabila orang lain melanggar haknya. Jelaslah bahwa hak moral

92Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2011), hlm. 105

merupakan manifestasi dari pengakuan manusia terhadap hasil karya orang lain yang sifatnya non-ekonomis.93

Adapun hak ekonomi ini adalah juga merupakan bagian dari hak asasi manusia. Hal ini dapat dilihat dalam UUDN RI tahun 1945 dalam beberapa pasal di antaranya adalah: Pasal 28: “hak untuk hidup dan mempertahankan hidup, Pasal 28C: (1). Hak untuk mengembangkan diri dan meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan (2). Hak untuk memajukan diri dan memperjuangkan hak secara kolektif.

Pasal 28D (2). Hak untuk bekerja dan mendapat imbalan serta perlakuan adil dalam hubungan kerja”.

Jika melihat hal tersebut maka perlindungan terhadap hak ekonomi baik bagi individu maupun kelompok sebagai warga negara adalah sebuah keniscayaan. Berdasarkan norma-norma hukum internasional di mana konvensi merupakan salah satu sumber hukum juga telah memberikan perlindungan terhadap hak ekonomi, sosial dan budaya yang mana konvensi tersebut mengikat negara- negara anggota dan wajib mengikuti ketentuan yang terkandung di dalamnya. Sedangkan pada penjelasan pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, di mana produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Melihat hal tersebut maka pasal 33 mengandung makna bahwa kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang perorangan.

Melihat hal tersebut maka perlindungan hak moral dan hak ekonomi masyarakat Adat atas hak-hak mereka menjadi sangat penting, mengingat banyaknya terjadi penyalahgunaan terhadap hak-hak tradisional yang mereka miliki. Sebab masyarakat Adat adalah salah satu kelompok yang merupkan bagian dari warga negara yang memiliki hak untuk dilindungi dan dihargai serta dihormati keberadaan mereka serta hak-haknya.

93Hendra Tanu Atmajaya, Konsep Hak Ekonomi dan Hak Moral Pencipta Menurut Sistem Civil Law dan Common Law, Jurnal Hukum No 23. Vol.10 Mei 2003, hal. 165